Smear layer dan hybrid layer

36

2.4.3 Smear layer dan hybrid layer

Perlekatan pada dentin menjadi lebih sulit dengan keberadaan smear layer. Smear layer merupakan lapisan debris organik yang terdapat pada permukaan dentin akibat preparasi dentin. Smear layer masuk kedalam tubulus dentin dan berperan sebagai barier difusi, sehingga menurunkan permeabilitas dentin. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pengetsaan dentin untuk menyingkirkan smear layer. Fusayama 1980 yang dikutip dari Pashley 2002 sebagai pelopor etsa dentin untuk mendapatkan ikatan secara adhesif antara dentin dan resin komposit dan untuk melarutkan smear layer. Smear layer dihilangkan melalui pengetsaan dengan asam phospor 37 selama 15 detik yang menyebabkan terbukanya tubulus dentin. Pengetsaan terhadap intertubular dan peritubular dentin mengakibatkan penetrasi dan perlekatan bagi bahan bonding sehingga terbentuk hybrid layer Pashley, 2002. Mekanisme bonding dari dentin bonding agent adalah melalui hybrid layer. Lapisan inilah yang secara mikromekanis berikatan dengan serat kolagen dentin yang telah terbuka karena demineralisasi. Ikatan ini terbentuk oleh difusi resin pada resin primer dan bonding. Ketebalan hybrid layer adalah 1 μm untuk sistem all in one dan mencapai 5 μm pada sistem konvensional Pashley, 2002. 2.4.4 Bentuk anatomi saluran akar Ketika sistem pasak dan inti digunakan pada restorasi perawatan endodonti, maka pertimbangan bentuk anatomi saluran akar harus diperhatikan dengan baik Universitas Sumatera Utara 37 Insisivus sentral dan lateral rahang atas biasanya memiliki bagian akar yang cukup besar untuk memuat hampir keseluruhan sistem pasak Baum dan Philips,1995. Kaninus rahang atas memiliki akar faciolingual yang lebar, dan biasanya mengharuskan untuk dibuatkan pasak customized pasak individual. Premolar rahang atas memiliki permasalahan yang bervariasi yaitu : dinding saluran akarnya tipis dan meruncing tapered, proximal invagination, adanya pemisahan saluran akar, akar distal-apikal yang membentuk lekukan, dan bagian fasial dari akar palatal yang membentuk lekukan Hussein, 2000. Hal-hal ini menyebabkan harus dihindarinya penempatan pasak yang panjang karena dapat memperlemah akar secara berlebihan atau perforasi saluran akar, sehingga dapat menyebabkan kegagalan yang lebih lanjut. Pada molar rahang atas, akar palatal adalah akar yang paling tepat untuk penempatan pasak walaupun terkadang masih menimbulkan masalah. Ditemukan bahwa 85 akar fasial telah menunjukkan bentuk yang membelok. Invaginasi terkadang terjadi pada permukaan fasial dan palatal, dan hal ini dapat menjadi predisposisi perforasi akar ketika penempatan pasak Kishen, 2006. Insisivus rahang bawah sangat sulit untuk diperbaiki dengan sistem pasak dan inti, dan tingkat keberhasilan perawatan tanpa menggunakan sistem pasak masih lebih tinggi. Premolar rahang bawah memiliki struktur akar yang cukup besar untuk menerima pasak, tetapi sudut mahkota dan akar harus dipertimbangkan karena pengeboran secara aktif untuk menciptakan ruang pasak dapat menghasilkan perforasi pada dinding fasial akar. Molar rahang bawah memiliki akar mesio-distal yang sangat Universitas Sumatera Utara 38 tipis, untuk itu harus dihindari penempatan pasak prefabricated buatan pabrik karena akan semakin memperlemah akar tersebut Hussein, 2000.

2.5 Faktor Predisposisi Terjadinya Fraktur pada Gigi dengan Pasak pada Pasca Perawatan Endodonti

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Self Cure Activator Pada Sistem Adhesif Untuk Pemasangan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber Reinforced Terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)

1 51 109

Perbedaan Celah Mikro Pasak Glass Prefabricated Fiber Reinforced Dan Pasak Pita Polyethylene Fiber Reinforced Dengan Menggunakan Sistem Adhesif Total- Etch (Penelitian In Vitro).

5 86 97

Pengaruh Sistem Pasak Customised Dari Pita Polyethylene Reinforced Fiber Dengan Dan Tanpa Preparasi Ferrule Pada Terhadap Ketahanan Fraktur Dan Pola Fraktur Secara In Vitro

1 80 80

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

2 66 98

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 22

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 4

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

0 0 10

Perbedaan Fracture Resistance Sistem Pasak Customized dari Bahan Polyethylene Fiber Reinforced dengan Menggunakan Bentuk Anyaman Pita Braided dan Locked-Sticthed Threads pada Restorasi Pasca Perawatan Endodonti

0 0 37

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Perbedaan Fracture Resistance Sistem Pasak Customized dari Bahan Polyethylene Fiber Reinforced dengan Menggunakan Bentuk Anyaman Pita Braided dan Locked-Sticthed Threads pada Restorasi Pasca Perawatan Endodonti

0 0 9

CUSTOMIZED DARI BAHAN POLYETHYLENE FIBER REINFORCED DENGAN MENGGUNAKAN BENTUK

0 1 20