NB merupakan anak yang cepat tanggap dalam menghadapi sesuatu. Dia mampu untuk mengambil keputusan yang tepat untuk kebaikan dirinya sendiri. Dari
observasi yang dilakukan, Peneliti melihat bahwa NB tidak sedikitpun mengalami trauma. Pendamping NB juga menjelaskan bahwa NB tidak takut kalau ia melihat
laki-laki. Dia dapat menyesuaikan dengan orang-orang yang ia temui. Orang tua NB menambahkan bahwa, ketika ia kembali kerumah. NB kelihatan
semakin rajin. Dan ia mau untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang dahulunya ia susah sekali kalau di suruh untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Di dalam rumah,
NB sering menulis. Berikut penuturan ibu NB:
“Ku tengok makin rajin kali sekarang NB itu. Suka kali sekarang dia beres-beres rumah, masak, nyuci baju. Pokoknya semualah dikerjainya. Kalau ada sedikit aja yang kotor
atau berantakan langsung dibereskannyalah itu. Kadang-kadang NB makin cerewet ibu liat, karena kalau apakan orang ibu masi suka sembarangan ngeletak-ngeletakam barang. Terus
kalau nonton gitu, bukannya nonton Tv na dia, nulis aja kerjaannya. Kadang ibu intip gitu dia nulis apa, tapi langsung di tutupinya. Terkadang kalau dia mandi, baru ibu buka bukunya.
Barulah ibu liat dia nulis apa. Bangga kali ibu sama dia, ternyata dia mau jadi Dokter. Mudah-mudahanlah cita-cita NB tercapai”.
Pendamping juga menjelaskan kepada penulis, bahwa selama NB kembali kerumahnya. Motivasi untuk rencana masa depannya telah ia rencanakan sedemikian
matangnya. Sehingga ia merasa mampu untuk mencapai cita-citanya. Menurut pendamping, NB sering bercerita dan ia suka sekali meminta pendapat dari
pendamping hal apa yang mesti ia lakukan. Sebagai seorang pendamping, maka ia harus mampu untuk mewujudkan keinginan dari korban.
3. Menyusun Proses Reintegrasi
Proses reintegrasi atau pemulangan korban harus dilakukan secara sukarela dan penuh kesadaran dari korban. Oleh karena itu, pada saat penyusunan rencana proses
pemulangan. Sebagai seorang pendamping seharusnya memperhatikan kondisi
Universitas Sumatera Utara
korban dan menanyakan kepada korban apakah ia mau untuk kembali dan apakah orang tuanya juga harus diberitahukan mengenai kasus yang tengah di hadapainya.
Pendamping harus mampu menguasai situasi dan kondisi korban. Saat rencana pemulangan NB ke daerah asalnya ia menyatakan bahwa ia secara sadar ingin
kembali ke rumah orang tuanya. Ibu SA menceritakan kepada peneliti
“Kami memang dikasi taukan dek sama pendamping NB kalu NB mau pulang ke rumah. Kami senang dia
pulang. Tapi kami ya sedih juga dengar kabar kalau di jadi korban eksploitasi. Sebagai orang tuanya, ibu gk bisa berbuat apa-apa lagi. Mungkin memang uda kayak gitula jalan hidupnya.
Jadi ibu tanyak sama EP, ada kau di paksa-paksa sama pendamping mu kalau kau harus pulang? NB bilang sama ibu, kalau dia yang memang mau pulang sendiri ke rumah. Kangen
katanya NB sama ibu”.
Proses pemulangan yang dilakukan oleh pendamping dan pihak yang terlibat membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena menunggu proses hukum sampai
selesai. NB menuturkan bahwa ia cukup lama juga untuk pulang ke rumahnya. “Ada kira-kira 1 bulan setengahlah kak proses pemulangan ku itu. Soalnya kata
pendamping ku, mesti semua pihak di terlibatkan. Terus ada juga kendala sama dana kak. Bersyukur kali aku kak, mereka peduli sama aku”.
4. Monitoring
Proses pemulangan korban ke daerah asal saja tidak cukup. Korban membutuhkan pendampingan sampai korban bisa berinteraksi dengan baik ke
masyarakat. Sebagai orang pendamping, tugas yang harus dilakukan yaitu tetap memonitoring korban di daerah asalnya. Sesuai pengakuan NB “selama aku di rumah
kak, pendamping ku itu selalu sama aku kak. Kemana pun aku pergi selalu diikutinya. Kalau aku ketemu sama orang di kampung, pendamping ku selalu suruh
aku menyapa-yapa orang disitu kak”. NB menuturkan kepada peneliti bahwa NB selalu memiliki komunikasi yang
intensif dengan pendampingnya. Setiap hari kami selalu sama kak, kadang-kadang
Universitas Sumatera Utara
aku sering nanyak sama abang itu, aku harus kek mana bersikap dan bertindak. Kadang-kadang aku masih malu dan takut kalau keluar rumah dan bertemu dengan
tetangga ku. Mangkanya itu kak aku sama pendamping ku itu sering kali kami berbicara mengenai sikap dari tetanggaku”.
