Kearifan Lokal Penyiapan Lahan di Kalimantan Selatan
statis. Dimana indikator pertanian akan berhasil apabila petani mau menerima atau mengadopsi teknologi pertanian baru. Namun sistem pertanian tradisional
yang berkembang dalam budaya lokal selama berabad-abad telah menunjukkan kemampuanya dalam menyediakan makanan bagi satu generasi petani ke generasi
berikutnya. Sehingga pengetahuan tentang pengelolaan sumberdaya tradisional dapat digunakan sebagai masukan terhadap pembangunan pertanian saat ini
Sutanto 2005. Pengetahuan lokal adalah bagian sistematis dari pengetahuan yang
diperoleh oleh masyarakat lokal melalui akumulasi pengalaman-pengalaman informal, dan pemahaman mendalam tentang lingkungan sebagai suatu kultur
Hidayat 2010. Wahyu 2007 menggunakan konsep kearifan lokal, yang dalam
terminologi budaya dapat diinterpretasikan sebagai pengetahuan yang berasal dari budaya masyarakat yang unik, mempunyai hubungan dengan alam dalam sejarah
panjang, beradaptasi dengan sistem ekologi setempat, bersifat dinamis dan selalu terbuka dengan tambahan pengetahuan baru.
Sistem pertanian tradisional yang berkembang dalam budaya lokal selama berabad-abad menunjukkan bahwa sistem ini telah menunjukkan kemampuannya
dalam menyediakan makanan bagi satu generasi ke generasi berikutnya. Salah satu aspek penting dalam pertanian tradisional adalah indegeneous knowledge
atau yang disebut kearifan lokal. Kearifan lokal dalam bidang pertanian merupakan suatu pengetahuan yang utuh berkembang dalam budaya atau etnik
tertentu untuk memenuhi kebutuhannya secara subsisten sesuai kondisi lingkungan yang ada Pawluk et al. dalam Sutanto 2001. Masyarakat
mengumpulkan informasi dan hasil pengamatannya terhadap kondisi lingkungan lokal untuk memecahkan masalah produksi pertanian. Selanjutnya disampaikan
secara oral dari generasi ke generasi, sehingga terjadi pemahaman cukup mendalam terhadap sumberdaya alam lokal dan proses-proses yang berlangsung.
Menurut Furukawa 1996 dalam Noor 2007 budidaya pertanian temasuk penyiapan lahan, pengelolaan air dan hara, serta konservasi tanah dan air
merupakan pengetahuan lokal spesifik yang perlu digali dan dikembangkan. Kearifan budaya lokal yang turun temurun menunjukkan keunggulannya,
sehingga modernisasi pertanian tidak harus diartikan sebagai menghapus pertanian tradisional yang sudah mengakar di masyarakat.
Penyiapan lahan sistem tajak-puntal-hambur secara tradisional oleh suku Banjar di Kalimantan Selatan memiliki sejumlah kelebihan. Penggunaan tajak
sebagai alat penyiapan lahan tidak mengakibatkan terangkatnya pirit ke permukaan sehingga aman bagi pertumbuhan tanaman. Pembenaman bahan
organik hasil perombakan gulma juga menyumbangkan sejumlah hara ke tanah. Hasil penelitian Djajakirana et al. 1999 dalam Noor 2004 menunjukkan bahwa
penyiapan lahan dengan pembenaman bahan organik puntal menurunkan reaksi kemasaman air tanah dari pH 3,0 sebelum penyiapan lahan menjadi pH 6,20
sesudah penyiapan lahan. Cara penyiapan sistem tajak-puntal-hambur juga berhasil menaikkan pH dari 3,9 sebelum penyiapan lahan menjadi pH 5,8 sesudah
penyiapan lahan. Tradisi turun temurun melakukan persiapan lahan menggunakan alat
tradisional tajak dirasakan lebih nyaman bagi masyarakat setempat. Terlebih masa penyiapan lahan yang cukup lama dan indeks pertanaman 100, petani memiliki
waktu yang cukup untuk mengolah tanah tanpa terburu-buru, sehingga tajak tetap dipilih sebagai alat penyiapan lahan dan pengolah tanah.
Pengembangan peralatan pertanian modern di lahan rawa pasang surut untuk mendukung sistem pertanian modern juga diintroduksi melalui program-
program bantuan teknik. Petani diperkenalkan dengan peralatan baru seperti traktor tangan hand tractor, sabit bergerigi, dan mesin perontok gabah power
thresher . Khusus untuk traktor tangan, penggunaannya di lahan rawa pasang
surut masih belum banyak diminati. Kendala teknis sifat fisik lahan rawa pasang surut yang umumnya merupakan lahan sulfat masam sehingga pengolahan tanah
dengan traktor tangan dapat menyebabkan lapisan pirit teroksidasi serta terangkat ke permukaan tanah dan meracuni tanaman padi.
Secara sosial ekonomi, penggunaan traktor tangan ini berarti pengeluaran tambahan bagi petani untuk biaya pengolahan tanah. Selama ini pengolahan tanah
banyak dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan petani sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya.
Kegiatan pengolahan tanah tradisional di lahan rawa pasang surut tipe B, C, dan D Kalimantan Selatan masih banyak menggunakan peralatan tajak.
Khusus untuk di tipe A, selain peralatan tajak petani menggunakan parang untuk membersihkan gulma pada saat pengolahan tanah.
Menurut Hidayat 2010 pengetahuan menyangkut sistem peralatan yang digunakan dalam usahatani di lahan rawa pasang surut merupakan hasil pemikiran
dan upaya mencoba-coba trial and error sehingga akhirnya ditemukan peralatan-peralatan yang adaptif bagi lingkungan setempat
Selama ini penelitian mengenai aspek teknik tajak sebagai alat penyiapan lahan yang paling tepat di lahan rawa belum banyak dilakukan. Dengan
mempelajari aspek ergonomi pada proses menajak akan menjadi dasar dalam pengembangan aspek teknik tajak sebagai alat penyiapan lahan yang tepat di
lahan rawa, membantu memperbaiki pola gerak untuk mengurangi kelelahan kerja, serta berguna untuk pengembangan alat ini menjadi alat yang lebih
ergonomis serta mekanis.