Fracture resistance sistem pasak customized dari pita polyethylene fiber

5.1 Fracture resistance sistem pasak customized dari pita polyethylene fiber

reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dan locked stitched pada restorasi pasca perawatan endodonti. Dari hasil yang diperoleh setelah dilakukan uji fracture resistance, secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan pada gigi yang menggunakan sistem pasak customized pita polyethylene fiber reinforced antara penggunaan bentuk anyaman pita braided dengan locked stitched, baik dengan aplikasi wettability wetting resin dan flowable resin. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pola anyaman pita polyethylene fiber reinforced yang digunakan sebagai pasak customized terhadap fracture resistance. Dan juga tidak ada pengaruh aplikasi bahan wettability wetting resin dan flowable resin pada pita polyethylene fiber reinforced yang digunakan sebagai pasak customized terhadap fracture resistance. Hal ini disebabkan pasak dari bahan pita polyethylene fiber reinforced memiliki kemampuan yang sama dalam hal menyerap dan mendistribusikan tekanan dari load yang diberikan sampai sampel gigi fraktur Gluskin, 2002; Ferrari, 2008. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Tay dan Pashley 2007 bahwa berkembangnya tehnologi adhesif pada pemasangan pasak fiber pada konsep monoblock menunjukkan kemampuan bahan polyethylene fiber reinforced sebagai suatu bahan bondable yang mampu memperkuat gigi pasca perawatan endodonti. Menurut Khishen 2006 arah load pada penelitian fracture resistance dapat mempengaruhi terjadinya micro crack sampai terjadinya fraktur pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar. Pada penelitian ini arah load sejajar dengan aksial gigi dengan sampel gigi yang ditanam dalam balok akrilik yang memberikan simulasi Universitas Sumatera Utara tekanan dalam oklusi sentrik Ferrari, 2008; Torabi dan Fattahi, 2009. Fracture resistance dipengaruhi oleh angulasi arah load dan media penanaman sampel. Beberapa penelitian menanam sampel gigi pada bahan cetak elastomer atau menutupi seluruh permukaan akar dengan silicon autopolimerisasi sehingga dapat memberikan efek cushioning seperti jaringan periodontal di dalam rongga mulut sebenarnya Saatian, 2006; Ferrari, 2008. Penanaman sampel pada media akrilik hanya bersifat statis dan tidak memberikan efek cushioning. Sadeghi 2006 dan Saatian 2006 dalam penelitiannya menggunakan uji tekan pada arah load 135 dari axial gigi, sedangkan Le Bell-Rönnlöf, 2007 menggunakan arah load 45 dari axial gigi insisivus. Fracture resistance juga dapat dipengaruhi oleh anatomi gigi yang menjadi sampel. Gigi premolar karena secara anatomi gigi premolar berbeda dengan insisivus Hussein, 2000. Uji tekan pada angulasi arah load pada sampel gigi premolar rahang bawah akan memberikan simulai oklusi ek-sentrik Khishen, 2006. Efek ferul juga merupakan salah satu hal penting dalam penelitian fracture resistance. Preparasi ferul merupakan salah satu usaha untuk mengurangi gaya rotasi pada pasak dan menambah kestabilan pada inti. Penggunaan efek ferul 1,5 sampai 2 mm diatas batas servikal dapat mencakup akar secara sirkumferensial sehingga mencegah terjadinya fraktur Dikbas, 2007. Pada penelitian ini preparasi ferul dibuat 2 mm uniform mengelilingi dan mengikuti garis servikal gigi untuk mendapatkan fracture resistance lebih tinggi dibandingkan preparasi ferul non-uniforrn Perez dkk., 2007; Le Bell-Rönnlöf, 2007. Beberapa penelitian melaporkan pasak fiber reinforced composite dengan ferul akan lebih resisten terhadap fraktur tanpa ferul. Universitas Sumatera Utara Walaupun ada beberapa studi yang melaporkan tidak ada perbedaan fracture resistance pada pasak fiber yang direstorasi dengan dan tanpa ferul, tetapi pola fraktur yang terjadi pada pasak yang direstorasi dengan ferul lebih repairable Schwartz dan Robbins, 2004 Struktur gigi yang tersisa juga mempengaruhi prediksi terjadinya fraktur pada gigi pasca perawatan endodontik. Prosedur pelebaran saluran akar gigi yang dilakukan pada perawatan saluran akar akan membuang banyak struktur gigi. Apalagi tehnik preparasi menggunakan intrumentasi dengan tapering besar menghasilkan saluran akar yang overflare sehingga ketebalan dinding saluran akar menipis. Hal ini akan berpengaruh akan ketahanan gigi ketika dipasangkan pasak. Pemakaian pasak jenis metal casting dan fiber prefabricate memerlukan pembuangan dinding saluran akar untuk fitting pasak didalam ruang saluran akar akan menyebabkan resiko fraktur menjadi