Saat ditanyakan kepadanya mengenai kenyamanan NB berada di tengah-tengah masyarakat, NB menurutkan bahwa ia sebenarnya merasa nyaman, tetapi terkadang
tetangganya selalu membicarakan dan sering bertanya mengenai kejadian yang terjadi padanya. Sehingga NB terkadang merasa tidak nyaman dan merasa terusik
dengan pertanyaan-pertanyaan dari tetangganya. Jadi, peneliti dapat menyimpulkan bahwa, seorang anak yag telah menjadi korban eksploitasi seksual tidak harus di
Tanya-tanya mengenai kasus yang telah terjadi padanya. Dan sebagai seorang pendamping, memang sudah seharusnya memberikan pelayanan yang terbaik untuk
korban NB.
5.2 Informan II
Nama : KR
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 14 Tahun
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Anak Ke : 7
Jumlah Saudara Kandung : 8 Orang Pelaku
: WD
Universitas Sumatera Utara
5.2.1 Upaya Litigasi 1. Pendampingan Korban di Kepolisian
Proses pendampingan KR saat penyelidikan dikepolisian berbeda dengan NB. KR mendapatka pendampingan dari Yayasan Pusaka Indonesia karena adanya
rujukan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Hal tersebut sesuai dengan penuturan pendamping dari Yayasan Pusaka Indonesia “Saat itu, KR dan Bapak JM telah
melapor ke pihak yang berwajib. Dari pihak kepolisian kemudian merujuk YPI untuk mendampinginya. Dengan tangan terbuka, kami menerima KR dengan orang tuanya
untuk menjadi klien kami. Kami tidak pernah menolak suatu kasus jika kasus tersebut berhubungan dengan isu anak. Kami akan melindungi anak. Kami juga tidak
pandang bulu jika melakukan pendampingan”. KR adalah Informan kedua dalam penelitian ini. KR adalah seorang anak
perempuan berusia 14 tahun yang memiliki wajah oriental dan manis, rambutnya lurus dan panjang selalu ia biarkan tergurai saat ia menjalani aktivitasnya. Kulitnya
yang berwarna putih membuatnya semakin terlihat cantik dibandingkan teman- temannya yang lain. KR adalah seorang anak perempuan yang memiliki sifat periang
dan memiliki rasa humoris yang tinggi. KR adalah anak ke tujuh dari delapan saudaranya, hal tersebut yang membuatnya selalu ingin di manja walaupun ia
bersama dengan teman-temannya. KR menjadi korban eksploitasi seksual terjadi pada saat ia dijebak oleh teman
sepermainannya sendiri. Pada saat itu KR hanya ingin mencari tambahan uang jajan saja. Pada saat itu KR meminta pekerjaan kepada WD. WD adalah teman satu
kelasnya. KR selalu memperhatikan WD selalu memiliki barang-barang baru dan ia selalu kelihatan bahagia dengan kehidupannya. Karena hal tersebutlah KR meminta
pekerjaan dengan WD. Berikut penuturan KR:
Universitas Sumatera Utara
“Si WD itu kak, kalau disekolah mewah kali aku lihat. Tiap minggu ganti tas dan sepatu. Kalau aku lihat kondisi keuangan keluarganya kayaknya samanya kayak orang tua ku
kak. Tapi kok bisa dia ganti-ganti tas sama sepatu tiap minggu? Jadi ku tanyalah sama dia. JS kau kerja atau memang dikasi sama mamak mu untuk beli-beli tas sama sepatu mu itu.
Terus JS bilang kak, manalah mungkin mamak aku mau ngasi uang banyak-banyak sama aku. Aku kerjanya, mangkanya bisa aku beli ini semua. Kenapa rupanya? Mau kau kerja
kayak aku? Aku jawab aja kak, ya mau lah. Biar bisa aku beli barang-barang baru juga kayak kau”.
Sesuai dengan penuturan Bapak KR bahwa KR memang sering minta uang untuk beli tas sama sepatu sekolah, tetapi karena saat itu kondisi keuangan
keluarganya tidak stabil, maka Bapak KR menunda permintaan dari KR. Baru beberapa minggulah itu seingat Bapak KR minta uang terus sama Bapak, tapi gak
Bapak kasih. Eh.. rupanya Bapak liat di rak sepatunya uda ada sepatu baru dan tas baru.
