Analisis ergonomi pada penyiapan lahan sawah lebak menggunakan alat tradisional tajak di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan

(1)

ANALISIS ERGONOMI PADA PENYIAPAN LAHAN SAWAH LEBAK

MENGGUNAKAN ALAT TRADISIONAL

TAJAK

DI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN

INDYA DEWI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Ergonomi pada Penyiapan Lahan Sawah Lebak Menggunakan Alat Tradisional Tajak di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan adalah karya saya dengan dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2011

Indya Dewi NIM F151080111


(3)

ABSTRACT

INDYA DEWI. Ergonomic Analysis on Land Preparation of Marshland Field Using Traditional Tool Tajak at Banjar Regency South Kalimantan. Under

direction of M. FAIZ SYUAIB and TINEKE MANDANG.

Marshland field in South Kalimantan is one of potential new source of paddy field area. Regarding marginal characteristics of teh field however, there are some obstacles need to be overcame related to farm work activities, especially land preparation activity. Traditional local farmers in South Kalimantan conventionally do the field preparation by using a traditional tool named “tajak”. This typical traditional tool is very appropriate for land preparation in marshland field which is enabling to cultivate without raising the pirit (FeS2) layer. However, it is quite difficult, hard and dangerous to operate tajak, and it’s difficult to learn by a novis operator as well. Therefore, ergonomics study will be beneficial to develop more convenient, safe and effective tajak. This study focused in workload and human-tool suitability analyses. Workload analysis was conducted based on heart rate (HR) parameter,while human tool suitability analysis was conducted based on anthropometri and motion study. The result of workload analysis revealed that tajak operation is an “extremey hard” workload, whichs the avarage of IRHR is 2,14. The workload level of tajak operation is indicatively by workload intencity and swing elevation. Regarding the Total energy cost per weight (TEC’) and hours of work (JOK) , the tajak operation consumes 5,36 kcal/kg.hour and need 61.07 hour/ha in average. Anthropometri and motion study analysed revealed that the dimentional suitability of tajak tool is strongly related to shoulders and waist heightly, arms length, and hands grips diameter. Based on the result of tajak anthropometri and motion analyses, for better design of tajak’s handle was recommended 75.70 cm.

Keywords : tajak, marshland field, ergonomic, work load, motion analysis, anthropometri


(4)

RINGKASAN

INDYA DEWI. Analisis Ergonomi pada Penyiapan Lahan Sawah Lebak Menggunakan Alat Tradisional Tajak di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh M. FAIZ SYUAIB dan TINEKE MANDANG.

Lahan rawa merupakan lahan alternatif penting mengatasi keterbatasan pertanian di Pulau Jawa, karena memiliki beberapa keunggulan. Disisi lain, marjinalitas lahan yang selalu terendam, rendahnya kerapatan lindak, dan adanya lapisan pirit (FeS2) merupakan kendala aktivitas pertanian khususnya penyiapan

lahan, sehingga diperlukan sistem pengendalian air dan penyiapan lahan yang tepat.

Kearifan budaya lokal (indegeneus knowledge) yang telah dilakukan selama ratusan tahun telah mengajarkan kepada petani lokal tradisional di Kalimantan Selatan untuk melakukan penyiapan lahan secara konvensional menggunakan alat tradisional yang dinamakan tajak. Alat ini berfungsi menebas gulma dan membalik sedikit lapisan top soil tanpa menyebabkan terangkatnya pirit (minimum tillage). Namun demikian pengoperasian alat ini sangat sulit dan berbahaya, serta hanya dapat digunakan dengan baik oleh operator yang berpengalaman. Oleh karena itu, studi ergonomi pada pengoperasian tajak perlu dilakukan. Sehingga tajak dapat dioperasikan dengan aman, nyaman dan efektif. Hasil studi ergonomi ini diharapkan menjadi dasar pengembangan alat yang lebih modern dan sesuai dengan antropometri masyarakat setempat.

Penelitian ini bertujuan untuk; (1) Menganalisis tingkat beban kerja subjek pada pengolahan tanah secara manual menggunakan alat tradisional tajak di lahan rawa lebak Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, (2) Menganalisis kesesuaian dimensi tajak terhadap penggunanya melalui analisis gerak (motion analysis) dan pendekatan antropometri, (3) Menguji efektifitas penggunaan tajak di lahan rawa lebak dengan paremeter gulma yang terangkat.

Penelitian ini meliputi; (1) Penelitian pendahuluan, (2) Pengambilan data antropometri dan denyut jantung pada saat kalibrasi dan aktivitas menajak empat subjek utama, (3) Pengukuran antropometri dan dimensi tajak 60 petani pengguna tajak di Kecamatan Martapura Barat, (4) Perekaman aktivitas menajak, (5) Pengukuran efektifitas tajak terhadap gulma yang terangkat, serta (6) Pengolahan dan analisis data.

Hasil analisis kualitatif menunjukkan rerata IRHR kerja pada aktivitas menajak di lahan rawa lebak Kabupaten Banjar Kalimanta Selatan adalah 1,78-2,47 denyut/menit, sehingga beban kerja pada aktivitas menajak adalah ’Berat’-’Luar Biasa Berat’ dengan rerata kerja ’Sangat Berat’. Sedangkan analisis kuantitatif menunjukkan total energi kerja perberat badan (TEC’) 4.39-6.33 kkal/kg.Jam dan rerata 5.36 kkal/kg.Jam.

Analisis gerak (motion analysis) dan dimensi tajak menunjukkan bahwa intensitas ayunan dan elevasi angkat tajak berpengaruh terhadap denyut jantung dan besarnya energi yang harus dikeluarkan untuk aktivitas menajak. Dimensi tajak tidak berpengaruh terhadap besarnya beban kerja yang harus dikeluarkan. Sedangkan parameter yang sangat berperan di dalam menentukan kesesuaian antara antropometri dan dimensi tajak adalah tinggi bahu, panjang lengan, tinggi pinggang, dan diameter genggaman tangan.


(5)

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan panjang tangkai untuk persentil ke-5, persentil ke-50, dan persentil ke-95 adalah 70.41 cm, 75.7cm dan 79.10 cm. Panjang tangkai tajak yang akan didesain menggunakan data antropometri persentil ke-50 yaitu 75.70 cm agar orang yang memiliki lengan atas dan bawah yang panjang ataupun pendek tetap dapat menggunakannya.

Pengukuran efektifitas tajak terhadap parameter gulma yang terangkat adalah 87.05% -93.65% dengan rerata 89.9%, serta memerlukan jam orang kerja (JOK) 47.93-75.67 jam/ha dengan rerata 61.07 jam/ha. Besarnya konsumsi energi untuk aktivitas menajak di lahan rawa lebak adalah 210.43 kkal/kg.ha-406.33 kkal/kg.ha serta rerata 328.18 kkal/kg.ha.

Kata kunci : tajak, lahan rawa lebak, ergonomi, beban kerja, analisis gerak, antropometri


(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.


(7)

ANALISIS ERGONOMI PADA PENYIAPAN LAHAN SAWAH LEBAK

MENGGUNAKAN ALAT TRADISIONAL

TAJAK

DI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN

Indya Dewi

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

Judul Tesis : ANALISIS ERGONOMI PADA PENYIAPAN LAHAN SAWAH LEBAK MENGGUNAKAN ALAT

TRADISIONAL TAJAK DI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN

Nama : Indya Dewi

NIM : F151080111

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, M.S

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Analisis Ergonomi pada Penyiapan Lahan Sawah Lebak Menggunakan Alat Tradisional Tajak di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai dengan Oktober 2010 di Kecamatan Martapura Barat Kalimantan Selatan

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr selaku pembimbing pertama atas segala bimbingan, arahan dan masukannya selama proses penelitian berlangsung hingga penulisan tesis ini selesai dan Ibu Prof. Dr. Ir. Tineke Mandang, M.S selaku pembimbing kedua atas segala koreksi, bimbingan dan arahannya dalam menyusun tesis ini, serta Bapak Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S sebagai dosen penguji luar komisi.

Penulis juga menyampaikan penghargaan kepada Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr selaku Ketua Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Universitas Lambung Mangkurat khususnya Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian atas kesempatan yang diberikan, Program Hibah Kompetisi (PHKI) Tema B sebagai penyandang dana, dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang turut membantu dana penelitian, seluruh Staf Pengajar Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan beserta staf, dan teman-teman TMP 2008 atas semangat dan kebersamaannya selama ini.

Rasa syukur dan ucapan terimakasih yang tak terhingga saya persembahkan untuk suami tercinta M. Dwi Tanjuri, anak-anakku yang kucintai Shofiya Rahma Syahida dan Raisya Farras Tsabita, ibunda Hj. Nursuhaida, ayahanda Suparing (alm.) serta mertua saya, H. Darto dan Hj. Ratna Mustikaningsih atas segala doa, motivasi, dan pengorbanannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2011 Indya Dewi


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarmasin pada tanggal 12 Nopember 1978. Penulis merupakan anak ke lima dari enam bersaudara, putri dari Bapak Suparing (alm) dan Ibu Hj. Nursuhaida.

Penulis menyelesaikan sekolah menengah di SMU Negeri 1 Banjarbaru dan lulus pada tahun 1998. Penulis diterima di Program Studi Agronomi Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan pada tahun 1998 dan lulus sebagai Sarjana Pertanian pada tahun 2004. Selama kuliah penulis aktif sebagai asisten dosen. Selanjutnya penulis menjadi sebagai staf pengajar Program Studi Agronomi dengan spesifikasi Mekanisasi Pertanian di almamater pada tahun 2004 hingga sekarang. Pertengahan Agustus 2008 penulis diterima di Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Departemen Teknik Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Selama proses pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Departemen Teknik Pertanian penulis berkesempatan mengikuti Training Program On Approriate Mechanization and Water Managemen for Dryland Agriculture in African Countries bulan September 1999 di IPB Bogor, International Joint Activities (Summer Course) Ibaraki University-IPB di IPB Bogor bulan September 2009, serta International Joint Activities of Practical Agricultural Program for Regional Sustainability (Winter Course) di Ibaraki University Japan, bulan Desember 2010.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR...xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Lahan Rawa ... 4

2.2 Tipologi Lahan Rawa ... 4

2.3 Kendala Pengembangan Lahan Rawa ... 5

2.4 Lahan Rawa Lebak ... 7

2.5 Pertanian Tradisional di Lahan Rawa Kalimantan Selatan ... 7

2.5.1 Penyemaian (Meneradak atau Menugal) ... 9

2.5.2 Pemindahan Bibit Pertama (Meampak) ... 9

2.5.3 Pemindahan Bibit Kedua (Melacak) ... 10

2.5.4 Penanaman Akhir ... 10

2.6 Jenis – Jenis dan Bagian Tajak ... 11

2.7 Penyiapan Lahan ... 13

2.7.1 Menajak ... 13

2.7.2 Memuntal ... 14

2.7.3 Mehambur ... 14

2.8 Kearifan Lokal Penyiapan Lahan di Kalimantan Selatan ... 14

2.9 Ergonomi ... 17

2.9.1 Definisi dan Aplikasi Ergonomi ... 17

2.9.2 Pengukuran Beban Kerja ... 18

2.9.3 Metode Step Test ... 21

2.9.4 Antropometri ... 22

2.9.5 Analisis Gerak (Motion Analysis) ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 28

3.1 Tempat dan Waktu ... 28

3.2 Peralatan dan Subyek Penelitian ... 29

3.2.1 Peralatan ... 28

3.2.2 Subjek Penelitian ... 28

3.3 Prosedur Penelitian ... 28

3.3.1 Tahapan Penelitian ... 29

3.3.2 Pengukuran Metabolisme Basal (Basal Metabolic Energy) ... 29

3.3.3 Pengukuran Beban Kerja Kuantitatif ... 30

3.3.4 Pengukuran Beban Kerja Kualitatif ... 33

3.3.5 Studi Gerak Aktivitas Menajak di Lahan Rawa ... 33


(13)

