MANFAAT PROGRAM KURSUS KEWIRAUSAHAAN DESA (KWD) TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEMBATIK DI DESA GIRILAYU KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR.

(1)

MANFAAT PROGRAM KURSUS KEWIRAUSAHAAN DESA (KWD) TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PEMBATIK DI DESA GIRILAYU KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh

Rosima Ryan Adhaningsih NIM 11102241016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JULI 2017


(2)

i

MANFAAT PROGRAM KURSUS KEWIRAUSAHAAN DESA (KWD) TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PEMBATIK DI DESA GIRILAYU KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh

Rosima Ryan Adhaningsih NIM 11102241016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JULI 2017


(3)

ii

MANFAAT PROGRAM KURSUS KEWIRAUSAHAAN DESA (KWD) TERHADAP PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PEMBATIK DI DESA GIRILAYU KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR

Oleh:

Rosima Ryan Adhaningsih NIM 11102241016

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) manfaat program KWD terhadap kesejahteraan masyarakat pembatik, (2) fakfor pendukung dan penghambat program KWD terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pembatik.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Subyek penelitian ini adalah pengelola dan tutor program KWD serta warga belajar program KWD khususnya masyarakat pembatik. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian yang dibantu dengan pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) manfaat program KWD, yaitu: (a) masyarakat pembatik mendapatkan pendidikan dan pelatihan usaha batik serta pendampingan; (b) masyarakat pembatik mampu membuat batik dengan berbagai inovasi dan kreasi sesuai dengan perkembangan zaman dan permintaan; (c) masyarakat pembatik memiliki kemandirian dan percaya diri dengan memiliki keterampilan membatik; (d) adanya program KWD telah mendidik masyarakat pembatik khususnya ibu rumah tangga untuk mandiri dan tidak bergantung pada suami dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari; (e) adanya perubahan pola pikir membuat masyarakat pembatik untuk kreatif, tekun, dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan bakat yang telah dimiliki; (f) meningkatnya penghasilan yang dimiliki warga masyarakat pembatik; (g) masyarakat pembatik antusias dalam mengikuti program KWD. (2) Faktor pendukung pelaksanaan program KWD meliputi: (a) adanya keterampilan membatik yang sudah turun temurun; (b) adanya sarana dan prasarana serta fasilitas yang telah memadai; (c) adanya kekompakan dan saling kerja sama antar masyarakat pembatik. Sedangkan faktor penghambat dari pelaksanaan program KWD antara lain: (a) pemasaran produk yang masih sebatas instansi, pameran, pertemuan, dan kantor; (b) proses pewarnaan belum maksimal dan belum dapat memanfaatkan pewarna alami; (c) hasil produksi terhambat ketika sebagian masyarakat pembatik mendapatkan pesanan langsung dari pengusaha batik di Solo.


(4)

iii

BENEFITS OF VILLAGE ENTREPRENEURSHIP COURSE (KWD) PROGRAM FOR IMPROVEMENT OF PEMBATIK SOCIETY WELFARE

IN GIRILAYU VILLAGE MATESIH SUB-DISTRICT KARANGANYAR DISTRICT

By:

Rosima Ryan Adhaningsih NIM 11102241016

ABSTRACT

This research aims to describe: (1) the purpose of KWD program for public welfare especially for “pembatik”, (2) supporting and inhibiting factors of the KWD program in purpose for improvement of the public welfare.

The approach used in this research is a qualitative approach. The subject of this research is the manager and tutor of KWD program and the residents learn KWD program especially “pembatik”. Data collected method from observation, interview, and documentation method. Researchers are main instrument for research with supported by observation guidelines, interview guidelines, and documentation guidelines. The techniques for data analysis in use is data reduction, presentation, and conclusion. Source trianggulation and techniques trianggulation in use for data validity.

The result of this research shows that: (1) KWD program benefits which is: (a) “pembatik society gets education and training for “batik” business and mentoring; (b) “pembatik” society can make the “batik” products with a lot of innovation and creations which always developed time by time and demands; (c) “pembatik” society can be independent and confidence while have skills to produce “batik”; (d) the existence of this KWD program teach “pembatik” especially houseife to independently get another source for life needs beside from her husband; (e) a change of mindset that make “pembatik” more creative and persistent to improve his ability of skill; (f) they will have increased their income from selling “batik”; (g) “pembatik” society will enthusiasts while follow the KWD program. The supporting factors of program implementers which is: (a) the skills of “membatik” that exists from generation to generation; (b) enough infrastructure and facilities for “pembatik”; (c) community of “pembatik” are unity for their purpose in the village, while the inhibiting factors for “pembatik” is: (a) products marketing still limited in agencies, exhibitions, meeting, and office; (b) “batik” coloring process can’t reach maximum quality because they still not yet use natural colouring process; (c) results from the “batik” products stuck if some people of “pembatik” get private order from “batik” business man from Solo.


(5)

(6)

(7)

(8)

vii MOTTO

 Terkadang, kesulitan harus kamu rasakan terlebih dahulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu. (R. A. Kartini)

 Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar. (Khalifah Umar Bin Khatab)

 Menuntut ilmu adalah taqwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah. Mengulang-ulang ilmu adalah zikir. Mencari ilmu adalah jihad. (Imam Al Ghazali)


(9)

viii

PERSEMBAHAN

Atas Karunia Allah SWT. Saya persembahkan karya ini kepada:

1. Bapak dan Ibu yang telah mencurahkan segenap kasih sayangnya serta doa-doa yang tak pernah lupa disisipkan sehingga penulis berhasil menyusun karya ini. Terimakasih atas dukungan moral dan pengorbanan tanpa pamrih yang telah diberikan.


(10)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, ridho dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan, saran dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang mengijinkan penulis menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNY yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah UNY yang telah memberikan kelancaran di dalam proses penelitian ini.

4. Bapak Drs. R.B Suharta, M.Pd selaku dosen Pembimbing yang berkenan mengarahkan dan membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.


(11)

x

6. Seluruh pengelola dan tutor Program Kursus Kewirausahaan Desa di Desa Girilayu Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar serta seluruh masyarakat pembatik.

7. Bapak (Sugiarto, M.Pd) dan Ibu (Endang Tri Daryanti, S.Pd) tercinta serta kakakku (Mas Wisang Nugraha Ardyansa) atas do’a, perhatian, semangat, kasih sayang dan dukungannya.

8. Sahabat-sahabat terbaikku yang telah memberikan motivasi untuk penulisan karya ini serta kebersamaan dan masukan yang berarti.

9. Teman-teman Prodi Pendidikan Luar Sekolah angkatan 2011 atas informasi, keceriaan dan kebersamaannya serta terimakasih segala bantuannya.

10. Keluarga di Kos Gang Wisnu dan Jalan Petung No. 25 untuk kebersamaan dan motivasinya.

11. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Semoga keikhlasan dan amal baiknya diberikan balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang peduli terhadap pendidikan terutama eksistensi Pendidikan Luar Sekolah dan bagi pembaca umumnya. Aamiin.

Yogyakarta, 05 Juni 2017


(12)

xi DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL ………..

ABSTRAK ………...……….. ABSTRACT ………...………,,……….. SURAT PERNYATAAN ………...………... PERSETUJUAN ………...……... PENGESAHAN ………...………..……. MOTTO ……….. PERSEMBAHAN ………... KATA PENGANTAR ………...……….… DAFTAR ISI ………... DAFTAR TABEL ………...…… DAFTAR GAMBAR ………...………..…. DAFTAR LAMPIRAN ………...

i ii iii iv v vi vii viii ix xi xiii xiv xv BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………...

B. Identifikasi Masalah ………..

C.Pembatasan Masalah ……….

D. Perumusan Masalah ………..

E. Tujuan Penelitian ………..

F. Manfaat penelitian ………....

1 9 10 10 10 11 BAB II KAJIAN TEORI

A.Kursus Kewirausahaan Desa ………. 1. Tinjauan mengenai Kursus ……… 2. Tinjauan mengenai Kewirausahaan ……….. 3. Tinjauan mengenai Desa ………... 4. Tinjauan mengenai Kursus Kewirausahaan Desa ……...

B. Kesejahteraan Masyarakat ………...

1. Pengertian Kesejahteraan Masyarakat ……….. 2. Klasifikasi Keluarga Sejahtera ……….. 3. Indikator Kesejahteraan ……….

C. Batik ………...

1. Pengertian Batik ……… 2. Jenis-jenis Batik ………. 3. Alat dan Bahan Membatik ………. 4. Proses Pembuatan Batik ………

D. Penelitian Relevan ………...

E. Kerangka Berpikir ………..

F. Pertanyaan Penelitian ……….

13 13 19 25 32 34 34 38 41 42 42 44 46 48 52 53 56 BAB III METODE PENELITIAN


(13)

xii

B. Setting Penelitian ………

C. Subyek Penelitian ………...

D. Metode Pengumpulan Data ………

E. Instrumen Pengumpulan Data ………

F. Teknik Analisis Data ………..

G. Teknik Keabsahan Data ………...

58 58 59 63 64 67 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian ………..

B. Data Hasil Penelitian ………..

C. Pembahasan ………

69 76 89 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ………. B. Saran …..……….

