Sumberdaya Perikanan Aspek Sosial-Budaya .1 Penduduk

Struktur perekonomian Kabupaten Bantaeng masih didominasi oleh sektor pertanian yang salah satu diantaranya adalah dari sub sektor perikanan, termasuk komoditas rumput laut. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan total PDRB tahun 2006 sebesar 57.62, urutan ke dua sektor jasa- jasa sebesar 12.75 dan urutan ke tiga sektor perdagangan sebesar 10.07. Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk suatu wilayahdaerah adalah PDRB perkapita. PDRB perkapita penduduk Kabupaten Bantaeng dari tahun 2001-2006 telah berkembang. Pada tahun 2001 PDRB perkapita penduduk Kabupaten Bantaeng hanya mencapai Rp2 826 321 dan pada tahun 2006 telah meningkat menjadi Rp5 267 781 BPS 2008. Walaupun PDRB telah meningkat dengan cepat yang berarti ada perbaikan dan peningkatan kesejahteaan penduduk, namun jika dilihat dari angka keluarga prasejahtera maka tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bantaeng, masih tergolong rendah. Angka keluarga pra-sejahtera relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan keluarga sejahtera I, II dan III apalagi dengan keluarga sejatera III+ Tabel 18. Tabel 18 Keluarga pra-sejahtera dan sejahtera menurut kecamatan di Kabupaten Bantaeng 2007 No. Kecamatan Pra sejaht Sejaht I Sejaht II Sejaht III Sejaht III+ 1. Bissapu 2 828 1 844 1 496 1 246 727 2. Bantaeng 1 340 2 243 3 382 1 324 375 3. Tompo bulu 1 546 1 773 1 677 1 133 367 4. Ulu ere’ 797 1 057 635 301 21 5. Pa’jukukang 3 620 1 906 1 242 655 184 6. Eremerasa 2 518 1 285 557 371 151 7. Sinoa 1 438 965 600 283 26 8. Gantarang keke 1 240 1 631 1 072 717 148 Jumlah 15 327 12 704 10 661 6 030 1 999 Sumber : BPS 2008.

