Pola fraktur yang terjadi setelah uji ketahanan fraktur pada sistem pasak

69

4.2 Pola fraktur yang terjadi setelah uji ketahanan fraktur pada sistem pasak

customized polyethylene fiber reinforced dengan bentuk anyaman pita yang berbeda pada restorasi pasca perawatan endodonti. Bentuk pola fraktur yang terjadi dapat dianalisa setelah dilakukan uji ketahanan fraktur dengan cara pengamatan lokasi patahan fraktur yang terjadi pada seluruh sampel. Lokasi pola fraktur dibagi menjadi dua kategori yaitu Repairable apabila fraktur terjadi pada inti Gambar 4.2, fraktur pasak dan inti Gambar 4.3. Irrepairable untuk pola fraktur pada akar gigi Gambar 4.4, dan retak vertikal sampai akar Gambar 4.5. Gambar 4.2. Pola fraktur sampel yang Repairable dengan lokasi fraktur pada inti. Gambar 4.3 Pola fraktur sampel Repairable dengan lokasi fraktur pada pasak inti, pola fraktur menggunakan pasak dengan anyaman locked stitched threads kiri, pola fraktur menggunakan pasak anyaman braided kanan Universitas Sumatera Utara 70 Gambar 4.4. Pola fraktur sampel yang Irrepairable dengan lokasi fraktur akar Gambar 4.5 Pola fraktur sampel yang Irrepairable dimana retak vertikal sepanjang akar Pengamatan pada penelitian ini dilakukan oleh 2 orang pengamat untuk mengurangi subjektifitas pengamat yang dapat mempengaruhi data. Hasil Uji Wilcoxon Matched-Pairs Signed Rank Tabel 2 menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil pengamat pertama dan kedua pada semua kelompok perlakuan p=0,317 p0,05, oleh karena itu untuk analisis selanjutnya menggunakan data dari pengamat pertama peneliti. Universitas Sumatera Utara 71 Tabel 4.2. Hasil uji Wilcoxon Matched-Pairs Signed Rank untuk 2 orang pengamat pola fraktur Kelompok n Median Rank Pengamat 1 -Pengamat 2 p A 10 0,00 0.317 B 10 0,00 C 10 0,00 D 10 1,00 Pada tabel 4.3 merupakan data deskriptif pola fraktur dengan lokasi patahan dan yang terjadi pada masing-masing kelompok perlakuan. Pada kelompok A, dari 10 sampel terdapat 80 fraktur pada inti, tidak ada sampel fraktur pasak dan inti, 10 sampel fraktur pada akar dan 10 sampel retak vertikal sampai akar. Pada kelompok B terdapat 50 fraktur pada inti, tidak ada sampel fraktur pasak dan inti, 30 fraktur pada akar, dan 20 sampel yang mengalami retak vertikal sampai akar. Kelompok C, terdapat 70 fraktur pada inti, 20 fraktur pada pasak inti, tidak ada sampel fraktur akar dan 10 sampel retak vertikal sampai akar. Kelompok D, terdapat 40 fraktur inti, 20 fraktur inti dan pasak, 20 fraktur akar dan 20 sampel vertikal sampai akar. Tabel 4.3 Data deskriptif pola fraktur setelah uji ketahanan fraktur. Kelompok n Repairable R Irrepairable IR Fraktur Inti Fraktur Pasak Inti Total Fraktur Akar Retak Vertikal sampai akar Total A 10 80 - 80 10 10 20 B 10 50 - 5 30 20 50 C 10 70 20 90 - 10 10 D 10 40 20 60 20 20 40 Universitas Sumatera Utara 72 Pada grafik persentase jumlah sampel yang Repairable dan Irrepairable terlihat kelompok C memiliki jumlah persentase yang tidak jauh beda dengan kelompok A. Sedangkan kelompok D memiliki jumlah persentase yang tidak jauh beda dengan kelompok B Gambar 4.6 Nilai median pola fraktur yang terjadi pada kelompok pasak customized fiber reinforced dari pita anyaman locked stitched dan aplikasi wetting resin 18,5, sedangkan nilai median kelompok customized fiber reinforced dari pita anyaman locked stitched dan aplikasi flowable resin 24,5. Gambar 4.6. Persentase jumlah sampel yang menunjukkan pola fraktur Repairable dan Irrepairable pada setiap kelompok Universitas Sumatera Utara 73 Tabel 4.4. Hasil uji Kruskal-Wallis pola fraktur yang terjadi setelah uji ketahanan fraktur. Kelompok N Median Rank P Pola Fraktur A 10 18.50 0.2 B 10 24.50 C 10 16.50 D 10 22.50 Total 40 Untuk kelompok pasak customized fiber reinforced dari pita anyaman braided dan aplikasi wetting resin menunjukkan nilai median 16,5. Kelompok pasak customized fiber reinforced dari pita anyaman braided dan flowable resin memiliki nilai median 22,5. Dari hasil uji Kruskal-Wallis Tabel.4 untuk melihat perbedaan pola fraktur setiap kelompok secara statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara semua kelompok perlakuan p=0,2 p0,05. Universitas Sumatera Utara 74

BAB 5 PEMBAHASAN

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Self Cure Activator Pada Sistem Adhesif Untuk Pemasangan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber Reinforced Terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)

1 51 109

Perbedaan Celah Mikro Pasak Glass Prefabricated Fiber Reinforced Dan Pasak Pita Polyethylene Fiber Reinforced Dengan Menggunakan Sistem Adhesif Total- Etch (Penelitian In Vitro).

5 86 97

Pengaruh Sistem Pasak Customised Dari Pita Polyethylene Reinforced Fiber Dengan Dan Tanpa Preparasi Ferrule Pada Terhadap Ketahanan Fraktur Dan Pola Fraktur Secara In Vitro

1 80 80

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

2 66 98

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 22

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 4

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 10

Perbedaan Fracture Resistance Sistem Pasak Customized dari Bahan Polyethylene Fiber Reinforced dengan Menggunakan Bentuk Anyaman Pita Braided dan Locked-Sticthed Threads pada Restorasi Pasca Perawatan Endodonti

0 0 37

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbedaan Fracture Resistance Sistem Pasak Customized dari Bahan Polyethylene Fiber Reinforced dengan Menggunakan Bentuk Anyaman Pita Braided dan Locked-Sticthed Threads pada Restorasi Pasca Perawatan Endodonti

0 0 9

CUSTOMIZED DARI BAHAN POLYETHYLENE FIBER REINFORCED DENGAN MENGGUNAKAN BENTUK

0 1 20