Perbedaan Fracture Resistance Sistem Pasak Customized dari Bahan Polyethylene Fiber Reinforced dengan Menggunakan Bentuk Anyaman Pita Braided dan Locked-Sticthed Threads pada Restorasi Pasca Perawatan Endodonti

(1)

ANYAMAN PITA BRAIDED

DAN

LOCKED-

STICTHED THREADS PADA RESTORASI

PASCA PERAWATAN ENDODONTI

TESIS

Oleh

WANDANIA FARAHANNY 107028001

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANYAMAN PITA BRAIDED

DAN LOCKED-

STICTHED THREADS PADA RESTORASI

PASCA PERAWATAN ENDODONTI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister (MDSc)

Dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi

Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Oleh

WANDANIA FARAHANNY

107028001

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

dan Locked-Sticthed Threads pada Restorasi Pasca Perawatan Endodonti

Nama Mahasiswa : Wandania Farahanny Nomor Induk Mahasiswa : 107028001

Program Studi : Magister (S2) Ilmu Kedokteran Gigi

Menyetujui Pembimbing:

Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc., M.Phil

Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 16 April 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes.

Anggota : 1. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp KG(K) 2. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc., MPhil

3. Sumadhi S., drg., PhD


(5)

PERBEDAAN FRACTURE RESISTANCE SISTEM PASAK CUSTOMIZED

DARI BAHAN POLYETHYLENE FIBER REINFORCED DENGAN MENGGUNAKAN BENTUK ANYAMAN PITA BRAIDED DAN

LOCKED-STICTHED THREADS PADA RESTORASI PASCA PERAWATAN ENDODONTI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 16 April 2013


(6)

tidak membutuhkan pelebaran saluran akar yang lebih banyak sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya fraktur akar. Pita polytethylene fiber reinforced dengan pola anyaman yang bervariasi banyak dijumpai. Wettability yang adekuat diperlukan untuk meningkatkan perlekatan interfasial antara fiber dengan matriks resin. Wetting resin dipakai sebagai wettability pita polytethylene fiber reinforced, tetapi flowable resin fissure sealant sering digunakan klinisi sebagai penggantinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan fraktur penggunaan pita polyethylene fiber reinforced anyaman braided dan locked-sticthed threads sebagai pasak customized

pada restorasi pasca perawatan endodonti.

Empat puluh gigi premolar mandibular telah di ekstraksi untuk keperluan ortodonti dibagi menjadi empat kelompok, dilakukan pembuangan seluruh mahkota sebanyak 2 mm diatas cement enamel juntion sebagai anti rotasi (efek ferrule). Setelah perawatan endodonti dilakukan pemasangan pasak customized menggunakan pita polyethylene fiber reinforced yang dimasukkan ke dalam saluran akar bersama semen luting dual cured. Pembuatan inti dan mahkota klinis menggunakan resin komposit. Uji ketahanan fraktur pada pasak customized dengan pola anyaman dan

wettability yang berbeda dilakukan dengan alat Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine, Japan. Tekanan diberikan searah aksial dengan kecepatan 0,5 mm/menit sampai terjadi fraktur. Kelompok perlakukan dibagi menjadi A ( locked-sticthed+wetting resin), B (locked-sticthed+ flowable resin), C (braided+wetting resin) dan D (braided+flowable resin).

Hasil uji statistik Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan pada ketahanan fraktur pasak customized pita polyethylene fiber dengan pola anyaman dan wettability yang berbeda (p=0,367).Begitu juga dengan uji Kruskal-Wallis yang menunjukkan tidak ada perbedaan pola fraktur pada setiap kelompok (p=0,2). Walaupun demikian, secara deskriptif jumlah pasak pita polyethylene fiber locked-sticthed dan braided dengan wetting resin menunjukkan pola fraktur yang menguntungkan karena mudah untuk direstorasi kembali (80-90% repairable).

Penggunaan pita polyethylene fiber reinforced dengan anyaman locked-sticthed dan

braided sebagai pasak customized memiliki ketahanan fraktur yang sama baiknya. Bentuk pola fraktur pasak dengan wetting resin lebih repairable dibandingkan dengan flowable resin.


(7)

the risk of root fracture. Polyethylene fiber reinforced ribbond with variety of yarns patterns can be found. To enhance interfacial adhesions between fiber and matriks, an adequate wetting resin is needed. Flowable resin fissure sealant is often used by clinicians as substitute. The aim of this study was to compare the fracture resistance of customized post core polyethylene fiber reinforced ribbond system used braided

ribbond yarns and locked-stitch threads patterns after endodontic treatment.

Forty extracted premolar mandibular for orthodontic needed divided to four groups, decoronation 2 mm above cement enamel juntion for prevent rotation as ferrule effect. After endodontic treatment, the placement of customized post core using lutting dual cured cement to core restoration. Core and clinical crown build up using composite resin. Different yarn patterens customized post fracture resistance have been tested using Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine, Japan. The load was applied axially at a crosshead speed of 0,5mm/second until fracture. Group divided into A (locked-sticthed+wetting resin), Group B (locked-sticthed+ flowable resin), Group C (braided+wetting resin) dan Group D (braided+flowable resin).

Anova statistic test showed there is no significant difference p=0,367 (p>0,05) fracture resistance of customized post core of polyethylene fiber with different yarns patterns and wettability. Similarly Kruskal-Wallis test showed there is no significant difference mode of fracture in each group (p=0,2). Descriptive showed mode of fracture customized post of locked-sticthed and braided ribbond with wetting resin is more restorable (80-90% repairable). The usage of locked-sticthed and braided

polyethylene fiber reinforced as customized post has equally fracture resistance. Mode of fracture post with wetting resin is more repairable than flowable resin. Key words : fracture resistance, customized post, polyethylene fiber reinforced


(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Dental Science (MDSc) dari Program Studi Magister (S2) Ilmu Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG (K) selaku pembimbing pertama penulis yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan dan dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc., M.Phil selaku pembimbing kedua penulis yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan dan dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort, Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes selaku Ketua Program Studi Magister Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan dorongan semangat kepada penulis.


(9)

6. Sumadhi S.,drg., Ph.D selaku anggota tim penguji dan telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan dorongan semangat kepada penulis.

7. Cut Nurliza, drg., M.Kes, selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin tugas belajar, bimbingan, masukan dan dorongan semangat kepada penulis.

8. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG(K), Bakri Soeyono, drg., Darwis Aswal, drg., Nevi Yanti drg., M.Kes, Epita Pane, drg., MDSc, Dennis, drg., Widi Prasetya, drg., dan Fitri Yunita Batubara, drg. selaku Staf pengajar Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan dorongan semangat kepada penulis.

9. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Papa Drs. Fachzamzami Noeroet dan Mama Rachmawaty Arbie yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tak terbalas, doa, semangat dan dukungan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada suami penulis M. Haris Hasbullah, SH, anak-anak penulis M. Rayhan Nazheef Haris dan Nayyara Nazifa Haris serta segenap keluarga yang senantiasa memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

10.Maya Fitria, SKM., M.Kes., selaku staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat atas bantuannya dalam analisis statistik hasil penelitian.


(10)

Teguh , Adianti, Zulfan Mutaqin, Tanty Deriaty Sitepu, Dewi Nalsalita Tarigan.atas bantuan, semangat, dan dukungan yang diberikan dalam suka dan duka.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemecahan masalah praktis.

Medan, April 2013 Penulis,

Wandania Farahanny NIM. 107028001


(11)

Nama : Wandania Farahanny

Alamat Tempat Tinggal : Komplek Taman Setia Budi Indah Jl.Canna Raya Blok J No.13 Medan Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

No. Kontak : 08153060703

Nama Ayah : Drs Fachzamzami Noeroet

Nama Ibu : Rachmawaty Arbie

Suami : M.Haris Hasbullah, SH

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Golongan/Pangkat : III c / Lektor

NIP : 19780813 200312 2 003

Pendidikan Formal

Sekolah Dasar : SD Yayasan Pendidikan Harapan Sekolah Menengah : SMP Yayasan Pendidikan Harapan Sekolah Menengah Atas : SMAN 1 Medan

Fakultas Kedokteran Gigi : Universits Sumatera Utara Pasca Sarjana : Ilmu Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara Pelatihan, Seminar dan Lokakarya :

1. Refreshing Course Research Design EPI –TREAT Unit USU 2010 2. Medan Esthetic Dentistry 2010

3. Grand Fokus FKG Trisakti 2010

4. 2nd Aceh Syiah Kuala Dental Meeting 2011

5. Kongres IKORGI IX & Seminar Ilmiah Nasional Surabaya 2011

6. Regional Dental Meeting & Exhibition V/2011

7. 8th FDI-IDA Joint Meeting & Medan Internasional Dental Exhibition 2012

8. One-Day Endodontic Seminar 2012 9. 1st Medan Inpro Scientific Meeting 2012


(12)

pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan sistem adhesif total etch (penelitian in vitro)

Publikasi Ilmiah :

1. Wandania Farahanny, Trimurni Abidin. Restorasi pada gigi pasca perawatan endodonti dengan sistem pasak fiber reinforced composite direk. Dipublikasikan pada seminar Grand Fokus Fakultas Kedokteran Gigi Trisakti 2010.

2. Wandania Farahanny. Restorasi pada fraktur mahkota menggunakan tehnik kombinasi polyethylene fiber reinforced dan resin komposit. Proceeding Asyiah DM II 2011.

3. Wandania Farahanny, Yuli Fatzia Ossa. Perbedaan celah mikro pasak glass prefabricated fiber reinforced dan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan sistem adhesif total etch (penelitian in vitro). Proceeding Kongres IKORGI IX 2011.

4. Wandania Farahanny, Haslinda Z Tamin. Pita polyethylene fiber reinforced

pada gigi pasca endodontic sebagai overdenture rootcap. Dipublikasikan pada seminar 1st Medan INPRO 2012.