lebih besar Schwartz dan Robbins, 2004. Fracture resistance pemakaian pasak fiber reinforced composite pada saluran akar overflare, baik tipe glass dan tipe polyethylene, tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Sedangkan pemakaian pasak metal casting pada gigi dengan saluran akar yang dipreparasi lebih besar overflare memiliki resiko fraktur lebih besar dibandingkan dengan saluran akar yang sempit Kivan dkk., 2009 Penelitian yang dilakukan pada dentin gigi yang sudah mengering dengan dentin yang masih lembab akan menghasilkan ketahan fraktur yang berbeda Kishen, 2006. Karena air yang berada didalam tubulus dentin hydrated dentin memiliki kemampuan dalam hal mendistibusikan konsentrasi tekanan. Penelitian Kinney Universitas Sumatera Utara dkk.,2003 yang dikutip dari Kishen 2006 menunjukkan modulus elatisitas dentin kering 23.9 GPa sementara dentin yang lembab memiliki modulus elastisitas 20 GPa. Dalam kelompok yang sama juga di hitung isotropik menggunakan alat Resonant Ultrasound Spektroscopy yang menunjuukan modulus elastisitas dentin kering 28.3 GPa sedangkan dentin lembab menjadi 24.4 GPa. Hal ini menunjukkan dentin basah memiliki modulus elastisitas lebih rendah. Penelitian lainnya juga melaporkan bahwa dentin yang lembab menunjukkan peningkatan crack initiation-toughness dan crack-growth toughness secara signifikan dibandingkan dentin yang kering. Karena dengan adanya kehilangan air didalam tubulus dentin dan kolagen akan meningkatkan kekakuan stiffness pada dentin. Perubahan ini menunjukkan karakteristik mekanikal dari dentin dengan variasi respon biomekanikal yang dapat mempengaruhi terjadinya fraktur pada gigi pasca perawatan endodonti Gluskin dkk., 2002; Kishen, 2006. Dengan mempelajari respon biomekanikal pada gigi yang akan dipasangkan pasak pasca endodonti, kehilangan struktrur gigi yang besar harus dapat digantikan dengan material bahan yang menyerupai dentin. Sedangkan struktur gigi yang tertinggal harus lebih dilindungi dari tekanan gigi ketika berfungsi. Pasak metal yang selama ini digunakan mulai ditinggalkan karena memiliki modulus elastisitas lebih tinggi dibandingkan modulus elastisitas dentin Glazer, 2002; Linards, 2006. Saat ini perkembangan pasak non metal seperti pasak fiber reinforced resin lebih banyak digunakan karena memiliki modulus elastisitas yang menyerupai dentin sehingga dapat mendistribusikan tekanan pada saat gigi menerima beban pengunyahan Universitas Sumatera Utara Sadeghi, 2006; Le Bell-Rönnlöf, 2007; Torabi dan Fattahi, 2009. Karakteristik bahan fiber reinforced resin yang sesuai dengan semen luting resin, bahan core dan dentin mengembangkan sifat dentin-pasak-inti-komposit dalam konsep monoblock, sehingga dapat tercapai distribusi tekanan yang homogen. Gluskin dkk., 2002; Tay dan Pashley, 2007. Ketika tekanan dapat didistribusikan dengan optimal maka kemungkinan terjadi fraktur lebih minimal Kishen, 2006. Pada penelitian ini secara statistik memang tidak ada perbedaan yang signifikan pasak customized dari pita polyethylene fiber reinforced pada pola anyaman yang berbeda dengan aplikasi wettability yang berbeda. Akan tetapi secara deskriptif nilai rerata load yang diterima gigi sampai terjadinya fraktur pada setiap kelompok terlihat perbedaan walaupun tidak signifikan. Nilai rerata load yang menunjukkan fracture resistance lebih besar terlihat pada kelompok pasak customized dari pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dengan wettability wetting resin yaitu 1506.06 Newton. Sedangkan pasak dengan pita pola anyaman locked sticth theads dengan wettability wetting 1374.05 Newton tetap lebih tinggi dibandingkan dengan pasak lainnya yang menggunakan wettability flowable resin. Hal ini dapat berhubungan dengan mekanisme adhesi yang terjadi pada permukaan interfasial bahan pita dengan jenis bahan wettability yang digunakan. Sangatlah sulit untuk mendapatkan gaya tarik dari dua permukaan yang solid. Walaupun permukaan terlihat sangat halus tetapi sebenarnya permukaan kasar apabila dilihat dalam skala ukuran atom dan molekul dibawah Scanning Electron Microcopy. Universitas Sumatera Utara Gaya tarik menarik antara dua permukaan ini menjadi tidak berarti apabila molekul permukaan dari keduanya terpisah oleh jarak lebih besar dari 0,0007 µm. Salah satu cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah menggunakan cairan yang dapat mengalir pada seluruh permukaan yang tidak rata agar terjadi perlekatan yang optimal. Karakteristik dari konsep adhesi ini disebut juga dengan wettability. Sudut kontak dari wettability 0 lebih baik karena dapat menyebar rata pada seluruh permukanan yang dibasahi. Jika sudut kontak 180 berarti tidak terjadi wettability yang optimal yang akan mempengaruhi adhesif Anusavice, 2003. Pada penggunaan pasak adhesif wettability ini sangat penting karena diperlukan untuk perlekatan antara lain: 1 Perlekatan antara bahan sistem adhesif pada dinding saluran akar dengan pasak customized polyethylene fiber reinforced. 2 Perlekatan antara bahan pasak fiber reinforced dengan semen luting resin di saluran akar dan inti pada mahkota Schwartz dan Robbins, 2004. Untuk mendapatkan adhesif yang kuat larutan untuk wettability harus mengalir ke seluruh permukaan. Kebersihan cleanliness merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan adhesif untuk dapat membasahi permukaan adheren lebih optimal. Kebersihan saluran akar pada saat persiapan ruang pasak menjadi hal yang penting dalam perlekatan pasak adhesif. Pada penelitian ini digunakan larutan sodium hipoklorit 2.5 untuk irigasi dan final flush pembuangan smear layer dan sisa-sisa bahan pengisian saluran akar Kishen, 2006 . Hipoklorit memang sebagai bahan irigasi yang ideal akan tetapi dapat menjadi masalah jika diperlukan perlekatan dentin dengan bahan berbasis resin. Karena Universitas Sumatera Utara hipolorit merupakan bahan oksidasi yang kuat sehingga dapat merubah karakteristik permukaan dentin saluran akar menjadi kaya oksigen. Penelitian mengenai ini membuktikan hipolorit secara signifikan mengurangi bond strength dan meningkatkan celah mikro. Hal ini disebabkan karena residu oksigen bebas mempengaruhi polimerisasi interfasial. Beberapa penelitian melaporkan penggunaan bahan irigasi Chorhexidine 2 mempunyai efek lebih baik daripada hipoklorit karena microhardness dan roughness dentin saluran akar lebih baik Ferrari, 2008. Dari data deskriptif pada penelitian ini kelompok pasak dengan pita polyethylene fiber reinforced anyaman locked stitched mempunyai fracture resistance lebih rendah dibandingkan kelompok pasak dengan pita polyethylene fiber reinforced anyaman braided. Dapat dijelaskan pada saat dimasukkan ke dalam saluran akar, pita anyaman braided memiliki serat serat fiber reinforced yang mudah terurai sehingga di dalam saluran akar yang sempit tersebut volume luting resin lebih sedikit karena saluran terisi penih dengan serat serat fiber reinforced anyaman braided . Sedangkan pada pasak dengan pita anyaman locked stitched sangat mudah memasukkan ke dalam saluran akar tanpa ada serat fiber yang terlepas dari anyamannya. Hal ini menyebabkan volume semen luting didalam saluran akar itu lebih banyak. Dengan semakin banyaknya luting semen di dalam saluran akar lapisan luting ini menjadi lebih tebal sehingga besar kemungkinan terjadi penyusutan ketika bahan berpolimerisasi Simonetti dkk., 2008 Dengan terjadinya penyusutan ini dapat menimbulkan celah gap antara semen luting dengan dinding saluran yang dapat memicu terjadinya microcrack Universitas Sumatera Utara disepanjang ruangan pasak Erkut dkk., 2008. Hal ini dapat menjadi awal kegagalan dari pasak adhesif karena memiliki rasio faktor C yang tinggi. Sedangkan C faktor adalah perbandingan permukaan yang di bond dengan permukaan yang unbound. Di dalam saluran akar perbandingan faktor C nya adalah 100:1 karena itulah perlekatan didalam saluran akar itu sulit karena unfavorable geometric. Semua perlekatan tergantung dengan bahan sistem adhesif Krejci dan Stavridakis, 2000 ; Schwartz dan Robbins, 2004. Beberapa penelitian yang menunjukkan tidak ada perbedaan ketahanan fraktur antara yang meggunakan self etch maupun total etch. Penelitian lainnya beranggapan menggunakan total etch yang dicuci lebih baik karena dapat membuang seluruh smear layer dan adhesif yang diperoleh lebih baik Pashley, 2002. Sistem adhesif yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis two step with mixing dan conditioning tanpa pencucuian. Sistem adhesif ini dapat diaktifasi secara kimia sehingga menguntungkan karena sinar light cured tidak dapat masuk ke dalam saluran akar, sedangkan semen luting resin yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen dual cured resin yang mempunyai dua keuntungan yaitu sementasi fiber sekaligus pembentukan inti core. Penggunaan delivery tip berbentuk jarum yang dapat masuk ke dalam saluran akar sangat baik untuk mencegah terjadinya void atau udara yang terperangkap yang akan mempengaruhi perlekatan interfasial antara pita polyethylene fiber reinforced, semen luting dan dentin sampai core. Universitas Sumatera Utara

5.2 Pola fraktur yang terjadi setelah uji fracture resistance pada sistem pasak

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Self Cure Activator Pada Sistem Adhesif Untuk Pemasangan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber Reinforced Terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)

1 51 109

Perbedaan Celah Mikro Pasak Glass Prefabricated Fiber Reinforced Dan Pasak Pita Polyethylene Fiber Reinforced Dengan Menggunakan Sistem Adhesif Total- Etch (Penelitian In Vitro).

5 86 97

Pengaruh Sistem Pasak Customised Dari Pita Polyethylene Reinforced Fiber Dengan Dan Tanpa Preparasi Ferrule Pada Terhadap Ketahanan Fraktur Dan Pola Fraktur Secara In Vitro

1 80 80

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

2 66 98

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 22

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 4

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 10

Perbedaan Fracture Resistance Sistem Pasak Customized dari Bahan Polyethylene Fiber Reinforced dengan Menggunakan Bentuk Anyaman Pita Braided dan Locked-Sticthed Threads pada Restorasi Pasca Perawatan Endodonti

0 0 37

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbedaan Fracture Resistance Sistem Pasak Customized dari Bahan Polyethylene Fiber Reinforced dengan Menggunakan Bentuk Anyaman Pita Braided dan Locked-Sticthed Threads pada Restorasi Pasca Perawatan Endodonti

0 0 9

CUSTOMIZED DARI BAHAN POLYETHYLENE FIBER REINFORCED DENGAN MENGGUNAKAN BENTUK

0 1 20