1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengangguran dan kemiskinan hingga saat ini masih merupakan masalah besar bangsa Indonesia yang belum bisa terpecahkan. Menurut data
Badan Pusat Statistik BPS Provinsi Jawa Tengah pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah mencapai 4,836 juta orang.
Jumlah tersebut meningkat sekitar 25,11 ribu orang apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan September 2013 yang berjumlah
sebesar 4,811 juta orang. Kondisi kemiskinan pada bulan Maret 2014 di Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 273.056,- per kapita per bulan, sehingga
garis kemiskinan meningkat dibandingkan dengan September 2013 yang mencapai Rp 261.881,- per kapita per bulan. Sedangakan garis kemiskinan di
daerah pedesaan juga mengalami peningkatan sebesar 4,53 dibandingkan dengan bulan September 2013 yaitu sebesar Rp 256.368,- per kapita per bulan
menjadi sebesar Rp 267.991,- per kapita per bulan BPS Jawa Tengah, 2014. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Tengah pada bulan Februari
2014 bertambah sekitar 249 ribu orang dibandingkan angkatan kerja pada bulan Februari 2013, sehingga jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2014
mencapai 17,47 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka TPT di Provinsi Jawa Tengah pada bulan Februari 2014 mengalami penurunan sebesar 0,06
poin dibandingkan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka pada bulan Februari 2013 yang mencapai 5,51 BPS Jawa Tengah, 2014.
2
Kemiskinan dan penganguran sulit terbebas dikarenakan jumlah penduduk besar, tingkat pendidikan, dan produktivitas rendah serta hanya
terkonsentrasi di pedesaan. Sedangkan peluang kerja formal terbatas dan adanya mismatch. Selain itu kondisi kultural dan psikologikal kemampuan
untuk berwirausaha rendah, sehingga lemah dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya.
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih berada di garis kemiskinan dan pendidikan tetapi mereka sebenarnya memiliki keterampilan yang dapat
diterapkan. Hanya saja masyarakat enggan mengasah keterampilan yang dimilikinya tersebut, dikarenakan mereka lebih senang tinggal dan bekerja di
perkotaan daripada di daerah asalnya dengan membuat program atau memiliki kegiatan dengan menggunakan keterampilan yang dimiliki seperti membatik,
pengrajin, dan lain-lain. Kemajuan ekonomi suatu bangsa dapat ditentukan dengan banyak
tidaknya orang yang memiliki jiwa semangat kewirausahaan. Suatu Negara dapat mencapai kemakmuran apabila memiliki jumlah entrepreneur
wirausaha sebanyak 2 dari jumlah populasi Negara tersebut. Menurut Yohanes Surya 2010: xiii bahwa suatu bangsa akan sangat ideal apabila
memiliki 10 orang yang berjiwa kewirausahaan karena merekalah yang mampu menjadi motor pertumbuhan ekonomi bangsa tersebut. Dengan
demikian, wirausahawan memiliki peran strategis dalam menciptakan usaha- usaha baru serta membuka lapangan kerja baru.
3
Negara Indonesia memiliki hampir sekitar 63.900 desa yang tersebar diseluruh nusantara dengan keanekaragaman kekayaan sumber daya alam yang
melimpah baik di sektor pertambangan, pariwisata, pertanian, kehutanan, perkebunan, dan lain sebagainya. Desa adalah bentuk pemerintahan terkecil
yang ada di negeri ini. Luas wilayah desa biasanya tidak terlalu luas dan dihuni oleh sejumlah keluarga.
Mayoritas penduduk di desa bekerja di bidang agraris dan tingkat pendidikannya cenderung rendah. Karena jumlah penduduknya tidak begitu
banyak, maka biasanya hubungan kekerabatan antar masyarakat terjalin kuat. Para masyarakat di desa juga masih percaya dan memegang teguh adat dan
tradisi yang ditinggalkan para leluhur mereka. Dalam Undang Undang No 22 Tahun 2009 pasal 1, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem
Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Pengembangan desa di masa depan akan semakin menantang dengan
kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang semakin demokratis. Akan tetapi desa sampai kini masih belum beranjak
dari profil lama, yakni terbelakang dan miskin. Meskipun banyak pihak mengakui bahwa desa mempunyai peranan yang besar bagi kota, namun tetap
saja desa masih dipandang rendah dalam hal ekonomi ataupun yang lainnya. Sebagian besar penduduk Indonesia berdiam di daerah pedesaan dan
berprofesi sebagai petani kecil dengan lahan terbatas atau sempit. Oleh karena
4
itu, pembangunan pedesaan harus menjadi prioritas utama dalam segenap rencana strategi dan kebijakan pembangunan di Indonesia. Jika tidak, maka
jurang pemisah antara kota dan desa akan semakin tinggi terutama dalam hal perekonomian.