Awalnya KR tidak menyangka jika ia akan di jual atau di eksploitasi secara seksual dengan temannya sendiri. KR hanya dikasi uang muka sebesar Rp 100.000
dan dia harus mau utnuk bekerja apa yang diberikan oleh WD. Ketika KR diajak oleh WD untuk pergi dan WD melarang KR untuk berpamitan dengan orang tuanya, KR
merasa bersalah dan takut. KR berpikiran, pekerjaan apa yang akan di berikan oleh JS. Setelah KR mengetahui ia telah dijual oleh temannya sendiri dan KR telah
memakai uang muka dari pekerjaan terhina itu. Maka dengan terpaksa KR tetap harus melayani nafsu bejat dari BG. Penuturan KR:
“Nyesal kali aku kemaren ikut sama teman aku itu kak, masa dijebaknya aku. Disurunya aku melayani om-om yang uda tua kali. Gemuk pulak om itu kak, aku takut kali
waktu di dalam kamar itu kak. Nangis aku, tapi om itu bilang sama aku kalau aku gk boleh nangis dan harus melayani dia karena uangnya uda aku pakek. Nyesal kali aku makek uang
itu kak. Kalau aku sabar nunggu Bapak yang ngasi duit sama aku. Mungkin kejadiannya gak kayak gini kak”.
Visum Et Repertum adalah hal yang sangat penting lakukan agar pendamping dapat mengetahui kondisi kesehatan korban. KR harus di di periksa di Rumah sakit
Universitas Sumatera Utara
agar segala penyakit yang ada di dalam tubuhnya dapat terdeteksi secara dini. KR mengaku kepada pneliti bahwa ia di bawa oleh pendampingnya untuk melakukan
Visum di Rumah sakit. Ia mengaku juga bahwa ia sedikit takut ketika di Visum. Sesuai penuturan KR:
“Aku di bawa juga kak ke Rumah Sakit. Di Rumah Sakit, aku di periksa sama dokter. Darah ku di ambil kak. Takut kali aku waktu darah ku di ambil itu kak. Karna aku
takut di suntik. Kata dokternya ini untuk memeriksa, apakah ada penyakit ku yang serius atau enggak. 1 jam setengah juga aku di periksa kak. Gak tau aku thah apa-apa aja yang di
buat dokter sama aku. Aku ikut ajalah. Soalnya aku berpikir. Demi kesehatan ku juga. Mangkanya aku nurut-nurut aja”.
Peneliti melihat, bahwa pendamping memberikan pelayanan dan fasilitas yang baik untuk KR. Sebagai seorang pendamping memang sangat dibutuhkan jiwa
kepedulian sosial yang tinggi. Adanya suatu kewajiban yang harus benar-benar dijalankan oleh pendamping agar anak korban yang dalam penelitian ini adalah si
KR dapat merasa lebih nyaman ketika proses penyelidikan di kepolisian. Hal tersebut bertujuan agar, semua laporan yang di tulis kepolisian sesuai dengan fakta
yang AT alami.
2. Pendampingan Saat di Pengadilan
KR merasa bahwa ia sudah nyaman dengan pendamping dari Yayasan Pusaka Indonesia. Karena pada saat proses pemeriksaan di kepolisian pendampingnya selalu
menemani KR. Hal tersebut sesuai dengan penuturan Bapak KR yang mengatakan jika KR sangat semangat ketika pendamping mengajaknya untuk sidang di
pengadilan. “Bapak heran juga liat KR, semangat kali dia untuk ke pengadilan. Bapak kira dia takut yang kayak di kantor polisi itu. Tapi ini enggak. Uda gak sabar
lagi dia untuk datang kepengadilan bersama-sama pendampingnya. Pendampingnya itu pun baik kali bapak tengok. Dia sama sekali gak membeda-bedakan kami. Tulus
Universitas Sumatera Utara
kali pendampingnya KR itu. Kami di jemput di rumah untuk sama-sama berangkat kepengadilannya.
