Tabel 2 Proyeksi pengembangan rumput laut tahun 2006-2009
No Parameter
Tahun 2006
2007 2008
2009
1 Produksi ton 1 120 010 1 343 696 1 611 911 1 900 000
- Gracillaria sp. 235 800
282 880 339 360
400 000 - K.alvarezii.
884 210 1 060 816 1 272 631 1 500 000 2 Luas lahan ha
18 220 21 453
25 336 29 283
- Pengembangan Gracillaria sp. 5 895
7 072 8 484
10 000 - Pengembangan K.alvarezii.
8 842 10 608
12 726 15 000
- Tambahan Pengembangan K.alvarezii
. 3 483
3 773 4 126
4 283 3
Pengembangan Kebun Bibit Rumput Laut
1 474 1 767
2 121 2 500
- Gracillaria sp. 590
707 848
1 000 - K.alvarezii.
884 1 060
1 273 1 500
4 Investasi dan Modal Kerja 46 231
54 747 65 662
70 484 - Gracillaria sp. Rp. Juta
1 912 1 765
2 118 2 274
- K.alvarezii. Rp. Juta 44 319
52 982 63 544
68 210 5
Kebutuhan Mesin Pre-Processing unit
88 106
127 150
6 Tenaga kerja Orang 150 315
180 336 216 342
255 000 Sumber: Nurdjana 2006.
2.3.5 Ketersediaan dan Permintaan Rumput Laut
Indonesia merupakan produsen rumput laut K.alvarezii terbesar ke dua di dunia setelah Filipina Ma’ruf 2010. Peningkatan produksi setiap tahun sangat
signifikan. Pada tahun 2002 produksi Indonesia baru 25 700 ton, merupakan 25 dari produksi Filipina tetapi pada tahun 2007 produksi K.alvarezii Indonesia
sudah hampir menyamai jumlah produksi Filipina Gambar 5 dan Lampiran 1. Produk rumput laut Indonesia mayoritas diekspor dalam bentuk kering
tanpa olahan lebih lanjut. Padahal beberapa pabrik pengolahan di dalam negeri masih kekurangan bahan baku dan kebutuhan Indonesia terhadap produk olahan
rumput laut baik karaginan, alginat maupun agar-agar sangat tinggi DKP 2006
Kebutuhan karaginan untuk beberapa industri di Indonesia pada tahun 2002 adalah sebesar 1 864 ton dan baru sebagian kecil 740 ton yang bisa dipasok oleh
industri pengolahan karaginan dalam negeri. Sisanya diimpor dari luar negeri DKP 2006. Tingginya pemanfaatan karaginan menyebabkan permintaan
terhadap rumput laut juga cenderung meningkat setiap tahun Tabel 3
Gambar 4 Produsen rumput laut K.alvarezii tahun 2002-2007
Gambar 5 Produsen dan produksi rumput laut dunia Tahun 2002-2007. Tabel 3 Perkembangan produksi, volume ekspor dan nilai ekspor rumput laut
Indonesia Tahun 2001-2004
No. Tahun
Produksi Ton Volume Ekspor
Ton Nilai Ekspor
US 1000
1. 2001
212 478 27 874
17 230 2.
2002 223 080
28 560 17 230
3. 2003
231 927 40 162
20 511 4.
2004 410 570
51 011 25 296
Sumber: Nurdjana 2006. Potensi lahan budidaya untuk lingkup Provinsi Sulawesi Selatan ± 600 500
Ha, dari potensi tersebut sekitar 250 000 Ha dapat dimanfaatkan menjadi usaha budidaya rumput laut dengan prediksi produksi mencapai 1 250 000 ton berat
keringtahun Dinas Perikanan dan Kelautan Sulsel 2003. Pemanfaatan lahan di Sulawesi Selatan sampai saat ini masih kurang dari 50 dengan produksi pada
tahun 2003 mencapai 21 581 ton kering atau baru 20 dari produksi nasional. Produksi dan luas lahan Kabupaten Bantaeng sejak tahun 2001 – 2008 tertera
pada Tabel 4.
20000 40000
60000 80000
100000 120000
2002 2003 2004 2005 2006 2007
96,120 94,960
102,820 96,600
93,000 92,700
25,700 36,150
45,000 62,300
86,000 92,000
P roduk
si T
on
Tahun
Filipina Indonesia
Malaysia Afrika
Timur China
Vietnam India
Tabel 4 Produksi dan luas lahan budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng Tahun 2001-2008
No. Tahun
Produksi ton Luas Lahan ha
1 2001
120.10 505.20
2 2002
360.50 885.20
3 2003
720.40 1 875.00
4 2004
999.40 1 952.00
5 2005
1 395.00 1 965.00
6 2006
3 521.95 2 377.00
7 2007
5 700.25 3 102.00
8 2008
7 677.55 3 792.00
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bantaeng 2009.
