BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Realitas kehidupan sehari-hari, kejahatan dan eksploitasi seksual pada anak sering terjadi. Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban.
Anak yang menjadi korban seringkali masih diabaikan atau bahkan disudutkan oleh berbagai pihak. Perangkat hukum dalam menanggani masalah eksploitasi seksual
memang sangat minim. Anak yang mengalami korban eksploitasi tersebut sudah diupayakan adanya pendekatan terhadap anak dan orang tua harus mampu
menemukan jalan keluarnya Shalahudin, dan Prasetio, 2000 : 16. Eksploitasi seks komersial sering digunakan untuk merujuk pada prostitusi
anak dan pornografi anak. Meskipun demikian, anak jelas memiliki hak untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi seksual, apakah komersial atau tidak.
Eksploitasi yang dialami oleh murid dengan gurunya misalnya memberikann nilai bagus untuk mendapatkan pelayanan seksual, melanggar hak-hak korban, lepas dari
apakah ada “dimensi komersial” atau tidak. Sexual abuse yang sistematis terhadap penduduk sipil di masa konflik atau penindasan juga merupakan kejahatan terhadap
kemanusian, lepas dari apakan korbanya anak-anak atau orang dewasa Riyanto, 2006: 59.
Anak mempunyai hak untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan yang terbaik untuknya. Hak anak untuk di dengar atau penghargaan atas pendapat
anak merupakan hal yang penting agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara maksimal. Dengan kata lain, tidak mungkin tercapai suatu keputusan yang terbaik
bagi anak maupun tidak mungkin tumbuh dan kembang anak maksimal jika pendapat
Universitas Sumatera Utara
anak tidak didengar dan pendapatnya tidak dihargai dalam pengambilan keputusan bagi dirinya Save The Children, 2010: 30.
Di Sumatera Utara sendiri, kasus Eksploitasi seksual terhadap anak semakin hari makin besar porsi kejadiannya dan yang paling menonjol pada permasalahan
perdagangan anak untuk kepentingan pelacuran. PKPA mencatat data koban pada tahun 2011 kasus trafficking untuk ekspolitasi seksual anak tercatat sebanyak 16
kasus, dan jumlah itu mengalami peningkatan yang sangat besar pada tahun 2012 menjadi 34 kasus. Pada pemetaan 2013, PKPA juga menemukan 22 anak yang
menjadi korban prostitusi, yakni 7 anak diantaranya berstatus sekolah dan sebagiannya putus sekolah ketika menjadi prostitusi anak Sumber:
http:www.analisadaily.commobilepagesnews57600korban-prostitusi-anak- meningkat-tiap-tahun, Diakses pada tanggal 11 November 2013, Pada Pukul 13.43
WIB. Masalah ekspoitasi seksual terhadap anak menjadi masalah yang sangat serius
untuk dieliminasi. Muhammad Farid 2000 mengatakan ada tiga yang mencolok untuk ekspoitasi seksual yaitu pemerkosaan terhadap anak, anak yang dilacurkan dan
perdagangan anak untuk dilacurkan dan perdagangan anak untuk kepentingan pornografi dan seksual. Namun data-data mengenai ketiga kasus tersebut sulit
didapat karena belum adanya data yang di dapat dalam data statistik, untuk itu yang dijadikan pedoman adalah data media massa. Kasus pemerkosaan menurut KPAID,
di Sumatera Utara sepanjang 2012 ada 52 kasus pemerkosaan naik hingga 27 dibandingkan tahun 2011 Sumber:
http:www.metrotvnews.com metronewsread201301076120775KPAI-Kasus-Kekerasan-Seksual-terhadap-
Anak-Meningkat, di akses pada tanggal 11 November 2013 pukul 14.16 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Data yang di himpun oleh Yayasan Pusaka Indonesia dari 5 Lima media cetak lokal terlihat bahwa sepanjang tahun 2006 hingga 2008 tercatat 283 kasus
perdagangan orang, dimana korban eksploitasi seksual tercatat sebanyak 128 orang. Bila dilihat dari asal korban dari ekspolitasi seksual terhadap anak, Medan adalah
salah satu kota yang paling banyak memasok korban. Data tersebut juga tidak jauh berbeda dengan data yang dikeluarkan oleh International Organization Of Migration
IOM bahwa terdapat 3.339 kasus trafikking di Indonesia, sedangkan untuk kasus eksploitasi seksual terdapat 512 kasus atau sekitar 15,53 Ikhsan, Elisabeth,
Susanti, Marjoko, Khairul, Syahputra: 2010 Data yang dilansir pada tahun 2011 yang berhasil dimonitoring oleh Yayasan
Pusaka Indonesia, Usia anak Ekspoitasi seksual kategori antara 2-18 tahun. Dalam data Yayasan Pusaka Indonesia juga dapat dilihat bahwa ekspoitasi seksual dalam
kasus pelacuran anak paling banyak pada kategori 15-18 tahun dan disusul dengan kategori usia 6-8 tahun. Sedangkan pada kasus pornografi terjadi pada usia 8-15
tahun. Sedangkan pada kasus KDRT, Pernikahan dini, pedofilia dan trafficking dalam kata lain lebih erat pada setiap usia Sumber:http:journal.unair.ac.id
filterPDFganguan20Sters20pasca20Trauma20pada20Korban.pdf. diakses pada tanggal 3 Oktober 2013, Pukul 12.30 WIB.
