commit to user
malu untuk
mundur
berpisah. Kemudian upacara
kacar-kucur
merupakan lambang bahwa suami yang bertugas mencari nafkah untuk keluarga secara
simbolik menyerahkan hasil jerih payahnya kepada istrinya. Prosesi selanjutnya adalah
dhahar saklimah
. Prosesi tersebut memiliki kandungan makna bahwa kedua mempelai supaya dapat hidup rukun, saling
mengisi, dan tolong menolong. Prosesi tersebut dilanjutkan dengan prosesi
ngunjuk rujak dêgan
dan
tilik pitik
.
Ngunjuk dêgan
memiliki makna yang terkandung didalamnya yaitu sikap puas bapak dan ibu pengantin putri atas
pesta perkawinan tersebut Hariwijaya, 2004: 168.
Tilik pitik
memiliki arti leksikalnya menengok ayam. Saat itu kedua orang tua pengantin putra
datang untuk
tilik
atau menengok putranya yang tengah menikah dan sekaligus memberi restu. Untuk selanjutnya diadakan
sungkeman
sebagai wujud bahwa kedua pengantin akan patuh dan berbakti kepada kedua orang
tua. Prosesi pernikahan adat Jawa akan mengenal dua jenis
kirab
. Pertama yaitu
kirab kanarendran
dan kedua yaitu
kirab ksatriyan
. Acara tersebut sekaligus menandai berakhirnya acara panggih yang merupakan puncak
semua pesta pernikahan adat Jawa Hariwijaya, 2004: 184.
3. Nilai Kearifan Lokal
Masyarakat Jawa mempercayai bahwa lingkungan hidup itu perlu dilestarikan dengan cara ritual-ritual keagamaan yang mengandung nilai
kearifan lokal. Adat istiadat tradisional Jawa dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh ketentraman hidup lahir batin. Bagi masyarakat Jawa,
mengadakan upacara tradisional itu dalam rangka memenuhi kebutuhan
commit to user
spiritualnya,
supaya eling marang purwa duksina
. Tradisi kebatinan masyarakat Jawa itu sebenarnya bersumber dari ajaran agama yang diberi
hiasan budaya daerah. Oleh karena itu, orientasi kehidupan rohani masyarakat Jawa senantiasa memperhatikan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan secara
turun temurun oleh nenek moyangnya. Di samping itu, upacara tradisional dilakukan masyarakat jawa dalam rangka memperoleh solidaritas sosial.
Upacara tradisional juga menumbuhkan etos kerja kolektif, yang tercermin dalam ungkapan
gotong-royong nyambut gawe.
Dalam berbagai kesempatan, upacara tradisional itu memang dilaksanakan dengan melibatkan banyak orang.
Mereka melakukan ritual ini dengan dipimpin oleh para sesepuh dan pinisepuh masyarakat. Upacara tradisional juga berkaitan dengan lingkungan hidup dan
nilai kearifan lokal Yana, 2010: 244. Seperti yang dikutip oleh Poespowardojo dalam Rahyono, 2009: 7,
Quaritch Wales merumuskan
local genius
sebagai
the sum of the cultural characteristics which the vast majority of a people have in common as aresult
of their experiences in early life.
Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam definisi tersebut adalah 1 ciri-ciri budaya, 2 sekelompok manusia sebagai
pemilik budaya, serta 3 pengalaman hidup yang menghasilkan ciri-ciri budaya tersebut. Pokok-pokok pikiran tersebut menunjukkan bahwa kearifan
lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh sekelompok etnis manusia yang diperoleh melalui pengalaman hidupnya serta terwujud dalam
ciri-ciri budaya yang dimilikinya. Dengan kata lain, seorang anggota masyarakat budaya menjadi cerdas berkat pengalaman hidup yang dihayatinya.
commit to user
Ia memiliki kecerdasan karena proses belajar yang dilakukannya dalam perjalanan pengalaman hidup. Dipaparkan oleh Rahyono 2009: 8 kearifan
lokal budaya Jawa merupakan butir- butir kecerdasan, kebijaksanaan “asli”
yang dihasilkan oleh masyarakat budaya Jawa. Menurut Poespowardojo dalam Rahyono, 2009: 9
local genius
memiliki ketahanan terhadap unsur-unsur yang datang dari luar dan mampu berkembang untuk masa-masa mendatang. Kepribadian suatu masyarakat
ditentukan oleh kekuatan dan kemampuan
local genius
dalam menghadapi kekuatan dari luar. Jika
local genius
hilang atau musnah, kepribadian bangsa juga akan memudar. Dijelaskan oleh Rahyono 2009: 9 bahwa faktor-faktor
yang menjadikan pembelajaran kearifan lokal memiliki posisi yang strategis adalah sebagai berikut:
a. Kearifan lokal merupakan pembentuk identitas yang
inheren
sejak lahir. b.