2.4 Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Kesesuaian lahan merupakan kecocokan suatu lahan untuk tujuan
penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai kelas lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan
penggunaan lahan yang lebih terarah berikut usaha pemeliharaan kelestariannya Hardjowigeno 2001. Penilaian kesesuaian lahan merupakan suatu penilaian
sistematik dari lahan dan menggolong-golongkannya ke dalam kategori berdasarkan persamaan sifat atau kualitas lahan yang mempengaruhi kesesuaian
lahan bagi suatu usaha atau penggunaan tertentu Hardjowigeno 2001. Proses penilaian kesesuaian lahan budidaya rumput laut adalah membandingkan antara
syarat-syarat penggunaan lahan pesisir bagi peruntukan budidaya rumput laut dengan kualitas lahan pesisir. Oleh karena itu, perlu dijelaskan syarat-syarat
penggunaan lahan pesisir bagi peruntukan budidaya rumput laut. Syarat-syarat penggunaan lahan tersebut kadang-kadang memiliki parameter dengan nilai yang
berbeda dan tergantung pada letak geografis Diadaptasi dari FAO 1976. Pengembangan wilayah pesisir dengan sasaran penentuan kesesuaian lahan
untuk kegiatan budidaya rumput laut, klasifikasi kesesuaian lahannya ditujukan untuk mengurangi atau mencegah berbagai dampak negatif yang mungkin
ditimbulkan, serta menjamin kegiatan budidaya rumput laut tersebut dapat berlangsung secara optimal, terpadu dan berkelanjutan, ditinjau secara ekologis,
ekonomis, sosial, teknologi dan kelembagaan.
Langkah awal yang harus diperhatikan untuk memulai budidaya rumput laut adalah pemilihan lokasi yang sesuai, terutama kesesuaian dari dimensi
ekologi. Akan tetapi menurut Aji dan Murdjani 1986, sangat sulit untuk menetapkan batas dari masing-masing faktor ekologi yang dibutuhkan bagi
pertumbuhan rumput laut yang optimal. Karena faktor-faktor ekologis ini sangat bervariasi dari suatu daerah dengan daerah lain. Faktor-faktor ekologi yang
dimaksud adalah sebagai berikut: 1 Terdapat gerakan air yang berbentuk arus. Arus air berperan dalam membawa
nutrien yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput laut dan membersihkan rumput laut dari kotoran yang menempel.
2 Perairan terlindung dari tiupan angin dan ombak yang terlalu keras. 3 Airnya jernih dengan kecerahan yang tinggi. Hal ini berhubungan dengan
kebutuhan terhadap sinar matahari untuk proses fotosintesis bagi pertumbuhan rumput laut.
4 Pada saat surut terendah, masih tergenang air dengan kedalaman 30-60 cm agar rumput laut tidak mengalami kekeringan.
5 Dasar perairan terdiri dari pasir dan pecahan karang namun tidak ada endapan dan kotoran.
6 Tidak terdapat hewan-hewan pemangsa ikan-ikan herbivora, penyu dan bulu babi.
7 Terdapat bentos, teripang, kerang-kerangan dan lain-lain, yang tumbuh dengan baik.
8 Perubahan kadar garam tidak telalu besar. 9 Kaya akan nutrien.
10 Derajat keasaman air antara netral sampai agak basa pH 7-8. 11 Bebas dari aliran bahan pencemar.
Selain kesesuaian dari dimensi ekologi, penting juga diperhatikan kesesuaian dari dimensi lingkungan sosial ekonomi agar usaha rumput laut bisa
optimal dan berkelanjutan. Adapun dimensi sosial ekonomi yang harus diperhatikan Deptan DKI, 2001, adalah sebagai berikut:
1 lokasi tersebut tidak termasuk dalam wilayah jalur pelayaran lalu lintas laut.
2 lokasi tersebut tidak menjadi sengketa dengan kegunaan usaha lain. 3 tersedia banyak tenaga kerja karena usaha budidaya rumput laut
merupakan usaha yang padat karya. 4 Mudah terjangkau dengan alat transportasi.
Pemilihan lahan yang tidak sesuai akan berdampak pada berbagai dimensi yang saling terkait, yakni: dari dimensi ekonomi akan menyebabkan
bertambahnya kebutuhan modal dan tingginya biaya operasional; dari dimensi ekologi, kualitas dan produktivitas rumput laut yang dihasilkan rendah dan
kemungkinan akan terjadi degradasi lingkungan; dari dimensi kelembagaan, tersedianya lembaga yang dapat membantu petani rumput laut dalam hal
permodalan, pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, informasi pasar dan lain- lain, akan berdampak terhadap pemanfaatan dan pengelolaan rumput laut yang
berkelanjutan.
2.5 Daya Dukung Kawasan Budidaya Rumput Laut