BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak 2.1.1 Definisi Anak
Anak dalam visi Konvensi Hak Anak PBB merupakan sebagai suatu subjek, anak yang diposisikan sebagai manusia dan anak diakui sebagai mahluk otonom dan
merdeka. Terdapat berbagai definisi mengenai anak. Bagaimanapun juga, anak-anak adalah sesosok mahluk yang harus tetap dihormati, dilindungi dan dapat ditumbuh
kembangkan karena mereka merupakan amanat Tuhan yang Maha Esa. Sedangkan menurut UU Republik Indonesia No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kemudian dalam Konvensi Hak Anak Pasal 1 menyatakan bahwa
setiap orang yang berusia dibawah umur 18 tahun, kecuali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Save The
Childern, 2010: 19. Konvensi Hak-Hak Anak menyatakan bahwa ”seorang anak adalah setiap anak
yang berusia di bawah 18 tahun kecuali di bawah undang-undang yang berlaku bagi anak, usia dewasa dicapai lebih awal. Lepas dari pasal 1 tersebut, memperbolehkan
usia dewasa yang lebih rendah, ada beberapa hal dalam Konvensi yang terus berlaku bagi anak 18 tahun, tanpa memandang usia dewasa Save The Children, 2010: 18.
2.1.2 Hak-Hak Anak Sebagai Korban
Hak Anak pada dasarnya adalah hak azasi manusia. Dalam Konvensi Hak Anak memuat dua pasal mengenai hak-hak anak sebagai korban. Pasal 39 menjelaskan
Universitas Sumatera Utara
hak-hak anak korban, khususnya korban pelanggaran serius. Pasal ini menetapkan: Negara-negara anggota harus mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu
untuk mendorong pemulihan fisik dan psikologi dan integrasi sosial anak korban dari: segala bentuk pengabaian, eksploitasi atau abuse, penyiksaan atau bentuk-
bentuk lain kekejaman, perlakuan yang tidak berprikemanusiaan dan menistakan atau konflik bersenjata. Pemulihan dan reintegrasi hendaknya terjadi di lingkungan yang
menunjang kesehatan, harga diri dan martabat anak. Ada beberapa instrumen hukum lainnya yang mengandung hak-hak anak sebagai korban disampaikan lebih rinci
sebagai berikut, yaitu: a.
Hak Atas Kerahasiaan Hak korban atas kerahasian untuk melindungi privasi, kehormatan dan
reputasi mereka, mungkin terpengaruh dengan dua cara berikut, yang pertama, media mungkin menerbitkan atau menyiarkan gambar, nama atau
informasi mengenai korban yang memungkinkan masyarakat dapat mengidentifikasi korban. Kedua, korban dapat diberi stigma oleh masyarakat,
lepas dari apakah insiden atau kejadian itu telah diinput media atau tidak. Ini umum terjadi, khususnya pada anak yang menjadi korban eksploitasi dan
kekerasan seksual dalam masyarakat dimana norma-norma sosialnya kuat menentang hubungan di luar pernikahan.
b. Hak Atas Perlakuan Yang Berprikemanusiaan Selama Proses Persidangan
Hanya sebagian kecil dari korban kekerasan dan abuse yang mencari bantuan. Salah satu alasan yang utama mereka tidak datang melapor adalah adanya
rasa takut atau rasa ketakutan yang mendalam akan perlakuan yang “tidak peka” dari instansi penegak hukum, penyelidikan medis dan sosial begitu
juga pada saat dipengadilan.
Universitas Sumatera Utara
c. Hak Atas Repatriasi Dan Reintegrasi Sosial
Kebutuhan rehabilitasi dari anak-anak yang diperdagangkan sering rumit dan berjangka panjang. Anak yang dikembalikan itu mungkin memerlukan
dukungan medis dan psikososial jangka panjang dan untuk diintegrasikan ke dalam sekolah atau kehiduan kerja serta ke keluarga dan komunitasnya.
Mereka mungkin memerlukan dukungan material dan finansial, setidaknya untuk menghindari agar tidak diperdagangkan lagi. Bila keluarga anak
tersebut merupakan bagian dari masalah, ia mungkin memerlukan perawatan alternative. Anak itu perlu dibuat aman dan mampu bertahan hidup.
d. Hak Untuk Mengajukan Ganti Rugi Santunan
Hak dari korban anak untuk mengajukan ganti rugi karena cedera yang dideritanya adalah penting karena beberapa alasan. Pertama, sebagaimana
korban lainnya, anak memiliki hak untuk mendapatkan konpensasi atas cedera psikologis, fisik dan moral yang diakibatkan oleh pelanggaran
terhadap hak-hak mereka. Kedua, menuntut pelaku bertanggungjawab secara ekonomi dapat menjadi faktor penjerat yang efektif, khusunya dimana istitusi
public, swasta atau perusahaan terlibat dalam pelanggaran tersebut. Ketiga, konpensasi bagi korban dapat membantu untuk memfasilitasi reintegrasi
sosial Riyanto, 2006 :135.
2.1.3 Ekspolitasi Seksual pada Anak 2.1.3.1 Definisi Eksploitasi Seksual