(13)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 6

1.3 Rumusan Masalah ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Fiber ReinforceComposite sebagai Bahan Pasak Saluran Akar ... 12

2.2 Klasifikasi Pasak Fiber Reinforced Composite ... 15

2.2.1 Pasak Prefabricated Fiber Reinforced Composite .. 16

2.2.2 Penggunaan pita Polyethylene Fiber Reinforced Composite sebagaiPasak customized ... 19

2.2.3 Pasak fiber polyethylene dan konsep monoblock .... 21

2.3 Perlekatan Fiber Polyethylene dengan Komposit ... 29

2.4 Faktor penting yang merupakan pertimbangan dalam pasak dalam Restorasi Pasak Adhesif ... 31

2.4.1 Sistem Adhesif ... 31

2.4.2 Semen Luting dan Mekanisme Perlekatannya ... 32

2.4.3 Smear Layer dan Hybrid Layer ... 36

2.4.4 Bentuk Anatomi Saluran Akar ... 36

2.5 Faktor predisposisi terjadinya fraktur pada gigi dengan pasak pada pasca perawatan endodontic ... 38

2.6 Efek Ferrule ... 40

2.7 Landasan Teori ... 42

2.8 Kerangka Konsep ... 45


(14)

3.3.1 Populasi Penelitian ... 47

3.3.2 Sampel Penelitian ... 47

3.3.3 Besar Sampel ... 48

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional ... 49

3.4.1 Variabel Penelitian ... 49

3.4.1.1 Variabel Bebas... 49

3.4.1.2 Variabel Tergantung ... 49

3.4.1.3 Variabel Terkendali ... 49

3.4.1.4 Variabel Tak Terkendali ... 50

3.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian ... 51

3.5 Alat dan Bahan Penelitian ... 53

3.5.1 Alat Penelitian ... 53

3.5.2 Bahan Penelitian ... 55

3.6 Prosedur Penelitian ... 57

3.6.1 Persiapan Sampel ... 57

3.6.2 Perawatan Endodonti ... 57

3.6.3 Pemasangan Pasak ... 59

3.6.4 Proses Thermocycling ... 63

3.6.5 Penanaman sampel ke dalam cetakan akrilik ... 63

3.6.6 Proses Uji ... 64

3.7 Analisis Data ... 65

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 66

4.1 Ketahanan Fraktur sistem pasak customized pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dan locked stitched pada restorasi pasca perawatan endodontic ... 66

4.2 Pola fraktur yang terjadi setelah uji ketahanan fraktur pada sistem pasak customized polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita yang berbeda pada restorasi pasca perawatan endodontic ... 69

BAB 5 PEMBAHASAN ... 74

5.1 Ketahanan Fraktur sistem pasak customized pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dan locked stitched pada restorasi pasca perawatan endodonti. ... 79


(15)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1 Kesimpulan ... 91

6.2 Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN


(16)

Uji Anova pada pengukuran ketahanan fraktur sistem pasak customized

dari pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita yang berbeda ... 67 4.2. Hasil uji Wilcoxon Matched-Pairs Signed Rank untuk 2 orang

pengamat pola fraktur ... 71 4.3. Data deskriptif pola fraktur setelah uji ketahanan fraktur ... 71 4.4. Hasil uji Kruskal-Wallis pola fraktur yang terjadi setelah uji ketahanan


(17)

Continuous bidirectional fibre, B. Continuous unidirectional fibres

(Garoushi dan Vallitu, 2006) ... 13

2.2 Pasak customized dari bahan semi-interpenetrating network polymer

(semi-IPN) dengan merek dagangnya everStick® ... 16 2.3 Pasak fibre reinforced resin buatan pabrik yang terdiri dari serat

penguat continuous unidirectional dalam struktur cross linked polymer matrix yang tinggi ... 16 2.4 Contoh non metal post : dari kiri dua zirconium posts, dua glass fiber

posts, dua quartz fiber posts, dan carbon fiber post ... 17 2.5 Prosedur pembuatan pasak pita polyethylene fiber reinforced

(RIBBOND): A. Aplikasi etsa dan bonding ; B. Semen luting resin dimasukkan ke dalam saluran akar; C. Pengukuran pita polyethylene;

D. Pita polyethylene dimasukkan ke saluran akar ; E. Light cure ; F. Build-up core ... 19 2.6 Sistem pasak customized dengan mengunakan pita fiber reinforced

resin A. Resin komposit dan fiber polyethylene dikondensasi ke dalam saluran akar ; B. restorasi setelah dilakukan bulid-up ... 20 2.7 Sistem pasak adhesive customized setelah di polimerisasi pada model

A.Inti yang dibentuk dari pita polyethylene fiber dengan resin komposit, B. pasak individu yang dibentuk dari pita polyethylene dengan luting resin semen,C. gutta-percha ... 21 2.8 Penggunaan pita fiber polyethylene : Kiri, untuk splinting gigi yang

avulsi atau mengalami trauma ; Kanan. sebagai retainer post orthodontic ... 22 2.9 Susunan arsitektur pita fiber pada gambaran Scanning electron

microscope (SEM) A. Leno-weave polyethylene fibers, B. braided polyethylene fibers ... 22 2.10 Anyaman locked-stitched threads pada leno weave polyethyelene fiber .. 23


(18)

interfasial fiber glass dengan matrik yang menunjukkan adanya jarak

(gap) ... 30

2.13 Perlekatan sistem pasak dan inti ... 33

2.14 Faktor predisposisi terjadinya fraktur pada restorasi pasak dan inti ... 38

2.15 Pasak metal tuang yang mengalami Irrepairable fracture ... 39

2.16 Preparasi Ferrule effect 2 mm dalam bentuk kontrabevel melingkari gigi di atas servikal gigi dapat menambah resistensi pasak ... 40

3.1 Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan pasak ... 54

3.2 Polyethylene fiber reinforced post anyaman braided ... 56

3.3 Polyethylene fiber reinforced post bentuk anyaman locked stiched treads ... 56

3.4 Pengukuran gigi 2 mm diatas CEJ sebagai ferrule ... 58

3.5 Gutapercha dibuang untuk persiapan ruang pasak ... 59

3.6 Dua jenis wettability yang dipakai dalam penelitian yaitu wetting resin (kiri), flowable resin (kanan) . ... 60

3.7 Tahapan pemasangan pita customized sebagai pasak dan inti ... 60

3.8 Waterbath yang difungsikan sebagai Thermocycling manual ... 63

3.9 Sampel dengan balok akrilik untuk uji ketahan fraktur ... 64

3.10. Alat uji tekan (Torsee’s Universal Testing Machine, Japan) ... 65

3.11 Sampel yang dilakukan uji tekan dengan (Torsee’s Universal Testing Machine, Japan) ... 65


(19)

dengan anyaman braided + Flowable Resin ... 68 4.2 Pola fraktur sampel yang Repairable dengan lokasi fraktur pada inti .... 69 4.3 Pola fraktur sampel Repairable dengan lokasi fraktur pada pasak &

inti, pola fraktur menggunakan pasak dengan anyaman locked stitched threads (kanan), pola fraktur menggunakan pasak dengan anyaman

braided (kiri) ... 69

4.4 Pola fraktur sampel yang Irrepairable dengan lokasi fraktur akar ... 70 4.5 Pola fraktur sampel yang Irrepairable dimana retak vertikal sepanjang

akar ... 70 4.6 Persentase jumlah sampel yang menunjukkan pola fraktur Repairable

dan Irrepairable pada setiap kelompok ... 72 5.1 Potongan pita polyethylene fiber reinforced dengan pola anyaman

locked stitched (kiri), pola anyaman braided (kanan) ... 77 5.2 Pasak customized polyethylene fiber reinforced dengan pita braided

(kanan); Pasak customized polyethylene fiber reinforced dengan pita


(20)

2 Hasil Uji Statistik ... 98

3 Alur penelitian ... 106

4 Izin Penelitian di Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU ... 107

5 Izin Penelitian di Laboratorium LIDA USU ... 108

6 Surat Permohonan Izin Pembuatan Saliva Artificial di Lab Biokimia UI 109

7 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Laboratorium Penelitian FMIPA USU ... 110

8 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Laboratorium Kimia Dasar USU ... 111

9 Persetujuan Komisi Etik tentang pelaksanaan penelitian bidang Kesehatan ... 112


(21)

tidak membutuhkan pelebaran saluran akar yang lebih banyak sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya fraktur akar. Pita polytethylene fiber reinforced dengan pola anyaman yang bervariasi banyak dijumpai. Wettability yang adekuat diperlukan untuk meningkatkan perlekatan interfasial antara fiber dengan matriks resin. Wetting resin dipakai sebagai wettability pita polytethylene fiber reinforced, tetapi flowable resin fissure sealant sering digunakan klinisi sebagai penggantinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan fraktur penggunaan pita polyethylene fiber reinforced anyaman braided dan locked-sticthed threads sebagai pasak customized

pada restorasi pasca perawatan endodonti.

Empat puluh gigi premolar mandibular telah di ekstraksi untuk keperluan ortodonti dibagi menjadi empat kelompok, dilakukan pembuangan seluruh mahkota sebanyak 2 mm diatas cement enamel juntion sebagai anti rotasi (efek ferrule). Setelah perawatan endodonti dilakukan pemasangan pasak customized menggunakan pita polyethylene fiber reinforced yang dimasukkan ke dalam saluran akar bersama semen luting dual cured. Pembuatan inti dan mahkota klinis menggunakan resin komposit. Uji ketahanan fraktur pada pasak customized dengan pola anyaman dan

wettability yang berbeda dilakukan dengan alat Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine, Japan. Tekanan diberikan searah aksial dengan kecepatan 0,5 mm/menit sampai terjadi fraktur. Kelompok perlakukan dibagi menjadi A ( locked-sticthed+wetting resin), B (locked-sticthed+ flowable resin), C (braided+wetting resin) dan D (braided+flowable resin).

Hasil uji statistik Anova menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan pada ketahanan fraktur pasak customized pita polyethylene fiber dengan pola anyaman dan wettability yang berbeda (p=0,367).Begitu juga dengan uji Kruskal-Wallis yang menunjukkan tidak ada perbedaan pola fraktur pada setiap kelompok (p=0,2). Walaupun demikian, secara deskriptif jumlah pasak pita polyethylene fiber locked-sticthed dan braided dengan wetting resin menunjukkan pola fraktur yang menguntungkan karena mudah untuk direstorasi kembali (80-90% repairable).

Penggunaan pita polyethylene fiber reinforced dengan anyaman locked-sticthed dan

braided sebagai pasak customized memiliki ketahanan fraktur yang sama baiknya. Bentuk pola fraktur pasak dengan wetting resin lebih repairable dibandingkan dengan flowable resin.


(22)

the risk of root fracture. Polyethylene fiber reinforced ribbond with variety of yarns patterns can be found. To enhance interfacial adhesions between fiber and matriks, an adequate wetting resin is needed. Flowable resin fissure sealant is often used by clinicians as substitute. The aim of this study was to compare the fracture resistance of customized post core polyethylene fiber reinforced ribbond system used braided

ribbond yarns and locked-stitch threads patterns after endodontic treatment.

Forty extracted premolar mandibular for orthodontic needed divided to four groups, decoronation 2 mm above cement enamel juntion for prevent rotation as ferrule effect. After endodontic treatment, the placement of customized post core using lutting dual cured cement to core restoration. Core and clinical crown build up using composite resin. Different yarn patterens customized post fracture resistance have been tested using Torsee’s Electronic System Universal Testing Machine, Japan. The load was applied axially at a crosshead speed of 0,5mm/second until fracture. Group divided into A (locked-sticthed+wetting resin), Group B (locked-sticthed+ flowable resin), Group C (braided+wetting resin) dan Group D (braided+flowable resin).