Masalah perlindungan terhadap anak muncul, ketika masalah anak masih ada dan terus di perbincangkan oleh publik. Dalam pendidikan, pelecehan seksual dan
eksploitasi seksual dan kekerasan dapat menjadi faktor tersembunyi pada tingkat retensi di kelas yang rendah. Dalam kesehatan, kekerasan dapat terjadi pada cedera-
cedera yang tidak dijelaskan oleh pelayanan kesehatan, atau bahkan penyebab dari kecacatan pada waktu jangka panjang. Keterkaitan ini, telah banyak diakui oleh
Committee On The Rights Of The Child Riyanto, 2006 : 8.
Universitas Sumatera Utara
Perawatan dan perlindungan yang memadai bagi anak korban ekspolitasi seksual dapat diberikan dalam suatu lingkungan yang mengedepankan dan
melindungi hak semua anak korban eksploitasi seksual. Khususnya hak untuk tidak dipisahkan dari orang tua, dan dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan hak atas
jaminan sosial, hak atas pendidikan dan bersenang-senang dan hak atas perlindungan dari segala bentuk eksploitasi baik secara ekonomi maupun seksual. Adanya hak-hak
anak atas perlindungan dari kekerasan, abuse dan eksploitasi secara jelas digariskan dalam hukum internasional, standar hukum badan-badan regional dan hukum
domestik dari sebagian besar negara, hal ini mencerminkan suatu konsensus dasar kemanusiaan bahwa sebuah dunia yang sesuai bagi anak adanya perlindungan
untuknya Riyanto, 2006 : 8. Keluarga menjadi faktor tunggal dan terpenting dalam menentukan apakah
seorang anak dilindungi atau tidak. Meskipun demikian, karena begitu sentralnya keluarga dalam kehidupan anak, keluarga sering kali juga menjadi sumber kekerasan,
perlakuan yang tidak patut, diskriminasi dan eksploitasi. Orang tua mempunyai Tanggung jawab untuk membesarkan anak. Ketika orang tua tidak mampu memikul
tanggung jawab, Negara memiliki tanggung jawab untuk membantu mereka. Adanya pasal 19 merujuk pada tanggung jawab Negara untuk melindungi anak dari
segala bentuk kekerasaan fisik dan mental, cedera atau perlakuan salah, pengabaian atau perlakuan menelantarkan, perlakuan yang tidak sepatutnya atau eksploitasi,
termasuk peyalahgunaan seksual, ketika dalam perawatan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang merawat anak tersebut Riyanto, 2006 : 9.
Beberapa Negara, dimana pemerintah mempunyai tugas untuk membantu masyarakat madani, komunitas dan anak-anak sendiri dalam hal pencegahan dan
merespon kekerasan, abuse, dan ekspoitasi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Sangat jelas bahwa respon terhadap perlindungan anak haruslah bersifat holistik, diketahui oleh semua pihak di semua tataran agar menghormati hak-hak
perlindungan anak dan menerapkannya ke semua anak di segala keadaan tanpa adanya diskriminasi. Meraih suatu dunia dimana perlindungan hak-hak anak secara
rutin dihormati membutuhkan suatu jaminan bahwa anak tumbuh disuatu lingkungan yang protektif, dimana setiap elemen lingkungan memberikan andil dalam
perlindungan mereka dimana semua pelaku memainkan peranannya masing-masing Riyanto, 2006 : 11.
