penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi NPV = 0 jika terjadi penurunan produksi sebesar 15.56 persen atau produksi harus lebih besar
dari 2111 ekor pada tahun pertama dan di tahun berikutnya lebih besar dari 5066 ekor.
Kenaikan harga indukan sangat berpengaruh dalam usaha karena indukan adalah bagian terpenting dari usaha. Nilai switching value menunjukan nilai
448.67 persen. Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi usaha adlah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah
Rp 637,005 per ekor. Sedangkan analisis switching value terhadap kenaikan harga pakan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 127.53
persen. Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.
7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pada Ketiga Pola
Usaha
Dari hasil kelayakan finansial yang dilakukan dengan menggunakan empat criteria investasi yaitu Net Present Value NPV, Net Benefit per Cost Net BC,
Internal Rate of Return IRR, dan Payback periode dapat dilihat bahwa pola
usaha III yang paling layak untuk diusahakan. Biaya yang dikeluarkan baik tahun pertama maupun tahun selanjutnya
pada pola usaha I dan II lebih besar bila dibandingkan dengan pola usaha III karena pada pola usaha III investasi pada indukan kelinci pedaging tidak
membutuhkan banyak biaya. Walaupun nilai NPV pola usaha I lebih besar dibandingkan pola usaha II dan III, hal ini berarti bahwa keuntungan yang
diperoleh pada kegiatan usaha pola I akan lebih besar dibandingkan dengan pola usaha II dan III selama 5 tahun menurut nilai sekarang.
Nilai Net BC yang diperoleh pada pola usaha I sebesar 1,88, pola usaha II sebesar 1,56, dan pola usaha III sebesar 2,33, hal ini berarti untuk setiap satu
rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat yang paling besar pada pola usaha III yaitu sebesar 2,33.
Internal Rate of Return pada pola usaha III juga memiliki nilai yang paling besar yaitu sebesar 43 persen, pada pola usaha I sebesar 31 persen dan pada pola
usaha II sebesar 20 persen. Hal ini menunjukan bahwa pola usaha III lebih stabil terhadap perubahan tingkat diskonto yang berarti pola usaha lebih resisten
terhadap keadan ekonomi yang tidak stabil. Hasil perhitungan payback periode juga menunjukan bahwa pola usaha I
merupakan usaha yang paling layak untuk dijalankan karena tingkat pengembalian nilai investasi yang paling cepat. Pola usaha I memiliki payback
periode sebesar 3,17 atau 3 tahun 2 bulan 12 hari, pola usaha II memiliki payback
periode sebesar 2,47 tahun atau 2 tahun 5 bulan 20 hari, dan pola usaha III
memiliki payback periode sebesar 4,66 tahun atau 4 tahun 7 bulan 28 hari. Perbandingan hasil analisa finansial ketiga pola usaha dapat dilihat pada Tabel 17.
Dari keempat kriteria kelayakan dan perbandingan biaya terlihat bahwa pola usaha III merupakan usaha yang paling untuk dilaksanakan karena pola
usaha III paling menguntungkan dengan total biaya yang paling kecil, nilai NPV sebesar Rp 115.979.976, Net BC sebesar 2,33, IRR sebesar 43, dan Payback
periode sebesar 4,66.
Tabel 17. Perbandingan kriteria kelayakan finansial usaha peternakan kelinci dari keriga pola usaha
No Kriteria kelayakan
Pola usaha I Pola usaha II Pola usaha III
1. Total Biaya Tahun ke-1
Total Biaya Tahun ke-2 Total Biaya Tahun ke-3
Total Biaya Tahun ke-4 712.070.000
277.444.000 277.444.000
277.444.000 637.070.000
97.444.000 97.444.000
97.444.000 184.180.000
157.324.000 157.324.000
157.324.000
2. NPV Rp
363.123.588 238.830.471
115.979.976 3.
Net BC 1,88
1,56 2,33
4. IRR persen
31 20
43 5.
PP tahun 3,17
2,47 4,66
7.5 Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas dari Ketiga Pola Usaha