Anova statistic test showed there is no significant difference p=0,367 (p>0,05) fracture resistance of customized post core of polyethylene fiber with different yarns patterns and wettability. Similarly Kruskal-Wallis test showed there is no significant difference mode of fracture in each group (p=0,2). Descriptive showed mode of fracture customized post of locked-sticthed and braided ribbond with wetting resin is more restorable (80-90% repairable). The usage of locked-sticthed and braided

polyethylene fiber reinforced as customized post has equally fracture resistance. Mode of fracture post with wetting resin is more repairable than flowable resin. Key words : fracture resistance, customized post, polyethylene fiber reinforced


(23)

1.1Latar Belakang

Pemakaian sistem pasak dan inti sebagai retensi intra-radikular merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk memberikan kekuatan tambahan pada rekontruksi mahkota setelah perawatan saluran akar (endodonti). Restorasi akhir pada gigi setelah perawatan endodonti sering menggunakan sistem pasak dan inti. Tujuan penggunaan pasak didalam saluran akar adalah menjadi fondasi restorasi diatasnya sedangkan inti dapat meningkatkan retensi pada mahkota gigi. Banyaknya kehilangan struktur gigi karena karies yang luas, pembukaan akses dan pelebaran saluran akar pada perawatan saluran akar gigi juga menjadi salah satu indikasi pemasangan sistem pasak (Torabi dan Fattahi, 2009).

Sistem pasak dan inti sudah digunakan sebagai restorasi perawatan endodonti lebih dari 100 tahun yang lalu pada kasus kehilangan lebih dari setengah bagian korona gigi. Sistem pasak yang ideal haruslah dapat menggantikan struktur gigi yang hilang, biokompatibel, memiliki modulus elastisitas yang menyerupai dentin, mudah dikeluarkan dari saluran akar jika diperlukan perawatan ulang, memiliki dukungan retensi cukup, mampu mendistribusi tekanan oklusal pada saat aktivitas fungsional dan parafungsional sehingga dapat mencegah terjadinya fraktur akar. Akan tetapi masih banyak dilaporkan pemasangan pasak pada restorasi akhir yang akhirnya


(24)

mengakibatkan fraktur pada akar. Hal ini merupakan salah satu kegagalan yang sering terjadi pada perawatan endodonti (Le Bell-Rönnlöf, 2007).

Oleh sebab itu banyak hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan pasak. Pertimbangan untuk mencapai stabilitas dan retensi menjadi faktor penting untuk mencegah kegagalan restorasi akhir setelah perawatan endodonti (Terry, 2003). Pasak dapat dibedakan berdasarkan cara pembuatannya dan jenis bahannya. Berdasarkan cara pembuatannya pasak terdiri dari pasak buatan pabrik (prefabricated) dan dibuat sendiri (customized). Sedangkan berdasarkan jenis bahan terbagi menjadi pasak metal dan pasak non metal (Cheung, 2005).

Selama ini pemakaian pasak metal tuang masih menjadi pilihan untuk memperbaiki kerusakan mahkota gigi setelah perawatan endodonti. Pasak metal tuang adalah restorasi dari bahan metal yang dimasukkan ke dalam saluran akar yang proses pembuatannya tidak dilakukan di dalam rongga mulut tetapi melalui proses

casting/tuang di laboratorium. Karena prosedur pada pemasangan pasak metal tuang sedikit lebih rumit maka mulai dikembangkan penggunaan pasak metal buatan pabrik. Saat itu banyak yang berpendapat bahwa pemakaian sistem pasak metal dapat memperkuat gigi yang dirawat endodonti (Glazer, 2002).

Beberapa penelitian untuk menganalisa pemakaian pasak metal dalam waktu jangka panjang mulai dilaporkan. Permasalahan yang sering dijumpai pada penggunaan sistem pasak metal antara lain masalah estetis karena terjadinya korosi, pergeseran antara pasak dengan dinding struktur gigi karena hanya mengandalkan


(25)

retensi mekanis, sulit melakukan pembongkaran pada kasus perawatan ulang dan terjadinya fraktur pada akar gigi (Terry, 2003).

Pemakaian pasak metal tuang membutuhkan pembuangan stuktur gigi lebih banyak disebabkan prosedur pembuatannya diperlukan pembuangan undercut lebih banyak pula untuk mempermudah masuknya pasak. Padahal ketika prosedur preparasi saluran akar dalam perawatan endodonti, saluran akar gigi sebelumnya sudah ada pelebaran. Akibatnya penggunaan pasak metal tuang dapat memperlemah akar gigi dan mempunyai resiko yang tinggi akan terjadinya fraktur akar. (Glazer, 2002; Sadeghi, 2006).

Kivan dkk.(2009)menunjukkan bahwa dari 165 gigi insisivus sentralis rahang atas dengan jenis bahan pasak dan ketebalan saluran akar yang berbeda, hasilnya kelompok gigi dengan pasak metal tuang menunjukkan fracture resistance tertinggi dibandingkan pasak bahan non metal. Penelitian yang sama yang dilakukan oleh Torabi dan Fattahi (2009) dalam penelitiannya melaporkan fracture resistance dari 50 gigi premolar pertama mandibula yang menggunakan beberapa jenis bahan pasak dan inti, hasilnya ditemukan pasak metal tuang juga memiliki fracture resistance tertinggi dibandingkan pasak lainnya akan tetapi pola faktur yang terjadi tidak dapat diperbaiki didaerah bagian akar (irrepairable).

Fraktur akar pada pasak metal sering terjadi oleh karena modulus elastisitas bahan metal lebih tinggai dibandingkan dentin gigi sehingga tekanan yang diterima oleh pasak tertumpu pada satu titik yaitu pada daerah akar ujung pasak. Sehingga apabila ada tekanan oklusal yang berlebihan maka struktur akar gigi akan menjadi


(26)

lemah dan rentan terhadap fraktur akar vertikal maupun horizontal yang irrepairable (Kishen, 2006).

Fiber Reinforced Composite (FRC) mulai diperkenalkan di bidang kedokteran gigi sekitar tahun 1990an. Jenis bahan fiber reinforced terbagi atas empat kategori yaitu carbon, quartz, glass, dan polymer seperti polyethylene. Penggunaan bahan FRC pertama sekali digunakan sebagai reinforced bahan gigi tiruan polymethyl methacrylate. Perkembangan FRC mulai meluas dan digunakan sebagai bahan untuk restorasi prostodonti cekat ,retainer ortodonti dan splinting (Le Bell-Rönnlöf, 2007).

Pada bidang konservasi penggunaan klinis Fiber Reinforced Composite

sebagai pasak non metal setelah pasca perawatan endodonti menjadi mulai popular karena banyak kelebihannya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan pasak FRC memiliki perlekatan yang sangat baik dengan memanfaatkan sistem adhesif, memiliki modulus elastisitas menyerupai dentin sehingga dapat mendistribusikan tekanan secara merata sehingga mengurangi resiko terjadinya fraktur akar (Glazer, 2002; Bell-Rönnlöf, 2007; Ferrari, 2008; Belli,2008). Penelitian Torabi dan Fattahi (2009) menunjukkan gigi dengan pasak FRC memiliki pola fraktur pada daerah koronal sehingga mudah untuk direstorasi kembali (repairable).

Pasak fiber reinforced composite (FRC) buatan pabrik (prefabricated) banyak digunakan para klinisi karena lebih estetis dan konservatif dibandingkan pasak metal. Namun prosedur pemasangan pasak FRC buatan pabrik tetap membutuhkan preparasi dentin radikular yang lebih banyak untuk adaptasi pasak masuk ke dalam saluran akar. Hal ini mengakibatkan struktur dentin lebih banyak


(27)

dibuang sehingga dinding saluran akar menjadi lemah dan menjadi predisposisi terjadinya fraktur akar (Terry, 2003; Kishen, 2006; Le Bell-Rönnlöf, 2007).

Perkembangan bahan fiber reinforced composite adalah fiberreinforced yang disusun membentuk sebuah pita dari bahan glass dan polyethelene. Pita fiber reinforced composite dapat digunakan sebagai sistem pasak customized yang memanfaatkan perlekatan adhesif. Sistem ini dapat dikategorikan customized karena operator yang memasukkan pita anyaman fiber reinforced ke dalam saluran akar yang sudah ada semen luting resin dan sekaligus membangun inti dengan resin komposit direk (Belli dan Eskitascioglu, 2008).

Susunan konfigurasi pita fiber reinforced dapat berupa mesh, weave, unidirectional, braided dan locked stitched treads (Ferrari, 2008). Konfigurasi pola anyaman pita fiber reinforced yang berbeda dapat mempengaruhi perlekatan mekanikal dan kimiawi dari bahan pasak customized yang secara tidak langsung dapat menentukan keberhasilan pasak (Le Bell-Rönnlöf, 2007).

Penggunaan pita polytethylene fiber reinforced sebagai pasak customized

semakin populer karena tidak membutuhkan pelebaran saluran akar lebih banyak (Torabi dan Fattahi, 2009). Kombinasi pasak customized dari pita polytethylene fiber reinforced dengan resin komposit direk sebagai restorasi akhir menunjukkan keberhasilan klinis yang sama dengan restorasi akhir mahkota penuh porcelain fused metal pada gigi premolar pasca perawatan endodonti (Schwartz dan Robbins, 2004). Penelitian survival rate yang dilakukan Piovesan dkk. (2007) pada 69 pasien yang direstorasi pasak customized dari pita polytethylene fiber reinforced selama


(28)

obeservasi 97 bulan, hasilnya menunjukkan 90,2% gigi masih bertahan di rongga mulut. Dalam penelitiannya tersebut digunakan pita polytethylene fiber reinforced

dengan konfigurasi anyaman locked sticthed threads sebagai pasak dengan restorasi resin komposit direk. Turker dkk. (2007) melakukan penelitian prospective clinical trial pasak customized polytethylene fiber reinforced dengan anyaman pita locked sticthed threads pada 42 gigi selama 10-73 bulan, hasilnya menunjukkan hanya 1 gigi yang mengalami kegagalan adhesif dentin dan semen sehingga pasaknya lepas.

1.2 Permasalahan

Untuk mendapatkan perlekatan adhesif yang optimal secara mekanikal antara bahan pita polytethylene fiber dengan bahan matrik resin diperlukan wettability sebagai suatu usaha untuk meningkatkan energi permukaan bahan. Wettability yang baik akan menghasilkan mekanikal properti bahan yang kuat (Ferrari, 2008). Selama ini wettability untuk pita fiber resin reinforced dianjurkan dengan resin yang tidak memiliki filler (unfilled resin) seperti bahan wetting resin (Deliperi, 2005; Ferrari, 2008). Akan tetapi penggunaan di klinik, wettability pita fiber reinforced sering diganti dengan menggunakan flowable resin yang biasa digunakan untuk restorasi pit andfissure sealant (Ganesh dan Tandon, 2006).