Kearifan lokal bukan sebuah keasingan bagi pemiliknnya. c.
Keterlibatan emosional masyarakat dalam penghayatan kearifan lokal kuat. d.
Pemelajaran kearifan lokal tidak memerlukan pemaksaan. e.
Kearifan lokal mampu menumbuhkan harga diri dan percaya diri. f.
Kearifan lokal mampu meningkatkan martabat bangsa dan negara. Setiap orang tentu memiliki keterlibatan emosional dalam penghayatan
dan pemertahanan kearifan lokal yang ada. Secara alamiah, pembelajaran kearifan lokal yang tercipta dalam budayanya menjadi sebuah kebutuhan hidup
dalam rangka melangsungkan kehidupannya. Dijelaskan oleh Rahyono 2009: 11 bahwa seiring dengan sifat manusia yang memiliki sifat arif atau
commit to user
sebaliknya, kearifan budaya selayaknya dihayati dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat secara berkesinambungan. Kearifan yang terus
menerus ditumbuhkembangkan dan diterapkan dalam kehidupan menjadikan martabat peradaban bangsa meningkat dan menuju ke kesempurnaan.
Ketidakarifan yang hadir menyertai kearifan dalam budaya bukan berarti harus diabaikan dan ditabukan, tetapi perlu dipelajari agar masyarakat mampu
memilah, mengendalikan, dan memilihnya. Untuk itu masyarakat pemilik budaya lokal bersangkutan perlu pula memahami butir-butir mana yang
merepresentasikan kearifan dan butir-butir mana yang merepresentasikan ketidakarifan atau yang memiliki potensi untuk disimpangkan menuju
ketidakarifan. Pemikiran dan sikap hidup manusia yang dilandasi kearifan mampu
memberikan ketentraman dan kebahagiaan hidup kepada sesama manusia dalam bermasyarakat. Sebagai sebuah pemikiran, kearifan akan menghasilkan
nilai-nilai dan norma-norma yang luhur untuk kepentingan hidup bersama. Pada tahap penerapan, kearifan akan mengarahkan penerapan nilai-nilai dan
norma-norma tersebut dalam wujud perilaku secara benar, bukan menyimpangkan atau membelokkan nilai ataupun norma tersebut untuk
kepentingan individual. Berperilaku arif adalah berperilaku sesuai dengan etika dan etiket yang berlaku di masyarakat. Berperilaku yang tidak arif adalah
berperilaku yang melanggar etika dan etiket. Keseluruhan norma dan nilai yang digunakan oleh masyarakat untuk mengetahui bagaimana seharusnya manusia
menjalankan kehidupannya disebut etika Soeseno dalam Rahyono, 2009: 4.
commit to user
Etika menurut Abdullah 1992: 36 bukan merupakan refleksi teoritis belaka, melainkan merupakan kelakuan baik sebagai sarana mencapai
kesempurnaan. Selanjutnya etika tersebut akan berpengaruh terhadap pandangan hidup seseorang. Menurut Woro 2000: 78 pandangan hidup
adalah bagaimana manusia memandang kehidupan atau bagaimana manusia memiliki konsepsi tentang kehidupan. Akibat dari pandangan hidupnya,
terjadilah tipe-tipe kelompok manusia. Eduard Spranger dalam Woro, 2000: 79 membagi manusia ke dalam enam tipe yaitu manusia ekonomi, manusia
politik, manusia sosial, manusia pengetahuan, manusia seni, dan manusia religius. Manusia ekonomi
Homo economicus
adalah tipe manusia yang selalui memperhitungkan untung-rugi dan efesiensi dalam berpikir dan
bertindak. Manusia politik
Homo politicus
adalah tipe manusia yang selalu memikirkan bagaimana mempengaruhi orang lain dan menguasainya. Manusia
sosial
Homo socius
adalah tipe manusia yang selalu ingin mengabdikan diri bagi kesejahteraan masyarakat. Manusia pengetahuan
Homo sapiens
adalah tipe menusia yang selalu ingin mengetahui sesuatu. Manusia seni
Homo esteticus
adalah tipe manusia yang memandang sesuatu dari segi keindahannya. Manusia religius
Homo religius
adalah tipe manusia yang segala pikiran dan tindakannya selalu dikaitkan dengan religi, dengan dosa dan
pahala, dengan surga dan neraka, dan bagaimana hidup yang sesuai dengan tuntunan agama.
commit to user
4. Materi Pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Jawa