berhutang mereka juga tidak mempunyai akses terhadap informasi harga komoditas.
Rantai pemasaran rumput laut masih tergolong panjang sehingga keuntungan yang ada harus dibagi ke lebih banyak pihak. Untuk sampai ke pabrik
pengolahan, rumput laut mengalami beberapa kali pindah tangan baru kemudian sampai di tangan eksportir atau pabrik pengolahan di Kabupaten Takalar atau
Makassar. Sebagai akibatnya nelayanlah menjadi pihak yang paling sedikit menikmati pembagian keuntungan tersebut.
7.3 Status Keberlanjutan Dimensi Sosial-Budaya
Dimensi sosial budaya yang telah dianalisis dengan Rap-RL memberikan nilai indeks keberlanjutan sebesar 56.47 dengan status cukup berkelanjutan
Gambar 86. Posisi titik nilai indeks yang berada pada sumbu x, merupakan indikasi bahwa pengelolaan yang dilakukan sekarang cenderung ke arah yang
kurang baik walaupun masih dalam kategori cukup berkelanjutan. Karena itu perlu upaya pengelolaan yang lebih baik untuk memperbaiki atribut-atribut yang
berpengaruh negatif terhadap nilai indeks tersebut. Sedangkan artribut yang berpengaruh positif terhadap nilai indeks keberlanjutan harus dipertahankan atau
bahkan lebih ditingkatkan. Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat
keberlanjutan dimensi social-budaya, adalah: 1 tingkat pendidikan; 2 jumlah rumah tangga nelayan rumput laut; 3 sistem sosial dalam pengelolaan budidaya
rumput laut; 4 kemandirian nelayan; 5 partisipasi keluarga dalam pengelolaan budidaya rumput laut; 6 alternatif kegiatan selain budidaya rumput laut; 7
tingkat pemberdayaan nelayan rumput laut. Berdasarkan hasil analisis Leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi
sosial-budaya, yakni: 1 sistem sosial dalam pengelolaan budidaya rumput laut; 2 kemandirian nelayan; dan 3 jumlah rumah tangga nelayan rumput laut.
Atribut-atribut tersebut perlu dikelola dengan baik agar nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya meningkat pada masa yang akan datang.
Gambar 86 Indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya kegiatan budidaya rumput laut di wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng
Pengelolaan atribut dilakukan dengan cara meningkatkan peran setiap atribut yang memberikan dampak positif dan menekan setiap atribut yang yang
dapat berdampak negatif terhadap indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya dalam optimasi pengelolaan sumberdaya rumput laut di wilayah pesisir Kabupaten
Bantaeng. Hasil analisis Leverage untuk dimensi sosial-budaya, dapat dilihat pada Gambar 87.
Sistem sosial-budaya dalam pengelolaan sumberdaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng umumnya masih mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia, yakni gotong royong. Sebagian besar pekerjaan dilakukan masih secara gotong royong. Kecuali pada jenis kegiatan tertentu dalam kegiatan budidaya,
seperti pengikatan bibit pada bentangan.
Gambar 87 Peran masing-masing atribut dimensi sosial-budaya yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square RMS.
Bagi masyarakat pesisir, tidak terlalu banyak pilihan pekerjaan yang bisa diperoleh untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecuali jika nelayan rumput laut
mencari pekerjaan diluar wilayahnya sehingga tingkat ketergantungan terhadap kegiatan budidaya rumput laut cukup tinggi. Saat ini, pekerjaan yang paling
memberikan harapan perbaikan tingkat kesejahteraan bagi masyarakat pesisir adalah kegiatan budidaya rumput laut. Kegiatan budidaya rumput laut mempunyai
kelebihan-kelebihan yang tidak dipunyai oleh mata pencaharian lain antara lain, modal relatif kecil, teknologi yang digunakan sederhana dan pasarnya selalu
tersedia. Karena itu jumlah rumah tangga nelayan rumput laut setiap tahun semakin bartambah banyak. Hasil penelitian menunjukkan populasi RTP nelayan
rumput laut lebih 75 dari komunitas penduduk wilayah pesisir. Pertambahan RTP nelayan rumput laut ini harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan
masalah dikemudian hari.
7.4 Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi