5.2 Pola fraktur yang terjadi setelah uji fracture resistance pada sistem pasak
customized polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita yang berbeda pada restorasi pasca perawatan endodonti.
Pola fraktur yang terjadi setelah uji ketahan fraktur ini dilakukan dengan pengamatan manual. Peneliti membagi kategori pola fraktur menjadi dua kategori
yaitu repairable dan irrepairable sesuai dengan penelitian Torabi dan Fattahi 2009. Fraktur yang repairable merupakan fraktur yang dapat direstorasi kembali dimana
pola fraktur melibatkan daerah inti dan pasak di bagian koronal. Sedangkan fraktur yang irrepairable merupakan fraktur yang tidak dapat direstorasi kembali karena pola
fraktur berada didaerah akar gigi Ferrari, 2008. Dari hasil uji Kruskal-Wallis secara statistik tidak ada perbedaan pola fraktur
yang signifikan p=0,2 p0,05 antara sistem pasak customized polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan bentuk anyaman pita yang berbeda dan wettability
yang berbeda. Akan tetapi secara data deskriptif kelompok pasak customized polyethylene fiber reinforced dengan wetting resin menunjukkan pola fraktur 80-90
sampel yang mudah direstorasi kembali repairable sedangkan pola fraktur yang terjadi pada kelompok pasak dengan flowable resin 60-50 sampel repairable.
Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan kemampuan wettability dari kedua bahan wetting resin dan flowable resin. Larutan wetting resin lebih cair
dibandingkan flowable resin yang lebih kental. Kemampuan mengalir dan membasahi setiap permukaan dan jalinan pita polyethylene fiber reinforced lebih optimal pada
cairan wetting resin dibandingkan flowable resin. Sudut kontak pembasahan pada wetting resin lebih kecil sehingga lebih memungkinkan peningkatan adhesi interfasial
Universitas Sumatera Utara
Anusavice, 2009. Adanya gap pada adhesi interfasial dapat menjadi penyebab utama terjadinya microcrack yang dapat mempengaruhi bentuk pola terjadinya
fraktur Kishen, 2006. Prediksi pola fraktur yang terjadi sangat dipengaruhi oleh kemampuan
mekanis pasak dan juga distribusi tekanan. Faktor-faktor yang memperngaruhi kemampuan mekanis pasak adalah orientasi konfigurasi fiber, jumlah fiber,
bergabungnya fiber dalam polimer matriks Le Bell-Rönnlöf, 2007. Salah satu pembagian orientasi konfigurasi fiber menurut Ferrari 2008 terdiri dari susunan pola
yang paralel, panjang dan berkelanjutan unidirectional, selain itu ada orientasi konfigurasi fiber terdiri dari susunan pola bidirectional dimana serat tersusun dalam
dua arah braided dan 3 arah locked stiched threads. Pola susunan konfigurasi fiber juga secara tidak langsung dapat mempengaruhi penyerapan tekanan terhadap bahan
yang nantinya akan juga berpengaruh akan kemampuan reinforced bahan fiber pada matriks resin Belli dan Eskitascioglu, 2008
Pada kelompok dengan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan pola anyaman braided adalah 90 repairable fracture dengan wettability wetting resin.
Hal ini mungkin disebabkan volume serat fiber reinforced jadi lebih banyak pada daerah inti. Sehingga efek reinforced bekerja dengan cara menyebarkan daerah
rambatan tekanan sehingga intial crack yang terjadi disebarkan pada daerah interfasial yang lemah Schwartz dan Robbins, 2004. Serat pada pita polyethylene
fiber reinforced dengan pola anyaman braided berkumpul pada daerah core mahkota sehingga tekanan yang diterima ditransfer dari satu serat ke serat lainnya
Universitas Sumatera Utara
melalui permukaan interfasial polyethylene fiber reinforced dengan matrik resin komposit Belli dan Eskitascioglu, 2008.
Gambar 5.2 menunjukkan serat fiber pada saat aplikasi pasak dan core di daerah mahkota, dimana pita braided terlihat terurai sehingga efek reinforced nya
lebih besar dibandingkan dengan pita locked stiched threads.
Ketika terjadi fraktur pada sistem pasak kegagalan perlekatan dapat dianalisis dengan mengamati hubungan ikatan perlekatan permukaan. Kegagalan tersebut dapat
berupa adhesive failure yaitu kegagalan perlekatan antara dua hubungan permukaan, atau dapat juga berupa cohesive failure yaitu kegagalan perlekatan antara materialnya
Le Bell-Rönnlöf, 2007. Hasil penelitian ini terlihat adhesive failure lebih banyak Gambar 5.2. Pasak customized polyethylene fiber
reinforced dari pita braided kanan;
Pasak customized
polyethylene fiber reinforced dengan pita locked stiched threads
ki i
Universitas Sumatera Utara
terlihat daripada cohesive failure, hal ini disebabkan serat fiber memberikan efek reinforced pasa sistem pasak monocore Tay dan Pashley, 2007.
Hasil penelitian fracture resistance pada pita fiber reinforced dengan pola anyaman dan wettability berbeda sebagai pasak customized secara statistik
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Hal ini kemungkinan disebabkan ketebalan dentin pada sampel gigi yang bervariasi, sehingga dapat mempengaruhi
konsentrasi tekanan ketika diberikan tekanan statis dari alat. Akan tetapi dari data deskriptif pola fraktur pada pasak fiber yang menggunakan wetting resin, lebih
banyak fraktur pada daerah yang mudah untuk dapat direstorasi kembali repairable. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Torabi dan Fattahi 2009 dan Sadeghi
2006 yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang sifgnifikan fracture resistance pada beberapa jenis pasak fiber resin reinforced, tetapi pola fraktur yang terjadi selalu
pada daerah koronal sehingga mudah untuk direstorasi kembali repairable. Keterbatasan pada penelitian ini adalah Zig pada alat Universal Testing
Machine yang masih terlalu besar untuk uji mekanis sampel gigi, karena ukuran dan karakteristik Zig dapat mempengaruhi area konsentrasi tekanan dan homogenitas
load sehingga secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi nilai load dalam meningkatkan fracture resistance.
Universitas Sumatera Utara
91
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN