Prosesi Perkawinan Adat Jawa

commit to user Pada umumnya dalam Jawa hanya melibatkan dua buah somah , yang akan dipersatukan kemudian melalui lahirnya seorang cucu milik bersama. Anggota keluarga besar masing-masing pihak, dengan tetap berada di latar belakang, memberikan dukungan, sumbangan, bantuan, kesaksian, masing- masing, sesuai dengan kekhususan hubungannya dengan orang tua pasangan suami istri baru tersebut Geertz, 1983: 58. Hal ini senada dengan pendapat Surbakti 2008: 61 yang menyatakan bahwa penyatuan dua individu ke dalam satu kesatuan yang diikat dalam pernikahan akan menciptakan masyarakat baru. Masyarakat kecil yang terbentuk karena penyatuan dua individu dan lahirnya anak-anak buah pernikahan merupakan cikal-bakal terbentuknya keluarga dan inti kelompok sosial. Hal penting yang patut diketahui adalah bahwa keluarga merupakan dasar bagi terbentuknya kelompok sosial yang lebih besar.

b. Prosesi Perkawinan Adat Jawa

Tata cara perkawinan adat Jawa biasanya dimulai dari nontoni, lamaran, srah-srahan paningset, pasang tarub, siraman, malam midodareni dan kembar mayang, ijab kabul, panggih temanten, resepsi, ngundhuh mantu dan jenang sumsuman . Masing-masing dari upacara tersebut tentunya memiliki ciri serta aturan tersendiri dalam pelaksanaannya. 1. Nontoni Pada tahap ini sangat dibutuhkan peranan seorang perantara. Perantara ini merupakan utusan dari keluarga calon pengantin lelaki untuk menemui keluarga calon pengantin wanita. Pertemuan ini commit to user dimaksudkan untuk nontoni, atau melihat calon pengantin dari dekat Yana, 2010: 62. Menurut Maryono, dkk 2006: 85 nontoni adalah kunjungan yang dilakukan oleh pihak calon pengantin pria kepada pihak calon pengantin wanita dengan tujuan untuk melihat secara langsung seorang gadis yang hendak diperistri. 2. Lamaran Lamaran Maryono, dkk, 2006: 69 yaitu proses dan tindakan nakokake menanyakan seorang gadis kepada orang tuanya, untuk dijadikan istri. Untuk nakokake dengan tujuan melamar meminang anak gadis ini bisa secara langsung lisan maupun tulisan dengan surat yang disebut serat lamaran atau serat panembung . Maksud lamaran adalah permohonan dari keluarga calon pengantin putra kepada keluarga calon pengantin wanita, untuk dijadikan pasangan hidup Hariwijaya, 2004: 15. Biasanya lamaran dilakukan oleh pihak laki-laki. Namun ada kalanya, pihak perempuan yang melamar. Hal ini bergantung pada situasi dan kondisi adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. 3. Srah - srahan Paningset Prosesi selanjutnya adalah srah-srahan paningset . Paningset maksudnya adalah tanda pengikat. Yang diikat yakni hati, lesan dan perbuatan keluarga calon pengantin wanita. Hal ini berarti bahwa setelah menerima lamaran paningset tersebut, maka mereka tidak boleh lagi menerima lamaran dari pihak lain Hariwijaya, 2004: 75. Paningset ini commit to user merupakan suatu simbol bahwa calon pengantin wanita sudah diikat secara tidak resmi oleh calon pengantin pria Yana, 2010: 62. Lebih lanjut diterangkan oleh Geertz 1983: 69 Anak laki-laki menurut tradisi harus memberikan dua macam hadiah perkawinan kepada pihak perempuan: paningset yang biasanya berupa pakaian dan perhiasan yang sering diberikan dengan sebuah slametan untuk orang tua pihak perempuan, sesudah putusan perkawinan ditetapkan dan srah-srahan biasanya berupa seekor kerbau atau sapi dan perabot rumah tangga, tetapi sekarang ini, kalaupun diberikan, biasanya telah diperkecil sehingga menjadi beberapa alat dapur saja. Hal ini senada dengan pendapat Yana 2010: 63 yang menyatakan bahwa paningset ini bisa dibarengi dengan acara pasok tukon, yaitu pemberian barang-barang berupa pisang sanggan pisang jenis raja setangkep, seperangkat busana bagi calon pengantin wanita, dan upakarti atau bantuan bila upacara pernikahan akan segera dilangsungkan seperti beras, gula, sayur-mayur, bumbu, dan sejumlah uang. Paningset tersebut harus diserahkan dalam acara srah-srahan paningset yaitu penyerahan bingkisan. Pelaksanakan srah-srahan paningset , dapat dilaksanakan dalam satu acara sendiri atau digabung dengan acara lainnya. Acara srah-srahan paningset dapat digabungkan dengan acara lamaran, tukar cincin, malam midodareni , atau menjelang perkawinan. commit to user Paningset yang utama adalah sepasang cincin untuk calon pengantin putra dan wanita, serta kemben. Cincin itu bentunya bulat dan tanpa sambungan seser . Hikmahnya cinta mereka berdua terus terpadu dari awal sampai akhir. Sesuai dengan kemampuan pengantin putra, dapat disediakan perhiasan lain seperti kalung, gelang, dan anting. Perhiasan ini merupakan simbol bahwa seorang pria suka istrinya mengenakan perhiasan yang bisa mempercantik dirinya Hariwijaya, 2004: 76. 4. Pasang Tarub Hakikat pasang tarub Maryono, dkk, 2006: 104 adalah menyiapkan dan memasang berbagai fasilitas atau peralatan yang diperlukan dalam upacara perkawinan dalam rangka menerima kehadiran dan menyediakan tempat duduk kepada para tamu atau undangan; terlebih apabila pelaksanaan upacara perkawinan tersebut dilaksanakan dirumah. Tarub adalah membangun rumah-rumahan yang beratapkan daun pohon kelapa nipah untuk acara pesta Hariwijaya, 2004: 80. Tarub dibuat dari daun kelapa yang sebelumnya telah dianyam dan diberi kerangka dari bambu, dan ijuk atau welat sebagai talinya Yana, 2010: 63. Tarub ini biasanya dipasangkan di kanan-kiri pendopo dan dibelakang rumah. Bersamaan dengan pemasangan tarub, dipasang juga tuwuhan. Yang dimaksud dengan tuwuhan adalah sepasang pohon pisang commit to user raja yang sedang berbuah, yang dipasang di kanan kiri pintu masuk Yana, 2010: 63. 5. Siraman Selanjutnya adalah prosesi siraman . Dijelaskan oleh Hariwijaya 2004: 88 bahwa siraman berasal dari kata siram yang artinya guyur atau mandi. Mandi dalam hal ini adalah dilakukan atau mandi yang dikemas dalam upacara adat dan mengenakan kain basahan . Upacara siraman dilakukan sebelum midodareni. Tempat untuk siraman dibuat sedemikian rupa sehingga nampak seperti sendang yang dikelilingi oleh tanaman beraneka warna. Pelaku siraman adalah orang yang dituakan Yana, 2010: 64. Menurut Maryono, dkk 2006: 122 siraman yaitu memandikan calon mempelai wanita dan pria, dan hal itu mengandung makna: 1 memohon berkah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa supaya calon mempelai dibersihkan lahir batin, sehingga dapat mencapai tujuan utama perkawinan; 2 membersihkan diri dari segala macam pengaruh buruk, supaya terhindar dari pikiran buruk, keinginan buruk, sehingga dapat menjalankan tugas suci dalam berumah tangga sebagai mana mestinya; 3 dengan menjalani siraman membuat badan segar, dan hati segar, sehingga dapat berhasil menjalankan tugas-tugas baru mendatang. 