95 96

DAFTAR PUSTAKA ………...………. 97


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Metode Pengumpulan Data ……….……….. 63 Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Girilayu Berdasarkan Jenis Kelamin .. 70 Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Girilayu Berdasarkan Usia …………. 70 Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Girilayu Berdasarkan Jenis Pekerjaan 71 Tabel 5. Jumlah Penduduk Desa Girilayu Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ……….………..………. 72 Tabel 6. Jumlah Penduduk Desa Girilayu Berdasarkan Agama …….… 73 Tabel 7. Sarana dan Prasarana pada Program Kursus Kewirausahaan


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bagan Proses Pembuatan Batik ……...…….……… 51 Gambar 2. Bagan Kerangka Berpikir …...………... 55


(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Pedoman Observasi ………..

Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ………….……… Lampiran 3. Pedoman Wawancara ……… Lampiran 4. Catatan Lapangan ………. Lampiran 5. Analisis Data (Reduksi, Display, Kesimpulan) …………. Lampiran 6. Hasil Dokumentasi Foto …...……….

101 102 103 110 121 131


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Pengangguran dan kemiskinan hingga saat ini masih merupakan masalah besar bangsa Indonesia yang belum bisa terpecahkan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah pada bulan Maret 2014, jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah mencapai 4,836 juta orang. Jumlah tersebut meningkat sekitar 25,11 ribu orang apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan September 2013 yang berjumlah sebesar 4,811 juta orang. Kondisi kemiskinan pada bulan Maret 2014 di Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 273.056,- per kapita per bulan, sehingga garis kemiskinan meningkat dibandingkan dengan September 2013 yang mencapai Rp 261.881,- per kapita per bulan. Sedangakan garis kemiskinan di daerah pedesaan juga mengalami peningkatan sebesar 4,53% dibandingkan dengan bulan September 2013 yaitu sebesar Rp 256.368,- per kapita per bulan menjadi sebesar Rp 267.991,- per kapita per bulan (BPS Jawa Tengah, 2014).

Jumlah angkatan kerja di Provinsi Jawa Tengah pada bulan Februari 2014 bertambah sekitar 249 ribu orang dibandingkan angkatan kerja pada bulan Februari 2013, sehingga jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2014 mencapai 17,47 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jawa Tengah pada bulan Februari 2014 mengalami penurunan sebesar 0,06% poin dibandingkan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka pada bulan Februari 2013 yang mencapai 5,51% (BPS Jawa Tengah, 2014).


(18)

2

Kemiskinan dan penganguran sulit terbebas dikarenakan jumlah penduduk besar, tingkat pendidikan, dan produktivitas rendah serta hanya terkonsentrasi di pedesaan. Sedangkan peluang kerja formal terbatas dan adanya mismatch. Selain itu kondisi kultural dan psikologikal kemampuan untuk berwirausaha rendah, sehingga lemah dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya.

Sebagian besar masyarakat Indonesia masih berada di garis kemiskinan dan pendidikan tetapi mereka sebenarnya memiliki keterampilan yang dapat diterapkan. Hanya saja masyarakat enggan mengasah keterampilan yang dimilikinya tersebut, dikarenakan mereka lebih senang tinggal dan bekerja di perkotaan daripada di daerah asalnya dengan membuat program atau memiliki kegiatan dengan menggunakan keterampilan yang dimiliki seperti membatik, pengrajin, dan lain-lain.

Kemajuan ekonomi suatu bangsa dapat ditentukan dengan banyak tidaknya orang yang memiliki jiwa semangat kewirausahaan. Suatu Negara dapat mencapai kemakmuran apabila memiliki jumlah entrepreneur (wirausaha) sebanyak 2% dari jumlah populasi Negara tersebut. Menurut Yohanes Surya (2010: xiii) bahwa suatu bangsa akan sangat ideal apabila memiliki 10% orang yang berjiwa kewirausahaan karena merekalah yang mampu menjadi motor pertumbuhan ekonomi bangsa tersebut. Dengan demikian, wirausahawan memiliki peran strategis dalam menciptakan usaha-usaha baru serta membuka lapangan kerja baru.


(19)

3

Negara Indonesia memiliki hampir sekitar 63.900 desa yang tersebar diseluruh nusantara dengan keanekaragaman kekayaan sumber daya alam yang melimpah baik di sektor pertambangan, pariwisata, pertanian, kehutanan, perkebunan, dan lain sebagainya. Desa adalah bentuk pemerintahan terkecil yang ada di negeri ini. Luas wilayah desa biasanya tidak terlalu luas dan dihuni oleh sejumlah keluarga.

Mayoritas penduduk di desa bekerja di bidang agraris dan tingkat pendidikannya cenderung rendah. Karena jumlah penduduknya tidak begitu banyak, maka biasanya hubungan kekerabatan antar masyarakat terjalin kuat. Para masyarakat di desa juga masih percaya dan memegang teguh adat dan tradisi yang ditinggalkan para leluhur mereka. Dalam Undang Undang No 22 Tahun 2009 pasal 1, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.

Pengembangan desa di masa depan akan semakin menantang dengan kondisi perekonomian daerah yang semakin terbuka dan kehidupan berpolitik yang semakin demokratis. Akan tetapi desa sampai kini masih belum beranjak dari profil lama, yakni terbelakang dan miskin. Meskipun banyak pihak mengakui bahwa desa mempunyai peranan yang besar bagi kota, namun tetap saja desa masih dipandang rendah dalam hal ekonomi ataupun yang lainnya.

Sebagian besar penduduk Indonesia berdiam di daerah pedesaan dan berprofesi sebagai petani kecil dengan lahan terbatas atau sempit. Oleh karena


(20)

4

itu, pembangunan pedesaan harus menjadi prioritas utama dalam segenap rencana strategi dan kebijakan pembangunan di Indonesia. Jika tidak, maka jurang pemisah antara kota dan desa akan semakin tinggi terutama dalam hal perekonomian.

Munculnya upaya peningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan disebabkan oleh beberapa alasan yaitu masih kurang berkembang dan terbatasnya akses masyarakat pedesaan pada sumber daya produktif, lahan, permodalan, infrastruktur, dan teknologi dan pelayanan publik/pasar; masih terbatasnya pelayanan prasarana dan sarana permukiman pedesaan; masih terbatasnya kapasitas kelembagaan pemerintahan di tingkat lokal dan kelembagaan sosial ekonomi; serta masih kurangnya keterkaitan antara kegiatan ekonomi perkotaan dan pedesaan yang mengakibatkan makin meningkatnya kesenjangan ekonomi dan kesenjangan pelayanan infrastruktur antar wilayah.

Pembangunan desa dapat diartikan sebagai pembinaan serta pengembangan swadaya masyarakat desa melalui pemanfaatan potensi sumber daya alam dan atau sumber daya manusia seoptimal mungkin, sehingga tercapai kesejahteraaan dan kemakmuran seluruh masyarakat desa.

Berdasarkan permasalahan diatas maka muncul kebijakan kewirausahaan yang mewujudkan:

1. Pendidikan Keaksaraan berbasis “LIFE” (Literacy Initiative for Empowerment) melalui Keaksaraan Usaha Mandiri.


(21)

5

2. Pendidikan kesetaraan dasar dan menengah berbasis Pendidikan Kecakapan Hidup.

3. Pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja berbasis Lifeskill (KWD, PKM, KBU)

4. Pendidikan informal dalam keluarga dan lingkungan guna mendukung pendidikan kewirausahaan untuk pembangunan berkelanjutan secara merata, bermutu, dan berbasis potensi lokal.

5. Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan berbasis Desa (Desa Vokasi). Salah satu kebijakan kewirausahaan adalah Kursus Kewirausahaan Desa (KWD). Kursus Kewirausahaan Desa ini memberikan pelayanan pendidikan yang lebih banyak menitikberatkan pada segi peningkatan pengetahuan dan keterampilan kerja, pembinaan watak makarya sebagai kunci untuk memperluas lapangan kerja, peningkatan mata pencaharian, dan menumbuhkan kesadaran serta kemampuan berwirausaha. Dengan adanya kewirausahaan desa di daerah pedesaan diharapkan mampu menumbuhkan minat berwirausaha sebagai edukasi tidak langsung bagi generasi muda dan masyarakat pedesaan, sehingga mampu membuka wawasan mereka mengenai pemanfaatan sumber daya alam yang melimpah di desa yang tidak terberdayakan dengan baik akibat minimnya pengetahuan yang dimiliki.

Direktorat Jendral Pendidikan Nonformal dan Informal, Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, dengan adanya program Pendidikan Kecakapan Hidup terdapat 3 spektrum yaitu: (1) spektrum nasional dan internasional ; (2) spektrum perkotaan; (3) spektrum pedesaan. Sebagai wujud


(22)

6

implementasi dari 3 spektrum kebijakan pengembangan kursus dan pelatihan, khususnya untuk penduduk di pedesaan, Direktorat Jendral Pendidikan Nonformal dan Informal, Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan menyelengarakan pendidikan kecakapan hidup berupa Kursus Kewirausahaan Desa (KWD).

Program KWD ini merupakan upaya nyata untuk mendidik dan melatih warga masyarakat di pedesaan agar menguasai keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk bekerja atau menciptakan lapangan kerja sesuai dengan sumber daya yang ada di wilayahnya. (Pedoman Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Direktorat Jendral Pendidikan Non Formal dan Informal, Kemendiknas, 2008).

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu daerah dari tiga puluh lima kabupaten dan kota di propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Karanganyar merupakan daerah penghasil produk-produk unggulan di beberapa sektor, seperti pertanian, perikanan, perkebunan, industri besar, industri kecil, dan industri pariwisata. Kabupaten Karanganyar berpotensi sebagai kota tujuan wisata, hal ini dapat dibuktikan dengan banyak sekali aset-aset yang dimiliki yaitu wisata yang beragam dan beraneka budaya yang tidak kalah menarik dengan wilayah-wilayah lain yang berada di provinsi Jawa Tengah.