3.3.7 Pengukuran Efektivitas Tajak terhadap Gulma ... 43

3.3.8 Kesesuaian Antropometri Subjek dengan Dimensi Tajak ... 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Pengukuran Beban Kerja ... 45

4.1.1 Pengukuran Metabolisme Basal (BME) ... 45

4.1.2 Pengukuran IRHR, WECST dan WEC Kerja ... 46

4.1.3 Beban Kerja Kualitatif dan Kuantitatif ... 50

4.2 Analisis Gerak (Motion Analysis) dan Dimensi Tajak... 51

4.3 Analisis Antropometri ... 53

4.3.1 Analisis Antropometri Petani Pengguna Tajak ... 53

4.3.2 Analisis Panjang Tangkai Tajak ... 55

4.4 Efektifitas Kerja Tajak ... 61

4.4.1 Efektivitas Kerja Tajak terhadap Parameter Terangkatnya Gulma ... 61

4.4.2 Kebutuhan JOK pada Penyiapan Lahan Menggunakan Tajak ... 62

4.4.3 Konsumsi Energi pada Aktivitas Menajak... 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 69


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Selang gerakan dari beberapa zona ... 25

2 Konversi BME ekuivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh ... 29

3 Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR ... 33

4 Pengambilan Sampel Petani Pengguna Tajak Desa di Kecamatan Martapura Barat ... 35

5 Pengukuran data antropometri ... 40

6 Pengukuran dimensi tajak ... 40

7 Karakteristik antropometri dan nilai BME masing-masing subjek ... 46

8 IRHR subyek pada KST ... 47

9 Nilai IRHR dan WECST subjek pada KST ... 48

10 Persamaan kalibrasi dan WEC pada saat menajak... 49

11 Beban kerja kualitatif dan kuantitatif aktivitas menajak ... 50

12 Intensitas ayunan, sudut maksimum, dan tinggi angkat tajak ... 51

13 Dimensi tajak yang dipergunakan subjek ... 52

14 Parameter antropometri yang terkait dengan gerakan menajak ... 55

15 Penjelasan Gambar 30 ... 59

16 Perhitungan panjang tangkai tajak ... 60

17 Efektifitas tajak terhadap pertumbuhan gulma ... 62

18 Kebutuhan jam orang kerja pada aktivitas menajak ... 62

19 Konsumsi energi kerja pada aktivitas menajak ... 63


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Pembagian zona lahan rawa di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) ... 5

2 Kegiatan pertanian tradisional di Kalimantan Selatan ... 8

3 Benih yang telah disemai (diteradak) ... 9

4 Pemindahan bibit pertama (meampak) ... 10

5 Pemindahan bibit kedua (melacak) ... 10

6 Penanaman akhir ... 11

7 Tajak surung, tajak bulan dan tajak bedandan (bungkul) ... 12

8 Gerakan menajak ... 13

9 Sistem tajak, puntal, hambur ... 14

10 Distribusi normal dan perhitungan persentil ... 23

11 Macam-macam selang gerakan ... 26

12 Macam-macam selang gerakan pada saat menajak ... 27

13 Step Test Kalibrasi ... 31

14 Ilustrasi pengukuran parameter nomor 2 sampai 11 ... 36

15 Ilustrasi pengukuran parameter nomor 12 sampai 16 ... 36

16 Ilustrasi pengukuran parameter nomor 17 sampai 18 ... 37

17 Ilustrasi pengukuran parameter nomor 24 sampai 31 ... 37

18 Ilustrasi pengukuran parameter nomor 32 sampai 36 ... 38

19 Ilustrasi pengukuran parameter nomor 37 sampai 41 ... 38

20 Bagian-bagian tajak ... 39

21 Distribusi normal dan perhitungan persentil ... 41

22 Diagram alir penelitian ... 42

23 Diagram alir penelitian ... 44

24 Hasil pengukuran denyut jantung KST Subjek P1... 46

25 Grafik korelasi WECST dan IRHRST Subjek ... 48

26 Grafik IRHR Kerja Subjek P1 Ulangan Ke-1 ... 49

27 Karakteristik kerja subjek ... 51

28 Petani dalam melakukan gerakan menajak ... 54

29 Posisi mata tajak saat tepat menebas gulma... 56


(16)

31 Subjek pada posisi mata tajak tepat menebas gulma ... 57

32 Ilustrasi analisis panjang tangkai tajak ... 58

33 Ilustrasi perhitungan tinggi titik D ... 60


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Data antropometri sampel penelitian Anindita (2003) ... 71

2 Nilai z (z-score) ... 73

3 Hasil pengukuran denyut jantung KST Subjek ... 74

4 Data antropometri petani di Kecamatan Martapura Barat ... 75

5 Jenis dan dimensi tajak di Kecamatan Martapura Barat ... 84

6 Hasil pengukuran denyut jantung KST subjek P1 ... 87

7 Hasil pengukuran denyut jantung KST subjek P2 ... 88

8 Hasil pengukuran denyut jantung KST subjek P3 ... .. 89

9 Hasil pengukuran denyut jantung KST subjek P4 ... 90

10 Denyut jantung aktivitas menajak subjek P1 ... 91

11 Denyut jantung aktivitas menajak subjek P2 ... 93

12 Denyut jantung aktivitas menajak subjek P3 ... .. 96


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian bagi bangsa Indonesia bukan hanya sekedar bercocok tanam untuk menghasilkan bahan pangan. Pertanian merupakan bagian dari budaya dan sekaligus urat nadi kehidupan sebagian masyarakatnya. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa maju mundurnya bangsa Indonesia sangat bergantung pada keberhasilan dalam membangun sektor pertaniannya.

Penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 238 juta jiwa, dengan laju pertambahan penduduk 1.4% dan 99% mengkonsumsi nasi sebagai pangan utama, tentu akan memerlukan tambahan pangan yang besar (SUSENAS 2010).

Pulau Jawa masih memegang peranan sebagai pemasok utama pangan secara nasional. Adanya tekanan jumlah penduduk, urbanisasi dan perkembangan industri mengakibatkan terjadinya alih fungsi dan fragmentasi lahan pertanian, sehingga mengakibatkan produksi tanaman pangan tidak lagi dapat mengandalkan lahan pertanian di Jawa. Salah satu alternatif mengatasi keterbatasan lahan pertanian di Jawa yaitu memberdayakan lahan pertanian di pulau lain yang memiliki potensi untuk pengembangan pertanian seperti pengembangan lahan rawa di Kalimantan.

Indonesia mempunyai kawasan rawa yang sangat luas, oleh Nugroho et al. (1991) diperkirakan mencapai 33.4 juta hektar atau hampir 20% dari luas daratan kepulauan nusantara (197.944 juta hektar), sebagian besar tersebar di Pulau Kalimantan, Sumatera, Papua, Sulawesi, dan sebagian kecil Maluku.

Pilihan rawa sebagai sumber pertumbuhan baru produk pertanian, khususnya pangan disebabkan karena lahan rawa mempunyai beberapa keuntungan antara lain: (1) ketersediaan air yang melimpah, (2) topografi nisbi datar, (3) letak yang tidak jauh dari sungai sehingga memudahkan pencapaian menggunakan alur sungai, (4) memungkinkan pemilikan lahan yang luas atau ideal bagi pengembangan usaha tani secara mekanis yaitu 2.0 ha per kepala keluarga dapat tersedia (Noor 2004).

Lahan rawa mempunyai sifat terbatas sehingga diperlukan tindakan upaya perbaikan produktivitasnya, dan digolongkan juga sebagai tanah bermasalah, yaitu


(19)

tanah yang mempunyai sifat baik fisika, kimia dan biologi lebih lebih jelek dari tanah mineral umumnya (Hardjoso dan Darmanto 1996).

Penggunaan alat mekanis seperti traktor sebagai alat pengolah tanah di Kalimantan Selatan saat ini belum sepenuhnya dilaksanakan, khususnya di beberapa daerah pertanian lahan rawa yang belum beririgasi maupun karena marginalitas lahan itu sendiri seperti struktur lahan yang rapuh, resiko terangkatnya lapisan pirit, dalamnya lapisan gambut, topografi yang tidak merata, serta penggunaan varietas lokal dengan indeks pertanaman 100%.

Pengetahuan tradisional mengandung sejumlah besar data empiris yang berhubungan dengan fenomena, proses dan sejarah perubahan lingkungan, sehingga membawa implikasi bahwa sistem dapat memberikan gambaran informasi yang berguna bagi perencanaan dan proses pembangunan. Dalam hal ini, keyakinan tradisional dipandang sebagai kearifan lokal (indigenous knowledge), dan merupakan sumber informasi empiris dan pengetahuan penting yang dapat ditingkatkan untuk melengkapi dan memperkaya keseluruhan pemahaman ilmiah.

Kearifan lokal (indegeneus knowladge) dalam bidang pertanian merupakan suatu pengetahuan yang utuh berkembang dalam budaya atau etnik tertentu untuk memenuhi kebutuhannya secara subsisten sesuai kondisi lingkungan yang ada. Kearifan budaya lokal yang turun temurun menunjukkan keunggulannya sehingga modernisasi pertanian tidak harus diartikan sebagai menghapus pertanian tradisional yang sudah mengakar di masyarakat (Pawluk et al. dalam Sutanto 2001).

Petani lokal tradisional di Kalimantan Selatan secara konvensional melakukan penyiapan lahan menggunakan tajak. Pengolahan tanah seperti ini berlangsung turun temurun. Fakta di lapangan, penggunaan alat ini tidak menyebabkan terangkatnya pirit (FeS2) ke permukaan, sehingga lahan rawa yang

bermasalah dapat digunakan sebagai areal pertanaman khususnya padi.

Pengetahuan spesifik lokal yang berkembang di masyarakat perlu digali dan dikembangkan karena hal ini menjadi salah satu sumber khazanah pengetahuan empirik bangsa dalam meningkatkan kemajuan ilmu dan pengetahuan yang terus tumbuh berkembang sesuai kemajuan zaman.


(20)

Sebagai alternatif areal pertanaman, dalam berbagai tinjauan aspek lahan rawa sudah banyak diteliti dan dikembangkan, namun aspek keteknikannya hanya sedikit sekali tersentuh. Tajak sebagai alat tradisional yang digunakan pada proses penyiapan lahan belum banyak diteliti. Alat ini dapat dikembangkan menjadi alat yang lebih ergonomis, modern dan mampu bekerja di lahan rawa, sebagai mana berkembangnya berbagai alat mekanis dengan teknologi canggih serta sesuai dengan antropometri pengguna, namun dikembangkan dari alat tradisional dan sederhana yang berkembang dimasyarakat.

Pengembangan lahan rawa secara umum harus memenuhi tiga syarat yaitu, secara teknis bisa dilaksanakan dan diterima masyarakat, secara ekonomi layak dan menguntungkan, serta tidak merusak lingkungan. Kedepan kebijakan pemanfaaatan lahan rawa sebagai alternatif lahan pertanian memerlukan banyak usaha dan dukungan, antara lain dari penelitian. Termasuk didalamnya adalah pengembangan tajak sebagai alat penyiapan lahan yang tepat di lahan rawa. 1.2 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis tingkat beban kerja subjek pada pengolahan tanah secara manual menggunakan alat tradisional tajak di lahan rawa lebak Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan

2. Menganalisis kesesuaian dimensi tajak terhadap penggunanya melalui analisis gerak (motion analysis) dan pendekatan antropometri

3. Menguji efektifitas penggunaan tajak di lahan rawa lebak dengan paremeter gulma yang terangkat.


(21)

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lahan Rawa

Rawa adalah wilayah sepanjang pantai, aliran sungai, danau atau lebak yang masuk ke pedalaman atau sejauh dirasakan pengaruh gerakan pasang, sehingga rawa dapat dikatakan sebagai lahan yang mendapat pengaruh pasang surut air laut atau sungai sekitarnya. Pada saat musim hujan lahan tergenang sampai satu meter, tetapi pada musim kemarau menjadi kering bahkan sebagian muka air tanah turun mencapai jeluk (depth) > 50 cm dari permukaan tanah (Noor 2004).

