Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III

mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960. Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi NPV = 0 jika terjadi penurunan produksi sebesar 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun pertama dan 4675 pada tahun berikutnya. Sedangkan analisis switching value terhadap kenaikan harga indukan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor Pakan merupakan faktor penting dalam menjalankan usaha peternakan kelinci ini sehingga perubahan harga pakan dapat menyebabkan usaha tidak layak. Analisi switching value terhadap peningkatan harga pakan adalah sebesar 228,60 persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.

7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III

7.3.1 Arus Penerimaan Inflow

Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan kelinci pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Dalam membudidayakan kelinci pedaging dibutuhkan waktu yang lebih panjang karena harus melewati tahap penggemukan selama tiga bulan, sehingga baru dapat dipasarkan pada usia empat bulan. Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang diperoleh setelah proyek berakhir. Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap digemukan lalu dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari kelinci pedaging. Sehingga pada pola usaha III ini akan menghasilkan 500 ekor kelinci pedaging setiap bulannya dengan mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 50 ekor pejantan. Rata-rata tingkat kehidupan anak kelinci menjadi anakan yang siap jual sebesar 85 persen. Tabel 14 menjabarkan hasil penjualan kelinci pedaging per tahun. Tabel 14. Hasil Penjualan Pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha III Tahun Produksi ekor Nilai Rp 1 2 500 90 000 000 2 6 000 216 000 000 3 6 000 216 000 000 4 6 000 216 000 000 Total 23 000 744 000 000 Pada akhir proyek pola usaha III terdapat nilai sisa atau salvage value. Salvge value merupakan nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada pola usaha III diperoleh dari komponen biaya yang tidak terpakai yaitu lahan, bangunan kandang, dan indukan jantan. Pada pola usaha III tidak ada nilai investasi mesin pellet karena diasumsika pellet dibeli langsung dari produsen dalam hal ini Asep’s Rabbit Project dengan harga produksi. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value pada tahun keempat yaitu sebesar Rp 34.142.857. Penerimaan dari nilai sisa dalam pola usaha III untuk setiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 25.

7.3.2 Arus Pegeluaran Outflow

Struktur biaya dalam pola usaha III dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini dimasukan ke dalam arus kas. a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek. Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha III terdiri dari: 1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk bunting selama empat tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor Asep’s Rabbit Project. 2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 150.000 per ekor Asep’s Rabbit Project. 3. Lahan yang berfungsi untuk membangun bangunan dan kandang yang digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga Rp 24.000.000 4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m 2 yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300 buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m 2 . Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000 5. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000. 6. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini sebesar Rp 1.000.000. Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha III, biaya investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 46,4 persen dari total investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 53.6 persen digunakan untuk biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan kandang, pembelian tempat makan dan minum. Besarnya biaya investasi yang dikeluarkan untuk indukan tidak sebesar pada pola usaha I dan II karena pada pola usaha III ini menggunakan indukan pedaging lokal yang memiliki harga Rp 150.000 per ekor. Lampiran 26 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha III. b. Biaya Operasional Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha III adalah biaya pakan dan lainnya. Kebutuhan pellet pada pola usaha III per bulannya berbeda- beda pada tahun pertama karena kelinci pedaging membutuhkan waktu untuk penggemukan selama dua bulan. Pada bulan maret sampai mei kebutuhan pakan hanya sebesar 900 kg untuk 300 ekor kelinci. Pada bulan juni terjadi peningkatan kebutuhan pakan yaitu sebesar 2.400 kg untuk 800 ekor kelinci, lalu pada bulan juli dan seterusnya dibutuhkan pakan sebanyak 3.900 kg untuk 1.800 ekor kelinci. Sehingga dalam tahun pertama pada pola usaha III harus mengeluarkan Rp 75.930.000 untuk biaya operasional. Lampiran 27 menjabarkan biaya operasional tahun pertama pola usaha III. Pada tahun kedua dan seterusnya biaya operasional diasumsikan tetap setiap bulannya yaitu sebesar 3.900 kg untuk 1800 ekor kelinci dewasa maupun kelinci yang sudah melewati masa sapih. Dalam pola usaha III biaya operasional yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 125.040.000. Lampiran 28 menunjukan biaya operasional yang dikeluarkan pada tahun ke-2 sampai tahun keempat. c. Biaya Tetap Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap tahunnya. Biaya tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, makan dan rokok, perawatan kandang, serta pulsa atau biaya telepon. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Biaya perawatan mesin sebesar Rp 100.000 ber bulan, perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan, dan pulsa atau biaya telepon sebesar Rp 50.000 per bulan. Pada Lampiran 29 terlihat besarnya biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahunnya. Biaya tetap tahun pertama dan tahun berikutnya berbeda, hal ini disebabkan oleh adanya masa persiapan usaha pada tahun pertama sehingga kegiatan usaha baru dilaksanan pada bulan maret dan biaya perawatan kandang baru dikeluarkan pada bulan april. Biaya tetap tahun kedua sampai keempat dapat dilihat pada Lampiran 30.

7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value, Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode . Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8 persen, diperoleh NPV sebesar Rp 115.979.976. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net BC yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Dengan melakukan perhitungan payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 4 tahun 7 bulan dan 28 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis dinansial pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 15 dan cashflow perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 51. Tabel 15. Hasil analisis Finansial Pola Usaha III Kriteria Investasi Nilai NPV Rp Net BC IRR Payback periode 115.979.976 2,33 43 4,66

7.3.4 Analisis Switching value

Analisis Switching value dilakukan terhadap penurunan produksi, penurunan harga output dan kenaikan harga indukan dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negatif terkecil NPV = 0 yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis switching value pola usaha III dapat dilihat pada Tabel 16 dan cashflow perhitungan analisis switching value dapat dilihat pada Lampiran 53 sampai Lampiran 60. Tabel 16. Hasil analisis swiching value pada pola usaha III Faktor perubahan Persentase penurunan - atau peningkatan + Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan - 15.56 - 15,56 + 448.67 + 127.53 Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, harga indukan dan produksi. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 15.56 persen. Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15.56 persen atau harga berada di atas Rp 15,199 per kg hidup. Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi NPV = 0 jika terjadi penurunan produksi sebesar 15.56 persen atau produksi harus lebih besar dari 2111 ekor pada tahun pertama dan di tahun berikutnya lebih besar dari 5066 ekor. Kenaikan harga indukan sangat berpengaruh dalam usaha karena indukan adalah bagian terpenting dari usaha. Nilai switching value menunjukan nilai 448.67 persen. Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi usaha adlah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah Rp 637,005 per ekor. Sedangkan analisis switching value terhadap kenaikan harga pakan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 127.53 persen. Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.

7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Pada Ketiga Pola