Salah satu daerah yang turut mengembangkan potensi di Kabupaten Karanganyar adalah Desa Girilayu. Desa Girilayu merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar. Desa Girilayu memiliki banyak keindahan dan keunikan alam serta budaya yang dapat


(23)

7

menarik wisatawan untuk berkunjung. Salah satu potensi yang merupakan produk turun temurun dari desa Girilayu adalah pembuatan batik tulis. Desa Girilayu memiliki infrastruktur yang menunjang, memiliki perangkat desa yang lengkap, memiliki kelengkapan sumber daya alam, sumber daya manusia serta sumber daya buatan yang mendukung, dan sebagainya.

Pengembangan desa terutama pengembangan wisata yang ada di Desa Girilayu sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki harus terlebih dahulu dikembangkan. Obyek wisata yang terletak di Desa Girilayu adalah obyek wisata religi dan sejarah. Obyek wisata tersebut adalah Astana Giribangun dan makam-makam raja. Desa Girilayu merupakan salah satu desa yang dilewati oleh wisatawan yang melakukan perjalanan ke obyek wisata yang terletak di Kabupaten Karanganyar, seperti obyek wisata Air Terjun Grojogan Sewu, Candi Cetho, Candi Sukuh, Perkebunan Teh Kemuning, dsb.

Pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya alam dan keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat dan generasi muda di pedesaan akan bermanfaat sebagai lahan untuk mencari nafkah dan menurunkan tingkat urbanisasi yang tidak terbendung, sehingga mampu menyelesaikan masalah ketimpangan komposisi penduduk kota yang sesak dan tidak tertata akibat adanya urbanisasi.

Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam


(24)

8

membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya Batik Cap yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini.

Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tradisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.

Masyarakat di desa Girilayu mayoritas bermatapencaharian sebagai petani dan buruh, sedangkan ibu-ibu rumah tangga mengisi sebagian waktu luangnya untuk membatik dirumah. Namun proses membatik yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga tersebut hanya membatik dan nembok karena pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tentang proses pembuatan batik belum maksimal. Selain itu kurangnya kesadaran warga masyarakat terutama ibu rumah tangga dalam mengembangkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki dalam membatik mengakibatkan keahlian dan keterampilan yang telah mereka miliki tidak berkembang.

Pada dasarnya mereka telah memiliki bakat keterampilan membatik yang telah diturunkan oleh keluarga mereka selama turun temurun, namun batik yang mereka buat sudah dikuasai oleh pedagang (juragan) di Solo. Para pedagang sudah menentukan pola yang akan dibatik, sehingga pembatik hanya membatik dan nembok pola yang telah ditentukan. Apabila keterampilan membatik tersebut dikembangkan, mereka akan mendapatkan pengetahuan


(25)

9

baru tentang proses membatik sehingga mereka dapat membuat batik yang siap jual dan dapat memasarkan sendiri batik yang telah dibuat kepada pelanggan. Masyarakat juga dapat membuat batik dengan corak atau motif sendiri sesuai dengan daerah kabupaten Karanganyar, sehingga batik yang mereka buat memiliki ciri khas tersendiri.

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas, maka peneliti mengambil judul penelitian “Manfaat Program Kursus Kewirausaha Desa (KWD) Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pembatik Di Desa Girilayu Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Tingkat kemiskinan dan pengangguran merupakan masalah besar yang dimiliki Negara Indonesia.

2. Masyarakat enggan mengasah keterampilan yang telah dimilikinya.

3. Adanya kesenjangan ekonomi dan pelayanan infrastruktur antara pedesaan dan perkotaan.

4. Kurang optimalnya dalam pemanfaatan sumber daya alam dan keterampilan.

5. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tentang proses pembuatan batik belum maksimal.

6. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengembangkan keterampilan dan keahlian yang telah dimiliki.


(26)

10 C.Pembatasan Masalah

Mengingat banyaknya permasalahan yang dialami masyarakat di atas, maka peneliti memfokuskan pada manfaat serta faktor pendukung dan penghambat program Kursus Kewirausahaan Desa (KWD) terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pembatik di Desa Girilayu Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar.

D.Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana manfaat program Kursus Kewirausahaan Desa (KWD) terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pembatik?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat program Kursus Kewirausahaan Desa (KWD) terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pembatik? E.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan manfaat program Kursus Kewirausahaan Desa (KWD) terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pembatik di Desa Girilayu.

2. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat program Kursus Kewirausahaan Desa (KWD) terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pembatik.


(27)

11 F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini dapat memperkaya informasi tentang program Kursus Kewirausahaan Desa (KWD) dan kesejahteraan masyarakat.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi akademik bagi mahasiswa pada umumnya dalam rangka meningkatkan pengetahuan ilmu terkait.

b. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur penelitian yang lebih lanjut yang relevan di masa yang akan datang.

c. Bagi Peneliti

1) melalui penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti, serta mengaplikasikan pengetahuan yang didapat oleh peneliti di dalam program studi pendidikan luar sekolah

2) mengetahui gambaran tentang manfaat program Kursus Kewirausahaan Desa (KWD) terhadap kesejahteraan masyarakat pembatik.


(28)

12 d. Bagi Masyarakat

Melalui penelitian ini, diharapkan masyarakat dapat mengembangkan keterampilan dan keahlian yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dengan adanya program Kursus Kewirausahaan Desa (KWD).


(29)

13 BAB II KAJIAN TEORI A.Kursus Kewirausahaan Desa

1. Tinjauan mengenai Kursus a. Pengertian Kursus

Istilah kursus tidak dapat dilepaskan dari dalam dunia pendidikan nonformal, karena kursus merupakan salah satu aktivitas pendidikan nonformal dalam upaya memberikan pertolongan kepada warga yang memerlukan suatu keterampilan dalam waktu yang relatif singkat. Kursus diselenggarakan sejajar dengan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat baik untuk menambah keterampilan, usaha sosial ekonomi, pengisi waktu luang ataupun upaya pengembangan diri seseorang.

Kursus adalah lembaga pelatihan yang termasuk ke dalam jenis pendidikan nonformal. Kursus merupakan suatu kegiatan belajar mengajar seperti halnya sekolah. Perbedaanya adalah bahwa kursus biasanya diselenggarakan dalam waktu pendek dan hanya untuk mempelajari satu keterampilan tertentu. Misalnya, kursus bahasa Inggris, kursus montir, kursus memasak, menjahit, musik dan lain sebagainya. Kursus sebagai proses pembelajaran tentang pengetahuan atau keterampilan yang diselenggarakan dalam waktu singkat oleh suatu lembaga yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan dunia usaha/industri (Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, 2015).

Menurut Sihombing (2001: 89), kursus pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan masyarakat atau kursus adalah satuan pendidikan


(30)

14

luar sekolah yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental bagi warga belajar. Kursus sebagai salah satu satuan pendidikan pada jalur pendidikan luar sekolah memiliki tugas kelembagaan untuk merealisasikan tujuan pendidikan luar sekolah. Tujuan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.73 tahun 1991 Pasal 2 ayat (1), yaitu melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.

Berdasarkan Undang Undang No 20 Tahun 2003 Pasal 26 Ayat (5), Kursus adalah satuan pendidikan dalam pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/ atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kursus didefinisikan sebagai pelajaran tentang suatu pengetahuan atau kepandaian yang diberikan dalam waktu singkat.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian kursus adalah salah satu aktivitas pendidikan nonformal yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang membutuhkan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap mental untuk menambah keterampilan, usaha mandiri, ekonomi, pengisi waktu luang,


(31)

15

pengembangan diri, pengembangan profesi, dan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kursus dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat.

b. Karakteristik Kursus

Secara teknis operasional, kursus yang diselenggarakan oleh masyarakat mendasari program pembelajarannya atas kebutuhan dan keinginan masyarakat serta pasar tenaga kerja atau sering disebut dengan permintaan masyarakat (Sihombing, 2001: 90-91). Karakteristik kursus diantaranya adalah:

1) Isi dan tujuan pendidikannya selalu berorientasi langsung pada hal-hal yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan masyarakat sesuai dengan keadaan sosial dan budaya masyarakat yang bersangkutan dan menurut keperluan, situasi, dan kondisi setempat.

2) Metode penyajian yang digunakan disesuaikan dengan kondisi warga belajar dan situasi setempat.

3) Program dan isi pendidikannya dapat lebih efektif dan efisien untuk berbagai pengetahuan fungsional yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat dan untuk pembentukan dan perkembangan pribadi. 4) Usia warga belajarnya tidak dibatasi atau tidak perlu sama pada suatu

jenis atau jenjang pendidikan.

5) Jenis kelamin warga belajarnya tidak dibedakan untuk suatu jenis dan jenjang pendidikan kecuali bila kemampuan fisik, mental, tradisi atau sikapnya, dan lingkungan sosial tidak mengizinkan.


(32)

16

6) Ijazah pendidikan sekolah tidak selalu menentukan terutama dalam penerimaan warga belajar.

7) Jumlah warga belajar dalam suatu kelompok belajar tidak terbatas, dari individu sampai masa tergantung pada isi program yang dilaksanakan.

8) Jangka waktu belajar disesuaikan dengan keperluan dan tidak terlalu terikat pada prosedur yang ketat.

9) Syarat dan formasi minimal tenaga fasilitator/ tenaga pendidik tidak terlalu ketat.

10) Tidak diperlukan fasilitas yang mewah dan terlalu ketat persyaratannya.

11) Dapat diselenggarakan oleh perorangan, kelompok, atau badan hukum.