Elemen lingkungan yang protektif dan akan saling tumpang tindih dalam hal perlindungan terhadap anak. Misalnya komitmen pemerintah mungkin mengatur
apakah pelayanan bagi korban tindakan penyalahgunaan disediakan, atau apakah investasi dibuat dalam mekanisme pemantau. Media juga mempunyai peran yang
sangat penting. Ada sejumlah cara untuk membangun atau mengembangkan suatu lingkungan yang protektif bagi anak-anak. Hal ini mencakup:
a. Berbagai upaya untuk menjawab secara cermat dan mengikis dampak
kemiskinan ekonomi dan kemiskinan sosial. b.
Adanya prakarsa dialog dimana di semua tingkatan dari pemerintah ke bawah, komunitas, keluarga dan anak-anak itu sendiri.
c. Penggunaan mekanisme hak-hak azasi manusia internasional. Hal ini juga
bias mencakup upaya mendorong agenda mengenai perlindungan di tingkahat pertemuan regional.
d. Mencari perubahan perilaku masyarakat, menetang sikap dan tradisi yang
dapat memperparah abuse terhadap perlindungan anak, memberikan dukungan merka yang protektif yang bekerjasama dengan media.
Universitas Sumatera Utara
e. Memperkuat kapasitas untuk mengukur dan menganalisa masalah-masalah
perlindungan tanpa mengetahui apa yang terjadi, pemerintah dan pihak lain yang terlibat akan terugikan ketika merespon masalah-masalah perlindungan.
f. Menjamin akses terhadap pelayanan bagi pemulihan dan reintegrasi bagi
anak-anak yang telah mengalami abuse. g.
Mendorong partisipasi dan memperkuat ketahanan anak-anak itu sendiri Riyanto, 2006 :13.
Kompleksnya persoalan eksploitasi terhadap anak ini juga telah menimbulkan perhatian untuk segera mengakhirinya. Berbagai lembaga mulai terbentuk untuk
mencoba mencari penyelesaian yang konkrit terhadap persoalan eksploitasi anak ini. Lembaga yang terbentuk memiliki pendekatan dan strategi yang berbeda dalam
menangani masalah anak di Indonesia khusunya di Sumatera Utara Ikhsan, Zuuska, Fikarwin, Maya, Timo, 2001: 19.
Penolakan terhadap paradigma feodalistik pola majikan buruh yang hendak dilanggengkan terus dalam pengorganisasian sebuah NGO advokasi tersebut menjadi
dasar pertama munculnya bagi Yayasan Pusaka Indonesia. Nama tersebut dipilih secara demokratis dan dibungkus dengan sebuah makna bahwa aktivis-aktivis yang
membentuknya memiliki sebuah pusaka atau warisan semangat luhur untuk membesarkan diri dari semua bentuk penindasan yang ada. Bahwa aktivis-aktivis
sosial tersebut ingin terus memilihara komitmenya unruk secara bersama-sama berjuang bahu membahu mengurai beban penderitaan dan sekaligus meningkatkan
kepercayaan masyakat dalam isu strategis dalam hal perlindungan terhadap anak dan masyarakat pencari keadilan Laporan Tahunan Yayasan Pusaka Indonesia Periode
Tahun 2001-2003.
Universitas Sumatera Utara
Analisis eksternal menghasilkan beberapa masalah penting anak untuk ditangani Pusaka Indonesia yaitu:
a. Peradilan yang belum ramah anak.
b. Ketidaksiapsiagaan masyarakat, pemerintah dalam menghadapi bencana.
c. Tidak memadainya fasilitas “Rumah Aman” untuk anak korban bencana.
d. Masih lemahnya pemahaman aparat hukum dan masyarakat tentang
penanganan anak korban kekerasan. e.