Fracture resistance dari pasak adhesif dipengaruhi oleh kekuatan perlekatan interfasial antara bahan dan dentin. Perlekatan interfasial yang adekuat antara permukaan tiap serat fiber reinforced dengan matrik resin memang sulit dicapai


(29)

(Terry.,2003). Fracture resistance pada sistem pita polytethylene fiber reinforced

juga dipengaruhi oleh susunan konfigurasi arah pita (Le Bell-Rönnlöf, 2007)

Pita polytethylene fiber reinforced dengan pola anyaman braided dan locked stiched threads memiliki interfasial permukaan yang berbeda disebabkan susunan konfigurasi polytethylene fiber nya juga berbeda. Pita dengan anyaman braided terdiri dari dua sumbu jalinan fiber membentuk anyaman seperti kepang yang mudah terurai (Ferrari, 2008). Sedangkan pita dengan anyaman locked stiched threads terdiri dari tiga sumbu jalinan dengan anyaman fiber yang terkunci (Belli, 2008). Sampai saat ini masih belum ada penelitian mengenai pemakaian pita polyethylene fiber reinforced dengan pola anyaman dan wettability yang berbeda sebagai sistem pasak

customized .

Dari uraian di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk melihat perbedaan fracture resistance sistem pasak customised dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dengan pita anyaman

locked sticthed threads pada restorasi pasca perawatan endodonti.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka timbul permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan fracture resistance sistem pasak customized dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita


(30)

2. Apakah ada perbedaan pola fraktur yang terjadi pada sistem pasak

customized dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dan locked-sticthed threads pada restorasi pasca perawatan endodonti?

3. Apakah ada perbedaan fracture resistance dan pola fraktur sistem pasak

customized dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dan locked-sticthed threads bila menggunakan wettability

wetting resin dan flowable resin?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perbedaan fracture resistance sistem pasak customized dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita

braided dan locked-sticthed threads pada restorasi pasca perawatan endodonti.

2. Mengetahui perbedaan pola fraktur yang terjadi pada sistem pasak

customized dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dan locked-sticthed threads pada restorasi pasca perawatan endodonti.

3. Mengetahui perbedaan fracture resistance dan pola fraktur sistem pasak

customized dari bahan polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita braided dan locked-sticthed threads bila menggunakan wettability


(31)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang Kedokteran gigi mengenai perkembangan bahan sistem adhesif.

2. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai pasak customized

dengan menggunakan bahan adhesif seperti fiber reinforced composite setelah pasca perawatan endodonti.

3. Sebagai bahan pertimbangan dokter gigi dalam pemilihan bahan untuk penggunaan pasak adhesif customized pada restorasi pasca perawatan endodonti sehingga dapat meminimalkan resiko terjadinya fraktur gigi

4. Meningkatkan pelayanan kesehatan gigi masyarakat dengan melindungi gigi yang rusak dengan menggunakan pasak adhesif sebagai salah satu usaha tindakan prefentif.

5. Meningkatkan kualitas perawatan dengan upaya mempertahankan gigi selama mungkin di rongga mulut.


(32)

Pengertian sistem pasak adalah sebuah restorasi yang terbuat dari bahan metal dan non metal yang dimasukkan ke dalam saluran akar untuk menambah retensi mahkota dan menyalurkan tekanan yang diterima secara merata ke sepanjang akar gigi (Widyastuti, 2011). Gigi yang telah dirawat saluran akar sering sekali menggunakan sistem pasak untuk menambah kekuatan dari restorasi akhir (Schwartz dan Robbins, 2004). Gigi yang dirawat endodonti akan menjadi lemah karena kekurangan kandungan air dan kehilangan struktur dentin. Proses karies yang luas pada gigi akan melemahkan struktur gigi dan meningkatkan kerapuhan pada gigi oleh karena itu struktur gigi yang tertinggal membutuhkan dukungan tambahan yaitu dengan pasak yang dapat memberikan retensi dan stabilitas bagi restorasi direct

maupun indirect (Deliperi, 2008).

Beberapa dekade yang lalu, pasak metal tuang (casting) telah menjadi pilihan yang umum untuk restorasi gigi yang dirawat endodonti. Tetapi, banyak kerugian yang disebabkan oleh sistem pasak metal tuang konvensional seperti kehilangan retensi pada pasak ataupun pada mahkota, fraktur pasak dan fraktur akar, dan resiko mengalami korosi. Selain itu sistem pasak metal tuang memerlukan waktu perawatan yang lebih lama, keterlibatan prosedur laboratorium yang meningkatkan biaya perawatan, resiko terkontaminasinya saluran akar karena korosi, pembuangan struktur gigi yang sehat lebih banyak (Cheung, 2005).


(33)

Fraktur akar yang sering terjadi pada sistem pasak dan inti metal disebabkan karena metal memiliki komponen yang lebih rigid sehingga dapat menahan tekanan lebih besar. Akan tetapi didalam saluran akar tekanan akan ditransfer kepada komponen yang memiliki kekakuan lebih kecil. Perbedaan modulus elastisitas antara dentin dengan material pasak menyebabkan distribusi tekanan yang tidak baik sehingga dapat menyebabkan fraktur akar. Akhir-akhir ini, ilmu kedokteran gigi mengubah pilihan dari material yang sangat rigid menjadi material yang memiliki sifat menyerupai dentin untuk menciptakan homogenitas mekanis (Tay dan Pashley, 2007; Gaspar dkk., 2009).

Beberapa tahun kemudian sistem fiber reinforcement diperkenalkan dan mencoba meningkatkan daya tahan resin komposit. Sedangkan fiber-reinforced composite (FRC) diperkenalkan tahun 1990-an dan memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan pasak metal konvensional, yaitu : memiliki estetis yang baik, berikatan dengan struktur gigi, dan memiliki modulus elastisitas yang hampir sama dengan dentin, namun masih membutuhkan preparasi dentin setelah perawatan saluran akar (Deliperi dan Bardwell, 2009).

Sistem Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE) fiber reinforcement akhirnya mulai diperkenalkan. UHMWPE dapat digunakan untuk

build-up pasak dan inti, bahkan dapat beradaptasi dengan dinding saluran akar tanpa membutuhkan pelebaran saluran akar tambahan setelah perawatan endodonti. UHMWPE memiliki modulus elastisitas yang hampir sama dengan dentin dan menciptakan sistem dentin-pasak-inti yang dapat mendistribusikan tekanan di


(34)

sepanjang akar dengan baik. Polyethylene fiber digunakan untuk meningkatkan mekanikal properti material resin komposit (Ayna dkk., 2009).

2.1 Fiber Reinforced Composite sebagai Bahan Pasak Saluran Akar

Fiber Reinforced Composite (FRC) diperkenalkan sebagai alternatif menggantikan sistem pasak metal. Sistem pasak ini digunakan pada gigi yang dirawat endodonti karena memiliki sifat fisik yang lebih baik dibandingkan cast metal post

dan dapat mencegah fraktur vertikal ketika ada beban pengunyahan (Sadegi, 2006). Pada tahun 1990-an, FRC mulai sering digunakan di dalam dunia kedokteran gigi dan pertama sekali digunakan untuk memperkuat basis acrylic pada gigi tiruan lepasan, dan dilaporkan lebih unggul dibandingkan metode konvensional. Sebelumnya, gigi tiruan lepasan telah diperkuat dengan bahan metal, tetapi hanya sedikit yang berhasil secara klinis. Kombinasi dari serat penguat dengan resin dimethacrylate dan particulate filler composites membuat FRC cocok digunakan untuk fixed partial denture. FRC juga mulai sering digunakan dalam splinting

periodontal, perawatan ortodonti, dan dalam implant. Sebagai tambahan, FRC juga disarankan sebagai penguat dalam restorasi komposit yang luas. Beberapa waktu kemudian, FRC digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki gigi insisivus yang mengalami fraktur dengan menggunakannya sebagai pasak. Sejak saat itu, sistem pasak metal tuang maupun buatan pabrik mulai ditinggalkan (Le Bell-Rönnlöf, 2007).

FRC adalah material yang terdiri dari serat penguat yang menempel pada


(35)

disatukan oleh polymer matrix , membentuk sebuah fase yang berkelanjutan selama proses penguatan. Fase ini mentransfer tekanan kepada serat-serat tersebut dan melindunginya dari kelembaban rongga mulut. Agar memiliki efek penguatan, serat-serat tersebut harus memiliki flexural modulus yang lebih tinggi dibandingkan matrix polymer (Le Bell-Rönnlöf , 2007).

Serat penguat dapat berupa serat yang panjang (continuous) ataupun serat yang pendek (discontinuous). Pasak FRC pada saluran akar menggunakan serat penguat yang panjang (continuous) yang terdiri dari continuous unidirectional fibres

(serat panjang dalam satu arah) dan continuous bidirectional fibres (serat panjang dua arah dalam bentuk anyaman) (Gambar 2.1). Serat dalam bentuk anyaman menambah kekerasan pada polymer yang berperan sebagai crack stopper (Le Bell-Rönnlöf , 2007).

Gambar 2.1. Gambaran SEM Bentuk Pola Anyaman Pita Fiber Reinforced Resin: A. Continuous Bidirectional Fibre, B. Continuous Unidirectional Fibres (Garoushi dan Vallitu, 2006)

Kuantitas serat pada FRC mempengaruhi kekuatan dan kapasitas beban. Kuantitas serat umumnya berupa kesatuan unit serat yang memiliki satuan berat

B A


(36)

(Wt%) atau dapat juga dikonversikan ke dalam satuan volume (Vol%), ketika kepadatan polymer dan serat diketahui. Karena volume serat di dalam polymer matrix

mempengaruhi sifat mekanik FRC, maka dianjurkan untuk menyajikan kuantitas serat dalam satuan volume. Persentase volume serat secara manual yang disatukan ke dalam dental resin adalah umumnya dalam kisaran 5-15%. Dengan kontrol proses produksi, saat ini satuan volume telah ditingkatkan menjadi 45-65% (Le Bell-Rönnlöf, 2007).

Serat-serat penguat harus dapat diimpregnasikan dengan baik, artinya resin harus berkontak dengan keseluruhan permukaan serat agar mendapatkan ikatan yang adekuat terhadap polymer matrix. Dengan impregnasi yang baik, akan didapatkan penguatan secara optimal dan distribusi tekanan dari polymer matrix ke serat penguat. Impregnasi yang tidak baik akan menimbulkan beberapa masalah seperti peningkatan penyerapan air sehingga mengarah kepada penurunan sifat mekanis FRC, dan juga diskolorasi FRC dan penghambatan oksigen dari polimerisasi radikal dalam resin. Selain level impregnasi, ikatan pada kontak antara serat dengan matrix bergantung pada interaksi antar komponen, yang dapat berupa mekanikal ataupun kimia. Perlekatan mekanikal bergantung pada morfologi serat. Perlekatan kimia antara

polymer dan serat lebih mengarah kepada sifat kovalennya (Freilich dkk., 2000).