Munculnya upaya peningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan disebabkan oleh beberapa alasan yaitu masih kurang berkembang dan
terbatasnya akses masyarakat pedesaan pada sumber daya produktif, lahan, permodalan, infrastruktur, dan teknologi dan pelayanan publikpasar; masih
terbatasnya pelayanan prasarana dan sarana permukiman pedesaan; masih terbatasnya kapasitas kelembagaan pemerintahan di tingkat lokal dan
kelembagaan sosial ekonomi; serta masih kurangnya keterkaitan antara kegiatan ekonomi perkotaan dan pedesaan yang mengakibatkan makin
meningkatnya kesenjangan ekonomi dan kesenjangan pelayanan infrastruktur antar wilayah.
Pembangunan desa dapat diartikan sebagai pembinaan serta pengembangan swadaya masyarakat desa melalui pemanfaatan potensi sumber
daya alam dan atau sumber daya manusia seoptimal mungkin, sehingga tercapai kesejahteraaan dan kemakmuran seluruh masyarakat desa.
Berdasarkan permasalahan
diatas maka
muncul kebijakan
kewirausahaan yang mewujudkan: 1.
Pendidikan Keaksaraan berbasis “LIFE” Literacy Initiative for Empowerment melalui Keaksaraan Usaha Mandiri.
5
2. Pendidikan kesetaraan dasar dan menengah berbasis Pendidikan Kecakapan
Hidup. 3.
Pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja berbasis Lifeskill KWD, PKM, KBU
4. Pendidikan informal dalam keluarga dan lingkungan guna mendukung
pendidikan kewirausahaan untuk pembangunan berkelanjutan secara merata, bermutu, dan berbasis potensi lokal.
5. Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan berbasis Desa Desa Vokasi.
Salah satu kebijakan kewirausahaan adalah Kursus Kewirausahaan Desa KWD. Kursus Kewirausahaan Desa ini memberikan pelayanan
pendidikan yang lebih banyak menitikberatkan pada segi peningkatan pengetahuan dan keterampilan kerja, pembinaan watak makarya sebagai kunci
untuk memperluas lapangan kerja, peningkatan mata pencaharian, dan menumbuhkan kesadaran serta kemampuan berwirausaha.
Dengan adanya kewirausahaan desa di daerah pedesaan diharapkan mampu menumbuhkan
minat berwirausaha sebagai edukasi tidak langsung bagi generasi muda dan masyarakat pedesaan, sehingga mampu membuka wawasan mereka mengenai
pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah di desa yang tidak terberdayakan dengan baik akibat minimnya pengetahuan yang dimiliki.