Hak anak atas lilngkungan yang sehat. Fokus tersebut terkaitt kampaye pelarangan iklan rokok komunitas anak muda SKEPO : 2008.
Lembaga Swadaya Mayarakat merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang memberikan kepedulian terhadap pembangunan baik di tingkat nasional, kawasan
internasional maupun pada tingkat lokal. LSM merupakan mitra pemerintah yang kegiatannya dapat bergerak dalam bidang keagamaan, politik, ekonomi, sosial
budaya dan yang lain. LSM dan kelompok masyarakat yang peduli secara individu memang memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam penangan masalah pada
anak. Harus kita akui bahwa LSM memang sudah senantiasa berjuang mulai dari sejak dahulu dan senantiasa terus berjuang dalam penegakan HAM, fenomena LSM
memang pada awalnya dipandang negatif olehh pemerintah yang dianggap mencampuri secara usil kebijakan-kebijakan pemerintah serta senantiasa nelakukan
kritik tanpa solusi
Sumber: http:repository.usu.ac.idbitstream
12345678912071109E02100.pdf. diakses pada tanggal 21 Oktober 2013, pukul 17.43 WIB.
Di Sumatera Utara, Organisasi Non Pemerintah NGO yang menangani isu anak, berkembang dengan pesat. NGO yang khusus menangani kasus eksploitasi
Universitas Sumatera Utara
seksual terhadap anak yang disebut KAESKA. Kemudian di tahun 2001 akibat dilanda konflik internal maka sebagian besar “awak kapal” lembaga tersebut keluar
dan mendirikan Pusaka Indonesia. NGO-NGO ini menerapkan strategi pendekatan yang berbeda, sangat tergantung dari gaya dan karakteristik pemimpinya. Dan dapat
dikatakan tidak ada koordinasi antara satu NGO dengan NGO lain, kesanya mereka bergerak sendiri-sendiri sesuai dengan irama musik yang dilantunkan Ikhsan,
Ikhsan, Zuuska, Fikarwin, Maya, Timo, 2001: 21. Misi yang diemban Yayasan Pusaka Indonesia, memberikan bantuan hukum di
dalam dan di luar pengadilan terhadap anak-anak., khususnya nank-anak yang membutuhkan perlindungan khususchildren in need special protection dan
masyarakat pencari keadilan justiabelen, merancang konsep tanding legal drafting counter draf dan judicial revieuw dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di
bidang anak dan peradilan yang independen independent judicial, melakukan upaya mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan kebijakan lobi, negoisasi, kolaborasi
dan lainnya dalam perlindungan anak dan justiabelen, mempengaruhi pendapatan umum kampaye, siaran pers, jajak pendapat, riset dan lainnya untuk mempengaruhi
perubahan kebijakan perlindungan perlindungan anak dan justiabelen. Selain itu, Pusaka Indonesia juga melancarkan tekanan dengan proses pengorganisasian
masyarakat pendidikan politik dalam mempercepat perubahan kebijakan di bidang anak dan justiabelen Sabah, 2008: 28.
Selama delapan tahun Yayasan Pusaka Indonesia bekerja untuk mendorong terciptanya kondisi yang lebih nyaman buat anak dan perempuan, Pusaka Indonesia
telah mencapai tahap perkembangan organisasi yang mungkin sebelumnya tak terbayangkan oleh para mandiri. Dalam masa empat tahun pertama, Pusaka
Indonesia telah menorehkan kesan dimata publik sebagai institusi bantuan hukum
Universitas Sumatera Utara
untuk anak dan perempuan. Ini tak lepas dari peran Pusaka Indonesia yang banyak membantu dan menyediakan diri untuk isu bantuan hukum anak jalanan, anak yang
berkonflik dengan hukum, dan anak korban kekerasan sexual. Pusaka Indonesia juga aktif mendorong kelahiran regulasi di tingkat lokal maupun isu pekerja anak dan
perdagangan manusia SKEPO, 2008: 1. Berangkat dari isu-isu anak, khususnya pada isu eksploitasi seksual pada anak
dan bersamaaan dengan misi yang telah diemban oleh Yayasan Pusaka Indonesia, dengan ini peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Bagaimana
Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi
Sumatera Utara.
1.2 Perumusan Masalah