Seorang pendamping harus menjelaskan mengenai prosesi persidangan yang akan di jalani. Misalnya, pendamping harus memberikan penjelasan mengenai
tempat duduk Hakim, Jaksa, Terdakwa dan Saksi. Mengenai proses awal persidangan, mulai dari pembacaan dakwaan, pembacaan eksepsi dari Penasehat
Hukum Terdakwa, Putusan sela dan Pemeriksaan Saksi. Dan pendamping juga harus sedikit bertanya kepada korban mengenai kasus yang di alaminya. Hal tersebut
bertujuan untuk mengingatkan kembali mengenai kasus dan keterangan yang telah mereka sampaikan di kepolisian. KR sedikit memberikan informasi kepada peneliti
mengenai hal tersebut. Berikut penuturan KR:
“Di pengadilan itu, aku di kasi tau sama abang itu tempat duduknya Hakim, Jaksa, pokoknya yang ada di situ aku di kasi taukannya kak. Nama Hakimnya aku juga di kasi
taukannya. Cuma lupa aku nama Hakimnya. Abis itu, saksi juga di Tanya-tanyai sama pendamping ku itu. Biar ingat dia katanya. Aku juga kadang-kadang di tanyainnya. Di bilang
sama pendamping ku kak. Kalau aku gak boleh gemetaran kalau di Tanya sama Hakim. Biar percaya katanya Hakim itu sama keterangan ku. Cuma kadnag-kadang aku agak terbatah-
batah gitu kak ngjawabnya. Terus ku tengok pendamping ku. Dia senyum sama aku. Dan aku jadi tenang lagi”.
Peneliti menanyakan kepada KR, mengenai bagaimana prosesi sidang yang ia hadapi. Kemudian KR menjelaskan kepada peneliti, bahwa ketika menjalani
persidangan itu. Semuanya baik-baik saja. Sesuai dengan keinginannya. Pelaku dapat di jerat pasal yang berat. Saksi juga sangat kooperatif untuk terus membela KR saat
di persidangan. KR memberikan keterangan kepada peneliti jika KR dan Bapaknya akan terus menghadiri prosesi sidang selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
5.2.2 Upaya Non Litigasi
1. Rehabilitasi Fisik
Upaya Rehabilitasi secara Fisik ini dapat dilakukan oleh aparat pemerintahan maupun dari NGO. Biasanya, Yayasan Pusaka Indonesia berkerja sama dengan
Rumah Sakit yang berada di Kota Medan untuk memeriksakan setiap korban yang menjadi klien di Yayasan Pusaka Indonesia. Misalnya Rumah Sakit Bhayangkara
dan Rumah Sakit Pirngadi. Pendamping mengatakan kepada peneliti, bahwa mereka sudah cukup lama bekerjasama dengan Rumah Sakit tersebut. Pendamping Yayasan
Pusaka Indonesia sering merujuk korban yang mengalami tindakan kekerasan seksual ke Rumah Sakit tersebut. Dengan kata lain,terjalinlah kerjasama antara
pemerintah dengan LSM. KR menyatakan bahwa ia pernah mendapatkan upaya Rehabilitasi secara
fisik dari pemerintah dan non pemerintah. KR mendapatkan penanganan yang baik dari upaya rehabilitasi tersebut. KR menambahkan bahwa, KR mendapatkan terapi
fisik untuk kesembuhannya. Kemudian KR mengaku kepada peneliti jika ia juga pernah di rawat inap selama 1 malam di Rumah Sakit Bhayangkara. Di Rumah Sakit
tersebut KR mengaku kepada peneliti jika ia menghabiskan 2 botol cairan infus, di suntik dan di beri obat serta vitamin untuk meningkatkan staminanya.
Bapak KR menjelaskan bahwa selama KR berada di Rumah Sakit Ia dan Istrinya selalu menemaninya sampai KR pulang ke Rumahnya. Bapak KR juga
menambahkan saat di Rumah Sakit pendamping tidak menemani KR karena Ia berhalangan untuk mendampingi selama KR di Rumah Sakit. Hal tersebut juga di
benarkan oleh pendamping kepada peneliti”iya ayu, saya memang tidak menemani KR waktu di Rumah Sakit. Soalnya keluarga saya ada yang sakit. Jadi saya tidak bisa
menemani KR. Kasihan juga dia gak saya temani”.
Universitas Sumatera Utara
Peneliti melihat kondisi fisik KR terlihat sehat sekarang. Hal itu terlihat saat KR asik bermain dengan teman-temannya. KR berjalan dengan normal, berlari-
larian, dan melompat-lompat. Terlihat jauh perbedaan ketika KR masih mengalami kejadian itu. Menurut penuturan Bapak KR:
“Sekarang sudah mendingan si KR ini dek. Masih bisa dia jalan, main-main, lompat- lompat. Kalau dulu, jalan pun agak susah dia. Semenjak dia opname di Rumah Sakit
Bhayangkara itu lah, uda agak segar badannya bapak liat. Kasihan saya lihat KR. Sakit hati bapak kalau ingat kejadian itu”.
Berdasarkan dari observasi yang dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa rehabilitasi secara fisik untuk KR berdampak positif untuk kesehatannya.
Dengan adanya Rahabilitasi fisik yang dilakukan oleh Pemerintah, maka KR mampu untuk menjalani kehidupannya tanpa harus menderita sakit.
2. Rehabilitasi Psikologis