Rawa mempunyai beberapa istilah padanan, antara lain disebut swamp, marsh, atau bog. Secara khusus, tanah rawa disebut dengan flooded soils, waterlogged atau submerged soils (Moorhan dan Breemen 1976; Ponnamperuma 1977 dalam Noor 2004).

Hasil pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut di Cisarua, Bogor tahun 1992 disepakati istilah rawa pasang surut mempunyai dua pengertian, yaitu rawa pasang surut (tidal swamp) dan rawa lebak (swampy atau nontidal swamps). Rawa pasang surut diartikan sebagai daerah rawa yang mendapat pengaruh langsung atau tidak langsung oleh ayunan pasang surutnya air laut atau sungai sekitarnya, sedangkan rawa lebak diartikan sebagai daerah rawa yang mengalami genangan selama lebih dari tiga bulan dengan tinggi genangan terendah antara 25-50 cm (Noor 2004).

2.2 Tipologi Lahan Rawa

Berdasarkan macam dan tingkat kendala dalam pengembangan dan pengelolaan, khususnya untuk pertanian, lahan rawa dibagi menjadi lima tipologi yaitu (1) lahan potensial, (2) lahan sulfat masam, (3) lahan gambut, (4) lahan salin atau pantai, dan (5) lahan lebak. Berdasarkan tinggi rendahnya luapan, lahan pasang surut dibagi menjadi empat tipe luapan, yaitu tipe A, B, C, dan D. Sedangkan lahan lebak berdasarkan tinggi dan lamanya genangan dibagi menjadi tiga tipe genangan, yaitu lebak dangkal, tengahan dan dalam. Selanjutnya, berdasarkan jenis tanahnya, kawasan rawa ditempati tiga kelompk tanah utama,


(23)

yaitu (1) tanah gambut (peat soil), (2) tanah marin sulfat masam (acid sulphate soils), dan (3) tanah aluvial non sulfat masam, termasuk tanah salin (Subagyo, 2006). Pembagian zona lahan rawa di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Pembagian zona lahan rawa di sepanjang daerah aliran sungai (Subagyo 2006)

2.3 Kendala Pengembangan Lahan Rawa

Menurut Noor (1996) hampir semua lahan rawa pasang surut yang terdapat di Kalimantan, Sumatera, dan Irian Jaya mempunyai faktor pembatas berupa kendala tata air yang sukar dikendalikan dan tingkat kesuburan lahan yang rendah. Sifat kimia tanah berupa kemasaman tanah yang tinggi (pH 3,0 - 4,5), kahat hara makro, pada lahan gambut kahat hara mikro (Cu dan Zn) adanya ion atau senyawa yang meracuni (Al, Fe, dan SO4), dan bahan organik atau gambut yang mentah merupakan faktor yang menghambat bagi pertumbuhan tanaman. Kendala dan faktor pembatas berupa tata air yang sukar dikendalikan dan tingkat


(24)

kesuburan lahan yang rendah diakibatkan oleh adanya tanah sulfat masam dan gambut (Sarwani 1994; Noor 1996; Widjaya Adi 1997).

Rifani (1998) mengemukakan kendala agrofisik lahan rawa itu dapat berupa tanah yang masam, kesuburan tanah yang rendah, kemungkinan terjadinya keracunan aluminium dan besi, lapisan pirit yang terdapat pada permukaan tanah, gambut terlalu tebal, fluktuasi air pasang dan surut, perubahan kuantitas dan kualitas air pada musim hujan dan kemarau yang dapat berdampak buruk terhadap tanaman pertanian.

Menurut Buman dan Driessen (1985) dalam Adimiharja et al. (2004), sifat kimia yang menjadi masalah utama adalah kemasaman yang tinggi, kadar Al +3, Fe+2, dan sulfat yang tinggi , salinitas, kahat hara makro dan sebagian hara mikro. Sifat dan watak lahan rawa antara lain sifat fisika yang jelek, kerapatan lindak yang rendah, sifat kering tak balik, serta ketahanan penetrasi yang rendah sehingga menyulitkan dalam mekanisasi pertanian. Noor dan Saragih (1997) mengungkapkan kurang matangnya tanah, kadar lempung dan gambut yang nisbi tinggi membuat tanah bersifat lunak sehingga tidak mampu menahan tekanan berat.

Reaksi pembentukan pirit dari besi oksida (Fe2O3) sebagai sumber Fe digambarkan sebagai berikut:

Fe2O3 + SO42- + 8CH2O + 1/2O2 2FeS2 + 8HCO3- + 4H2O

sulfat bahan organik PIRIT karbonat

Pirit akan membahayakan tanaman apabila terangkat kepermukaan dan teroksidasi sehingga menjadi racun. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian melakukan pengolahan tanah di lahan rawa (Noor 2004).

Menurut Noor (2004), masalah keteknikan pada lahan rawa menyangkut serangan karat yang kuat dan daya dukung lahan yang rendah. Kondisi masam pada tanah ini diikuti oleh kelarutan sulfat yang tinggi akan menyerang bangunan dari semen dan alat-alat atau mesin pertanian dari besi. Keadaan ini akan mempercepat terjadinya kerusakan pada alat dan mesin-mesin pertanian yang digunakan. Alat pertanian yang umumnya dapat dipakai untuk waktu 4-5 tahun, di lahan sulfat masam hanya dapat bertahan 2-3 tahun dan lebih dari itu alat sudah harus diganti .


(25)

Alihamsyah (1993) menyatakan keragaman kondisi lahan, tata ruang, keterpencilan lokasi, ketersediaan suku cadang, dan egroekosistem yang spesifik menyebabkan alsintan yang cocok untuk dikembangkan di daerah pasang surut masih sangat terbatas. Hasil program penelitian dan mekanisasi pertanian di Balittra Banjarbaru mengungkapkan kenyataan bahwa sebagian alat dan mesin pertanian, baik yang diimpor maupun di produksi dalam negeri belum banyak dimanfaatkan petani karena kurang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi petani. Selain itu, kebijakan dan penerapan alat mekanisasi yang ada kurang tepat, sehingga perkembangannya terhambat.

2.4 Lahan Rawa Lebak

Rawa lebak adalah wilayah daratan yang mempunyai genangan hampir sepanjang tahun minimal tiga bulan dengan ketinggian minimal 50 cm. Rawa lebak yang dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian disebut dengan lahan rawa lebak (Noor 2004).

Mac Kinnon et al. (2000) menyebutkan rawa lebak sebagai danau-danau dataran banjir yang mempunyai dasar lebih luas dari sungai umumnya dan selalu mendapatkan luapan banjir dari sungai besar di sekitarnya. Selain dari luapan sungai, genangan dapat juga bersumber dari curah hujan setempat atau banjir kiriman.

Menurut Nugroho et al. (1991) luas lahan rawa lebak mencapai 13.28 juta hektar. Lahan ini memiliki prospek sebagai penghasil produksi pertanian tidak hanya pada musim hujan, tetapi juga pada musim kemarau panjang dengan jumlah yang lebih luas dan beragam. Potensi lahan rawa lebak pada musim kemarau merupakan kelebihan yang tidak ditemukan pada agroekologi lainnya. Karena pada musim kemarau, rawa yang tadinya membentang sejauh mata memandang akan berubah menjadi kawasan hijau pertanian dengan berbagai ragam komoditas dari padi, jagung, kedelai, ubi jalar, buah-buahan dan berbagai macam sayuran (Noor 2004).

2.5 Pertanian Tradisional di Lahan Rawa Kalimantan Selatan

Pengetahuan lokal mengenai pengelolaan lahan rawa di Kalimantan berkembang dengan turun temurun. Sifat lahan yang kering di musim kemarau


(26)

dan tergenang di musim hujan, serta adanya ’bahaya’ dari kondisi tanah menyebabkan petani tradisional harus mengembangkan cara penyiapan lahan, teknik bertanam yang tepat, serta pemilihan jenis padi yang sesuai.

Sifat tanah yang masam dan tingginya genangan air di lahan rawa mengakibatkan tidak semua varietas padi dapat dikembangkan. Varietas lokal lebih tahan akan kemasaman, muka air yang tinggi, batang kuat, pertumbuhannya mengikuti tinggi muka air, dan lebih tahan rebah.

Penyesuaian kondisi iklim dengan kegiatan pertanaman padi juga dilakukan petani. Gambar 2 memberikan informasi bagaimana petani lokal tradisional pada lahan gambut dan lahan rawa umumnya di Kalimantan Selatan dalam mempersiapkan lahannya (Ramonteu et al. 2000).

Gambar 2 Kegiatan pertanian tradisional di Kalimantan Selatan (Ramonteu et al. 2000)

Bertani merupakan pekerjaan utama masyarakat tradisional Banjar. Dengan menggunakan varietas padi lokal maka kegiatan penanaman padi hanya dapat dilakukan satu kali dalam setahun (indeks pertanaman 100%). Varietas lokal memiliki umur tanam hingga panen yang cukup lama yaitu mencapai usia 9– 10 bulan, sejak disemai (meneradak) dibulan Oktober dan panen bulan Agustus-September (Ramonteu et al. 2000). Meskipun kini sudah dikembangkan varietas dengan umur yang lebih singkat, tidak sedikit petani yang tetap menggunakan varietas lokal karena harga jual yang relatif lebih mahal (Hidayat, 2010).


(27)

Gambar 2 memberikan gambaran aktivitas pertanian tradisional di Kalimantan Selatan (Ramonteu, et al. 2000). Penanaman padi oleh masyarakat banjar meliputi penyemaian (meneradak), pembesaran bibit (meampak dan melacak), penyiapan lahan (menajak), penanaman dan panen.

2.5.1 Penyemaian (Meneradak atau Menugal)

Penyemaian benih disebut juga menugal atau meneradak, karena prosesnya menggunakan alat tugal (Tim Inventarisasi Istilah dan Alat-Alat Pertanian Pasang Surut Kalimantan Selatan 1969). Penyemaian benih padi dilakukan pada saat musim hujan di atas pematang yang tidak tergenang air, atau di tempat lain yang terhindar dari bahaya terendam apabila curah hujan tinggi. Benih dibiarkan tumbuh hingga agak besar, kira-kira berumur 35-40 hari (Rifani 1998).

Gambar 3 Benih yang telah disemai (diteradak) 2.5.2 Pemindahan Bibit Pertama (Meampak)

Pemindahan padi pertama menurut istilah lokal meampak adalah kegiatan pemindahan benih padi yang telah disemai sebelumnya (diteradak), ke petakan sawah yang sudah berair (Gambar 4). Tujuan meampak (pemindahan bibit) yaitu untuk meningkatkan kemampuan tumbuh dan mendorong perbanyakan anakan tanaman (Tim Inventarisasi Istilah dan Alat-Alat Pertanian Pasang Surut Kalimantan Selatan 1969). Fase ini berlangsung 2 – 2,5 bulan (Ramonteu et al. 2000).


(28)

Gambar 4 Pemindahan bibit pertama (meampak) 2.5.3 Pemindahan Bibit Kedua (Melacak)

Melacak adalah pemindahan tahap kedua bibit yang telah diampak, dengan tujuan merangsang perbanyakan anakan untuk memperoleh bibit yang cukup dan menunggu waktu tinggi permukaan air untuk pertanaman akhir yang tepat.

Gambar 5 Pemindahan bibit kedua (melacak)

Pemindahan tanaman akan diperoleh manfaat ketahanan tanaman dalam masa pertumbuhannya karena usianya cukup tua. Selain itu anakan yang ditanam sangat menghemat benih. Selama tahap persemaian pertama (meampak), lahan lainnya dipersiapkan untuk pemindahan bibit untuk kedua kalinya. Persiapan lahan untuk pemindahan kedua ini mencakup penebasan vegetasinya (menajak). Pada kondisi tertentu, misalnya tanah yang topografinya relatif tinggi akan menghilangkan tahap melacak.


(29)

2.5.4 Penanaman Akhir

Sebulan setelah melacak, lahan yang tersisa disiapkan untuk penanaman akhir. Hasil melacak yang telah mempunyai anakan melimpah digali untuk ditanam, setelah bagian atas dan akarnya dipangkas. Setiap lubang diisi dengan 2-3 bibit tergantung varietas yang digunakan.

Gambar 6 Penanaman akhir 2.6 Jenis – Jenis dan Bagian Tajak

Tajak mula-mula dikembangkan dari kecamatan Nagara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Alat ini dikembangkan petani sejak ratusan tahun silam sebagai bentuk peralatan adaptif yang sekaligus dapat mencegah terbongkarnya lapisan pirit pada bagian bawah, yang dapat menyebabkan kemasaman tanah dan meracuni tanaman.

Ada beberapa jenis dan istilah tajak yang digunakan, menurut Team Inventarisasi Pasang Surut Kalimantan Selatan (1969) ada dua tipe tajak, yaitu tajak bulan, berbentuk bulan sabit dan tajak surung, disebut juga tajak bedandan dengan bentuk mata lurus dan ujung mata agak rata dan besar.

Menurut Sjarifuddin dan Wahyudi (1992) ada tiga tipe tajak, pertama tajak surung, bentuk matanya lurus dan ujung matanya agak rata dan besar, kedua tajak bungkul, bentuk matanya seperti parang biasa, tajak ini paling banyak dipakai masyarakat, dan ketiga tajak bulan, matanya berbentuk seperti bulan sabit.

Rifani (1998) ada dua jenis tajak, yaitu tajak bulan yang berbentuk bulan sabit, dan tajak surung atau tajak bedandan yang bermata lurus dengan ujung matanya agak rata dan besar. Sedangkan menurut Ramonteu et al. (2000) ada


(30)

dua jenis tajak yang digunakan, yaitu tajak bulan dan tajak surung, dengan penjelasan yang sama dengan Rifani (1998).

Gambar 7 Tajak surung (a), tajak bulan (b)dan tajak bedandan (c) Menurut Sjarifuddin dan Wahyuhadi (1992) tajak surung umumnya digunakan pada sawah dataran rendah yang terletak di tepi sungai besar yang sering disebut sawah pasang surut. Untuk di Kalimantan Selatan terletak ditepi sungai Barito. Tajak ini memiliki teknik cara pengoperasian yang lebih sulit. Tajak bulan digunakan untuk menebas rumput pada sawah dataran tinggi dan membalik lapisan atas tanah. Tajak bedandan (tajak bungkul) lebih umum digunakan oleh masyarakat dan teknik pengoperasiannya relatif lebih mudah, terutama pada kedalaman air 10-15cm. Digunakan di sawah tadah hujan, sawah pasang surut dan sawah beririgasi yang digenangi air. Namun sulit digunakan pada lahan kering.

Tajak terdiri beberapa bagian, yaitu mata dengan lebar 10 cm, gagang (tangkai), puting (penghubung tangkai dan hulu) yang terbuat dari besi, salut (penguat sambungan puting dan hulu) terbuat dari kuningan, besi atau tembaga, serta hulu (pengangan) yang terbuat dari kayu. Berat alat ini mencapai 3 kg dengan sudut antara gagang dan mata condong ke muka mencapai 85°.

Cara mempergunakannya yaitu tangan kiri memegang hulu, tangan kanan pada gagang. Tajak diangkat ke atas setinggi kepala, diayunkan ke bawah tepat pada permukaan tanah seperti bermain golf, sambil dikemudikan. Selanjutnya tajak ditarik, dimana rerumputan yang dipotong terbawa kesamping (Gambar 8). Prinsip kerja alat tajak ini adalah memotong atau memangkas rumput-rumputan, gulma maupun sisa tanaman padi tahun sebelumnya dengan mengupas tipis lapisan tanah kurang dari 5 cm jika air surut (Hidayat 2010).


(31)

Gambar 8 Gerakan menajak

2.7 Penyiapan Lahan

Menurut Noor, (2004) penyiapan lahan rawa dapat dilakukan secara fisik-mekanik, kimia dan hayati. Namun sebagian petani lokal tradisional di Kalimantan Selatan lebih mengandalkan cara fisik, yaitu menggunakan tajak. Umumnya kegiatan penyiapan lahan meliputi menajak, memuntal, dan mehambur. Pada dasarnya prinsip pengolahan tanah yang dilakukan hanya ditujukan untuk memotong atau mengikis rumput dan gulma yang tumbuh di sawah. Pertumbuhan gulma di lahan rawa, khususnya lahan sulfat masam sangat cepat yang setiap musim dapat menghasilkan antara 2-3 ton bahan kering perhektar.

Menurut Balittra (2001) dalam Noor (2004), gulma yang tumbuh pada pertanaman padi di lahan rawa berjumlah 19 jenis. Species gulma yang dominan adalah purun tikus (Eleocharis dulcis) dan dari genus rumput liar (Cyperus sp). Gulma pururn tikus ini tergolong sukar dikendalikan, dan tumbuh spesifik pada lahan sulfat masam karena tahan terhadap kemasaman tanah yang tinggi (pH 2,5 – 3,5) sehingga menjadi vegetasi indikator untuk tanah sulfat masam.

2.7.1 Menajak

Menajak disebut juga menabas sawah atau merincang adalah kegiatan menebas gulma maupun sisa tanaman padi di sawah yang berair dengan menggunakan tajak (Sjarifuddin dan Wahyuhadi 1992). Alat tajak ini efektif digunakan jika kedalaman air pada saat pengolahan tanah berkisar 5-15 cm. Sistem pengolahan tanah dengan alat tajak ini dalam bidang pertanian modern dikenal dengan istilah pengolahan tanah secara minimum (minimum tillage). Untuk mengolah tanah dengan peralatan tajak ini rata-rata dibutuhkan sekitar 20-30 HKO per hektar (Hidayat 2010).


(32)

2.7.2 Memuntal

Pada kegiatan penyiapan lahan menggunakan tajak, gulma ditebas, dibentuk menjadi tumpukan-tumpukan sebesar bola kaki (puntal), yang selanjutnya dibiarkan terendam air selama 1-2 bulan sambil menunggu bibit padi cukup besar dan kuat untuk ditanam (lacak). Gumpalan tumpukan gulma dan sisa panen ini sewaktu-waktu dibalik untuk mempercepat dan meratakan perombakan secara alamiah. Adakalanya dipotong-potong atau dicincang. Ada kalanya tumpukan gulma ditumpuk memanjang, dinamakan baluran.

2.7.3 Mehambur

Gumpalan gulma (puntalan) yang telah membusuk akan disebarkan ke permukaan lahan secara merata (hambur), proses ini dinamakan mehambur. Penyiapan lahan secara tradisional ini dikenal dengan sistem tajak-puntal-hambur (Noor 1996). Kondisi ini tidak selalu sama, tergantung situasi dan kondisi. Pada kondisi air yang cukup dalam, gulma hasil menajak hanya dibusukkan dan terurai sebagai bahan organik hingga masa tanam tiba, dan jika kondisi yang sudah cukup dekat dengan musim tanam, tebasan gulma hanya diangkut ke tepi sebagai galangan.

Gambar 9 Sistem tajak (a), puntal (b), hambur (c) 2.8Kearifan Lokal Penyiapan Lahan di Kalimantan Selatan

Model pembangunan yang saat ini berlaku di negara-negara berkembang termasuk Indonesia memiliki kelemahan dasar yakni selalu memandang rendah terhadap sektor tradisional yang berkembang di masyarakat setempat. Model sektor tradisional dianggap sebagai suatu sektor yang bersifat konservatif dan


(33)

statis. Dimana indikator pertanian akan berhasil apabila petani mau menerima atau mengadopsi teknologi pertanian baru. Namun sistem pertanian tradisional yang berkembang dalam budaya lokal selama berabad-abad telah menunjukkan kemampuanya dalam menyediakan makanan bagi satu generasi petani ke generasi berikutnya. Sehingga pengetahuan tentang pengelolaan sumberdaya tradisional dapat digunakan sebagai masukan terhadap pembangunan pertanian saat ini (Sutanto 2005).

Pengetahuan lokal adalah bagian sistematis dari pengetahuan yang diperoleh oleh masyarakat lokal melalui akumulasi pengalaman-pengalaman informal, dan pemahaman mendalam tentang lingkungan sebagai suatu kultur (Hidayat 2010).

Wahyu (2007) menggunakan konsep kearifan lokal, yang dalam terminologi budaya dapat diinterpretasikan sebagai pengetahuan yang berasal dari budaya masyarakat yang unik, mempunyai hubungan dengan alam dalam sejarah panjang, beradaptasi dengan sistem ekologi setempat, bersifat dinamis dan selalu terbuka dengan tambahan pengetahuan baru.

Sistem pertanian tradisional yang berkembang dalam budaya lokal selama berabad-abad menunjukkan bahwa sistem ini telah menunjukkan kemampuannya dalam menyediakan makanan bagi satu generasi ke generasi berikutnya. Salah satu aspek penting dalam pertanian tradisional adalah indegeneous knowledge atau yang disebut kearifan lokal. Kearifan lokal dalam bidang pertanian merupakan suatu pengetahuan yang utuh berkembang dalam budaya atau etnik tertentu untuk memenuhi kebutuhannya secara subsisten sesuai kondisi lingkungan yang ada (Pawluk et al. dalam Sutanto 2001). Masyarakat mengumpulkan informasi dan hasil pengamatannya terhadap kondisi lingkungan lokal untuk memecahkan masalah produksi pertanian. Selanjutnya disampaikan secara oral dari generasi ke generasi, sehingga terjadi pemahaman cukup mendalam terhadap sumberdaya alam lokal dan proses-proses yang berlangsung.

Menurut Furukawa (1996) dalam Noor (2007) budidaya pertanian temasuk penyiapan lahan, pengelolaan air dan hara, serta konservasi tanah dan air merupakan pengetahuan lokal spesifik yang perlu digali dan dikembangkan. Kearifan budaya lokal yang turun temurun menunjukkan keunggulannya,


(34)

sehingga modernisasi pertanian tidak harus diartikan sebagai menghapus pertanian tradisional yang sudah mengakar di masyarakat.

Penyiapan lahan sistem tajak-puntal-hambur secara tradisional oleh suku Banjar di Kalimantan Selatan memiliki sejumlah kelebihan. Penggunaan tajak sebagai alat penyiapan lahan tidak mengakibatkan terangkatnya pirit ke permukaan sehingga aman bagi pertumbuhan tanaman. Pembenaman bahan organik hasil perombakan gulma juga menyumbangkan sejumlah hara ke tanah. Hasil penelitian Djajakirana et al. (1999) dalam Noor (2004) menunjukkan bahwa penyiapan lahan dengan pembenaman bahan organik (puntal) menurunkan reaksi kemasaman air tanah dari pH 3,0 sebelum penyiapan lahan menjadi pH 6,20 sesudah penyiapan lahan. Cara penyiapan sistem tajak-puntal-hambur juga berhasil menaikkan pH dari 3,9 sebelum penyiapan lahan menjadi pH 5,8 sesudah penyiapan lahan.

Tradisi turun temurun melakukan persiapan lahan menggunakan alat tradisional tajak dirasakan lebih nyaman bagi masyarakat setempat. Terlebih masa penyiapan lahan yang cukup lama dan indeks pertanaman 100%, petani memiliki waktu yang cukup untuk mengolah tanah tanpa terburu-buru, sehingga tajak tetap dipilih sebagai alat penyiapan lahan dan pengolah tanah.

Pengembangan peralatan pertanian modern di lahan rawa pasang surut untuk mendukung sistem pertanian modern juga diintroduksi melalui program-program bantuan teknik. Petani diperkenalkan dengan peralatan baru seperti traktor tangan (hand tractor), sabit bergerigi, dan mesin perontok gabah (power thresher). Khusus untuk traktor tangan, penggunaannya di lahan rawa pasang surut masih belum banyak diminati. Kendala teknis sifat fisik lahan rawa pasang surut yang umumnya merupakan lahan sulfat masam sehingga pengolahan tanah dengan traktor tangan dapat menyebabkan lapisan pirit teroksidasi serta terangkat ke permukaan tanah dan meracuni tanaman padi.

Secara sosial ekonomi, penggunaan traktor tangan ini berarti pengeluaran tambahan bagi petani untuk biaya pengolahan tanah. Selama ini pengolahan tanah banyak dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan petani sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya.


(35)

Kegiatan pengolahan tanah tradisional di lahan rawa pasang surut tipe B, C, dan D Kalimantan Selatan masih banyak menggunakan peralatan tajak. Khusus untuk di tipe A, selain peralatan tajak petani menggunakan parang untuk membersihkan gulma pada saat pengolahan tanah.

Menurut Hidayat (2010) pengetahuan menyangkut sistem peralatan yang digunakan dalam usahatani di lahan rawa pasang surut merupakan hasil pemikiran dan upaya mencoba-coba (trial and error) sehingga akhirnya ditemukan peralatan-peralatan yang adaptif bagi lingkungan setempat

Selama ini penelitian mengenai aspek teknik tajak sebagai alat penyiapan lahan yang paling tepat di lahan rawa belum banyak dilakukan. Dengan mempelajari aspek ergonomi pada proses menajak akan menjadi dasar dalam pengembangan aspek teknik tajak sebagai alat penyiapan lahan yang tepat di lahan rawa, membantu memperbaiki pola gerak untuk mengurangi kelelahan kerja, serta berguna untuk pengembangan alat ini menjadi alat yang lebih ergonomis serta mekanis.

2.9Ergonomi

2.9.1 Definisi dan Aplikasi Ergonomi

Istilah “ergonomi” berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi dapat diterapkan pada aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-design) meliputi perangkat keras maupun lingkungan kerja (working enviroment). Disamping itu ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan factor keselamatan dan kesehatan kerja (Nurmianto 2005).

Menurut Shanavas (1987), ergonomi adalah suatu ilmu terapan yang bertujuan untuk mencocokkan (to match) kebutuhan suatu produk, pekerjaan, dan tempat kerja dengan orang yang menggunakannya, sehingga mampu meningkatkan efisiensi kerja dan aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan manusia, serta meningkatkan kesehatan, keselamatan, kenyamanan dan kepuasan dalam proses kerja.


(36)

Ergonomi merupakan ilmu perancangan berbasis manusia Human Centered Design) dirasakan menjadi penting hingga saat ini. Hal ini menjadi penting, sebab manusia merupakan sumber utama dari sebuah sistem, adanya regulasi nasional mapun internasonal mengenai sistem kerja dimana manusia terlibat di dalamnya serta para pekerja adalah human being.

Ilmu terapan yang banyak berhubungan dengan fungsi tubuh manusia adalah anatomi dan fisiologi. Untuk menjadi ergonomi diperlukan pengetahuan dasar tentang fungsi dari sistem kerangka otot. Yang berhubungan dengan hal tersebut adalah Kinesiologi Biomekanika, yaitu aplikasi ilmu mekanika teknik untuk analisis system kerangka-otot manusia. Ilmu ini akan memberikan modal dasar untuk mengatasi masalah postur dan pergerakan tubuh manusia di tempat dan ruang kerjanya. Disamping itu, hal yang vital pada penerapan ilmiah untuk ergonomi adalah antropometri, yaitu kalibrasi tubuh manusia. Dalam hal ini, terjadi penggabungan dan pemakaian data antropometri dengan ilmu-ilmu statistik yang menjadi prasyarat utamanya (Nurmianto 2005).

Pertambahan jumlah penduduk menuntut ketersediaan pangan yang lebih banyak. Sementara itu, tenaga kerja dibidang pertanian semakin sulit didapat. Mekanisasi pertanian menjadi salah satu solusi mengatasi masalah ini. Namun selama ini banyak alat-alat pertanian yang diimpor dari luar negeri, dimana desain yang digunakan menggunakan ukuran tubuh masyarakat setempat, sehingga desain tidak sesuai dengan ukuran tubuh masyarakat Indonesia. Disisi lain berkembang alat dan mesin yang desain yang hanya didasarkan proses trial and error. Dengan mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip ergonomi di bidang mekanisasi pertanian diharapkan akan membantu tersedianya alat dan mesin pertanian yang sesuai dengan dimensi tubuh (antropometri) masyarakat Indonesia, meningkatkan efisiensi, kesehatan, keselamatan, kenyamanan dan kepuasan dalam proses kerja.

2.9.2 Pengukuran Beban Kerja

Lehman (1995) mendefinisikan kerja sebagai semua aktivitas yang secara dan berguna dilakukan manusia untuk menjamin kelangsungan hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai umat keseluruhan.


(37)

Secara umum jenis kerja dibedakan menjadi dua bagian yaitu kerja fisik (otot) dan kerja mental. Kondisi fisik subjek yang berpengaruh terhadap beban kerja antara lain jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi, dan riwayat penyakit. Fisik lelaki umumnya lebih kuat dari wanita, sedangkan usia memiliki tingkatan yang berbeda. Pada usia 25 – 35 tahun merupakan kondisi tubuh paling prima dari manusia, dan pada usia di atas 40 tahun, kondisi fisik tubuh semakin jauh menurun. Pada kerja mental pengeluaran energi relatif kecil dibandingkan pada kerja fisik dimana tubuh akan menghasilkan perubahan dalam konsumsi oksigen, heart rate, temperature tubuh dan perubahan senyawa kimia dalam tubuh.

Perlunya menganalisa konsumsi energi yang dipakai pada beberapa pekerjaan tertentu adalah masih menduduki prioritas utama dan bertujuan antara lain memilih frekuensi dan periode istirahat pada manajemen waktu kerja, mencari metode alternatif pemilihan peralatan untuk mengerjakan suatu jenis pekerjaan, sebagai dasar perancangan alat dan mesin yang ergonomis, serta hal yang tidak kalah pentingnya adalah hubungannya dengan pengukuran fitness dan penerapannya untuk perancangan aktivitas kerja maupun jenis pekerjaan lainnya.

Dalam melakukan aktifitas sehari-hari, manusia membutuhkan energi. Jumlah energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme tubuh secara keseluruhan saat melakukan aktifitas disebut dengan Total Energy Cost (TEC). Nilai TEC merupakan penjumlahan dari Basal metabolis Energy (BME) dan Work Energy Cost (WEC).

Menurut Syuaib (2003), BME merupakan konsumsi energi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi minimal fisiologisnya. Sedangkan menurut Nurmianto (2008) metabolisme basal adalah konsumsi enegi secara konstan pada saat istirahat dengan perut dalam keadaan kosong. BME tergantung dari ukuran tubuh (berat dan tinggi badan) dan jenis kelamin (pria atau wanita). Sedangkan WEC (Work Energy Cost) merupakan jumlah energi tambahan yang harus dikeluarkan oleh tubuh ketika melakukan suatu aktivitas kerja.

Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seorang pekerja selama 24 jam ditentukan oleh tiga hal :

1. Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal. Keterangan kebutuhan seorang laki-laki dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal ± 100 kilo joule


(38)

(23,87 kilo kalori) per 24 jam per kg BB. Sedangkan wanita dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal ± 98 kilo joule (23,39 kilo kalori) per 24 jam per kg BB.

2. Kebutuhan kalori untuk kerja. Kebutuhaan kalori untuk kerja sangat ditentukan oleh jenis aktivitas kerja yang dilakukan atau berat ringannya pekerjaan.

3. Kebutuhan kalori untuk aktivitas-aktivitas lain diluar jam kerja. Rata-rata kebutuhan kalori untuk aktivitas diluar kerja adalah ± 2400 kilo joule (573 kilo kalori) untuk laki-laki dewasa dan sebesar 2000 – 2400 kilo joule (425 – 477 kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa.

Dalam terminologi energi kerja, terdapat istilah Total Energy Cost per Weight (TEC’). TEC’ merupakan nilai dari TEC yang dinormalisasi untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima oleh seseorang saat melakukan kerja dengan menghilangkan faktor berat, karena pada saat seseorang bekerja, energi yang harus dikeluarkan bukan hanya untuk aktivitas kerja itu sendiri, tetapi juga harus mengeluarkan energi tambahan untuk membawa berat badannya. Oleh karena nilai TEC pada masing-masing subjek harus dibagi dengan faktor berat badan yang disebut dengan Total Energy Cost per Weight (TEC’).

Dengan bertambah kompleksnya aktivitas otot, maka beberapa hal yang patut dijadikan pokok bahasan dan analisa terhadap manifestasi kerja tersebut yaitu denyut jantung (heart rate), tekananan darah (blood pressure), keluaran paru (cardiac output) , komposisi kimia darah (latic acid content), temperature tubuh (body temperature), kecepatan berkeringat (sweating rate), kecepatan membuka dan menutupnya ventilasi paru (pulmonary ventilation) serta konsumsi oksigen (oxygen consumption) (Wignjosoebroto 2008).

Pengukuran denyut jantung dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

a. Merasakan denyut yang ada pada arteri radial pada pergelangan tangan. b. Mendengarkan denyut dengan stetoskop.

c. Menggunakan ECG (electrocardiogram), yaitu mengukur signal elektrik yang diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada.


(39)

d. Menggunakan Heart Rate Monitor (HRM), mengukur detak jantung di dada pada waktu tertentu, dilengkapi display pada receiver yang di pergelangan tangan.

Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, denyut jantung merupakan variabel yang paling mudah untuk diukur. Pengukuran beban kerja secara tidak langsung menggunakan pencatat denyut jantung secara kontinyu membuka gambaran umum dari seluruh aktivitas yang dilakukan pada hari tersebut. Menggunakan alat ini memungkinkan untuk memisahkan berbagai macam aktivitas sesuai dengan denyut jantungnya (Astrand dan Rodalh (1977) dalam Syuaib (2003)).

Denyut jantung (Heart Rate / HR) permenit subjek direkam oleh alat Heart Rate Monitor (HRM). HRM adalah metode pengukuran yang paling umum dan paling nyaman digunakan untuk mengukur suatu beban kerja fisiologis (physiological strain). Banyak peneliti ergonomika percaya bahwa meningkatnya tingkat laju denyut jantung dapat menunjukkan beban kerja, baik secara fisik maupun mental, karena terdapat korelasi yang linier terhadap konsumsi energi fisik (physical energy cost). Oleh karena itu data kontinyu dari laju denyut jantung pada suatu aktivitas berguna sebagai indikator dari beban kerja psiko-fisiologis.

Nilai denyut jantung umumnya sangat dipengaruhi faktor-faktor personal, psikologis, dan lingkungan, sehingga untuk menghindari subyektifitas perhitungan nilai denyut jantung harus dinormalisasi agar diperoleh nilai denyut jantung yang lebih obyektif (Syuaib 2003).

2.9.3 Metode Step Test

Pengukuran beban kerja fisik di lapangan dengan metode pengukuran denyut jantung memiliki kelemahan, sebab hasil pengukuran tidak hanya dipengaruhi oleh usaha-usaha fisik, melainkan juga oleh kondisi dan tekanan mental. Kelemahan lainnya adalah bervariasinya karakter denyut jantung pada setiap orang, dan dapat pula terjadi penyimpangan lainnya.

Menurut Herodian (1997), salah satu metode yang dipergunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung ini adalah dengan menggunakan metode step test atau metode langkah. Dengan metode ini dapat diusahakan selang yang


(40)

pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah, karena selalu tersedia dimana saja dan kapan saja, terutama di lapang, sehingga ketidak stabilan denyut jantung seseorang dapat dengan mudah di analisa. Beberapa faktor individual seperti jenis kelamin, umur, berat dan tinggi badan harus diperhatikan sebagai faktor penting untuk menentukan karakteristik individu yang diukur.

2.9.4 Antropometri

Istilah Antropometri berasal dari “antro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia .

Antropometri merupakan istilah yang digunakan dalam pengukuran sifat fisik tubuh manusia yang mengenai panjang, tebal, berat, atau volume maupun faktor lain yang berkaitan dengan rancangan suatu alat. Pengukuran antropometri dibedakan menjadi 2 tipe yaitu struktural atau statik dan tipe dinamik. Tipe statik menghasilkan data dimensi tubuh dalam keadaan diam, seperti tinggi badan atau tinggi bahu. Sedangkan pada tipe dinamik, pengukuran lebih memperhatikan kemampuan gerak manusia dalam melakukan aktivitas (Sanders dan McCormick 1987).

Data antropometri digunakan untuk mengetahui dimensi fisik ruang kerja, alat-alat, furnitur, dan pakaian agar terjadi kesesuaian antara manusia dan alat-alat, untuk

memastikan terhindarinya ketidak cocokan antara dimensi alat dengan dimensi pengguna.

Perbedaan ukuran tubuh pada masing-masing populasi tidak mengikuti perbandingan yang baku, karena adanya perbedaan spesifik untuk tiap anggota tubuh. Data mengenai ukuran antropometri tergantung pada rata-rata populasi yang diukur karena rata-rata ukuran tubuh manusia. Di Benua Eropa misalnya akan mempunyai perbedaan dengan ukuran rata-rata orang di Benua Asia. Demikian juga perbedaan jenis kelamin akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Ukuran-ukuran tubuh sangat diperlukan dalam suatu ruang kerja yang baik sehingga dapat menurunkan beban kerja

Secara umum data antropometri yang diterapkan untuk hal-hal yang khusus, cukup diambil dari persentil ke-5, ke-50, ke-95 atau antara persentil ke-5 sampai persentil ke-95. Persentil ke-100 hanya diterapkan pada rancangan yang digunakan oleh semua orang contoh perlengkapan di rumah-rumah sakit. Untuk alat yang dapat diatur sesuai dengan subjeknya, misalnya posisi tempat duduk, posisi pegangan kendali, desain sebaiknya dirancang agar dapat memenuhi selang persentil ke-5 sampai ke-95.


(41)

Distribusi normal ditandai dengan adanya nilai mean (rata-rata) dan standar deviasi (Gambar 10).

Sumber : Nurmianto (2004)

Gambar 10 Distribusi normal dan perhitungan persentil

Persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih dari nilai tersebut. Misalnya : 95% populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95 percentil; 5% dari populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari 5 percentil. Besarnya nilai percentil dapat ditentukan dari tabel probabilitas distribusi normal (Nurmianto 2008).

2.9.5 Analisis Gerak (Motion Analysis)

Analisis gerak (motion analysis) adalah analisa yang dilakukan terhadap beberapa gerakan bagian badan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, sehingga gerakan yang kurang efektif dapat dikurangi atau bahkan dapat dihilangkan sehingga diperoleh penghematan dalam waktu kerja (Sutalaksana dkk 2004). Analisis gerak merupakan analisis dari gerakan pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan menurut Wignjosoebroto (2008), Analisis gerakan adalah suatu analisis tentang gerakan-gerakan yang dilakukan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan. Ilmu ini pertama kali dikembangkan oleh Frank dan Lilian Gilberth pada tahun 1885 (Barnes 1980).

Tujuan dari analisis gerak adalah untuk menghilangkan atau mengurangi gerakan yang kurang efektif untuk mendapatkan gerakan yang cepat dan efektif (Niebel 1988). Dengan studi ini ingin diperoleh gerakan-gerakan standar untuk penyelesain suatu pekerjaan, yaitu rangkaian gerakan yang efektif dan efisien.


(42)

Aktivitas penyiapan lahan pertanian secara tradisional oleh masyarakat suku Banjar di Kalimantan Selatan sangat unik dan berbeda dengan pola umumnya. Penggunaan tajak sebagai alat penyiapan lahan berbeda cara pengoperasiannya dengan cangkul sebagai alat pengolah tanah tradisional yang umum digunakan. Bentuk dan fungsinya yang khas perlu dipelajari pengembangan alat ini.

Menurut Openshaw (2006) dalam Rahmawan (2011), tubuh manusia memiliki suatu selang alami gerakan (SAG). Gerakan dalam SAG yang baik memperbaiki sirkulasi darah dan fleksibilitas sehingga dapat mencapai gerakan yang lebih nyaman dan

produktivitas yang lebih tinggi. Meskipun syarat untuk mencapai gerakan tersebut pengguna sebaiknya mencoba untuk menghindari gerakan berulang dan ekstrim dalam SAG nya selama periode waktu yang lama. Masih menurut Openshaw (2006), ada 4 zona berbeda yang mungkin dihadapi manusia ketika duduk dan berdiri, yaitu:

1. Zona 0 (Zona Hijau/Green Zone). Zona yang dianjurkan untuk sebagian besar gerakan-gerakan. Terdapat tekanan minimal pada otot dan sendi.

2. Zona 1 (Zona Kuning/Yellow Zone). Zona yang dianjurkan untuk sebagian besar gerakan-gerakan. Terdapat tekanan minimal pada otot dan sendi.

3. Zona 2 (Zona Merah/Red Zone). Banyak posisi yang ekstrim pada anggota-anggota tubuh. Terdapat lebih besar tekanan pada otot dan sendi.

4. Zona 3 (Melewati Zona Merah/Beyond Red Zone). Posisi paling ekstrim pada anggota-anggota tubuh, sebaiknya dihindari jika memungkinkan, terutama ketika mengangkat beban berat atau kegiatan yang berulang-ulang.

Zona-zona tersebut merupakan selang-selang dimana anggota-anggota tubuh dapat bergerak secara bebas. Zona 0 dan 1 termasuk dalam gerakan-gerakan sendi terkecil sedangkan Zona 2 dan 3 menunjukkan posisi-posisi yang lebih ekstrim. Untuk lebih rinci, Tabel 1 dan Gambar 11 berikut selang gerakan dari beberapa zona gerakan :

Tabel 1 Selang gerakan dari beberapa zona

Gerakan Selang dari zona gerakan (dalam °)

Zona 0 Zona 1 Zona 2 Zona 3

Pergel

ang

an

Tangan

Fleksi(flexion) 0 – 10 11 – 25 26 – 50 51+ Ekstensi (extension) 0 – 9 10 – 23 24 – 45 46+ Deviasi Radial (radial deviation) 0 – 3 4 – 7 8 – 14 15+ Deviasi Ulnar (ulnar deviation) 0 – 5 6 – 12 13 – 24 25+

Pun

ggu

ng

Fleksi(flexion) 0 – 19 20 – 47 48 – 94 95+ Ekstensi (extension) 0 – 6 7 – 15 16 – 31 32+ Aduksi (adduction) 0 – 5 6 – 12 13 – 24 25+ Abduksi (abduction) 0 – 13 14 – 34 35 – 67 68+


(43)

T

u

la

ng Be

lakan

g Fleksi(flexion) 0 – 10 11 – 25 26 – 45 46+ Ekstensi (extension) 0 – 5 6 – 10 11 – 20 21+ Berputar (rotational) 0 – 10 11 – 25 26 – 45 46+ Menbengkok ke samping (lateral bend) 0 – 5 6 – 10 11 – 20 21+

Le

h

er

Fleksi(flexion) 0 – 9 10 – 22 23 – 45 46+ Ekstensi (extension) 0 – 6 7 – 15 16 – 30 31+ Berputar (rotational) 0 – 8 9 – 20 21 – 40 41+ Menbengkok ke samping (lateral bend) 0 – 5 6 – 12 13 – 24 25+

Sumber : Openshaw (2006) dalam Rahmawan (2006)

Untuk dapat menggambarkan bagaimana SAG, Gambar 11 memberikan

gambaran berbagai posisi tubuh manusia pada berbagai kondisi gerakan. Selanjutnya, dengan mempelajari pola gerakan pada menajak akan dapat diketahui SAG yang terjadi pada aktivitas tersebut.


(44)

Sumber : Openshaw (2006) dalam Rahmawan (2011)

Gambar 11 Macam-macam selang gerakan

Dari selang-selang gerakan di atas, yang terjadi pada saat melakukan menajak

adalah gerakan pada tulang belakang, leher, punggung, dan pergelangan tangan, jika merujuk pada Gambar 11, maka gerakan menajak dapat ditunjukkan seperti pada gambar berikut :


(45)

Sumber : Openshaw (2006) dalam Rahmawan (2011)

Gambar 12 Macam-macam selang gerakan pada saat menajak

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di lahan rawa lebak Desa Sungai Rangas Hambuku, Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dari bulan Februari – Oktober 2010 meliputi penelitian pendahuluan, pengambilan data, dan pengolahan data

Desa Sungai Rangas Hambuku terletak di kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar. Terletak antara 3°17’39’’-3°21’54’’ Lintang Selatan dan 114°42’44’’-114°48’52’’ Bujur Timur, disebelah utara berbatasan dengan Desa Sungai Rangas Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Desa Sungai rangas Ulu, sebelah selatan berbatasan dengan desa Sungai Rangas Tengah, dan sebelah barat berbatasan dengan desa Pengalaman (Pemerintah Kabupaten Banjar, 2010). 3.2 Peralatan dan Subyek Penelitian


(46)

3.2.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tajak Bedandan dan Tajak Surung, Heart Rate Monitor (HRM), Heart Rate Monitor Interface, Digital Metronom, bangku step test, Timbangan, Meteran, Jangka Sorong, Penggaris, Stopwatch, Thermometer, Time study sheet, Handycam, Kaset mini DVD, Software Studio Plus, dan Komputer.

3.2.2 Subyek Penelitian

Subyek yang diobservasi untuk dilakukan analisis atas aktivitas penajakan serta respon denyut jantungnya adalah petani pengguna tajak di Desa Sungai Rangas Hambuku. Laki-laki, sehat, berjumlah 4 orang, dan berusia 25-35 tahun. Disamping itu ada 60 orang petani tradisional pengguna tajak di Kecamatan Martapura Barat sebagai sampel subjek untuk diukur antropometri dan

dimensi tajak yang digunakannya. 3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Tahapan Penelitian

Prosedur penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu penelitian pendahuluan, pengukuran data di lapangan, dan pengolahan data dengan menggunakan komputer.

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lokasi penelitian yang representatif, menyesuaikan metode pengambilan data yang tepat sesuai tujuan penelitian, menentukan subjek, jumlah, dan perlakuan, serta luas lahan yang akan digunakan.

Pengukuran data di lapang meliputi pengambilan data dimensi tajak dan antropometri, sampel gulma, data kalibrasi step test, serta data serta perekaman pada aktivitas menajak. Selanjutnya pengolahan dan analisis data.

3.3.2 Pengukuran Metabolisme Basal (Basal Metabolic Energy)

Salah satu metode yang umum digunakan untuk mengetahui nilai BME adalah dengan menghitung dimensi tubuh (luas permukaan tubuh), yang kemudian dapat dikonversi ke dalam volume oksigen (VO2). Dalam persamaan

oksidasi metabolik, diketahui bahwa setiap konsumsi satu liter oksigen (O2)


(47)

permukaan tubuh dapat dihitung dengan menggunakan persaman Du’Bois (Syuaib, 2003): 007246 . 0 425 . 0 725 . 0

h w

A Dimana :

A = Luas permukaan tubuh (m2) H = Tinggi tubuh (cm)

W = Berat tubuh (kg)

Berdasarkan perhitungan luasan tubuh dengan menggunakan persamaan tersebut, BME (ekuivalen terhadap VO2) bisa ditentukan dengan menggunakan tabel konversi yang ditunjukkan oleh Tabel 2.

Tabel 2 Konversi BME ekuivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh 1/100

m2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1.1 136 137 138 140 141 142 143 145 146 147 1.2 148 150 151 152 153 155 156 157 158 159 1.3 161 162 162 164 166 167 168 169 171 172 1.4 173 174 176 177 178 179 181 182 183 184 1.5 186 187 188 189 190 192 193 194 195 197 1.6 198 199 200 202 203 204 205 207 208 209 1.7 210 212 213 215 215 217 218 219 220 221 1.8 223 224 225 228 228 229 230 231 233 234 1.9 235 236 238 240 240 241 243 244 245 246

(*) untuk perempuan, nilai VO2 harus dikalikan 0.95 (Sumber: Syuaib, 2003)

3.3.3 Pengukuran Beban Kerja Kuantitatif

Pengambilan data dimulai dengan memberikan penjelasan prosedur kerja dan latihan menggunakan HRM kepada subjek sehingga cukup familiar dengan alat ukur HRM. Pengambilan data dimulai dengan pengambilan data kalibrasi pengukuran denyut jantung dengan metode Step Test (ST) kalibrasi menggunakan HRM. HRM terdiri dari (1) rubber belted electrode, sebagai sensor dan transmitter, yang diikatkan pada dada subyek, dan (2) digital data receiver and memory, yang dipasang pada pergelangan tangan subyek seperti sebuah jam tangan. Pemasangan rubber belted electrode dan digital data receiver and memory dilakukan pada saat subyek pengukuran sebelum mulai melakukan aktivitas.

Ritme kecepatan langkah yang diukur pada frekuensi 20, 25, dan 30 siklus/menit. Step test dilakukan oleh masing-masing subjek dengan prosedur


(48)

sebagai berikut: istirahat 1 (awal) selama 10 menit – step test 1 pada frekuensi 20 – istirahat 2 selama 10 menit – step test 2 pada frekuensi 25 – istirahat 3 selama 10 menit – step test 3 pada frekuensi 30 – istirahat 4 (akhir) selama 10 menit. Pergerakan step test mengikuti irama metronom. Tinggi bangku ST yang digunakan 30 cm. Denyut jantung direkam secara kontinyu pada interval 5 detik. Kemudian pada tahapan kalibrasi ini dihitung tenaga masing-masing (Work Energy Cost/WEC) subjek yang dibutuhkan pada saat step test, dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

3

10 2 . 4

2 

  

w g f h

WECSTn

Dimana :

WECST = Work Energy Cost saat step test (kkal/menit)

n = ulangan

w = berat badan (kg)

g = percepatan gravitasi (9,8 m/detik2) f = frekuensi step test

h = tinggi bangku step test (meter)

4,2 = faktor kalibrasi satuan dari Joule menjadi kalori

Gambar 13 Step Test Kalibrasi

Pada saat melakukan KST, secara otomatis denyut jantung akan terekam di dalam HRM. Setelah KST selesai dilakukan, data kemudian ditransfer ke media


(49)

komputasi dengan menggunakan Interface HRM. Dari data yang didapat, kemudian diplot ke dalam bentuk grafik untuk mempermudah pencarian denyut jantung rata. Adapun ketentuan untuk menentukan nilai denyut jantung rata-rata adalah sebagai berikut :

a. Denyut jantung pada saat istirahat adalah denyut jantung rata-rata dari data stabil terendah, minimal enam data stabil. Data yang diambil adalah denyut jantung yang tidak berada pada menit-menit awal dan akhir. Hal ini dikarenakan pada menit awal dan akhir denyut jantung masih bias.

b. Pada saat KST, data yang diambil adalah denyut jantung tertinggi pada menit-menit akhir. Data yang diambil diusahakan data stabil minimal enam data.

Subyektifitas nilai denyut jantung (HR) hasil KST harus dinormalisasi agar diperoleh nilai HR yang lebih obyektif. Normalisasi dilakukan dengan cara perbandingan HR relatif saat ST ( HRSTn) terhadap HR saat istirahat. Nilai

perbandingan tersebut dinamakan Increase Ratio of Heart Rate (IRHR) dengan persamaan berikut :

n STn HRrest

HR st

IRHRstepte

Setelah diperoleh nilai IRHR masing-masing maka nilai tersebut diplotkan untuk dibuat grafik untuk melihat korelasi antara WECST dengan IRHR sehingga

dari plot titik- titik nilai tersebut diperoleh persamaan linear yang merupakan bentuk umum untuk masing-masing subyek seperti persamaan yang memiliki persamaan fungsi:

Y = aX + b

Dimana : Y = IRHR

X = WEC (kkal/menit)

Selanjutnya mencari IRHR pada saat bekerja (menajak) dengan metode yang sama dengan IRHR step test. Yaitu dengan membandingkan IRHR pada saat menajak dengan IRHR saat istirahat awal.

HRrest HR IRHRworkwork


(50)

Nilai IRHR pada saat menajak dimasukkan ke persamaan subyek sebagai ‘y’ sehingga didapatkan nilai ‘x’ sebagai konsumsi energi kerja pada saat menajak (WECwork).

TEC ( Total Energy Cost) merupakan penjumlahan dari energi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan (Work Energy Cost) dan energi yang dibutuhkan untuk menghidupi fungsi minimal fisiologi (Basal Metabolic Energy), dijelaskan dalam persamaan berikut :

TEC = WEC + BME Dimana :

TEC = Total Energy Cost (kkal/menit) WEC = Work Energy Cost (kkal/menit) BME = Basal Metabolic Energy (kkal/menit)

Dalam terminologi kebutuhan energi kerja, terdapat istilah Total Energy Cost per Weight (TEC’). TEC’ merupakan nilai dari TEC yang dinormalisasi untuk mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima oleh seseorang saat melakukan kerja. Nilai TEC’ perlu dihitung untuk mengetahui nilai TEC pada masing-masing subjek dengan menghilangkan faktor berat badan. Hal ini dikarenakan berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang diterima, sehingga pengaruh berat badan harus ditiadakan. Satuan nilai TEC’ yang digunakan adalah kkal/kg.Jam (Soleh, 2011). TEC’ dapat dihitung dengan persamaan :

w TEC TEC' Dimana :

TEC’ = Total Energy Cost per Weight (kal/kg.Jam) WEC = Work Energy Cost (kal/menit)

w = Berat badan (kg)

3.3.4 Pengukuran Beban Kerja Kualitatif

Pengukuran beban kerja ini dilakukan dengan melihat tingkat beban kerja seseorang berdasarkan nilai rata-rata perbandingan denyut jantung relatif saat kerja terhadap denyut jantung saat istirahat atau yang disebut Increase Ratio of


(1)

109 98 90 86 143 158 161 133 111 101 112 101 95

111 94 89 87 140 161 161 130 109 102 109 105 94

108 95 94 89 141 159 161 133 106 101 106 102 98

101 96 92 91 144 159 174 135 105 100 105 99 98

101 100 91 92 145 155 167 134 105 101 107 99 98 96 101 87 96 142 153 167 137 106 99 104 99 100 100 103 88 99 140 152 166 137 109 99 106 102 102 97 101 88 93 146 157 165 131 109 103 109 101 98

Lampiran 12 Denyut jantung aktivitas

menajak

subjek P3 (lanjutan)

99 96 150 152 161 134 110 103 115 102 103 118 157 99 94 149 154 161 135 109 103 118 108 99 117 154 100 100 149 152 161 135 107 103 117 106 96 120 155 99 102 148 151 161 135 106 105 116 103 97 123 155 97 106 147 154 160 135 111 105 115 101 96 122 154 97 110 149 154 160 138 112 104 116 101 96 124 157 101 111 150 155 160 135 113 106 120 102 95 126 158 101 110 152 155 164 132 112 111 119 103 97 125 158

101 110 152 156 163 125 112 108 115 100 102 125 158

98 110 151 157 161 123 108 106 114 100 103 129 158

98 112 147 157 161 120 109 107 115 101 99 123 157

100 115 146 157 167 116 106 110 117 102 101 127 158 106 115 150 158 168 114 111 106 121 102 102 127 160 102 116 152 159 167 111 111 106 122 106 102 130 159 99 116 149 160 166 111 109 104 119 104 104 132 159 103 116 146 159 166 108 110 103 118 103 101 137 160 100 118 149 157 166 106 108 102 116 100 102 144 160 98 121 150 155 165 107 106 103 113 100 98 144 158 96 123 150 157 158 107 100 105 116 101 97 144 160 96 122 154 159 153 114 101 104 115 100 100 146 161 95 121 155 159 149 113 109 103 116 98 102 150 161 95 120 155 157 145 112 108 104 120 97 100 152 160

95 124 156 152 142 111 106 104 116 100 99 151 159

97 130 156 149 142 111 107 104 116 101 99 151 161

95 131 155 151 141 112 105 104 112 104 103 152 161

94 127 157 151 143 114 104 105 107 100 101 151 160 93 125 156 152 139 117 103 109 107 99 101 150 160 93 129 156 154 138 113 102 109 108 98 98 149 159 95 131 156 152 138 112 107 107 105 98 100 151 163 94 135 155 151 134 109 108 106 105 100 103 155 164 94 138 155 151 136 108 105 107 108 102 107 158 163 94 139 154 153 135 109 104 108 107 103 110 159 163 94 139 156 153 136 109 106 111 102 100 110 158 164 94 141 155 154 139 109 106 114 99 99 106 158 162 96 143 155 157 136 105 109 117 101 99 105 159 162 95 150 155 158 133 109 108 115 103 99 109 161 164

95 148 155 158 134 117 105 117 106 101 107 162 164

96 147 156 160 134 113 104 119 106 100 106 162 163 97 144 155 162 135 115 103 119 102 103 108 160 164 105 143 155 161 136 121 102 118 101 103 111 159 163 105 146 158 160 136 120 101 118 100 102 114 158 162 110 148 159 161 137 118 99 117 101 100 117 157 161 111 148 154 161 136 117 100 117 100 100 114 154 158 94 149 151 160 137 121 101 118 95 100 113 157 154


(2)

89 150 149 158 136 117 100 119 95 102 116 159 156

93 148 150 158 138 117 98 121 96 106 115 159 158

96 148 150 159 136 111 98 121 97 102 116 157 155

96 150 151 159 135 113 101 120 101 99 119 154 155

97 151 154 158 136 111 103 117 99 98 121 157 157 97 150 153 159 136 108 103 114 98 104 119 159 166

Lampiran 12 Denyut jantung aktivitas

menajak

subjek P3 (lanjutan)

167 162 139 128 108 112 114 122 106 99 166 163 140 128 109 113 113 124 103 98 166 164 139 128 109 111 112 123 100 97 167 167 135 128 109 111 108 125 100 99 168 167 133 130 109 114 107 124 102 99 169 167 127 127 112 116 111 123 101 101 171 168 124 125 111 117 107 122 100 102 170 168 124 127 111 116 109 124 101 103 169 167 124 126 109 116 112 124 101 103 166 166 129 124 107 117 110 127 101 104

164 164 129 123 110 113 109 125 100 102

161 163 126 124 112 109 107 124 100 100

158 161 130 125 111 108 109 123 100 99

159 162 127 127 109 113 107 122 103 98 162 162 122 127 109 115 109 119 102 97 163 161 122 130 112 116 108 119 102 94 164 159 124 132 110 113 109 120 100 94 165 157 126 132 115 115 110 122 100 93 164 157 131 130 118 113 111 118 98 93 164 154 129 127 116 111 108 119 99 96 168 150 127 124 116 111 105 111 99 97 168 150 129 122 117 109 108 107 100 97 169 151 130 119 113 106 111 105 103 99 168 151 128 119 109 107 107 105 103 94