Fiber reinforced composite disemenkan ke saluran akar dengan menggunakan resin semen kemudian dilakukan build-up inti dengan menggunakan resin komposit. Banyak literatur yang melaporkan bahwa sifat biomekanik dari fiber reinforced composite adalah mendekati dentin. Fiber reinforced composite memiliki


(37)

beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan pasak metal konvensional yaitu memiliki estetik yang baik, berikatan baik dengan struktur gigi, memiliki modulus elastisitas yang hampir sama dengan dentin, dan memiliki resiko yang lebih kecil terhadap fraktur (Belli, 2008).

Beberapa literatur menyatakan bahwa rigiditas dari pasak harus mirip dengan akar. Modulus elastisitas dari pasak harus menyerupai dengan dentin dengan tujuan agar memungkinkan untuk menciptakan distribusi tekanan secara efektif dari pasak ke struktur akar, mendistribusikan tekanan oklusal dengan baik di sepanjang akar, mengurangi konsentrasi tekanan, dan meningkatkan fracture resistance (Sadeghi, 2006)

2.2 Klasifikasi Pasak Fiber Reinforced Composite

Berdasarkan pembuatannya restorasi pasak fiber secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu : prefabricated fiber reinforced composite post (pasak buatan pabrik) dan customized fiber reinforced post (pasak buatan). Ada beberapa bahan fiber reinforced composite yang dapat digunakan untuk membuat pasak customized seperti semi-interpenetrating network polymer (semi-IPN) dengan merek dagangnya everStick®(Stick Tech.Ltd,Turku,Finland) (Gambar 2.2), pita polyethylene fiber reinforced dengan merek dagangnya Ribbond® (USA) dan Construct (Kerr) (Le Bell-Rönnlöf , 2007).


(38)

Gambar 2.2. Pasak Customized dari Bahan Semi-Interpenetrating Network Polymer (Semi-Ipn) dengan Merek Dagangnya Everstick® (Le Bell-Rönnlöf, 2007)

2.2.1 Pasak prefabricated fiber reinforced composite

Prefabricated fiber reinforced diperkenalkan tahun 1990-an. Pasak

prefabricated FRC terdiri dari persentase volume yang tinggi dari serat penguat

unidirectional kontinu pada polimerisasi matriks polimer(Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Pasak Fibre Reinforced Resin Buatan Pabrik yang Terbuat dari Serat Penguat Continuous Unidirectional

dalam Struktur Cross Linked Polymer

Matriks polimer

Pasak FRC

Fiber reinforce kontinu


(39)

Matrix yang Tinggi (Le Bell-Rönnlöf, 2007)

Serat yang biasa digunakan adalah carbon, glass ataupun quartz, dan matrix

yang digunakan biasanya adalah epoxy polymer atau campuran epoxy dan

dimethacrylate resin dengan derajat konversi yang tinggi dan struktur cross-linked

yang tinggi. Kuantitas serat pada pasak prefabricated FRC bervariasi dari 40-60 vol% tergantung pada pabriknya (Le Bell-Rönnlöf , 2007).

Pasak prefabricated FRC memiliki keuntungan diantaranya memiliki modulus elastisitas yang mendekati dentin sehingga meminimalisasi terjadinya fraktur. Selain itu, pasak jenis ini mudah untuk dilakukan build-up dan re-treatment, juga memiliki estetis yang baik terutama dari bahan serat glass. Kekurangannya pasak buatan pabrik tetap memerlukan preparasi sehingga terjadi pembuangan struktur dentin (Le Bell-Rönnlöf , 2007).

Jenis pasak prefabricated fiber reinforced composite terbagi berdasarkan serat yang dikandungnya antara lain adalah pasak carbon fiber, glass, dan quartz fiber

(Gambar 2.4).

Gambar 2.4. Non Metal Post: Zirconium Posts, Glass Fiber Posts, Quartz Fiber Posts, dan


(40)

Carbon Fiber Post (Schwartz dan Robbins, 2004)

a) Carbon fiber post

Carbon fiber post mulai populer digunakan sejak tahun 1990-an. Carbon fiber post terdiri dari 64% fiber longitudinal dan 36% epoxy resin matrix. Keuntungan dari

carbon fiber post adalah bersifat lebih fleksibel dibandingkan metal post dan memiliki modulus elastisitas yang hampir sama dengan dentin. Carbon fiber post

berikatan kuat dengan resin semen dan tekanan yang didistribusikan di sepanjang akar lebih merata sehingga lebih sedikit mengakibatkan fraktur akar. Hal ini telah banyak dibuktikan baik melalui penelitian in vitro maupun in vivo. Bahan carbon fiber post berwarna agak gelap sehingga memiliki permasalahan dalam hal estetik. Pasak jenis ini mudah untuk dibongkar dan diperbaiki dengan alat ultrasonic maupun

rotary instrument (Le Bell-Rönnlöf, 2007).

b) Glass fiber post

Glass fiber adalah jenis fiber post yang paling umum digunakan baik dalam dunia kedokteran gigi maupun dalam dunia industri karena memiliki beberapa keuntungan seperti tensile strength yang tinggi, kompresi dan sifat fisik yang baik, modulus elastisitas yang menyerupai dentin, dan harga yang relatif tidak mahal.

Glass fiber post terdiri dari 42% fiber glass, 29% filler, dan 18% resin (Freilich dkk., 2009). Sifatnya yang transparan membuat pasak ini baik digunakan untuk kasus yag memerlukan estetis seperti pada restorasi pasak pada gigi anterior. Glass fiber post


(41)

memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah dibandingkan carbon fiber post

(Saatian, 2006).

c) Quartz fiber post

Pasak jenis ini memiliki estetis yang baik karena bersifat translusen dan menyalurkan transmisi cahaya. Pasak jenis ini memiliki sifat yang biokompatibel, mudah diperbaiki apabila dibutuhkan perawatan endodonti ulang, radiopaque, memiliki tensile strength, flexural strength, dan compressive strength yang tinggi, dan juga memiliki modulus elastisitas yang mirip dengan dentin (Glazer, 2002).

2.2.2 Penggunaan pita polyethylene fiber reinforced composite sebagai pasak

customized.

Pasak customized polyethylene fiber merupakan salah satu jenis pasak yang yang direstorasi oleh operator sendiri. Penggunaan pita polyethylene Fiber Reinforced Composite sebagai pasak customized memerlukan semen luting resin dan resin komposit (Gambar 2.5).

A B C


(42)

Gambar 2.5. Prosedur Pembuatan Pasak Pita Polyethylene Fiber Reinforced (RIBBOND): A. Aplikasi Etsa dan

Bonding ; B. Semen Luting Resin Masuk ke dalam Saluran Akar; C. Pengukuran Pita Polyethylene; D. Pita Polyethylene Masuk ke dalam Saluran Akar; E.

Light Cure; F. Build-up core (Belli, 2008)

Sistem adhesif modern sangat mendukung untuk melindungi dan memperkuat struktur gigi yang tertinggal karena restorasi adhesif menciptakan preparasi yang minimal sehingga dapat memelihara struktur gigi yang sehat. Untuk itulah penggunaan fiber polyethylene semakin berkembang untuk meningkatan daya tahan terhadap resin dan komposit bonding. Permintaan pasien terhadap restorasi estetis pun semakin meningkat sehingga dunia kedokteran gigi mulai meninggalkan amalgam dan semakin memperluas penggunaan fiber polyethylene (Ayna dkk., 2009).

Gambar 2. 6. Sistem Pasak Customized dengan Menggunakan Pita Fiber Reinforced Resin: A. Resin Komposit dan

Fiber Polyethylene Dikondensasi ke dalam Saluran Akar ; B. Restorasi setelah Build-Up (Gluskin, 2002)

Penggunaan Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWP) semakin populer. UHMWP dapat digunakan untuk bulid-up pasak dan inti endodonti bahkan


(43)

dapat beradaptasi dengan dinding saluran akar tanpa memerlukan pelebaran saluran akar tambahan setelah perawatan endodonti (Gambar 2.6)

2.2.3 Pasak fiber polyethylene dan konsep monoblock

Anyaman fiber ini memiliki modulus elastisitas yang hampir sama dengan dentin dan menciptakan sistem monoblock dentin-pasak-inti yang dapat mendistribusikan tekanan di sepanjang akar dengan baik (Belli, 2008). Mulai dari bahan pasak, sealer , sistem adhesif, semen luting dan restorasi inti dan mahkota memiliki sifat yang sama yaitu berbasis resin. Modulus elastisitas semua komponen mendekati modulus elastisitas dentin sehingga tekanan terdistribusi dengan baik. Gambaran sistem pasak customized dari pita polyethylene fiber dapat terlihat dari model gigi trasparan (Gambar 2.7).

Gambar 2.7. Sistem Pasak Adhesive

Customized setelah Polimerisasi pada Model: A. Inti yang

C B A


(44)

Dibentuk dari Pita Polyethylene Fiber dengan Resin Komposit, B. Pasak Individu yang Menggunakan dari Pita

Polyethylene dengan Luting Resin Semen, C. Gutta-Percha (Belli, 2008)

Fiber polyethylene memiliki banyak kegunaan klinis diantaranya digunakan sebagai splint periodontal, bridge untuk gigi anterior, retainer ortodonti, dan juga dapat digunakan sebagai persiapan untuk restorasi mahkota porselen baik pada gigi anterior maupun gigi posterior (Gambar 2.8). Fiber polyethylene terdiri atas dua jenis yaitu leno-weave polyethylene fibers (Ribbond® ) dan braided polyethylene fibers

(Construct, Kerr) dan yang paling sering digunakan adalah Ribbond (Gambar 2.9) (Belli, 2006; Gluskin, 2002; Ayna dkk., 2009).

