1.4 Kerangka Pikir Kegiatan rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten
Bantaeng. Hal ini dapat dilihat dari pertambahan luas lahan budidaya rumput laut setiap tahun, yakni pada tahun 2001 baru 505.2 ha; tahun 2002 menjadi 885.2 ha;
tahun 2003, 1 875 ha; tahun 2004, 1952 ha; dan pada tahun 2005 telah mencapai 1965 ha Subdin Perikanan dan Kelautan 2006. Akan tetapi pengelolaannya
belum optimal, baik dilihat dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologinya maupun kelembagaannya.
Penanaman rumput laut yang dilakukan di sepanjang wilayah pesisir yang lebarnya mencapai 3-5 km ke arah laut tidak memperhatikan unsur kesesuaian
lahan dan daya dukung lingkungan sehingga bisa berakibat terjadinya degradasi lahan budidaya jika dilihat dari dimensi ekologi. Efek selanjutnya kemungkinan
produktivitas dan kualitas bisa menurun yang berarti akan mempengaruhi dimensi ekonomi dengan menurunnya pendapatan yang diperoleh petani rumput laut.
Menurunnya tingkat pendapatan akan mempengaruhi kesejateraan keluarga petani sehingga sulit memenuhi kebutuhan terhadap pendidikan anak-anaknya dan
kesehatan keluarga. Budidaya yang memanfaatkan wilayah pesisir secara maksimal tanpa menyisakan jalur lalu lintas perahu dan ruang untuk kegiatan
memancing kadang-kadang menimbulkan konflik diantara stakeholder. Sampai saat ini, belum ada kelembagaan yang bisa memfasilitasi petani rumput laut dalam
mengakses modal, keterampilan budidaya, peningkatan kualitas produk dan informasi pasar.
Permasalahan rumput laut sampai saat ini di Kabupaten Bantaeng adalah pemanfaatan lahan yang tidak terkendali akibat antusiasme masyarakat yang
sangat tinggi terhadap kegiatan rumput laut. Apabila hal ini terus berlanjut tanpa adanya pengaturan, dikhawatirkan akan mengakibatan terlampauinya daya
dukung perairan terhadap budidaya rumput laut yang bisa menyebabkan degradasi lahan yang pada akhirnya bisa berpengaruh terhadap produktivitas, kualitas dan
kontinuitas produksi rumput laut. Lebih ke belakang lagi, faktor-faktor penyebab permasalahan ini disebabkan karena para stakeholder belum terkoordinir serta
belum mempunya visi yang sama pada pengelolaan kegiatan rumput laut, mulai dari petani rumput laut sebagai produsen, pedagang pengumpul ponggawa,
pedagang besar hingga ke pengusaha pengolah chip dan powder serta semua jasa pendukungnya dalam rangka kemajuan bersama.
Gambar 1 Alur Pikir Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Rumput Laut di
Wilayah Pesisir Kabupaten Bantaeng Kawasan Pesisir
Kabupaten Bantaeng
Analisis Pengelolaan RL di Kawasan pesisir
Kab. Bantaeng Kesesuaian
Biofisik
1. Teknologi BD 2. Pascapanen
3. SDM 4. Kelembagaan
Akar Permasalahan
1. Antusiasme masyarakat
2. Pengelolaan
belum tepat
1. Konflik Pemanfaatan
Tata Ruang 2. Pencemaran
Analisis: 1. Kelayakan
Kegiatan 2. Teknologi BD
3. Kelembagaan 4. Kebutuhan
Daya Dukung Kawasan
Keberlanjutan
Kesesuaian Oseanografi
Kesesuaian Kualitas
Air
Analisis Kesesuaian
MODEL OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBEDAYA
RUMPUT LAUT DI WILAYAH PESISIR
KABUPATEN BANTAENG
Ekologi Teknolo
gi
Kelembagaan Sosial-Budaya
Ekonom
i
Pengelolaan yang optimal dan terpadu diantara semua stakeholder, merupakan salah satu konsep yang bisa mengatasi permasalahan tersebut dari
akarnya. Dan agar semua stakeholder bisa dikoordinir maka konsep pengelolaan tersebut harus bisa memberikan keuntungan secara proporsional kepada setiap
stakeholder. Konsep pengelolaan yang terpadu dan bisa memberikan keuntungan
secara proporsional kepada setiap stakeholder, dengan dukungan data dari berbagai hasil analisis seperti hasil analisis kesesuaian lahan, daya dukung
lingkungan, ekonomi, sosial budaya, supply-demand, teknologi budidaya dan pasca panen, diharapkan akan bisa menjamin keberlanjutan kegiatan budidaya
rumput laut masyarakat, baik dari dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi maupun kelembagaan.
1.5 Novelty Penelitian: