Parameter Kualitas Air Aspek Lingkungan Ekologi .1 Administrasi

4.1.5 Parameter Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu penentu utama keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut, selain kondisi oseanografis. Kualitas air juga akan menetukan daya dukung perairan terhadap kegiatan budidaya rumput laut. Kualitas air yang rendah akan menyebabkan daya dukung perairan juga rendah. Pada lokasi penelitian dari hasil pengukuran, didapatkan hasil sebagai berikut:

4.1.5.1 Kecerahan Perairan

Kondisi kecerahan daerah penelitian tergolong sangat tinggi, yakni berkisar antara 0.2-2.98 m. tingkat kecerahan perairan semakin jauh ke arah laut semakin tinggi. Di beberapa titik sampling terdapat kekeruhan terutama pada daerah yang lebih dekat dengan pantai, hal ini dapat terlihat pada kondisi kecerahan yang paling rendah yaitu hanya 0.2 m Gambar 19. Kecerahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kedalaman penetrasi cahaya di dalam laut, selain absorpsi cahaya itu sendiri oleh air Nybakken 1988. Kecerahan tidak berdampak langsung pada pertumbuhan rumput laut akan tetapi secara tidak langsung melalui penetrasi cahaya. Penetrasi cahaya ke dalam perairan yang menyebabkan proses foto sintesis semakin tinggi jika semakin tinggi tingkat kecerahannya semakin efektif untuk pertumbuhan rumput laut. Tingkat kecerahan di kelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni sangat sesuai 0.80-1.00 meter, sesuai bersyarat 0.60-0.80 meter dan tidak sesuai jika kecerahan sudah di bawah 0.60 meter. Puslitbangkan 1991; Hidayat 1994; Sulistijo 1996; Efendi 2004; FAO 2008. Gambar 19 Peta kecerahan perairan pada wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng

4.1.5.2 Salinitas.

Hasil pengukuran di lapangan diperoleh data salinitas yang berkisar antara 26.7-30.6 ‰. Salinitas rendah terdapat pada daerah sekitar muara sungai dan semakin ke tengah perairan salinitas semakin tinggi walaupun perbedaannya relatif kecil Gambar 20. Salinitas pada wilayah perairan Kabupaten Bantaeng penting untuk diperhatikan perubahannya pada musim hujan karena banyaknya aliran sungai yang bermuara pada perairan tersebut. Sepanjang 21 km garis pantai terdapat 11 muara sungai dan khusus untuk wilayah kajian, pada dua kecamatan tersebut mengalir 10 sungai sehingga pada musim hujan salinitas bisa turun sangat rendah khususnya pada muara sungai dan bagian permukaan perairan. Salinitas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut. Apabila salinitas rendah, jauh di bawah batas toleransinya maka rumput laut akan berwarna pucat, gampang patah dan lunak akhirnya membusuk. Rumput laut jenis K.alvarezii membutuhkan kisaran salinitas untuk pertumbuhan maksimal 29- 34‰. doty 1987, 28-35‰ Ditjenkan Budidaya 2005, 30-37‰ Kadi dan Atmadja 1988, Sulistijo 1997. Gambar 20 Peta salinitas perairan di wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng.

4.1.5.3 Suhu

Suhu perairan Kabupaten Bantaeng berkisar antara 29.5–32.7 °C. Perbedaan suhu diantara titik sampling tidak berbeda jauh, hanya sekitar 2.2 °C, suhu tertinggi terdapat pada daerah sekitar pantai Gambar 21. Suhu secara tidak langsung berhubungan dengan kedalaman. Makin dangkal perairan maka cenderung semakin cepat terjadi perubahan suhu sebab dengan sumber panas yang sama besarnya, perairan dangkal yang memiliki volume air yang lebih kecil akan lebih cepat panas. Fenomena ini juga terjadi di perairan Bantaeng dimana perairan di dekat pantai yang lebih dangkal memiliki suhu yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perairan yang lebih dalam. Nontji 1987, menyebutkan bahwa suhu air di perairan nusantara berkisar antara 28–38 °C dan suhu di dekat pantai lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di laut lepas. Suhu berpengaruh terhadap kecepatan metabolisme organisme. Setiap organisme memiliki suhu optimal yang berbeda untuk pertumbuhannya. Menurut Yulianda et al, 2001 untuk rumput laut jenis K.alvarezii kisaran suhu air laut antara 27-30 ºC, sesuai dengan pendapat Kadi dan Atmadja 1988, bahwa rumput laut, khususnya K.alvarezii tumbuh dengan baik pada suhu 27-30 °C. Jadi secara umum suhu perairan di wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng berada dalam kisaran yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut. Gambar 21 Peta suhu perairan pada wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng

4.1.5.4 Derajat Keasaman pH

Hasil pengukuran pH di perairan pesisir Kabupaten Bantaeng, berkisar antara 6.82-8.14. Pada daerah sekitar muara sungai pHnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya Gambar 22. Temuan ini menarik karena umumnya daerah muara sungai mempunyai pH lebih rendah akibat penguraian bahan organik yang biasanya menumpuk pada dasar muara sungai. Hal ini berarti bahwa pada daerah muara sungai tidak terjadi penumpukan dan penguraian bahan organik yang bersifat masam. Kemungkinan hal ini terjadi karena wilayah kajian adalah perairan terbuka yang mempunyai waktu pembilasan flushing time relatif cepat sehingga bahan organik tidak sempat menumpuk pada muara sungai sudah mengalami pembilasan. Data substrat dasar juga menunjang penjelasan ini sebab pada muara sungai di wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng, substrat dasar umumnya berupa karang, pecahan karang dan pasir bukan lumpur bahan organik. Setiap organisme membutuhkan kondisi pH tertentu untuk kelangsungan hidupnya, kondisi yang sama juga terjadi pada rumput laut jenis K.alvarezii. Untuk pertumbuhan yang optimal, rumput laut K.alvarezii membutuhkan pH antara 7-9 dengan kisaran optimum 7.3-8.2 Zatnika dan Angkasa 1994. Sehingga sebaiknya perairan budidaya mempunyai pH antara 7.8-8.2 Indriani dan Sumiarsih 1999. Gambar 22 Peta pH perairan pada wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng.

4.1.5.5 Substrat Dasar

Substrat dasar perairan Bantaeng umumnya terdiri dari karang, pecahan karang dan pasir. Hanya sebagian kecil yang berupa lumpur. Hal yang menarik dari hasil pengamatan dan analisis laboratorium adalah substrat dasar pada bagian muara sungai bukan berupa lumpur seperti umummnya muara sungai akan tetapi terdiri atas karang, pecahan karang dan pasir Gambar 23. Substrat dasar berhubungan dengan kecerahan perairan. Substrat yang berupa lumpur apabila kedalamannya rendah gampang teraduk oleh arus dan gelombang sehingga menyebabkan kekeruhan. Selanjutnya kekeruhan bisa menghambat penetrasi cahaya matahari yang sangat dibutuhkan oleh rumput laut dalam proses fotosintesis untuk pertumbuhan. Karena itu untuk pertumbuhan rumput laut yang baik bagi lokasi budidaya yang tidak terlalu dalam, disyaratkan substrat dasarnya berupa karang, pecahan karang, pasir atau campuran ke tiganya. Sementara untuk lokasi budidaya yang mempunyai kedalaman tinggi, substrat dasar tidak terlalu berpengaruh atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali karena relatif stabil dari pengaruh pengadukan oleh gelombang maupun arus laut. Gambar 23 Peta substrat dasar perairan di wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng.