Gambar 2.8. Penggunaan Pita Fiber Polyethylene: A. Splinting Gigi Avulsi atau Mengalami Trauma; B. Retainer Post Orthodontic (Ganesh dan Tandon, 2006)

B A


(45)

Adapun beberapa kelebihan dari pasak polyethylene fiber reinforced composite adalah sebagai berikut, yaitu :

a. Material pasak polyethyelene fiber reinforced composite

Polyethylene fiber diperkenalkan di pasaran pada tahun 1992. Material ini merupakan fiber pengikat dan memiliki sifat memperkuat stuktur dentin yang tersisa yang terdiri dari fiber glass atau fiber polyethylene. Beberapa penelitian menunjukkan

fiber polyethylene memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dibanding fiber glass

sehingga membutuhkan gunting khusus untuk memotongnya (Terry, 2003)

Setiap pabrik membuat fiber reinforced composite dengan komposisi fiber

yang berbeda-beda. Volume fiber yang terkandung biasanya 50-70% Vol. Kandungan jumlah fiber ini mempengaruhi kekuatan mekanikal (Freilich dkk., 2000). Pita dari

polyethylene fiber ini adalah suatu bahan dengan bentuk anyaman yang sangat kuat yang disebut locked-stitched threads yang efektif menyalurkan tekanan melalui

A B

Gambar 2.9. Susunan Arsitektur Pita Fiber pada Gambaran Scanning Electron Microscope (SEM): A. Leno-Weave Polyethylene Fibers, B. Braided Polyethylene Fibers

B A


(46)

anyaman tanpa menyalurkan tekanan kembali ke resin (Gambar 2.10). Anyaman pita ini sangat fleksibel dan mudah beradaptasi pada kontur lengkung gigi (Ganesh dan Tandon, 2006).

b. Retensi pasak yang maksimal

Fraktur gigi adalah salah satu penyebab kegagalan restorasi pasak dan inti. Stabilitas core dan retensi pasak sangat penting dalam mencegah kegagalan restorasi gigi yang dirawat endodonti. Sistem pasak yang ideal sebaiknya menggantikan kehilangan struktur gigi dan memberikan retensi yang adekuat dan mendukung inti sehingga dapat mendistribusikan tekanan oklusal dengan baik ketika melakukan aktivitas fungsional dan parafungsional untuk mencegah fraktur pada akar. Sistem pasak polyethylene fiber reinforced menggunakan anatomi internal, area permukaan dan ketidakteraturan bentuk saluran akar untuk meningkatkan ikatan dengan dentin, untuk memperbaiki integritas struktur dentin radikular yang tersisa dan meningkatkan retensi dan resistansi terhadap pergerakan (Terry, 2003).

c. Konservasi struktur gigi

Sistem cast post tradisional dan prefabricated post sering membutuhkan pembuangan daerah undercut untuk jalan masuk dan adaptasi terhadap dinding


(47)

saluran akar. Hal ini dapat menyebabkan pembuangan struktur dentin yang lebih banyak. Pengurangan dentin tersebut dapat memperlemah gigi dan menjadi faktor terjadinya fraktur akar horizontal maupun vertikal. Polyethylene fiber post

memberikan pemeliharaan terhadap struktur saluran akar dan merupakan suatu metode yang dapat digunakan dalam perawatan saluran akar yang memiliki konfigurasi tidak teratur karena sistem pasak ini tidak membutuhkan pembentukan jalan masuk. Sebagai tambahan, sistem pasak ini dapat digunakan dengan preparasi yang minimal karena sistem ini mempergunakan undercut dan permukaan yang tidak teratur untuk meningkatkan ikatan. Pemeliharaan struktur dentin ini mengurangi kemungkinan terjadinya fraktur pada gigi selama kegiatan fungsional maupun jika terjadi traumatic injury (Terry, 2003).

d. Estetik yang optimal

Ketika faktor estetik menjadi salah satu fokus maka pertimbangan pemilihan material restorasi yang tepat merupakan hal yang sangat penting. Light transmission properties dari tradisional prefabricated atau cast metal post menunjukkan perbedaan dari gigi asli. Cahaya akan diblok seluruhnya oleh metal post yang akan menyebabkan bayangan pada daerah submarginal. Bila menggunakan restorasi all-ceramic, warna dan opasitas dari metal post akan menciptakan diskolorasi dan bayangan pada gingiva dan servikal gigi.

Sifat optik sekunder dari polyethylene fiber post memungkinkan sifat optik cahaya untuk melewati gigi dan material restorasi untuk merefleksikan, membiaskan, mengabsorbsi, dan meneruskan cahaya sesuai dengan kepadatan optik dari kristal


(48)

hydroxyapatite, enamel rod, dan tubulus dentin. Untuk itu, dalam menciptakan harmonisasi yang optimal dengan gigi di sekitarnya, bahan polyethylene fiber post

dapat secara langsung memperngaruhi restorasi akhir di atasnya (Terry, 2003). e. Modulus Elastisitas Yang Mendekati Dentin

Modulus elastisitas didefinisikan sebagai kekakuan relatif dari suatu material restorasi di dalam kisaran elastis. Desain restorasi yang ideal untuk suatu sistem pasak membutuhkan modulus elastisitas yang mendekati dentin yaitu 14-18 GPa (Belli, 2008). Tradisional metal post memiliki modulus elastisitas yang tinggi yaitu 200 GPa (Gluskin, 2002) Polyethylene fiber post memiliki modulus elastisitas 1.397 GPa dan apabila bergabung dengan flowable resin dan adhesif resin, modulus elastisitas meningkat menjadi 23.6 GPa (Belli, 2008). Modulus elastisitas semen resin

dual cure 18 GPa. Modulus elastisitas resin komposit 16 GPa.(Gluskin, 2002)

Jaringan keras gigi memiliki modulus elastisitas, sehingga penambahan material restorasi dengan modulus elastisitas yang berbeda dapat mempengaruhi kekakuan gigi-restorasi secara kompleks dan menghasilkan tekanan interfasial (Gluskin, 2002). Tekanan interfasial yang dihasilkan oleh perbedaan modulus elastisitas dapat menghasilkan thermal, mekanikal, atau strain shrinkage pada material restorasi (Terry, 2003).

Sistem pasak ini memiliki beberapa keuntungan yang baik terhadap mekanisme kompleks antara polimerisasi shrinkage dan adhesi. Karena modulus elastisitas resin semen adalah rendah, komposit akan merenggang untuk mengakomodasi sifat modulus gigi. Faktor-faktor ini mengurangi dan


(49)

mendistribusikan tekanan ke struktur dentin yang tersisa, mengurangi kemungkinan pemisahan pasak atau fraktur akar, yang meningkatkan keberhasilan klinis dari suatu restorasi kompleks (Belli, 2008).

f. Flexural dan tensile strenght yang menyerupai struktur akar

Desain dan material restorasi mempengaruhi resistansi terhadap fraktur pada gigi yang dirawat endodonti dengan sistem pasak-inti. Karakteristik sistem pasak adalah harus memiliki sifat biomekanikal yang sama dengan jaringan gigi. Bahan penguat yang digunakan untuk pasak polyethylene fiber meliputi jalinan fiber polyethylene yang diberi perlakuan dengan cold-gas plasma. Fiber penguat ini meningkatkan aspek mekanis dari kompleks gigi-restorasi dengan meningkatkan kekuatan flexural dan tensile. Beberapa tipe jalinan sudah digunakan pada berbagai jenis manufaktur, dan hal ini dapat mempengaruhi kekuatan, stabilitas, dan durabilitas. Leno weave dari RIBBOND® (USA) dilaporkan mampu menahan pergeseran di bawah tekanan lebih banyak dari jalinan sederhana dan meminimalkan perjalanan crack micro di dalam matriks resin menjadi crack stoper yang dapat mengakibatkan kegagalan restorasi (Gambar.2.11) (Belli, 2008).


(50)

Jaringan fiber ini memberikan distribusi tekanan yang efisien dengan mengabsorbsi stress pada kompleks restorasi, dan mengarahkan kembali tekanan di sepanjang aksis panjang struktur akar yang tersisa sehingga meminimalisasi resiko fraktur akar (Terry, 2003).

g. Adaptasi internal yang mempengaruhi terjadinya initial crack

Luting semen konvensional (misalnya zinc oxyphosphate) hanya mengisi ruang kosong antara pertemuan restorasi tanpa melekat ke permukaannya. Penggunaan bahan luting dual-cure dengan polyethylenen fiber post memiliki interaksi fisik dan kimia yang baik dengan material dan dentin yang meningkatkan kontinuitas adhesif interfasial. Penggunaan semen resin di antara sistem adhesif dan bahan reinforcement memastikan kontak yang lebih kuat dengan bahan dentin bonding karena viskositas yang lebih rendah dan menghasilkan peningkatan adaptasi morfologi intraradikular. Modulus elastisitas yang rendah akan berperan sebagai

buffer elastis yang mengkompensasi tekanan polimerisasi shrinkage , menghilangkan pembentukan celah, dan mengurangi kebocoran mikro. Apabila modulus elastisitas

Gambar 2.11. Uji Tensile pada Balok Resin Komposit yang dengan impregnasi Pita

Polyethylene Fiber yang Menunjukan Kemampuannya sebagai Crack Stopper


(51)

rendah, komposit akan merenggang untuk mengakomodasi sifat modulus gigi (Kishen, 2006).

Viskositas resin semen yang lebih rendah dapat meningkatkan kemampuan

wettability sehingga menghasilkan adaptasi interfasial internal yang lebih sempurna yang mengurangi pembentukan ruang kosong yang dapat memperlemah permukaan (Terry, 2003). Terbentuknya ruang kosong tersebut akan menjadi awal dari terbentuknya initial crack yang mana ketika tekanan terus diterima maka crack propagation akan diteruskan yang akhirnya menjadi fraktur.

h. Perlekatan atau integrasi adhesif

Sistem polyethylene fiber post memberikan perlekatan yang merata pada saluran dentin internal radikular sehingga meningkatkan resistansi terhadap fatigue

dan fraktur serta peningkatan retensi dan pengurangan kebocoran mikro dan infiltrasi bakteri. Integrasi adhesif antara kelima komponen sistem pasak ini (permukaan dentin akar, semen luting, intraradikular pasak, build-up core, dan crown) memberikan integritas struktural bagi rehabilitasi intraradikular (Terry, 2003). Semua komponen ini memiliki sifat yang sama secara adhesif, sehingga konsep ini disebut sebagai tehnik monoblok (Tay dan Pashley, 2007)

2.3 Perlekatan Fiber Polyethylene dengan Komposit

Bahan polyethylene fiber reinforced dapat menyatu dengan matrik resin dibantu dengan adanya wettability wettability. Untuk mendapatkan adhesi yang baik diperlukan wettability yang merata agar perlekatan interfasial yang optimal


(52)

(Anusavice, 2003). Wettability yang tidak adekuat akan menghasilkan mekanikal properties yang lemah. Gambarannya dapat terlihat dari morfologi scanning electrom micrographs perlekatan interfasial fiber glass dengan matrik yang menunjukkan adanya jarak (gap) antara fiber dan matriks resin (Gambar 2.12) (Freilich dkk., 2000).

Gambar 2.12. Gambar Morfologi Scanning Electrom Micrographs Perlekatan Interfasial Fiber Glass dengan Matrik yang Menunjukkan Jarak (Gap) (Freilich dkk., 2000)

Adanya gap yang merupakan ruangan kosong pada perlekatan bahan Fiber Polyethylene dengan resin menjadi predisposisi terjadinya initial crack pada bahan. Dimana apabila tekanan diteruskan pada area tersebut akan terjadi crack propagation

sampai akhirnya fraktur. Oleh karena itu secara tidak langsung wettability juga mempengaruhi terjadi fraktur (Freilich dkk., 2000)

Wettability pita fiber polyethylene pada aplikasi klinis menggunakan wetting resin. Fiber yang telah diaplikasikan oleh wetting resin dapat dipegang dengan tangan baik memakai sarung tangan atau tidak. Untuk menghindari setting yang terlalu dini antara wetting resin dengan fiber polyethylene, jaga agar fiber yang telah


(53)

dibasahi tadi terhindar dari sinar sampai siap untuk digunakan (Gluskin, 2002). Salah satu tujuan pemberian wetting resin adalah mempersiapkan permukaan fiber agar dapat berikatan secara adhesif dengan bahan berbasis resin. Beberapa laporan kasus ada yang menyarankan prosedur wettability fiber ini digantikan dengan resin komposit flowable. Tetapi belum ada laporan mengenai penggunaan wetting resin

atau flowableresin sebagai wettability pita polyethylenefiber reinforced.

2.4 Faktor Penting yang Merupakan Pertimbangan dalam Restorasi Pasak Adhesif

Dalam melakukan restorasi pasak adhesif ada beberapa prinsip penting yang harus diperhatikan untuk meningkatkan keberhasilan perawatan di antaranya adalah : sistem adhesif, semen luting dan mekanisme perlekatannya, smear layer dan hybrid layer, dan bentuk anatomi saluran akar.

2.4.1 Sistem adhesif

Adhesi adalah suatu mekanisme fisik dan kimia yang kompleks yang menghasilkan suatu perlekatan dari suatu substansi ke substansi lainnya. Adhesif adalah bahan yang biasanya berupa zat cair yang kental yang menggabungkan dua substansi sehingga mengeras dan mampu memindahkan suatu kekuatan dari suatu permukaan ke permukaan lainnya. Seluruh sistem adhesif terdiri dari tiga langkah utama yaitu etsa, primer, dan bonding. Etsa adalah larutan asam yang menghasilkan proses demineralisasi pada permukaan enamel atau dentin yang meningkatkan energi bebas permukaan. Primer terdiri dari campuran monomer hydrophilic dan pelarut yang bertujuan untuk menghasilkan kemampuan wettability permukaan gigi. Bonding


(54)

mengandung bagian yang hydrophobic yang menghasilkan penggabungan dengan bahan restorasi berbasis resin atau semen resin. Bahan bonding diaplikasikan pada permukaan suatu benda agar benda dapat melekat, bertahan dari pemisahan, dan menyebarluaskan beban melalui perlekatannya (Ferrari, 2008).

Penelitian melaporkan penggunaan sistem adhesif total etch pada sistem pasak adhesif karena pada sistem ini dilakukan pencucian setelah proses etsa yang dapat menghilangkan smear layer, dimana keberadaan smear layer sangat berpengaruh terhadap perlekatan dengan dentin. Penggunaan self etch pada sistem adhesif pasak juga dapat digunakan. Dengan memanfaatkan aktivasi secara kimia memberikan keuntungan bila untuk sementasi pada daerah yang tidak dapat cahaya polimerisasi seperti di dalam saluran akar. Akan tetapi smear layer yang ada hanya dimodifikasi untuk mendapatkan bond strength yang optimal (Robenson dkk., 2006).

Simonetti dkk. (2008) dalam penelitiannya mengenai kemampuan sealing dari semen luting resin pada pasak fiber yang menggunakan total etch dan self etch

menunjukkan tidak ada perbedaan pembentukan resin tag pada kelompok sepertiga koronal dan sepertiga tengah saluran, begitupun penggunaan total etch terlihat pembentukan resin tag pada kelompok sepertiga apikal.

2.4.2 Semen luting dan mekanisme perlekatan

Kehilangan retensi pada pasak di saluran akar adalah kegagalan yang paling banyak terjadi. Salah satu faktor yang mempengaruhi retensi pada pasak adalah semen luting dan interaksi antara pasak-inti, pasak-semen, dan dentin-semen


(55)

(Gambar 2.13). Pengaruh dari beberapa semen seperti zinc phosphate, polycarboxylate, glass ionomer, danresin semen terhadap retensi pasak dan resistansi terhadap fraktur pada gigi yang dirawat endodonti, telah diteliti lebih jauh. Walaupun data-data penelitian tidak menyatakan semen luting yang satu lebih baik daripada yang lain, masing-masing semen luting memiliki keuntungan dan kerugian (Le Bell-Rönnlöf, 2007).

Zinc phosphate cement berikatan melalui proses interlocking mekanikal terhadap ketidakteraturan dentin. Tetapi kerugiannya adalah semen ini memiliki perlekatan yang kurang baik terhadap struktur gigi, mengiritasi pulpa, dan tidak memiliki sifat anticariogenic. Polycarboxylate semen memiliki sifat retentif yang lebih kecil dibandingkan zinc phosphate dan semen glass ionomer. Semen glass ionomer telah digunakan pada sementasi pasak metal. Keuntungannya adalah mudah

Dentin-Luting Cement Post-Luting Cement

Post-Core

Gambar 2.13. Perlekatan Sistem Pasak dan Inti (Le Bell-Rönnlöf, 2007)


(56)

digunakan, memiliki perlekatan yang baik dengan struktur gigi, dan memiliki sifat

anticariogenic, tetapi kekurangannya adalah kekakuannya yang rendah dan bersifat rapuh (Le Bell-Rönnlöf, 2007)

Beberapa penelitian melaporkan untuk meningkatkan retensi pasak dengan menggunakan semen resin adhesif, tetapi penelitian lain tidak menganjurkan hal yang sama. Beberapa penelitian melaporkan semen jenis ini memiliki retensi dan resistansi yang lebih baik dibandingkan zinc phosphate semen. Modulus elastisitas semen resin mendekati dentin sehingga sangat baik digunakan untuk mendukung dinding akar yang tipis. Dalam penggunaannya, semen resin tidak baik untuk dikombinasikan dengan sealer yang berbasis eugenol, karena kontaminasi dentin dengan eugenol

memiliki efek yang mengganggu semen resin, karena senyawa phenolic seperti

eugenol menghalangi polimerisasi radikal bebas pada semen resin. Keberadaan

eugenol pada dentin radikular mungkin menjadi alasan mengapa beberapa penelitian menghasilkan hasil yang tidak baik. Semen resin adhesif bersifat sensitif karena waktu kerjanya yang pendek. Selain itu, dibutuhkan kelembaban yang optimal untuk mendapatkan adhesi dan polimerisasi yang optimal, dimana hal ini akan sulit didapatkan pada sementasi pasak dengan ruang pasak yang dalam, dimana kontrol kelembaban sulit dilakukan. (Le Bell-Rönnlöf, 2007; Terry, 2003).

Semen resin dual cured direkomendasikan sebagai semen luting pada pasak

fiber reinforced composite (FRC). Hal ini dikarenakan semen resin memiliki daya tahan terhadap fraktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan semen yang lainnya. Dentin saluran akar dietsa terlebih dahulu sehingga akan menghasilkan adhesi yang


(57)

lebih kuat. Hal ini disebabkan karena proses pengetsaan menyebabkan tubulus dentin terbuka dan kolagen fiber akan terekspos sehingga bahan bonding akan berpolimerisasi dengan tubulus dentin sehingga akan menghasilkan ikatan yang kuat.

Komposisi resin-based cement hampir menyerupai resin-based composite filling materials (matriks resin dengan inorganic fillers). Monomer yang tergabung di dalam semen resin digunakan untuk meningkatkan perlekatan ke dentin. Polimerisasi dapat dicapai dengan conventional peroxide-amine induction system (self cure, autopolymerizble) atau dengan light cure. Beberapa sistem menggunakan kedua mekanisme tersebut dan disebut sistem dual-cure. Dual cure dapat meningkatkan derajat konversi dari semen, dan sifat mekanis semen seperti modulus elastisitas dan kekerasan semen dapat diperbaiki (Giachetti et al dikutip dari Le Bell-Rönnlöf, 2007)

Mekanisme adhesi yang paling penting pada sementasi pasak adalah adhesi mekanik (interlocking), adhesi kimia, dan interdiffusi. Adhesi mekanik adalah berdasarkan interlocking adhesif pada permukaan yang tidak teratur dari substrat. Adhesi kimia adalah berdasarkan ikatan kovalen ataupun ionik yang menghasilkan perlekatan adhesif yang kuat. Interdiffusi adalah berdasarkan difusi dari molekul polimer pada permukaan ke jaringan molekular permukaan yang lainnya. Mekanisme ini digunakan dalam perlekatan pasak pada saluran akar. Homogenitas mekanis dan integrasi dari interfasial yang berbeda adalah sesuatu yang penting pada sistem pasak (Le Bell-Rönnlöf, 2007).


(58)

2.4.3 Smear layer dan hybrid layer

Perlekatan pada dentin menjadi lebih sulit dengan keberadaan smear layer.

Smear layer merupakan lapisan debris organik yang terdapat pada permukaan dentin akibat preparasi dentin. Smear layer masuk kedalam tubulus dentin dan berperan sebagai barier difusi, sehingga menurunkan permeabilitas dentin. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pengetsaan dentin untuk menyingkirkan smear layer. Fusayama (1980) yang dikutip dari Pashley (2002) sebagai pelopor etsa dentin untuk mendapatkan ikatan secara adhesif antara dentin dan resin komposit dan untuk melarutkan smear layer. Smear layer dihilangkan melalui pengetsaan dengan asam

phospor 37% selama 15 detik yang menyebabkan terbukanya tubulus dentin. Pengetsaan terhadap intertubular dan peritubular dentin mengakibatkan penetrasi dan perlekatan bagi bahan bonding sehingga terbentuk hybrid layer (Pashley, 2002).

Mekanisme bonding dari dentin bonding agent adalah melalui hybrid layer. Lapisan inilah yang secara mikromekanis berikatan dengan serat kolagen dentin yang telah terbuka karena demineralisasi. Ikatan ini terbentuk oleh difusi resin pada resin

primer dan bonding. Ketebalan hybrid layeradalah <1 μm untuk sistem all in one dan mencapai 5 μm pada sistem konvensional (Pashley, 2002).

2.4.4 Bentuk anatomi saluran akar

Ketika sistem pasak dan inti digunakan pada restorasi perawatan endodonti, maka pertimbangan bentuk anatomi saluran akar harus diperhatikan dengan baik


(59)

Insisivus sentral dan lateral rahang atas biasanya memiliki bagian akar yang cukup besar untuk memuat hampir keseluruhan sistem pasak (Baum dan Philips,1995). Kaninus rahang atas memiliki akar faciolingual yang lebar, dan biasanya mengharuskan untuk dibuatkan pasak customized (pasak individual). Premolar rahang atas memiliki permasalahan yang bervariasi yaitu : dinding saluran akarnya tipis dan meruncing (tapered), proximal invagination, adanya pemisahan saluran akar, akar distal-apikal yang membentuk lekukan, dan bagian fasial dari akar palatal yang membentuk lekukan (Hussein, 2000). Hal-hal ini menyebabkan harus dihindarinya penempatan pasak yang panjang karena dapat memperlemah akar secara berlebihan atau perforasi saluran akar, sehingga dapat menyebabkan kegagalan yang lebih lanjut. Pada molar rahang atas, akar palatal adalah akar yang paling tepat untuk penempatan pasak walaupun terkadang masih menimbulkan masalah. Ditemukan bahwa 85% akar fasial telah menunjukkan bentuk yang membelok. Invaginasi terkadang terjadi pada permukaan fasial dan palatal, dan hal ini dapat menjadi predisposisi perforasi akar ketika penempatan pasak (Kishen, 2006).