6. Midodareni Midodareniberasal dari kata widodari yang berarti bidadari. Kisah ini bermula dari legenda Jaka Tarub dan Nawang Wulan. Jaka Tarub commit to user adalah seorang manusia biasa yang berhasil mempersunting bidadari setelah berhasil mencuri baju sang bidadari yang tengah mandi. Dalam perkawinan Jaka Tarub dengan bidadari bernama Nawang Wulan ini akhirnya melahirkan seorang putri, Nawangsih. Suatu hari ketika Nawang Wulan berhasil menemukan bajunya, ia pun terbang kembali ke kahyangan. Namun, sebelum kembali ia berjanji akan menjenguk ke bumi tepat malam midodareni saat sang putri menikah. Legenda sang bidadari turun inilah yang hingga kini menjadi mitos dan impian calon pengantin putri di Jawa Hariwijaya, 2004: 99. 7. Akad Nikah Selanjutnya akad nikah atau upacara ijab kabul. Akad nikah adalah inti dari acara perkawinan. Biasanya akad nikah dilakukan sebelum acara resepsi. Akad nikah disaksikan oleh sesepuh orang tua dari kedua calon pengantin dan orang yang dituakan. Pelaksanaan akad nikah dilakukan oleh petugas dari catatan sipil atau petugas agama Yana, 2010: 65. Akad nikah atau upacara ijab kabul ini adalah saat-saat paling mendebarkan dari seluruh rangkaian upacara yang ada. Tahap ini adalah tahap terpenting dari seluruh rangkaian upacara perkawinan karena pada upacara ini mempelai putra dan mempelai putri mengucapkan janji seumur hidup Hariwijaya, 2004: 138. Sebagai suatu upacara yang sangat religius, acara ini seharusnya ditata sedemikian hikmat sehingga dapat dirasakan nuansa kekhusukannya. commit to user 8. Panggih Temanten Kata pengantin berasal dari bahasa Jawa “anti-anti” artinya menunggu. Pengantin artinya orang yang menunggu-nunggu, yaitu menunggu untuk dipertemukan dan dikawinkan dengan kekasih yang dicintainya. Prosesi perkawinan yang ditunggu-tunggu dengan berdebar- debar adalah upacara panggih temanten . Upacara tahap ini merupakan upacara pertemuan antara pengantin putra dengan pengantin putri, yang diselenggarakan sesaat setelah upacara ijab selesai Hariwijaya, 2004: 151. Pada saat upacara panggih temanten, biasanya dilangsungkan serangkaian acara diantaranya yakni balangan suruh bucalan gantal , ngidak tigan lan wijik sekar setaman , sinduran lan kacar-kucur , pangkon timbang lan dhahar saklimah , ngunjuk rujak degan lan tilik pitik , dan diakhiri dengan acara sungkeman . 9. Ngundhuh Mantu Ngundhuh mantu menurut Maryono, dkk 2006: 88 adalah acara adat Jawa yang dilaksanakan dengan cara mendatangkan mempelai baru di tempat keluarga mempelai pria setelah selama sepekan lima hari mempelai berdua tinggal bersama di tempat keluarga mempelai wanita. Ngundhuh mantu adalah upacara penutup dari perhelatan panjang upacara perkawinan adat Jawa. Acara yang diselenggarakan oleh keluarga temanten pria ini, biasanya diadakan sepasar atau lima hari setelah upacara panggih . Upacara ngundhuh mantu ini dimaksudkan commit to user untuk memberikan pengalaman kepada temanten putri agar dapat hidup di lingkungan keluarga pria Hariwijaya, 2004:192. Lebih lanjut dijabarkan tujuan ngundhuh mantu oleh Maryono, dkk 2006: 88 yakni 1 pernyataan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas terlaksananya perkawinan sepasang mempelai dengan selamat; 2 memperkenalkan sepasang mempelai baru yang telah berhasil membentuk keluarga baru kepada para keluarga, sanak keluarga, kerabat, dan tetangga di pihak mempelai pria; dan 3 mempererat tali persaudaraan antar dua keluarga yang telah berhasil dalam melakukan besanan. 10. Jenang Sumsuman Setelah acara demi acara berlangsung dengan sukses, maka acara berikutnya adalah pembubaran panitia. Acara ini ditandai dengan sajian jenang sumsum . Jenang sumsum adalah bubur halus yang terbuat dari tepung beras dan diberi cairan gula kelapa Hariwijaya, 2004: 199.

c. Makna Simbolik dalam Perkawinan Adat Jawa