165 152 127 119 108 110 106 105 103 93

164 151 128 118 113 112 109 105 101 92

163 151 129 116 115 112 111 104 97 92

164 147 132 116 116 112 112 104 95 94 165 148 133 119 113 110 114 104 97 94 165 149 133 116 115 108 111 103 101 94 164 146 133 115 113 106 109 102 104 164 142 136 116 111 107 111 103 102 164 143 139 121 111 108 117 102 98 163 139 140 123 109 109 115 100 98 164 133 142 119 106 110 116 103 97 167 132 142 116 107 110 117 104 96 166 132 139 114 110 108 120 104 96 165 133 139 117 112 110 117 102 97 165 135 139 119 112 112 118 102 102 164 132 138 117 112 113 119 103 99 163 131 137 115 110 111 119 106 98 162 129 136 113 108 111 121 103 98 163 127 133 110 106 114 124 100 101 165 126 134 112 107 116 125 99 97 164 129 137 110 108 117 124 93 94 164 132 135 107 109 117 125 93 99


(3)

165 138 131 107 110 115 123 97 99

163 142 127 111 110 116 122 103 97

163 141 126 111 108 113 122 102 97

163 141 127 109 110 114 122 103 97

Lampiran 13 Denyut jantung aktivitas

menajak

subjek P4

74 76 114 89 81 111 175 189 133 106 99 132 100

73 76 108 88 85 112 175 185 131 106 99 130 102 73 82 101 86 84 112 175 186 128 104 100 130 101 73 85 100 83 84 114 175 186 127 104 100 131 101 81 88 104 82 86 115 174 186 124 105 99 132 98 80 83 99 82 86 116 173 184 122 106 100 133 98 76 81 96 82 83 118 174 184 119 105 100 134 98 72 77 91 82 81 120 174 182 120 104 98 134 100 74 81 87 82 79 119 174 181 119 103 99 133 100 72 78 86 80 81 120 174 176 117 101 100 134 101 73 79 85 79 81 128 176 173 118 100 99 132 99 73 80 83 79 84 137 177 171 116 102 98 131 102

75 89 83 79 82 143 176 170 115 103 99 133 101

75 94 80 77 82 145 176 167 114 103 98 134 101

72 100 80 79 81 147 175 164 114 103 99 134 102

73 105 78 80 83 150 175 159 113 103 100 134 99 73 110 78 81 82 153 176 156 112 105 99 133 99 75 110 77 83 83 156 177 154 112 105 99 133 99 75 111 76 82 94 158 179 154 115 102 102 134 100 77 114 77 82 104 159 179 152 118 101 101 133 98 79 118 76 81 117 160 179 148 116 103 102 134 99 79 118 78 80 122 162 179 147 116 102 101 133 100 79 119 82 83 117 162 180 146 113 103 101 131 99 82 120 82 88 114 163 179 143 113 102 100 133 97 83 121 81 91 111 164 179 141 115 99 100 135 97 82 120 82 83 109 166 179 141 114 98 100 134 98

79 120 81 81 110 167 180 138 111 98 98 127 97

79 122 79 81 109 167 180 139 112 98 98 120 99

78 123 79 79 109 168 181 139 111 99 98 115 98

76 123 79 78 110 167 181 140 112 99 97 111 97 77 123 80 79 109 168 181 141 110 99 99 110 97 77 123 80 78 112 168 181 141 110 101 98 109 97 78 122 81 79 112 168 181 141 109 102 99 106 97 79 121 81 79 112 169 182 142 111 102 103 104 98 77 119 82 79 114 170 183 143 110 102 109 107 97 75 119 81 79 116 171 184 144 107 103 113 104 98 77 119 82 79 116 171 184 141 107 101 115 103 96 76 119 83 79 117 170 184 139 105 105 118 101 95 76 120 86 80 120 171 184 138 103 104 123 100 95 78 121 87 81 121 171 185 137 103 102 125 99 95

79 122 87 79 116 171 186 140 103 101 128 97 95

76 122 85 78 115 171 186 139 104 101 129 98 96 74 122 85 81 115 172 188 137 105 101 129 97 97 79 124 90 79 115 172 187 136 103 101 129 98 97 81 126 89 81 113 173 188 136 103 101 129 99 97 81 126 87 83 111 173 188 134 103 100 130 98 96 80 124 86 84 112 174 188 132 104 99 131 97 96 81 123 83 83 112 174 187 131 104 98 131 99 96


(4)

77 120 82 84 110 174 188 133 105 100 132 99 95

75 116 84 83 110 173 189 133 106 99 134 99 100

Lampiran 13 Denyut jantung aktivitas

menajak

subjek P4 (lanjutan)

96 119 168 146 184 165 119 106 103 135 103 99 137

94 121 168 150 185 161 118 106 104 134 99 98 137

94 120 167 155 185 159 119 106 104 134 99 98 137

94 120 167 158 187 158 119 107 105 132 102 98 136 94 121 166 162 187 158 120 108 105 134 100 99 134 94 124 164 166 187 157 120 110 104 134 101 98 131 93 125 160 168 187 156 120 110 104 133 101 100 131 93 123 157 171 185 156 120 109 105 134 99 99 130 97 123 149 173 187 155 119 109 104 133 100 100 128 95 124 146 175 187 154 119 108 103 130 99 101 130 94 123 144 176 188 153 119 110 104 131 99 100 129 94 124 140 177 189 153 120 109 103 128 98 100 132 93 124 136 177 190 153 120 109 103 124 99 99 134 92 125 135 178 190 152 120 108 103 121 99 98 138

94 125 130 179 190 152 119 108 106 118 99 97 140

92 124 125 179 192 153 118 109 108 115 99 100 138

94 125 124 179 191 152 120 111 109 111 102 98 137

96 127 121 179 192 152 121 113 108 112 103 100 137 93 126 121 179 191 151 122 113 106 110 104 101 136 93 126 116 179 191 150 121 113 104 110 102 98 138 94 128 118 180 190 149 119 111 103 110 102 95 137 94 126 118 179 192 148 117 108 106 105 101 94 136 94 125 127 179 191 148 114 108 111 105 101 95 134 95 124 133 179 190 148 114 108 115 105 102 96 138 95 126 140 179 190 148 114 108 119 104 102 96 138 95 129 143 179 190 148 113 108 122 104 102 97 137 96 135 146 179 190 148 114 107 126 102 102 97 137 95 142 150 180 191 148 114 106 128 101 101 96 145

96 145 155 181 191 150 115 105 131 101 103 97 151

96 149 159 181 191 148 114 107 131 103 102 97 148

94 151 161 180 192 144 113 109 130 102 102 99 148

95 153 163 180 192 145 114 109 131 102 102 106 164 97 156 163 180 192 144 116 109 132 102 101 114 164 101 158 161 179 192 141 118 108 132 105 100 119 164 107 160 159 181 193 138 117 108 132 106 100 122 164 114 161 155 181 193 133 115 109 131 104 99 124 169 116 161 150 182 194 129 112 108 131 101 99 126 174 109 164 147 183 195 126 113 108 133 102 100 124 170 112 165 139 184 194 125 112 107 133 100 100 125 170 112 165 135 183 193 125 112 107 133 100 101 125 175 112 166 134 183 190 124 112 106 134 100 100 124 175 112 167 128 184 188 125 114 106 132 100 100 123 177

112 166 125 184 187 125 110 105 132 101 100 124 175

112 168 125 184 186 124 113 105 132 101 100 126 178 111 168 122 184 183 123 111 104 133 101 99 128 178 112 168 120 185 179 122 112 104 133 101 98 129 175 114 169 125 184 177 124 110 103 135 105 98 130 174 116 168 131 184 174 122 110 103 137 103 97 131 173 119 168 138 183 171 121 109 102 135 103 96 132 172 120 168 144 182 168 120 108 103 136 102 97 136 171


(5)

Lampiran 13 Denyut jantung aktivitas

menajak

subjek P4 (lanjutan)

171 191 194 190 148 114 112 135 108 102 127 173 182 112 111 100 171 190 193 189 147 114 111 136 108 101 128 173 181 110 108 100 171 190 191 188 148 114 113 136 109 103 130 173 182 111 108 101 173 190 191 183 149 114 116 137 108 102 131 173 183 110 107 101 175 189 191 179 148 113 116 139 107 102 133 174 183 111 110 101 173 190 192 175 149 113 117 139 107 102 134 173 183 109 106 101 177 193 193 173 149 114 114 138 106 103 133 174 181 109 106 99 176 192 194 171 148 114 116 138 107 104 132 174 183 110 106 100 174 192 193 171 147 114 115 138 106 104 131 174 183 111 105 101 172 191 192 172 146 114 114 139 107 103 128 175 185 113 106 98 169 191 193 174 147 113 113 138 107 104 127 176 186 109 107 169 191 193 176 147 113 111 139 107 103 126 175 187 111 107 171 190 193 178 145 112 112 137 107 103 125 174 186 110 106 171 191 193 180 144 111 111 137 106 102 125 173 184 110 105 171 191 193 182 145 112 110 136 106 103 126 174 181 110 105 179 190 193 183 144 112 111 133 107 104 126 175 179 110 103 179 189 193 184 140 113 111 128 107 102 126 174 175 111 102 180 189 194 185 141 114 113 126 107 102 129 175 171 113 103 177 191 195 186 145 113 114 122 107 100 130 175 168 112 104 178 191 194 187 150 113 115 123 107 101 130 175 165 111 102 178 191 193 188 147 112 114 121 107 99 130 174 161 109 103 181 191 194 190 141 114 113 116 108 99 131 174 155 110 103 185 195 193 191 135 116 112 117 106 99 134 176 152 109 104 181 194 193 192 132 115 112 115 107 99 140 176 149 109 104 182 193 194 192 130 114 114 113 106 99 145 177 148 109 105 183 192 194 191 128 115 114 113 106 99 148 176 147 109 105 184 195 195 189 128 115 112 112 105 100 151 177 148 108 103 186 194 194 185 127 115 116 113 104 100 154 178 146 109 105 186 194 194 182 126 115 120 109 103 102 157 178 145 110 107 185 195 195 178 125 115 125 110 104 105 159 179 144 112 104 186 194 196 175 124 116 127 114 105 109 162 180 144 109 102 186 194 196 173 124 116 129 113 105 114 163 179 145 107 102 186 193 197 171 124 116 132 112 105 118 163 179 145 108 103 187 194 197 169 123 116 134 110 108 118 164 179 146 108 104 187 194 196 166 120 114 136 110 109 120 166 179 145 108 103 186 194 196 163 119 114 138 112 107 119 166 179 143 109 103 189 194 198 160 121 114 138 112 108 118 166 180 142 109 105 188 195 194 156 119 114 138 110 107 117 167 181 144 113 103 190 195 196 155 120 115 137 110 106 118 167 179 144 111 104 191 195 194 154 119 114 137 110 101 119 167 179 142 111 103 191 196 194 152 118 115 138 110 103 119 167 179 143 107 105 189 191 195 151 119 115 137 112 103 119 168 180 144 107 103 190 197 198 150 119 116 137 110 103 120 168 181 142 108 103 191 196 195 149 119 115 138 111 101 123 170 181 141 110 103 191 197 198 150 118 115 138 112 101 124 173 183 137 107 103 193 193 196 151 118 115 138 110 101 124 172 183 134 107 102 192 193 194 152 118 113 137 111 102 126 172 182 133 108 102 191 194 194 152 119 113 136 110 101 125 170 183 132 110 103 190 194 193 150 122 113 136 109 101 124 171 182 132 111 103 191 198 191 149 118 113 136 108 101 124 172 183 128 111 105

Lampiran 14

Time Study Sheet

Kegiatan Operator


(6)

Nama operator : Code : Jenis kelamin :

Tinggi / Berat : ... cm / ... kg

Usia :

Hari/Tanggal :

Lokasi lahan : Work methode :

Cuaca : suhu : RH :

Kegiatan :