12) Dapat diberikan secara lisan atau tertulis.

13) Hasil pendidikannya dapat dimanfaatkan didalam kehidupan sehari-hari.

14) Dapat mencakup sebagaian besar populasi. c. Penyelenggaraan Kursus

Kursus berperan dalam menanggulangi kemiskinan dan pengangguran, sehingga kursus memiliki peran penting dalam dunia pendidikan. Kursus dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan nonformal, yaitu: 1) Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP); 2) Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM); 3) Sanggar Kegiatan Belajar


(33)

17

(SKB); Penyelenggaraan Lembaga Pemerintah Desa; dan 4) Lembaga lain yang sejenis.

Kursus sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal mempunyai kaitan yang sangat erat dengan jalur pendidikan formal. Selain memberikan kesempatan bagi warga belajar yang ingin mengembangkan keterampilan pada jenis pendidikan tertentu yang telah ada dijalur pendidikan formal juga memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin mengembangkan pendidikan keterampilan yang tidak ditempuh pada jalur pendidikan formal.

Penyelenggaraan kursus memiliki tujuan, yaitu: (1) memperluas keikutsertaan masyarakat dalam pemerataan kesempatan belajar; (2) meningkatkan mutu masyarakat melalui pendidikan; (3) meningkatkan proses belajar mengajar untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal; dan (4) mempersiapkan warga belajar untuk mengembangkan diri pribadinya atau untuk memperoleh kesempatan kerja yang lebih besar (Sihombing, 2001: 89).

Kursus diselenggarakan untuk masyarakat dengan tidak membatasi usia, jenis kelamin, dan jumlah warga belajar disesuaikan dengan kebutuhan. Penyelenggaraan kursus harus tetap relevan dengan tujuan pendidikan nasional serta mampu memberikan konstribusi terhadap tuntutan masyarakat, penyelenggaraan kursus ini harus senantiasa mendapatkan pembinaan secara terus-menerus dan


(34)

18

berkesinambungan. Pembinaan terhadap lembaga kursus berarti membantu merencanakan, mengatur, dan mengawasi sebagai usaha meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengembangkan pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh kursus Diklusemas.

Menurut Sihombing (2001: 93-94), terdapat beberapa tujuan pembinaan kursus yaitu:

1) Menyamakan pola pikir dan tindak dalam menjawab tantangan yang ada dengan berpedoman pada aturan yang berlaku;

2) Meningkatkan sistem administrasi kursus;

3) Meningkatkan kemampuan profesional dari para tenaga pengajar; 4) Meningkatkan proses pembelajaran untuk mencapai daya guna dan

hasil guna secara optimal;

5) Meningkatkan mutu lulusan peserta kursus dengan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan pasar;

6) Memperluas keikutsertaan masyarakat dalam rangka turut memeratakan kesempatan belajar dan meningkatkan mutu warga belajar.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kursus diselenggarakan oleh satuan pendidikan nonformal dengan memberikan kesempatan bagi warga belajar yang ingin mengembangkan keterampilan pada jenis pendidikan tertentu yang ditempuh maupun tidak ditempuh di jalur pendidikan formal. Penyelenggaraan kursus mendapatkan pembinaan secara terus-menerus dan berkesinambungan, pembinaan


(35)

19

yang diadakan bertujuan sebagai usaha meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengembangkan pendidikan luar sekolah dengan menyelenggarakan kursus.

d. Sasaran Kursus

Sasaran kursus antara lain adalah sebagai berikut:

1) Warga masyarakat yang sudah mengikuti program pendidikan non formal yang masih memerlukan pendidikan tambahan.

2) Warga masyarakat yang telah menyelesaikan pendidikannya pada tingkat pendidikan persekolahan tertentu dan masih menganggap perlu memperoleh pendidikan berkelanjutan yang bersifat khusus.

3) Warga masyarakat yang sudah memiliki sumber nafkah tetapi masih ingin menambah atau memperdalam pendidikannya untuk meningkatkan penghasilan atau kemampuan kerjannya.

4) Warga masyarakat yang masih ingin mendapatkan pendidikan untuk mengisi dan atau mengembangkan kepribadiannya, serta mengisi waktu senggang.

2. Tinjauan mengenai Kewirausahaan a. Pengertian Kewirausahaan

Kewirausahaan berasal dari kata enterpteneur yang berarti orang yang membeli barang dengan harga pasti meskipun orang itu belum mengetahui berapa harga barang yang akan dijual. Wirausaha sering juga disebut wiraswasta yang artinya sifat-sifat keberanian, keutamaan, keteladanan dalam mengambil risiko yang bersumber pada kemampuan


(36)

20

sendiri. Wirausaha dan wiraswasta memiliki arti yang berbeda, wiraswasta tidak memiliki visi pengembangan usaha sedangkan wirausaha mampu terus berkembang dan mencoba usaha lainnya. Istilah wiraswasta lebih sering dipakai dan lebih dikenal daripada wirausaha. Padahal, keduanya bermakna sama dan merupakan padanan dari kata entrepreneur.

Kata wiraswasta berasal dari gabungan wiraswasta dalam bahasa sansekerta. Wira berarti utama, gagah, luhur, berani, teladan, atau pejuang; swa berarti sendiri atau mandiri; sta berarti berdiri; sehingga wiraswasta berarti berdiri diatas kaki sendiri atau dengan kata lain berdiri di atas kemampuan sendiri. Sedangkan wirausaha mengandung arti secara harfiah, wira berarti berani dan usaha berarti daya upaya atau dengan kata lain wirausaha adalah kemampuan atau keberanian yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih kesuksesan.

Berdasarkan makna-makna tersebut, kata wiraswasta atau wirausaha berarti pejuang yang gagah, luhur, berani dan pantas menjadi teladan di bidang usaha. Dengan kalimat lain, wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai sifat-sifat kewiraswastaan atau kewirausahaan. Ia bersikap berani unuk mengambil risiko. Ia juga memiliki keutamaan, kreativitas, dan teladan dalam menangani usaha atau perusahaan. Keberaniannya berpijak pada kemampuan sendiri atau kemandiriannya.


(37)

21

Pengertian lainnya menyebutkan kewirausahaan adalah proses menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan disertai modal dan risiko serta menerima balas jasa dan kepuasan serta kebebasan pribadi.

Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk menenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen (Daryanto, 2012: 7).

Kewirausahaan adalah kemampuan yang mencakup pengetahuan keterampilan dan jiwa kewirausahaan yang harus dikuasai dan dimiliki peserta didik, yang diharapkan mampu membangun usaha sendiri atau kelompok. Selain itu menurut Peter F. Drucker dalam Suryana (2006: 2), Kewirausahaan merupakan suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui pemikiran kreatif dan tindakan inovatif demi terciptanya peluang.

Kewirausahaan adalah suatu kemampuan kreatif dan inovatif dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda yang dijadikan dasar, kiat dalam usaha atau memperbaiki hidup. Hakikat dasar dari kewirausahaan adalah kreativitas dan keinovasian. Kreativitas adalah


(38)

22

berpikir untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Kewirausahaan dapat dipelajari dan diajarkan sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri karena jelas objek, konsep, teori, dan metode ilmiahnya.

Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru untuk menghasilkan barang dan jasa yang baru yang lebih efisien, memperbaiki produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan kepuasan kepada konsumen.

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan kreatif dan inovatif dalam proses menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda dengan berfokus pada nilai, semangat, motivasi, kecakapan, kebiasaan, dan pengalaman yang diperlukan untuk membangun usaha sendiri atau kelompok.

b. Tujuan Kewirausahaan

Menurut Sunyoto (2013: 2), tujuan kewirausahaan diantaranya adalah:

1) Menumbuhkembangkan jumlah wirausahawan yang berkualitas. 2) Meningkatkan kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang tangguh


(39)

23

3) Mewujudkan kemampuan dan kemantapan para wirausaha untuk menghasilkan kemampuan dan kesejahteraan masyarakat.

4) Membudayakan semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan dikalangan masyarakat.

c. Manfaat Kewirausahaan

Manfaat kewirausahaan menurut Sunyoto dan Wahyuningsih (2003: 78), adalah sebagai berikut:

1) Menambah daya tampung tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran.

2) Sebagai generator pembangunan lingkungan, pribadi, distribusi, pemeliharaan lingkungan, dan kesejahteraan.

3) Memberi contoh bagaimana harus bekerja keras, tekun dan memiliki pribadi unggul yang patut diteladani.

4) Berusaha mendidik para karyawan menjadi orang yang mandiri, disiplin, tekun, dan jujur dalam menghadapi pekerjaaan.

5) Berusaha mendidik masyarakat agar hidup secara efisien. d. Asas Kewirausahaan

Asas kewirausahaan merupakan syarat dalam melakukan suatu wirausaha dan menjadi calon wiraswasta yang baik. Asas Kewirausahaan antara lain:

1) Kemampuan memecahkan masalah dan mengambil keputusan secara sistematis, termasuk keberanian mengambil risiko.


(40)

24

3) Kemampuan berkarya dengan sangat kemandirian

4) Kemampuan berkarya dalam kebersaman dan etika bisnis yang sehat (Sunyoto dan Wahyuningsih, 2003: 3)

Berdasarkan asas diatas dapat disimpulkan bahwa asas kewirausahaan adalah syarat melakukan suatu usaha dengan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah, bekerja, dan berkarya.

e. Sasaran Kewirausahaan

Sasaran kewirausahaan diantaranya adalah:

1) Instansi pemerintah dengan kegiatan usaha (BUMN) organisasi profesi dan kelompok masyarakat.