Direktorat Jendral Pendidikan Nonformal dan Informal, Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, dengan adanya program Pendidikan
Kecakapan Hidup terdapat 3 spektrum yaitu: 1 spektrum nasional dan internasional ; 2 spektrum perkotaan; 3 spektrum pedesaan. Sebagai wujud
6
implementasi dari 3 spektrum kebijakan pengembangan kursus dan pelatihan, khususnya untuk penduduk di pedesaan, Direktorat Jendral Pendidikan
Nonformal dan Informal, Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan menyelengarakan pendidikan kecakapan hidup berupa Kursus Kewirausahaan
Desa KWD. Program KWD ini merupakan upaya nyata untuk mendidik dan melatih
warga masyarakat di pedesaan agar menguasai keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja atau menciptakan lapangan kerja sesuai dengan
sumber daya yang ada di wilayahnya. Pedoman Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Direktorat Jendral Pendidikan Non Formal dan Informal,
Kemendiknas, 2008. Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu daerah dari tiga puluh
lima kabupaten dan kota di propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Karanganyar merupakan daerah penghasil produk-produk unggulan di beberapa sektor,
seperti pertanian, perikanan, perkebunan, industri besar, industri kecil, dan industri pariwisata. Kabupaten Karanganyar berpotensi sebagai kota tujuan
wisata, hal ini dapat dibuktikan dengan banyak sekali aset-aset yang dimiliki
yaitu wisata yang beragam dan beraneka budaya yang tidak kalah menarik
dengan wilayah-wilayah lain yang berada di provinsi Jawa Tengah. Salah satu daerah yang turut mengembangkan potensi di Kabupaten
Karanganyar adalah Desa Girilayu. Desa Girilayu merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar. Desa Girilayu
memiliki banyak keindahan dan keunikan alam serta budaya yang dapat
7
menarik wisatawan untuk berkunjung. Salah satu potensi yang merupakan produk turun temurun dari desa Girilayu adalah pembuatan batik tulis. Desa
Girilayu memiliki infrastruktur yang menunjang, memiliki perangkat desa yang lengkap, memiliki kelengkapan sumber daya alam, sumber daya manusia serta
sumber daya buatan yang mendukung, dan sebagainya. Pengembangan desa terutama pengembangan wisata yang ada di Desa
Girilayu sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki harus
terlebih dahulu dikembangkan. Obyek wisata yang terletak di Desa Girilayu adalah obyek wisata religi dan sejarah. Obyek wisata tersebut adalah Astana
Giribangun dan makam-makam raja. Desa Girilayu merupakan salah satu desa yang dilewati oleh wisatawan yang melakukan perjalanan ke obyek wisata
yang terletak di Kabupaten Karanganyar, seperti obyek wisata Air Terjun Grojogan Sewu, Candi Cetho, Candi Sukuh, Perkebunan Teh Kemuning, dsb.
Pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya alam dan keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat dan generasi muda di pedesaan akan bermanfaat
sebagai lahan untuk mencari nafkah dan menurunkan tingkat urbanisasi yang tidak terbendung, sehingga mampu menyelesaikan masalah ketimpangan
komposisi penduduk kota yang sesak dan tidak tertata akibat adanya urbanisasi.
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia khususnya Jawa sejak lama. Perempuan-
perempuan Jawa pada masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam
8
membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya Batik
Cap yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun,
sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan
sampai saat ini, beberapa motif batik tradisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Masyarakat di desa Girilayu mayoritas bermatapencaharian sebagai petani dan buruh, sedangkan ibu-ibu rumah tangga mengisi sebagian waktu
luangnya untuk membatik dirumah. Namun proses membatik yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga tersebut hanya membatik dan nembok karena
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tentang proses pembuatan batik belum maksimal. Selain itu kurangnya kesadaran warga masyarakat terutama
ibu rumah tangga dalam mengembangkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki dalam membatik mengakibatkan keahlian dan keterampilan yang telah
mereka miliki tidak berkembang. Pada dasarnya mereka telah memiliki bakat keterampilan membatik
yang telah diturunkan oleh keluarga mereka selama turun temurun, namun batik yang mereka buat sudah dikuasai oleh pedagang juragan di Solo. Para
pedagang sudah menentukan pola yang akan dibatik, sehingga pembatik hanya membatik dan nembok pola yang telah ditentukan. Apabila keterampilan
membatik tersebut dikembangkan, mereka akan mendapatkan pengetahuan
9
baru tentang proses membatik sehingga mereka dapat membuat batik yang siap jual dan dapat memasarkan sendiri batik yang telah dibuat kepada pelanggan.
Masyarakat juga dapat membuat batik dengan corak atau motif sendiri sesuai dengan daerah kabupaten Karanganyar, sehingga batik yang mereka buat
memiliki ciri khas tersendiri. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas, maka peneliti
mengambil judul penelitian “Manfaat Program Kursus Kewirausaha Desa
KWD Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pembatik Di Desa Girilayu Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar
”. B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Tingkat kemiskinan dan pengangguran merupakan masalah besar yang
dimiliki Negara Indonesia. 2.
Masyarakat enggan mengasah keterampilan yang telah dimilikinya. 3.
Adanya kesenjangan ekonomi dan pelayanan infrastruktur antara pedesaan dan perkotaan.
4. Kurang optimalnya dalam pemanfaatan sumber daya alam dan
keterampilan. 5.
Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tentang proses pembuatan batik belum maksimal.
6. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengembangkan keterampilan dan
keahlian yang telah dimiliki.
10
C. Pembatasan Masalah