4.3.1 Sumberdaya Perikanan

Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan di wilayah Kabupaten Bantaeng terdapat pada bagian selatan dengan garis pantai sepanjang ±21.5 km dan luas wilayah perairan ± 144 km 2 . Wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng mencakup tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Bissapu, Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Pa’jukukang. Hasil kajian penggunaan lahan perairan pada wilayah studi lebih dominan pada penggunaan untuk budidaya rumput laut. Hanya sebagian kecil lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya tambak, itupun tidak intensif dikelola pada saat ini. Produksi perikanan laut pada tahun 2003 tercatat sebanyak 3 661 ton dengan nilai produksi Rp9 152 milyar sementara produksi budidaya 124 ton dengan nilai Rp5 580 milyar Subdin Perikanan Dinas Peternakan Kabupaten Bantaeng 2003. BPS 2008, mencantumkan data nilai produksi budidaya air payau dan budidaya kolam, masing-masing sebesar Rp3 172 000 000 dan Rp51 450 000 BPS 2008. Data dari Dinas Perikanan Kabupaten Bantaeng 2009, selain mencantumkan data produksi perikanan payau dan tawar juga memasukkan data produksi rumput laut Tabel 19. Baik BPS Kabupaten Bantaeng 2008 maupun Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bantaeng 2009, tidak mencantumkan data tentang produksi ikan laut. Tabel 19 Produksi perikanan di Kabupaten Bantaeng Tahun 2001-2008 Sumberdaya perikana Tahun Ton 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Bandeng udang windu Ikan air tawar Rumput laut 45.0 39.9 - 120.1 58.5 65.3 - 360.5 65.0 67.1 0.5 170.4 72.0 69.3 1.5 988.4 70.1 69.2 3.5 2 334.6 202.6 97.8 1.7 3 521.95 131.7 50.74 5 700.25 104.9 31.3 7677.5 Sumber data: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bantaeng 2009. Data produksi ikan laut tidak tercatat sebab memang sudah tidak ada hasil tangkapan yang didaratkan pada TPI di Kabupaten Bantaeng. Jumlah nelayan tangkap yang melaut semakin sedikit dengan jumlah trip yang juga semakin kecil karena umumnya sudah beralih menjadi nelayan rumput laut. Para nelayan tangkap Kabupaten Bantaeng yang melautpun, hasil tangkapannya hanya untuk dikonsumsi sendiri. Kalaupun ada yang dijual, jumlahnya sedikit dan pembeli langsung mendatangi dan membelinya dipantai tempat pendaratan nelayan di luar TPI, sehingga tidak tercatat. Hal yang menarik dari hasil wawancara dengan masyarakat pesisir, bahwa setelah beberapa tahun kegiatan rumput laut berjalan terjadi perubahan pada keberadaan ikan di perairan pantai. Spesies ikan yang selama ini sudah jarang bahkan sudah beberapa tahun tidak ditemukan, kembali bisa ditangkap dan itu disekitar kawasan budidaya rumput laut. Ditemukannya kembali spesies ikan-ikan yang pernah menghilang diduga ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, budidaya rumput laut menyebabkan kondisi perairan lebih baik. Munculnya kembali spesies ikan-ikan tersebut merupakan salah satu indikator membaiknya atau pulihnya kondisi habitat. Kedua, selama ini spesies ikan-ikan tersebut sebenarnya tetap ada pada wilayah perairan tersebut, hanya populasinya sangat sedikit akibat tekanan penangkapan yang tinggi sehingga kemungkinan tertangkapnya sangat kecil. Begitu intensitas kegiatan penangkapan jauh berkurang karena beralihnya nelayan menjadi nelayan rumput laut maka spesies ikan-ikan tersebut bisa merecovery keberadaannya sehingga populasinya besar kembali. Atau kemungkinan penyebabnya adalah kedua-duanya. Produksi perikanan Kabupaten Bantaeng dari Tahun 2001-2008 berfluktuasi. Mulai tahun 2007 produksi ikan Bandeng dan Udang windu menurun. Bahkan produksi ikan air tawar sudah menurun sejak tahun 2006 dan tidak ada lagi produksi yang tercatat pada tahun 2007-2008. Hanya produksi rumput laut yang terus meningkat sampai saat ini Tabel 19. Produksi perikanan payau maupun perikanan tawar yang menurun tersebut secara tidak langsung berkaitan erat dengan semakin meningkatnya produksi rumput laut. Kegiatan rumput laut yang lebih menguntungkan dengan resiko kegagalan yang lebih kecil menyebabkan masyarakat yang sebelumnya memelihara Bandeng, udang windu dan ikan air tawar beralih memelihara rumput laut. Hal ini dapat dilihat dari data RTP rumput laut yang meningkat, yakni 160 RTP rumput laut pada tahun 2002 Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bantaeng 2003 dan telah menjadi 2 458 RTP pada tahun 2008 Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bantaeng 2009. Aktifitas kegiatan perikanan telah mengalami pergeseran orientasi dari kegiatan penangkapan ikan ke kegiatan budidaya rumput laut sejak tahun 2002. Dari hasil survey Bina Mitra 2004 yang tidak dipublikasikan didapatkan data pada tahun 2002, sekitar 86 nelayan beralih profesi menjadi pembudidaya rumput laut. Hal ini disebabkan semakin menurunnya hasil tangkapan dan semakin tingginya biaya opersional melaut. Temuan Bina Mitra 2005 tersebut ditunjang dengan data dari Balitbangda 2005 tentang produksi subsektor rumput laut di Kabupaten Bantaeng yang mengalami peningkatan yang cukup tinggi pada periode tersebut. Pada tahun 2002 produksi rumput laut hanya 39.4 ton dan meningkat dengan tajam pada tahun 2003 menjadi 421.0 ton Lampiran 3. Pada daerah studi, hanya satu jenis rumput laut yang dibudidayakan, yaitu K.alvarezii dengan metode budidaya yang hanya satu juga, yakni long line. Luas lahan yang potensial untuk budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng sekitar 5 375 Ha dan sampai dengan tahun 2008 sudah dikelola seluas 3 792 Ha dengan jumlah nelayan rumput laut sebanyak 2 458 RTP. Khusus untuk wilayah kajian yaitu Kecamatan Bissapu dan Kecamatan Bantaeng, luas lahan yang potensial adalah 2 525 ha dan yang sudah dikelola seluas 1 214.7 ha Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bantaeng 2009 Tabel 20. Tabel 20 Lahan potensial dan yang sudah dikelola di Kabupaten Bantaeng 2008 No. Wilayah Panjang garis pantai km Potensi ha Sudah dikelola ha Jumlah RTP 1. Kec. Bissapu 5.9 1 475 531.7 409 2. Kec. Bantaeng 4.2 1 050 683.0 899 3. Kec. Pa’jukukang 11.4 2 850 2 577.3 1 150 Sumber data: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bantaeng 2009.

4.3.2 Kegiatan Budidaya Rumput Laut