Insisivus rahang bawah sangat sulit untuk diperbaiki dengan sistem pasak dan inti, dan tingkat keberhasilan perawatan tanpa menggunakan sistem pasak masih lebih tinggi. Premolar rahang bawah memiliki struktur akar yang cukup besar untuk menerima pasak, tetapi sudut mahkota dan akar harus dipertimbangkan karena pengeboran secara aktif untuk menciptakan ruang pasak dapat menghasilkan perforasi pada dinding fasial akar. Molar rahang bawah memiliki akar mesio-distal yang sangat


(60)

tipis, untuk itu harus dihindari penempatan pasak prefabricated (buatan pabrik) karena akan semakin memperlemah akar tersebut (Hussein, 2000).

2.5 Faktor Predisposisi Terjadinya Fraktur pada Gigi dengan Pasak pada Pasca Perawatan Endodonti

Kishen (2006) membagi beberapa faktor yang menjadi predisposisi terjadinya fraktur pada restorasi sistem pasak setelah perawatan endodonti antara lain yaitu : 1) Sudut pemberian beban/loading angle, 2) Pembuatan ferrule, 3) Jaringan dentin yang tersisa 4) Ada dan tidak ada keterikatan dengan air, 5) Pertimbangan bahan inti mahkota, 6) Bentuk pasak, 7) Perlekatan pasak dengan dentin 8) Diameter pasak, 9) Modulus elastisitas dari pasak (Gambar 2.14).

Gambar 2.14. Faktor Predisposisi Fraktur pada Restorasi Pasak dan Inti (Kishen, 2006)

Kegagalan restorasi pasak karena retensi dan resistansi pasak yang tidak adekuat. Salah satunya disebabkan berkurangnya struktur dentin radikular yang

Mahkota -Arah beban -Efek Ferul

Inti -Bahan material

Pasak -Bentuk pasak

-Adhesi pasak ke dentin -Diameter pasak

-Modulus elastisitas pasak

Struktur gigi tersisa -Dentin

-Ada atau tidak ada keterikatan air


(61)

terlalu banyak pada saat preparasi dentin sehingga dapat mengakibatkan terjadinya fraktur.

Torabi dan Fattahi (2009) dalam penelitiannya membagi pola fraktur yang terjadi pada restorasi pasak ke dalam dua kelompok yaitu repairable fracture dan

irrepairable fracture (Gambar 2.15). Repairable fracture merupakan fraktur yang terjadi pada restorasi pasak yang dapat diperbaiki lagi karena fraktur ini terjadi pada

crown, core, post dan core, dan cervical root. Sedangkan tipe irrepairable fracture

merupakan fraktur yang terjadi pada restorasi pasak dimana tidak dapat diperbaiki lagi karena terjadi pada sepertiga tengah akar gigi. Fraktur akar vertikal dan horizontal juga termasuk ke dalam irrepairable fracture.

Gambar 2.15. Pasak Metal Tuang yang Mengalami Irrepairable Fracture (Torabi dan Fattahi, 2009)

Ketika fraktur terjadi pada sistem pasak, sangat penting untuk menentukan tipe kegagalan perlekatan dan pada hubungan permukaan yang mana kegagalan perlekatan tersebut terjadi. Kegagalan tersebut dapat berupa adhesive failure yaitu


(62)

kegagalan perlekatan antara dua hubungan permukaan, atau dapat juga berupa

cohesive failure yaitu kegagalan perlekatan antara materialnya (adhesif, semen,atau pasak) (Le Bell-Rönnlöf, 2007)

2.6 Efek Ferrule

Efek Ferrule didefinisikan sebagai vertical band dari struktur gigi pada aspek gingival dari suatu preparasi mahkota gigi. Efek ini digunakan pada preparasi pasak dalam bentuk kontrabevel melingkari gigi. Preparasi feruule ini menguatkan aspek koronal dari preparasi pasak, menghasilkan suatu dudukan oklusal, dan bertindak sebagai bentuk antirotasi (Gambar 2.16).

Gambar 2.16. Preparasi Ferrule Effect 2 mm Berbentuk Kontra Bevel Melingkari Gigi di atas Servikal Gigi untuk Menambah Resistensi Pasak (Baum dan Phillips, 1995; Garoushi dan Vallitu, 2006)


(63)

Ferrule effect manambah retensi, tetapi yang lebih utama adalah menyediakan resistensi pada gigi. Preparasi ferrule dengan tinggi 1 mm telah menunjukkan resistensi yang lebih baik daripada gigi yang direstorasi pasak tanpa menggunakan sistem ferrule. Penelitian lain menunjukkan bahwa preparasi ferrule 1,5 sampai 2 mm memberikan keuntungan ketahanan pasak maksimum dan dapat mencegah terjadinya fraktur akar, walaupun ada beberapa pola fraktur pada koronal yang masih dapat direstorasi kembali (Le Bell-Rönnlöf, 2007).

Dikbas dkk. (2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa berbagai macam desain ferrule pada restorasi pasak fiber gigi insisivus maksila tidak berpengaruh terhadap kemampuan fracture resistance.


(64)

2.7 Landasan Teori

Jenis bahan pasak Jenis pasak berdasarkan

pembuatannya

Metal (Alloy)

Non metal (fiber)

Pasak buatan sendiri

(customized)

)

Pasak buatan pabrik (prefabricated)

Pasak Metal

Casting

Pasak Metal

prefabricated

Pasak customized dari pita fiber

Pasak fiber prefabricated

Quartz

Zirconia

Glass

Polyethylene

Pola Anyaman Pita

Locked-stitched threads Woven Braided Perlekatan dengan Mekanis Adhesif Predisposisi Fraktur Fracture resistance

Efek Ferrule Gold

Titanium

Self Etch

Wettability

Total Etch

Restorasi Sistem pasak pasca perawatan endodonti

Sisa Stuktur dentin Bahan pembuat inti Perlekatan pasak-dentin Wetting resin Flowable resin Semen luting resin


(65)

Restorasi sistem pasak sering diperlukan pada restorasi akhir pasca perawatan endodonti. Pembagian pasak berdasarkan cara pembuatannya terbagi atas dua yaitu : 1) Pasak Buatan pabrik dan 2) Pasak buatan sendiri. Sedangkan jenis bahan yang biasa digunakan dapat dikategorikan menjadi bahan metal dan non metal. Pasak tradisional yang selama ini digunakan adalah jenis pasak metal atau dari Alloy yang proses pembuatan melalui proses laboratorium. Sedangkan pasak metal prefabricated

adalah pasakbuatan pabrik. Pasak dari bahan emas dulu menjadi pilihan karena tidak mengalami korosi. Pemakaian bahan titanium juga dikenal sebagai bahan pasak buatan pabrik yang kurang mengalami korosi.

Kemudian belakangan ini berkembang bahan pasak non metal yang terdiri dari Quartz, Zirconia, Glass dan Polyethylene. Dimana masing masing bahan ini juga juga sudah ada sediaan buatan pabrik. Sementara bahan Polyethylene dikembangkan dalam bentuk pita dengan pola anyaman fiber reinforced yang bervariasi. Saat ini yang tersedia di pasaran adalah jenis pita fiber reinforced dengan pola anyaman Woven, Braided dan Locked Stitched treads. Untuk membuat pasak customized

dengan menggunakan pita fiber reinforced diperlukan wettability yang sempurna untuk meningkatkan ikatan perlekatan secara mekanikal antara bahan pita fiber reinforced dengan semen luting resin dan dentin di dalam saluran akar.

Penggunaan semen berbasis resin diperlukan pada pemakaian pasak adhesif untuk mendapatkan retensi. Sistem adhesif total etch dan self etch merupakan bahan yang diaplikasikan pada permukaan dentin saluran akar untuk perlekatan dengan


(66)

semen luting resin. Masing-masing perlekatan kedua bahan tersebut dengan sistem pasak adhesif akan menghasilkan ikatan yang berbeda.

Gigi yang sudah dilakukan perawatan endodonti rentan terjadi fraktur. Ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi gigi pasca endodonti menjadi fraktur. Preparasi ferrule, diperlukan sebagai anti rotasi pada penggunaan pasak. Pertimbangan struktur dentin yang tersisa juga menjadi hal yang penting karena semakin tipis dinding dentin resiko terjadinya fraktur lebih tinggi. Bahan pembentuk inti atau core juga menjadi hal yang penting yang dapat menjadi predisposisi terjadinya fraktur. Bahan dengan modulus elastisitas yang menyerupai dentin akan mendistribusikan tekanan secara merata. Perlekatan pasak dengan dentin juga mempengaruhi karena sangat berkaitan juga dengan distribusi tekanan dari tekanan yang diterima pasak ke permukaan dentin sepanjang saluran akar. Perlekatan atau bonding yang baik akan mempengaruhi kekuatan dari pasak untuk menahan tekanan.


(1)

107

Lampiran 4


(2)

108

Lampiran 5


(3)

109

Lampiran 6


(4)

110

Lampiran 7


(5)

111

Lampiran 8


(6)

112

Lampiran 9


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Self Cure Activator Pada Sistem Adhesif Untuk Pemasangan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber Reinforced Terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)

1 51 109

Perbedaan Celah Mikro Pasak Glass Prefabricated Fiber Reinforced Dan Pasak Pita Polyethylene Fiber Reinforced Dengan Menggunakan Sistem Adhesif Total- Etch (Penelitian In Vitro).

5 86 97

Pengaruh Sistem Pasak Customised Dari Pita Polyethylene Reinforced Fiber Dengan Dan Tanpa Preparasi Ferrule Pada Terhadap Ketahanan Fraktur Dan Pola Fraktur Secara In Vitro

1 80 80

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

2 66 98

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 22

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 4

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 10

Perbedaan Fracture Resistance Sistem Pasak Customized dari Bahan Polyethylene Fiber Reinforced dengan Menggunakan Bentuk Anyaman Pita Braided dan Locked-Sticthed Threads pada Restorasi Pasca Perawatan Endodonti

0 0 37

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbedaan Fracture Resistance Sistem Pasak Customized dari Bahan Polyethylene Fiber Reinforced dengan Menggunakan Bentuk Anyaman Pita Braided dan Locked-Sticthed Threads pada Restorasi Pasca Perawatan Endodonti

0 0 9

CUSTOMIZED DARI BAHAN POLYETHYLENE FIBER REINFORCED DENGAN MENGGUNAKAN BENTUK

0 1 20