Latar Belakang Analisis ergonomi pada penyiapan lahan sawah lebak menggunakan alat tradisional tajak di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian bagi bangsa Indonesia bukan hanya sekedar bercocok tanam untuk menghasilkan bahan pangan. Pertanian merupakan bagian dari budaya dan sekaligus urat nadi kehidupan sebagian masyarakatnya. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa maju mundurnya bangsa Indonesia sangat bergantung pada keberhasilan dalam membangun sektor pertaniannya. Penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 238 juta jiwa, dengan laju pertambahan penduduk 1.4 dan 99 mengkonsumsi nasi sebagai pangan utama, tentu akan memerlukan tambahan pangan yang besar SUSENAS 2010. Pulau Jawa masih memegang peranan sebagai pemasok utama pangan secara nasional. Adanya tekanan jumlah penduduk, urbanisasi dan perkembangan industri mengakibatkan terjadinya alih fungsi dan fragmentasi lahan pertanian, sehingga mengakibatkan produksi tanaman pangan tidak lagi dapat mengandalkan lahan pertanian di Jawa. Salah satu alternatif mengatasi keterbatasan lahan pertanian di Jawa yaitu memberdayakan lahan pertanian di pulau lain yang memiliki potensi untuk pengembangan pertanian seperti pengembangan lahan rawa di Kalimantan. Indonesia mempunyai kawasan rawa yang sangat luas, oleh Nugroho et al. 1991 diperkirakan mencapai 33.4 juta hektar atau hampir 20 dari luas daratan kepulauan nusantara 197.944 juta hektar, sebagian besar tersebar di Pulau Kalimantan, Sumatera, Papua, Sulawesi, dan sebagian kecil Maluku. Pilihan rawa sebagai sumber pertumbuhan baru produk pertanian, khususnya pangan disebabkan karena lahan rawa mempunyai beberapa keuntungan antara lain: 1 ketersediaan air yang melimpah, 2 topografi nisbi datar, 3 letak yang tidak jauh dari sungai sehingga memudahkan pencapaian menggunakan alur sungai, 4 memungkinkan pemilikan lahan yang luas atau ideal bagi pengembangan usaha tani secara mekanis yaitu 2.0 ha per kepala keluarga dapat tersedia Noor 2004. Lahan rawa mempunyai sifat terbatas sehingga diperlukan tindakan upaya perbaikan produktivitasnya, dan digolongkan juga sebagai tanah bermasalah, yaitu tanah yang mempunyai sifat baik fisika, kimia dan biologi lebih lebih jelek dari tanah mineral umumnya Hardjoso dan Darmanto 1996. Penggunaan alat mekanis seperti traktor sebagai alat pengolah tanah di Kalimantan Selatan saat ini belum sepenuhnya dilaksanakan, khususnya di beberapa daerah pertanian lahan rawa yang belum beririgasi maupun karena marginalitas lahan itu sendiri seperti struktur lahan yang rapuh, resiko terangkatnya lapisan pirit, dalamnya lapisan gambut, topografi yang tidak merata, serta penggunaan varietas lokal dengan indeks pertanaman 100. Pengetahuan tradisional mengandung sejumlah besar data empiris yang berhubungan dengan fenomena, proses dan sejarah perubahan lingkungan, sehingga membawa implikasi bahwa sistem dapat memberikan gambaran informasi yang berguna bagi perencanaan dan proses pembangunan. Dalam hal ini, keyakinan tradisional dipandang sebagai kearifan lokal indigenous knowledge , dan merupakan sumber informasi empiris dan pengetahuan penting yang dapat ditingkatkan untuk melengkapi dan memperkaya keseluruhan pemahaman ilmiah. Kearifan lokal indegeneus knowladge dalam bidang pertanian merupakan suatu pengetahuan yang utuh berkembang dalam budaya atau etnik tertentu untuk memenuhi kebutuhannya secara subsisten sesuai kondisi lingkungan yang ada. Kearifan budaya lokal yang turun temurun menunjukkan keunggulannya sehingga modernisasi pertanian tidak harus diartikan sebagai menghapus pertanian tradisional yang sudah mengakar di masyarakat Pawluk et al . dalam Sutanto 2001. Petani lokal tradisional di Kalimantan Selatan secara konvensional melakukan penyiapan lahan menggunakan tajak. Pengolahan tanah seperti ini berlangsung turun temurun. Fakta di lapangan, penggunaan alat ini tidak menyebabkan terangkatnya pirit FeS 2 ke permukaan, sehingga lahan rawa yang bermasalah dapat digunakan sebagai areal pertanaman khususnya padi. Pengetahuan spesifik lokal yang berkembang di masyarakat perlu digali dan dikembangkan karena hal ini menjadi salah satu sumber khazanah pengetahuan empirik bangsa dalam meningkatkan kemajuan ilmu dan pengetahuan yang terus tumbuh berkembang sesuai kemajuan zaman. Sebagai alternatif areal pertanaman, dalam berbagai tinjauan aspek lahan rawa sudah banyak diteliti dan dikembangkan, namun aspek keteknikannya hanya sedikit sekali tersentuh. Tajak sebagai alat tradisional yang digunakan pada proses penyiapan lahan belum banyak diteliti. Alat ini dapat dikembangkan menjadi alat yang lebih ergonomis, modern dan mampu bekerja di lahan rawa, sebagai mana berkembangnya berbagai alat mekanis dengan teknologi canggih serta sesuai dengan antropometri pengguna, namun dikembangkan dari alat tradisional dan sederhana yang berkembang dimasyarakat. Pengembangan lahan rawa secara umum harus memenuhi tiga syarat yaitu, secara teknis bisa dilaksanakan dan diterima masyarakat, secara ekonomi layak dan menguntungkan, serta tidak merusak lingkungan. Kedepan kebijakan pemanfaaatan lahan rawa sebagai alternatif lahan pertanian memerlukan banyak usaha dan dukungan, antara lain dari penelitian. Termasuk didalamnya adalah pengembangan tajak sebagai alat penyiapan lahan yang tepat di lahan rawa.

1.2 Tujuan Penelitian