2) Pelaku ekonomi yang terdiri dari penguasaha kecil dan koperasi. 3) Generasi muda, anak-anak putus sekolah dan calon wirausaha

(Sunyoto, 2013: 2)

Sasaran kewirausahaan dapat berasal dari semua generasi dan bidang maupun instansi pemerintahan, sehingga masyarakat dapat menjadi seorang wirausahawan meskipun dari usaha kecil-kecilan.

f. Ciri-ciri Manusia Wirausaha

Wirausaha adalah orang yang mengorganisir dan mengelola suatu usaha serta berani menanggung risiko untuk menciptakan usaha baru dan peluang berusaha. Selain itu, wirausaha adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan mengembangkan ide serta meramu sumber daya untuk menemukan peluang dalam memperbaiki hidup. Menurut Wasty Soemanto (1984 : 45-63), bahwa ciri-ciri manusia


(41)

25

wirausaha adalah kepribadian kuat. Manusia kepribadian kuat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) memiliki moral yang tinggi. 2) memiliki sikap mental wirausaha.

3) memiliki kepekaan terhadap arti lingkungan. 4) memiliki keterampilan wirausaha.

Ciri-ciri atau kategori seseorang dikatakan menjadi seorang entrepreneur (wirausaha). Ciri-ciri seorang jiwa wirausaha adalah dia memiliki sikap percaya diri, berorientasi dengan tugas dan hasil, seorang pengambil risiko, memiliki jiwa kepemimpinan, menjunjung tinggi orisinilitas, memiliki pandangan kedepan (visioner) dan jujur serta tekun dalam menjalankan usahannya.

Berdasarkan ciri-ciri diatas, dapat disimpulakan bahwa ciri-ciri manusia wirausaha adalah seseorang yang memiliki moral tinggi, peka terhadap lingkungan, percaya diri, berani mengambil risiko, berjiwa pemimpin, visioner, jujur, dan tekun dalam melakukan suatu usaha. 3. Tinjauan mengenai Desa

a. Pengertian Desa

Desa dalam arti sempit dapat diartikan sebagai pemukiman penduduk yang terletak di luar kota dan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sedangkan Desa dalam arti luas, berati perwujudan geografis yang diakibatkan oleh unsur-unsur sosial, fisiografis, ekonomi, politik, dan budaya setempat.


(42)

26

Menurut HAW. Widjaja (2003: 3), pengertian desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Menurut R. Bintarto (1989: 11), desa adalah merupakan suatu hasil perpaduan antara kegiatan kelompok manusia dengan lingkungannya. Menurut Kartohardikusumo dalam R. Bintarto (1989: 11), desa merupakan suatu kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Desa, disebutkan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Desa diartikan sebagai kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang


(43)

27

mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang Kepala Desa) atau desa merupakan kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian desa adalah kesatuan wilayah masyarakat hukum yang terletak di luar kota yang memiliki batasan wilayah berdasarkan hak asal usul, wewenang dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati.

b. Ciri-ciri Masyarakat Desa

Ciri-ciri wilayah pedesaan yang lainnya dikemukakan oleh Surjono Sukamto (2006: 136-140) Dia memberikan ciri-ciri khas desa berdasarkan kondisi masyarakatnya, antara lain:

1) Warga masyarakat pedesaan memiki hubungan kekerabatan yang kuat, karena umumnya berasal dari satu keturunan. Karena itu biasanya dalam suatu wilayah pedesaan, antara sesama warga masyarakat masih memiliki hubungan keluarga atau saudara.

2) Karena mereka berasal dari satu keturunan, maka corak kehidupannya bersifat gameinschaft, yaitu diikat oleh sistem kekeluargaan yang kuat. Selain itu penduduk desa juga merupakan masyarakat yang bersifat face to face group, artinya bahwa antara penduduk yang satu dengan yang lainnya saling mengenal.

3) Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari sektor pertanian dan perkebunan. Walaupun ada sebagian penduduk yang


(44)

28

bekerja sebagai tukang kayu (buruh bangunan), tukang genteng, pamong desa ataupun lainnya, namun tetap pekerjaan pokoknya adalah petani, baik sebagai petani pemilik, penggarap atau buruh tani. 4) Cara bertani yang dilakukan oleh sebagian besar penduduk desa

umumnya masih tradisional, sehingga penghasilan rata-rata hanya memenuhi kebutuhan sendiri atau sering disebut subsistance farming. 5) Sifat gotong royong masih tertanam kuat pada warga masyarakat.

Dalam sistem gotong royong ini, warga masyarakat tidak lagi memikirkan masalah untung rugi tetapi lebih mengutamakan unsur kekeluargaan dan kebersamaan.

6) Golongan orang-orang atau tetua kampung memegang peranan yang cukup penting dalam masyarakat, khususnya mengenai persoalan pelik.

7) Masyarakat desa masih memegang norma-norma agama secara kuat. Menurut R. Bintarto (1989: 15), terdapat tiga unsur-unsur desa, yaitu:

1) Daerah, suatu wilayah pedesaan pasti memiliki daerah tersendiri dengan berbagai aspeknya seperti lokasi, luas, bentuk lahan, keadaan tanah, keadaan tata air, dan lain-lain.

2) Penduduk, unsur penduduk yang perlu diperhatikan dalam memahami suatu desa antara lain jumlah, tingkat kelahiran, tingkat kematian, persebaran kepadatan, pertumbuhan, perbandingan jenis kelamin, mata pencaharian, struktur penduduk menurut umur dan sebagainya.


(45)

29

3) Tata kehidupan, tata kehidupan berkaitan erat dengan adat istiadat, norma-norma yang berlaku didaerah tersebut, pola pengaturan sistem pergaulan warga masyarakat dan pola-pola budaya daerah lainnya. c. Potensi Desa

Secara umum, potensi adalah segala sesuatu yang dimiliki tetapi belum dimanfaatkan. Selama belum dimanfaatkan maka potensi suatu wilayah tidak akan memberi manfaat apapun bagi masyarakat. Menurut R. Bintarto (1989: 11), potensi desa dapat diartikan sebagai berbagai sumber daya alam (fisik) dan sumber daya manusia (non fisik) yang tersimpan dan terdapat di suatu desa. Potensi yang dimiliki perdesaan diantaranya adalah:

1) Potensi Fisik yang meliputi:

a) Tanah yang berupa berbagai sumber tambang dan mineral, serta lahan untuk tumbuhnya tanaman.

b) Air yang dalam artian sumber air yang berupa keadaan atau kondisi, tata airnya untuk irigasi, pertanian, dan kebutuhan hidup sehari-hari.

c) Iklim yang memiliki peranan sangat penting bagi desa yang bersifat agraris.

d) Ternak sebagai sumber tenaga, bahan makanan, dan pendapatan. e) Manusia sebagai sumber tenaga kerja potensial (potential man

power), baik pengolah tanah, dan produsen dalam bidang pertanian, maupun tenaga kerja industri di kota.


(46)

30 2) Potensi non fisik yang berupa:

a) Masyarakat desa yang hidup berdasarkan gotong-royong. Gotong-royong merupakan suatu kekuatan berproduksi atau kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian.

b) Lembaga-lembaga sosial yaitu lembaga-lembaga pendidikan dan organisasi-organisasi sosial yang dapat memberikan bantuan sosial dan bimbingan terhadap masyarakat.

c) Aparatur atau pamong desa yang memiliki peranan untuk menjaga ketertiban dan keamanan demi kelancaran jalannya pemerintahan desa.

d. Pembangunan Desa

Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional mempunyai arti yang strategis, karena desa secara keseluruhan merupakan basis atau landasan ketahanan nasional bagi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Keberhasilan pembangunan pedesaan menghasilkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju pada terciptanya keadilan bagi seluruh rakyat. Hal ini karena 80% penduduk Indonesia tinggal di wilayah pedesaan. Tujuan akhir dari pembangunan pedesaan adalah untuk meningkatkan kesejahteran penduduknya secara langsung dan secara tidak langsung adalah untuk meletakkan dasar - dasar pembangunan yang kokoh untuk memperkuat pembangunan daerah dan pembangunan nasional (Adisasmita, 2006: 41).


(47)

31

Beberapa kendala yang berkaitan dengan pembangunan wilayah pedesaan, yaitu:

1) Kurangnya sarana dan prasarana di pedesaan. 2) Banyaknya pengangguran.

3) Kualitas gizi penduduk desa yang rendah.

4) Aparatur desa yang belum berfungsi dengan baik.

5) Lokasi desa yang terisolisasi dan terpencar satu sama lain. 6) Keterampilan penduduk yang rendah.

7) Tingkat pendidikan yang rendah.

8) Tidak seimbangnya antara jumlah penduduk dengan luas wilayah pertanian.

Salah satu fungsi utama sosial ekonomi masyarakat pedesaan di Indonesia adalah melakukan berbagai kegiatan produksi dengan orientasi hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar, baik di tingkat desa itu sendiri atau di tingkat lain yang lebih luas. Dengan demikian dapat dimengerti, apabila sebagian besar warga masyarakat pedesaan melakukan kegiatan utamanya dalam kegiatan pengolahan dan pemanfaatan lahan-lahan pertanian, perdagangan, peternakan, dan lain sebagainya. Karena fungsi sosial-ekonomi utama masyarakat pedesaan seperti hal tersebut di atas, maka sumber daya fisik utama yang paling penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan tersebut adalah potensi yang ada di desa.


(48)

32

4. Tinjauan mengenai Kursus Kewirausahaan Desa a. Kursus Kewirausahaan Desa

Kursus Kewirausahan Desa (KWD) adalah program Pendidikan Kecakapan Hidup yang diselenggarakan oleh lembaga yang bergerak di bidang pendidikan nonformal dan informal untuk memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat yang belum mendapat kesempatan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan menumbuhkembangkan sikap mental berwirausaha dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya yang dapat dijadikan bekal untuk berusaha atau bekerja. Adapun yang dimaksud dengan desa dalam program kursus kewirausahaan desa adalah jenis kecakapan yang berspektrum pedesaan bukan wilayah pedesaan (Kemendiknas, 2010: 2).

Keterampilan yang diselenggarakan dalam program KWD adalah jenis keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan/atau kewirausahaan yang ada di pedesaan. Jenis keterampilan KWD diarahkan pada sektor produksi yang memberdayakan sumber potensi sekitarnya. Prioritas jenis keterampilan yang relevan dengan pasar kerja dan/atau usaha di pedesaan, antara lain:

1) Pertanian. 2) Perkebunan.

3) Perikanan darat dan laut. 4) Kehutanan.


(49)

33 6) Pertukangan.

7) Keterampilan lain yang dianggap laku di pasar sekitar (marketable). Indikator keberhasilan program Kursus Kewirausahaan Desa dapat dilihat dari:

1) Adanya laporan penyelenggaraan program dan keuangan.

2) Minimal 90% peserta didik menyelesaikan program pembelajaran KWD sampai tuntas;

3) Minimal 80% lulusan berwirausaha (usaha mandiri) atau bekerja pada DUDI (Kemendiknas, 2010: 15).

b. Tujuan Program Kursus Kewirausahaan Desa

Tujuan diselenggarakannya program Kursus Kewirausahaan Desa (KWD) adalah :

1) memberikan kesempatan bagi para peserta didik usia produktif untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental sesuai dengan kebutuhan/ peluang pasar kerja dan atau usaha mandiri, 2) memberikan peluang bagi satuan PNF untuk berpartisipasi dalam

pengentasan pengangguran dan kemiskinan.

c. Sasaran Program Kursus Kewirausahaan Desa (KWD)

Kriteria sasaran (peserta didik) program KWD adalah sebagai berikut:

1) Penduduk usia produktif (18 – 35 th); 2) Menganggur;


(50)

34

4) Prioritas berdomisili tidak jauh dari tempat penyelenggaraan program KWD.

5) Tidak dalam proses masih sekolah

6) Di prioritaskan dari keluarga tidak mampu (Kemendiknas, 2010: 3) Program Kursus Kewirausahaan Desa (KWD) ini diperuntukkan kepada masyarakat dengan usia produktif dan tidak sedang mengikuti proses sekolah serta diprioritaskan kepada mereka yang kurang mampu agar dalam pelaksanaan progam dapat mencapai hasil yang maksimal bagi warga masyarakat yang berperan serta dalam program kursus kewirausahaan desa (KWD).

B.Kesejahteraan Masyarakat

1. Pengertian Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan merupakan suatu keadaan yang normal baik dalam segi sosial, ekonomi maupun dalam segi psikologi, sejahtera fisik maupun non fisik. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang adalah keadaan ekonominya, demikian pula dengan yang terjadi pada masyarakat di pedesaan pada umumnya. Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan yang memenuhi kebutuhan material dan spiritual sehingga tercipta rasa aman dan tenteram lahir maupun batin (Kemensos, 2011).

Tingkat kepuasan dan kesejahteraan adalah dua pengertian yang saling berkaitan. Tingkat kepuasan merujuk kepada keadaan individu atau kelompok, sedangkan tingkat kesejahteraan mengacu kepada keadaan


(51)

35

komunitas atau masyarakat luas. Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu- individu. Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1996: 70) dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empat indikator yaitu : (1) rasa aman (security), (2) kesejahteraan (welfare), (3) kebebasan (freedom), dan (4) jati diri (Identity).

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan merupakan suatu keadaan untuk memenuhi kebutuhan material dan spiritual dalam segi sosial, ekonomi, psikologis, dan sejahtera yang mengacu kepada keadaan komunitas atau masyarakat luas.

Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama seperti sekolah, keluarga, perkumpulan, negara; semua adalah masyarakat. Masyarakat merupakan gabungan dari individu-individu, oleh karena itu setiap idividu harus bisa menjadi masyarakat yang modern, dalam arti tanggap akan perubahan-perubahan zaman, untuk itu masyarakat harus bisa menguasai IPTEK yang semakin hari semakin berkembang pesat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Masyarakat merupakan kumpulan dari sejumlah orang dalam suatu tempat tertentu yang menunjukkan adanya pemilikan atas norma-norma hidup bersama walaupun didalamnya terdapat lapisan atau lingkungan sosial. Secara geografis dan sosiologis dapat


(52)

36

dibedakan menjadi masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan (Kemensos, 2011).

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang tergabung dari individu-individu yang memiliki kepentingan yang sama dan menunjukkan adanya kepemilikan norma-norma hidup bersama.

Todaro (2003: 56) mengemukakan bahwa kesejahteraan masyarakat menengah kebawah dapat direpresentasikan dari tingkat hidup masyarakat. Tingkat hidup masyarakat ditandai dengan terentaskannya dari kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan tingkat produktivitas masyarakat.

Dalam memahami realitas tingkat kesejahteraan, pada dasarnya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tingkat kesejahteraan antara lain: (1) sosial ekonomi rumah tangga atau masyarakat, (2) struktur kegiatan ekonomi sektoral yang menjadi dasar kegiatan produksi rumah tangga atau masyarakat, (3) potensi regional (sumber daya alam, lingkungan dan infrastruktur) yang mempengaruhi perkembangan struktur kegiatan produksi, dan (4) kondisi kelembagaan yang membentuk jaringan kerja produksi dan pemasaran pada skala lokal, regional, dan global (Taslim, 2004: 33).

Kesejahteraan masyarakat adalah kesejahteraan semua perorangan secara keseluruhan anggota masyarakat. Dalam hal ini kesejahteraan yang


(53)

37

dimaksudkan adalah kesejahteraan masyarakat. Adapun tahapan yang harus diperhatikan dalam meningkatkan kesejahteraan diantaranya:

a. Adanya persediaan sumber-sumber pemecahan masalah yang dapat digunakan.

Hal ini memang harus diperhatikan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan, karena dengan adanya sumber pemecahan masalah maka masalah tersebut akan terselesaikan.

b. Pelaksanaan usaha dengan menggunakan sumber-sumber pemecahan masalah harus efektif dan tepat guna.

Pada tahap ini kita harus dapat menyelesaikan antara masalah yang ada dengan sumber pemecahan masalah yang tepat dan dapat selesai dengan cepat.

c. Pelaksanaan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat harus bersifat demokratis.

Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan perekonomian masyarakat yang lebih baik dengan melibatkan masyarakat tersebut secara langsung dalam pelaksanaan usaha.

d. Menghindarkan atau mencegah adanya dampak buruk dari usaha tersebut.

Hal ini harus diperhatikan dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.


(54)

38

Sebaiknya dalam melaksanakan usaha tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, tetapi sebaliknya dapat membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

2. Klasifikasi Keluarga Sejahtera

Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terdapat lima golongan keluarga sejahtera yang diuraikan sebagai berikut: a. Keluarga pra sejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi

salah satu atau lebih dari lima kebutuhan dasarnya (basic needs) sebagai keluarga sejahtera I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang, dan kesehatan.

b. Keluarga sejahtera tahap I merupakan keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal diantaranya:

1) Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga.

2) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.

3) Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja/ sekolah, dan berpergian.

4) Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.

5) Bila anak sakit atau pasangan usia subur (PUS) ingin berkeluarga berencana dibawa ke sarana/ petugas kesehatan.


(55)

39

c. Keluarga sejahtera tahap II merupakan keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera, harus pula memenuhi syarat sosial psikologis yaitu:

1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang dianut secara teratur.

2) Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ ikan/ telur sebagai lauk pauk.

3) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun.

4) Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni rumah. 5) Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir dalam keadaan

sehat.

6) Anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap.

7) Seluruh anggota yang berumur 10-60 tahun dapat membaca tulisan latin.

8) Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah.

9) PUS dengan anak hidup berjumlah 2 (dua) atau lebih, saat ini memakai alat kontrasepsi.

d. Keluarga sejahtera tahap III merupakan keluarga yang memenuhi syarat pengembangan keluarga, yaitu:


(56)

40

2) Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.

3) Makan bersama dilakukan kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.

4) Ikut serta dalam kegiatan masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya. 5) Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang sekali

dalam enam bulan.

6) Dapat memperoleh berita dari surat kabar atau majalah atau televisi atau radio.

7) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.

e. Keluarga sejahtera tahap III plus merupakan keluarga yang dapat memenuhi kriteria pengembangkan keluarganya, yaitu:

1) Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materill. 2) Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus

perkumpulan/ yayasan/ institusi masyarakat.

3) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.

4) Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/ sekolah, dan bepergian.


(57)

41 3. Indikator Kesejahteraan

Kesejahteraan suatu wilayah dapat ditentukan dari ketersediaan sumber daya yang tersedia meliputi sumber daya manusia, sumber daya fisik, dan sumber daya lain. Ketiga sumber daya tersebut berinteraksi dalam proses pembangunan untuk pencapaian pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.