4.1.5.6 Kedalaman.

Hasil pengukuran kedalaman perairan pada kawasan budidaya rumput laut di lokasi penelitian didapatkan kedalaman dari 1-21 m. Kedalaman tertinggi cenderung berada pada perairan sebelah Barat kawasan dan perairan yang dangkal berada pada bagian Timur arah ke pantai Gambar 24. Kedalaman berhubungan dengan penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput laut. Dengan penggunaan metode long line pertambahan kedalaman perairan tidak berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan rumput laut, karena tanaman rumput laut tetap berada disekitar permukaan bagaimanapun dalamnya perairan tersebut, berbeda apabila menggunakan metode lepas dasar. Pada perairan yang dalam, pertumbuhannya malahan lebih baik sebab airnya jernih sehingga penetrasi sinar matahari ke dalam perairan yang sangat dibutuhkan oleh rumput laut untuk proses fotosintesa tidak terhalang. Namun dari aspek ekonomi, tidak terlalu ideal karena membutuhkan biaya investasi, biaya operasional dan biaya pemeliharaan yang relatif lebih tinggi. Setiap metode budidaya rumput laut membutuhkan persyaratan kedalaman yang berbeda. Metode lepas dasar membutuhkan kedalaman 0.3 – 0.6 m, metode rakit 0.6-2 m dan metode long line 2-10 m Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI 2002. Sedangkan menurut Yulianda et al, 2001 kedalaman perairan untuk jenis K.alvarezii yaitu kedalaman air pada waktu surut terendah 50-100 cm, dan tidak lebih dari 200-300 cm pada waktu pasang. Gambar 24 Peta kedalaman perairan pada wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng Pada metode long line, kedalaman perairan di kawasan budidaya tersebut merupakan kisaran kedalaman yang masih sesuai untuk budidaya rumput laut dari dimensi ekobiologi. Namun dari aspek ekonomi kisaran kedalaman tersebut tidak terlalu ideal. Kedalaman yang tinggi tidak ekonomis karena membutuhkan biaya investasi, biaya operasional dan biaya pemeliharaan yang relatif lebih tinggi. Kebutuhan terhadap bahan konstruksi bentangan juga lebih banyak seperti tali, pelampung, dan pemberat. Dalam hal aksespun lebih sulit dan lebih jauh dari pantai sehingga membutuhkan bahan bakar minyak BBM yang lebih besar. Namun secara biologis tidak berpengaruh buruk pada pertumbuhan rumput laut. Kedalaman juga berhubungan dengan kecerahan. Pada perairan yang dangkal besar kemungkinan terjadi pengadukan sampai ke dasar oleh gelombang dan arus, sehingga bisa menyebabkan kekeruhan apabila dasar perairan berupa lumpur. Kekeruhan yang terjadi menghambat menetrasi matahari ke dalaam perairan sehingga bisa mengganggu proses fotosintesa pada rumput laut. Hal ini sesuai dengan informasi yang didapatkan dari hasil wawancara bahwa semakin keluar lokasi unit budidaya yang berarti semakin dalam perairannya maka semakin baik pertumbuhan rumput laut, dengan syarat budidaya dilakukan pada musim Timur.

4.1.5.7 Keterlindungan

Wilayah pesisir Bantaeng merupakan daerah terbuka yang berhadapan langsung dengan laut Flores tanpa ada penghalang seperti pulau atau gusung. Jika hanya dilihat dari aspek ini, kawasan tersebut tidak ideal untuk budidaya rumput laut. Karena pada musim Barat areal budidaya rumput laut tidak terlindung sama sekali dari hempasan gelombang dan arus yang kuat. Pada hal menurut Puslitbangkan 1991; Hidayat 1994; Sulistijo 1996; Aslam 1998; Efendi 2004; FAO 2008, salah satu persyaratan lokasi budidaya rumput laut adalah harus terlindung dari hempasan gelombang atau arus yang kuat. Sehingga umumnya lokasi budidaya rumput laut berada pada teluk atau perairan yang dihadapannya terdapat pulau kecil atau gusung. Kondisi perairan wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng yang terbuka ternyata tetap dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini merupakan pertanda bahwa kegiatan budidaya rumput laut yang dilakukan tetap menguntungkan. Namun nelayan rumput memang tidak bisa melakukan budidaya rumput laut sepanjang tahun, mereka harus menyesuaikan jadwal tanamnya dengan kondisi alam yang memenuhi persyaratan tumbuh rumput laut. Yakni pada musim Timur dan musim transisi pada saat dimana kondisi kecepatan arus dan gelombang memuungkinkan untuk budidaya rumput laut. Data pengukuran oseanografi dan kualitas air secara lengkap terdapat pada Lampiran 4. 4.2 Aspek Sosial-Budaya 4.2.1 Penduduk