Kendala Pengembangan Lahan Rawa
kesuburan lahan yang rendah diakibatkan oleh adanya tanah sulfat masam dan gambut Sarwani 1994; Noor 1996; Widjaya Adi 1997.
Rifani 1998 mengemukakan kendala agrofisik lahan rawa itu dapat berupa tanah yang masam, kesuburan tanah yang rendah, kemungkinan terjadinya
keracunan aluminium dan besi, lapisan pirit yang terdapat pada permukaan tanah, gambut terlalu tebal, fluktuasi air pasang dan surut, perubahan kuantitas dan
kualitas air pada musim hujan dan kemarau yang dapat berdampak buruk terhadap tanaman pertanian.
Menurut Buman dan Driessen 1985 dalam Adimiharja et al. 2004, sifat kimia yang menjadi masalah utama adalah kemasaman yang tinggi, kadar
Al
+3
, Fe
+2
, dan sulfat yang tinggi , salinitas, kahat hara makro dan sebagian hara mikro. Sifat dan watak lahan rawa antara lain sifat fisika yang jelek, kerapatan
lindak yang rendah, sifat kering tak balik, serta ketahanan penetrasi yang rendah sehingga menyulitkan dalam mekanisasi pertanian. Noor dan Saragih 1997
mengungkapkan kurang matangnya tanah, kadar lempung dan gambut yang nisbi tinggi membuat tanah bersifat lunak sehingga tidak mampu menahan tekanan
berat. Reaksi pembentukan pirit dari besi oksida Fe2O3 sebagai sumber Fe
digambarkan sebagai berikut: Fe
2
O
3
+ SO
4 2-
+ 8CH
2
O + 12O
2
2FeS
2
+ 8HCO
3-
+ 4H
2
O sulfat bahan organik PIRIT karbonat
Pirit akan membahayakan tanaman apabila terangkat kepermukaan dan teroksidasi sehingga menjadi racun. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian
melakukan pengolahan tanah di lahan rawa Noor 2004. Menurut Noor 2004, masalah keteknikan pada lahan rawa menyangkut
serangan karat yang kuat dan daya dukung lahan yang rendah. Kondisi masam pada tanah ini diikuti oleh kelarutan sulfat yang tinggi akan menyerang bangunan
dari semen dan alat-alat atau mesin pertanian dari besi. Keadaan ini akan mempercepat terjadinya kerusakan pada alat dan mesin-mesin pertanian yang
digunakan. Alat pertanian yang umumnya dapat dipakai untuk waktu 4-5 tahun, di lahan sulfat masam hanya dapat bertahan 2-3 tahun dan lebih dari itu alat sudah
harus diganti .
Alihamsyah 1993 menyatakan keragaman kondisi lahan, tata ruang, keterpencilan lokasi, ketersediaan suku cadang, dan egroekosistem yang spesifik
menyebabkan alsintan yang cocok untuk dikembangkan di daerah pasang surut masih sangat terbatas. Hasil program penelitian dan mekanisasi pertanian di
Balittra Banjarbaru mengungkapkan kenyataan bahwa sebagian alat dan mesin pertanian, baik yang diimpor maupun di produksi dalam negeri belum banyak
dimanfaatkan petani karena kurang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi petani. Selain itu, kebijakan dan penerapan alat mekanisasi yang ada kurang tepat,
sehingga perkembangannya terhambat.