Menurut Todaro (2003: 252), pendapatan orang kaya (golongan menengah ke atas) akan digunakan untuk dibelanjakan pada barang mewah seperti emas, perhiasan, dan rumah yang mahal. Sedangkan golongan menengah ke bawah yang memiliki karakteristik miskin, kesehatan, gizi dan pendidikan yang rendah, peningkatan pendapatan dapat meningkatkan dan memperbaiki kesejahteraan mereka.

Biro Pusat Statistik Indonesia (2000) menerangkan bahwa guna melihat tingkat kesejahteraan suatu wilayah ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran, antara lain adalah:

a. Tingkat pendapatan keluarga;

b. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dan non-pangan;

c. Tingkat pendidikan keluarga; d. Tingkat kesehatan keluarga; dan


(58)

42

Menurut Kolle dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:

a. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan, dsb;

b. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dsb;

c. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya, dsb;

d. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dsb.

C.Batik

1. Pengertian Batik

Batik adalah kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009. Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia (Jawa) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB (Wikipedia, 2015).


(59)

43

Kata “batik” berasal dari bahasa Jawa, dari kata “amba” yang berarti menggambar dan “tik” yang berarti kecil. Seperti misalnya terdapat dalam kata-kata Jawa lainnya yakni “klitik” (warung kecil), “bentik” (persinggungan kecil antara dua benda), “kitik” (kutu kecil) dan sebagainya (Teguh Suwarto, dkk, 1998: 8).

Menurut Endik S (1986: 10), menjelaskan bahwa batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan, sedang warna itu sendiri dicelup dengan memakai zat warna biasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia batik dijelaskan sebagai kain bergambar yang dibuat secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam (lilin) pada kain, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu; atau biasa dikenal dengan kain batik.

Menurut KRT. DR. HC. Kalinggo Hanggopuro (2002, 1-2) menuliskan bahwa para penulis terdahulu menggunakan istilah batik yang sebenarnya tidak ditulis dengan kata ”Batik” akan tetapi seharusnya ”Bathik”. Hal ini mengacu pada huruf Jawa ”tha” bukan ”ta” dan pemakaiaan bathik sebagai rangkaian dari titik adalah kurang tepat atau dikatakan salah. Berdasarkan etimologis tersebut sebenarnya batik identik dikaitkan dengan suatu teknik (proses) dari mulai penggambaran motif hingga pelorodan. Salah satu yang menjadi ciri khas dari batik adalah cara pengambaran motif pada kain ialah melalui proses pemalaman yaitu


(60)

44

mengoreskan cairan lilin yang ditempatkan pada wadah yang bernama canting dan cap.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa batik adalah suatu seni menghias atau menggambar pada kain dengan menggunakan penutup malam (lilin) yang dibuat secara khusus untuk membentuk corak hiasan dan bidang pewarnaan. Batik diproses dengan cara tertentu sehingga memiliki kekhasan.

2. Jenis-jenis Batik

Indonesia memiliki jenis-jenis batik bermacam-macam. Jenis-jenis batik di Indonesia dipengaruhi oleh tradisi klasik hingga modern dan abstrak. Hal ini dikarenakan batik telah lama berada di Indonesia. Berdasarkan teknik pembuatan batik dapat dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu:

a. Batik Tulis (Hand Drawn Batik)

Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan. Bentuk gambar pada batik tulis tidak ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar nampak bisa lebih luwes dengan ukuran garis motif yang relatif bisa lebih kecil dibandingkan dengan batik cap. Warna dasar kain lebih muda dibandingkan dengan warna pada goresan motif. Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan batik tulis lebih lama yakni 2-3 bulan. Harga jual batik tulis relatif lebih mahal karena kualitasnya lebih bagus, unik, dan mewah.


(61)

45 b. Batik Cap (Hand Stamp Batik)

Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang dibentuk menggunakan cap (biasa terbuat dari tembaga). Bentuk gambar atau desain pada batik cap selalu ada pengulangan yang jelas, sehingga gambar nampak berulang dengan bentuk yang sama, ukuran garis motif relatif lebih besar dibandingkan dengan batik tulis. Gambar batik cap biasanya tidak tembus pada kedua sisi kain. Warna dasar kain biasanya lebih tua dibandingkan dengan warna pada goresan motifnya. Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan batik cap membutuhkan waktu 1 hingga 3 minggu. Harga jual batik cap lebih murah karena kurang unik dan kurang eksklusif.

c. Batik Kombinasi Tulis dan Cap

Kombinasi ini merupakan gabungan dari teknik cap dan tulis. Batik kombinasi merupakan batik cap dimana proses kedua atau sebelum disoga, direntes oleh pembatik tulis sehingga kelihatan seperti ditulis. Hal ini bertujuan untuk mempercepat produksi batik dan keseragaman.

d. Batik Lukis (Painting)

Batik lukis adalah proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada kain putih. Batik dibuat tanpa pola, tetapi langsung meramu warna di atas kain. Gambar yang dibuat seperti halnya lukisan bisa berupa pemandangan, cerita pewayangan dan lainnya, bahkan media selain kain berupa kayu atau kulit juga bisa digunakan.


(62)

46 3. Alat dan Bahan Membatik

Alat yang digunakan dalam pembuatan batik, yaitu: a. Gawangan

Gawangan terbuat dari kayu atau bambu, bentuknya memanjang dengan dilengkapi dua kaki pada ujungnya. Fungsinya untuk menyangkutkan dan membentangkan mori sewaktu dibatik. Gawangan dibuat sepraktis mungkin agar mudah dibawa dan harus kuat dan ringan.

b. Bandul

Fungsi dari bandul adalah untuk menahan mori yang sedang dibatik agar tidak bergeser ditiup angin. Bandul terbuat dari timah atau batu atau kayu, tetapi bandul tidak harus ada artinya proses pembatikan tetap dapat dilakukan walaupun tidak ada bandul.

c. Wajan

Fungsi wajan adalah untuk mencairkan lilin batik atau malam. Wajan yang bertangkai dan berbahan tanah liat lebih baik daripada yang terbuat dari logam karena tidak mudah panas.

d. Anglo

Anglo adalah perapian yang terbuat dari tanah liat sebagai pemanas malam atau lilin batik. Bahan perapian ini adalah arang kayu. Tetapi sekarang anglo sudah banyak ditinggalkan, sebagai gantinya dapat menggunakan kompor minyak kecil.


(63)

47 e. Tepas

Tepas atau biasa disebut kipas berfungsi untuk membesarkan api menurut kebutuhan, terbuat dari bambu dan biasanya berbentuk persegi panjang. f. Saringan malam

Fungsi saringan ini adalah untuk menyaring malam yang sudah banyak kotorannya.

g. Dingklik

Dingklik adalah tempat duduk kecil yang biasa dipakai oleh si pembatik. Banyak juga para pembatik yang mengerjakannya dengan duduk di tikar. h. Canting

Canting adalah alat yang digunakan untuk melukis cairan malam untuk membuat motif-motif batik. Canting adalah inti untuk membuat karena menentukan apakah hasil pekerjaan ini dapat disebut batik atau bukan batik (Trijoto dkk, 2010: 1-7).

Menurut Trijoto dkk (2010: 1-7) bahan dan perlengkapan yang digunakan dalam pembuatan batik, diantaranya:

a. Kain Mori

Untuk batik tulis, kain yang digunakan adalah sebagai media tulis dan media lukis dalam membatik adalah kain mori yang bahan dasarnya murni dari kapas (katun).

b. Malam atau lilin

Lilin yang digunakan untuk membatik dapat diperoleh dengan membeli ramuan olahan siap pakai dan ada pula yang menyiapkan sendiri.


(64)

48 c. Pewarna

Pewarna yang digunakan dalam membatik dapat diperoleh dari zat warna alami atau sintetis. Bahan pewarna ini harus dapat diserap dan terikat kuat dengan bahan kain yang dibatik.

d. Gondorukem

Gondorukem digunakan sebagai bahan campuran lilin atau malam yang digunakan untuk membatik.

e. Minyak Goreng

Minyak goreng digunakan sebagai bahan untuk pengolahan lilin atau malam agar tidak mudah pecah.

f. Tepung Kanji

Tepung kanji digunakan sebagai bahan mengetel bahan kain mori.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa alat yang digunakan untuk membatik adalah gawangan, bandul, wajan, anglo, tepas, saraingan malam, dingklik, dan canting. Sedangkan bahan dan perlengkapan membatik adalah kain mori, malam atau lilin, pewarna, gondorukem, minyak goreng, dan tepung kanji.

4. Proses Pembuatan Batik

Semula batik dibuat di atas bahan yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik juga dibuat di atas bahan dasar lain seperti sutera, polyster, dan bahan sintesis lain dengan menggunakan alat yang dinamakan canthing untuk membuat motif batik. Adapun tahap/ proses membatik tulis menurut S. Soetopo (1983: 21-28) adalah sebagai berikut:


(65)

49

a. Nggirah yaitu proses membersihkan kain dari pabrik yang biasanya masih mengandung kanji dengan merendam terlebih dahulu selama satu malam, menggunakan air panas yang dicampur dengan merang atau jerami. Setelah direndam, kain mori putih kemudian dipukuli sampai kanji yang terdapat pada kain mori lepas sepenuhnya. Hal ini dilakukan agar kain menjadi lemas dan daya serap terhadap zat warna lebih tinggi. b. Nganji yaitu proses pemberian dasar pada kain mori putih menggunakan

larutan kanji agar lebih kuat, potongan kain yang telah diberi larutan kanji kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Hal ini bertujuan agar susunan benang tetap baik, mencegah lilin panas menembus ke bagian lain, dan memudahkan lilin terlepas ketika kain mori direndam dalam air mendidih untuk mencairkan lilin pada kain (nglorod).

c. Ngemplong yaitu proses memadatkan serat-serat kain yang baru dibersihkan. Kain mori dipalu untuk menghaluskan lapisan kain agar mudah dibatik.

d. Nyorek/mola yaitu pembuatan pola menggunakan pensil ke atas kain. Pola dibuat di atas kain dengan cara meniru pola yang sudah ada (ngeblat). Contoh pola biasanya dibuat di atas kertas dan kemudian dijiplak sesuai pola di atas kain. Proses ini bisa dilakukan dengan membuat pola di atas kain langsung dengan canthing maupun dengan menggunakan pensil. Agar proses pewarnaan bisa berhasil dengan bagus atau tidak pecah, perlu mengulang batikan di kain sebaliknya. Proses ini disebut gagangi.


(66)

50

e. Membatik/nyanting yaitu menempelkan lilin/ malam batik pada pola yang telah digambar menggunakan canthing. Malam batik ditorehkan ke kain mori yang dimulai dengan nglowong (menggambar garis luar pola dan isen-isen). Di dalam proses isen-isen terdapat istilah nyecek yaitu membuat isian di dalam pola yang sudah dibuat, misalnya titik-titik. Ada pula istilah nruntum yang hampir sama dengan isen-isen namun lebih rumit.

f. Nembok yaitu menutup/ mengeblok bagian pola yang nantinya dibiarkan putih atau tidak akan diwarnai maupun akan diwarnai dengan warna lain dengan lilin tembokan.

g. Medel yaitu mencelup kain yang telah dipola dan dilapisi lilin ke pewarna yang sudah disiapkan secara berulang kali hingga mendapatkan warna yang dikehendaki.

h. Ngerok/ nggirah yaitu proses menghilangkan lilin dengan alat pengerok. Prosesnya adalah malam pada kain mori dikerok dengan lempengan logam dan dibilas dengan air bersih, kemudian diangin-anginkan hingga kering.

i. Mbironi yaitu menutup bagian-bagian yang akan dibiarkan tetap berwarna putih dan tempat-tempat yang terdapat cecek (titik titik) dengan malam.

j. Nyoga yaitu mencelup lagi dengan pewarna sesuai dengan warna yang diinginkan. Pencelupan kain dilakukan untuk memberi warna coklat pada bagian-bagian yang tidak ditutup malam.


(67)

51

k. Nglorod yaitu proses menghilangkan lilin dengan air mendidih untuk kemudian dijemur. Malam dilepaskan dengan memasukkan kain ke dalam air mendidih yang sudah dicampuri bahan untuk mempermudah melepaskan lilin. Kemudian dibilas dengan air bersih dan diangin-anginkan.

Gambar 1. Bagan Proses Pembuatan Batik

Proses pewarnaan, penghilangan lilin dapat dilakukan berkali-kali sampai menghasilkan warna dan kualitas yang diinginkan. Makanya kemudian ada Batik dengan istilah 1x proses, 2x proses, 3x proses. Batik Tulis 1x proses pun, dapat diselesaikan oleh ahlinya paling cepat dalam waktu 1 minggu, apalagi yang melalui 2x proses, 3x proses dan seterusnya, bisa memakan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.

Nggirah

Ngemplong

Nyorek/mola

Ngerok

Medel

Nembok

Nyanting/membatik

Mbironi

Nyoga

Nglorod Nganji


(1)

129

Kesimpulan : Keluarga yang mengikuti program Kursus Kewirausahaan Desa dapat membeli pakaian baru dalam setahun ketika hari raya untuk keluarganya.

d. Apakah anda dalam seminggu dapat makan daging?

Ur : Belum mesti, meskipun saya terkadang ke pasar tetapi hanya kulakan buat mengisi warung dirumah. Saya membeli daging apabila anak-anak saya pulang bersama cucu, saya dirumah masak hanya untuk dimakan 3 orang. Ek : Belum tentu keluarga saya makan daging dalam seminggu,

biasanya saya membeli daging ketika ada acara keluarga atau ketika suami saya pulang.

Lnt : Keluarga saya belum tentu bisa makan daging dalam waktu seminggu, walaupun saya hampir setiap hari ke pasar tetapi saya hanya kulakan sayur untuk saya jual keliling kalaupun saya membeli daging itu hanya titipan dari pelanggan saya.

Kesimpulan : Keluarga peserta program Kursus Kewirausahaan Desa dalam seminggu belum tentu dapat memakan daging, kecuali ada acara keluarga.

e. Apa saja yang telah dihasilkan dari pelaksanaan program Kursus Kewirausahaan Desa khususnya program pembatikan?

Prt : Karya batik yang telah dihasilkan adalah batik tulis, kemeja, gamis, dan jarik. Selain itu, program Kursus Kewirausahaan Desa mendapatkan pesanan pembuatan sebagian batik seragam Kabupaten Karanganyar sebanyak 500 kain berukuran 2 m x 1 m.

Ktn : Produk yang dihasilkan adalah jarik, kemeja, kain batik, seragam batik instansi, baju tidur (daster).

Ags : Batik yang sudah saya hasilkan yaitu khususnya batik tulis dan jarik. Tapi kemarin dapat pesanan untuk seragam Kabupaten Karanganyar cukup banyak dan saya senang karena hasil batik saya dipakai bapak ibu guru.

Kesimpulan : Produk yang telah dihasilkan dari program Kursus Kewirausahaan Desa diantaranya jarik, batik tulis, seragam batik Kabupaten Karanganyar, kemeja, gamis, dan kain batik.


(2)

130

3. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan program Kursus Kewirausahaan Desa di Desa Girilayu?

a. Bagaimana faktor penghambat program Kursus Kewirausahaan Desa? Ktn : Faktor penghambat yang dialami yaitu dibutuhkannya

pendampingan pada praktek teknik pewarnaan seperti toled dan jumputan, karena masyarakat pembatik membutuhkan penjelasan secara jelas dan rinci serta perlahan.

Wu : Pemasaran produk masih sebatas instansi, pameran, pertemuan, dan kantor. Adanya kendala dalam proses pewarnaan yang belum maksimal, proses pewarnaan batik baru pada kain untuk dibuat menjadi kemeja batik dan belum berani untuk pewarnaan pada jarik. Selain itu, dalam hal produksi program Kursus Kewirausahaan Desa dapat menerima tetapi saat ini belum ada pesanan.

Kesimpulan : Faktor penghambat dalam pelaksanaan program Kursus Kewirausahaan Desa diantaranya dibutuhkannya pendampingan kepada masyarakat pembatik, pemasaran yang masih terbatas, proses pewarnaan yang belum maksimal.

b. Bagaimana faktor pendukung program Kursus Kewirausahaan Desa? Ktn : Faktor pendukung program diantaranya peralatan dan

tempat yang memadai, warga belajar yang antusias mengikuti program dari awal hingga akhir, bakat membatik yang dimiliki warga belajar dalam membatik lebih memudahkan tutor dalam memberikan materi, dan kekompakan antar kelompok saat melakukan praktek. Wu : Faktor pendukung program Kursus Kewirausahaan Desa

yaitu masyarakat yang telah memiliki keterampilan membatik, sehingga mudah dalam mengarahkan pembatikan sesuai dengan yang diinginkan. Warga belajar antusias dalam mengikuti program ini.

Kesimpulan : Faktor pendukung dalam pelaksanaan program Kursus Kewirausahaan Desa adalah masyarakat yang telah memiliki keterampilan membatik, antusias masyarakat pembatik dalam mengikuti program Kursus Kewirausahaan Desa dari awal hingga akhir, adanya kekompakan antar kelompok saat melakukan praktek.


(3)

131 Lampiran 6. Dokumentasi

Foto Hasil Penelitian

Gambar 1. Pembatikan di rumah masyarakat pembatik


(4)

132

Gambar 3. Pembatikan di Basecamp KWD


(5)

133

Gambar 5. Proses Pewarnaan dengan toled


(6)

134

Gambar 7. Hasil Pembatikan Program Kursus Kewirausahaan Desa


Dokumen yang terkait

Peran Pendampingan Bidan Desa terhadap Keberhasilan Program Pengembangan Desa Siaga di Kecamatan Langsa Kota Tahun 2014

3 149 114

Persepsi Masyarakat Tentang Pengobatan Tradisional Di Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004

0 27 124

Efektivitas Program Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera di Desa Hutanamale Kecamaytan Tambangan Kabupaten Mandailing Natal

0 71 93

Persepsi Masyarakat Terhadap Pemakaian Gigitiruan Di Desa Ujung Rambung Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Februari 2010

3 35 78

Masyarakat Transmigran Jawa Di Desa Hitam Ulu I, Kabupaten Sarolangun Bangko, Jambi (1981-1990)

2 76 71

Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )

2 50 64

ANALISIS PROGRAM PNPM TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI DESA KRAKITAN Analisis Program Pnpm Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Di Desa Krakitan Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten.

0 1 9

ANALISIS PROGRAM PNPM TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI DESA KRAKITAN Analisis Program Pnpm Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Di Desa Krakitan Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten.

0 2 15

“TRADISI ZIARAH MAKAM SEBAGAI PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT DI DESA GIRILAYU” (STUDI KASUS MAKAM PANGERAN SAMBERNYOWO DI ASTANA MANGADEG DESA GIRILAYU KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR).

0 0 15

TRADISI ZIARAH MAKAM SEBAGAI PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT DI DESA GIRILAYU (STUDI KASUS MAKAM PANGERAN SAMBERNYOWO DI ASTANA MENGADEG DESA GIRILAYU KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR).

0 0 13