Analisis kelayakan usaha peternakan kelinci asep’s rabbit project, kecamatan Lembang, kabupaten Bandung, Jawa Barat

(1)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI

ASEP’S RABBIT PROJECT, LEMBANG,

KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Oleh :

Nandana Duta Widagdho

A14104132

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

RINGKASAN

Nandana Duta Widagdho. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di bimbing oleh Ratna Winandi.

Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani. Oleh karena itu, dalam rangka pengadaan produk peternakan bagi kebutuhan penduduk yang berkembang pesat, maka diperlukan pembangunan di bidang peternakan yang lebih cepat menghasilkan produk. Salah satu ternak alternatif yang cukup potensial untuk mencapai tujuan tersebut adalah kelinci.

Tujan Penelitian ini adalah Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek social, menganalisis tingkat kelayakan finansial peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project, melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project bila terjadi perubahan - perubahan dalam faktor produksi.

Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project di Lembang Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Metode pengolahan digunakan dalam menganalisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Untuk menguji kelayakan usaha ternak kelinci secara finansial digunakan alat ukur sebagai berikut : Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback periode.

Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 5 tahun. Hal tersebut berdasarkan umur produktif indukan kelinci betina yang merukan faktor paling penting dalam peternakan kelinci serta memiliki nilai investasi terbesar. Pola usaha yang terdapat dalam penelitian ini dibuat berdasarkan data-data yang terdapat di lapangan. Pola usaha I, II dan III merupakan pola usaha yang akan dipilih oleh Asep’s Rabbit Project sebagai pengambangan peternakan kelinci.

Hasil analisis kualitatif dari apek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis menunjukan bahwa usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh produk yang dihasilkan pada usaha budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga yang terjangkau oleh konsumen, adanya struktur organisasi dan pembagian pekerjaan yang jelas, dan juga telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti, persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan.


(3)

Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilahat dari hasil perhitungan pada pola usaha I didapat nilai NPV sebesar 363,12 juta, Net B/C sebesar 1,88, IRR sebesar 31 persen dan payback periode selama 3,17. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3 tahun 2 bulan dan 12 hari.

Pola usaha II didapat nilai NPV sebesar 238,83 juta, Net B/C sebesar 1,56, IRR sebesar 20 persen dan payback periode selama 2,47. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari.

Pola usaha III didapat nilai NPV sebesar 115.97 juta, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43 persen dan payback periode selama 4,66. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama4 tahun 7 bulan dan 28 hari.

Hasil analisis switching value menunjukan bahwa peternakan kelinci pada ketiga pola usaha peka terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi. Ketiga pola usaha ini kurang peka terhadap peningkatan harga indukan dan harga pakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis switching value pola usaha I didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 33,56 persen, angka tersebut mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun berikutnya serta penurunan harga output di bawah Rp 33.220, peningkatan harga indukan sebesar 181,88 persen atau harga indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 295,53 persen atau sebesar Rp 13.239 per kg.

Pada pola usaha II didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 22,08 persen Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil


(4)

dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960 dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun pertama dan 4675 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 228,60 persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.

Pada pola usaha III didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 15,56 persen, ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15,56 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga kelinci pedaging lebih tinggi dari 15,199 per kg hidup dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2111 ekor pada tahun pertama dan 5066 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 192.33 persen Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi usaha adalah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah Rp 637,005 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 127,53 persen Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Pertama berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Kedua berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan usaha Asep’s Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang dikeluarkan relatif lebih tinggi. Ketiga berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan. Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap tolal biaya operasional cukup tinggi.

Saran yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : Pertama Asep’s Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai pengembanagan Asep’s Rabbit Project karena memiliki struktur biaya terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan. Kedua Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga kebersihan kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada kelinci. Ketiga untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.


(5)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI

ASEP’S RABBIT PROJECT

KECAMATAN LEMBANG,

KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Oleh :

Nandana Duta Widagdho

A14104132

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(6)

Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Nama : Nandana Duta Widagdho NRP : A14104132

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 130 687 506

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANSLISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP’S RABBIT PROJECT, KECAMATAN LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.

SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Nandana Duta Widagdho A14104132


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 September 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan M. Bastiyono dan Siti Kustantinah. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Sawasta Xaverius C Ambon dan Sekolah Dasar Swasta Yapenka, Jakarta pada tahun 1998, lalu menyelesaikan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 68, Jakarta pada tahun 2001, kemudian menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Swasta Peribadi pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan kepanitiaan kegiatan baik lingkup internal maupun eksternal, antara lain penulis pernah aktif di BEM FAPERTA periode 2005-2006 sebagai staf pada Departemen Keuangan. Penulis juga aktif pada organisasi MISETA (Pemiinat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian). Penulis pernah menjabat di MISETA sebagai Satf Departemen Sosial periode 2005-2006 dan staf Bisnis dan Kewirausahaan periode 2006-2007.


(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya sampai akhir zaman.

Judul penelitian ini didasarkan atas rasa ketertarikan yang besar dari penulis terhadap prospek pengembangan usaha dalam subsektor peternakan khususnya peternakan kelinci. Saat ini peternakan kelinci berkembang sebagai suatu bisnis yang menghasilkan kelinci hias dan kelinci pedaging yang yang dapat menjadi salah satu alternatif untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani.

Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian dari Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi selama berlangsungnya penelitian.

Bogor, Mei 2008


(10)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari sepenuh hati bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dari lubuk hati yang teramat dalam, perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yang Tercinta Papa dan Mama serta Adikku Nita dan Adikku Dinda yang telah memberikan doa dan dorongan yang begitu besar demi terselesaikannya skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama penulis menyusun skripsi. 3. Lusi Fausia, Ir. M.Ec sebagai dosen penguji utama yang telah berkenan meluangkan

waktunya serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Program Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.

5. Amzul Rifin, SP, MA sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan semasa perkuliahan.

6. Sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis serta Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Agribisnis, Faperta IPB yang telah banyak membantu penulis.

7. Bapak Asep Sutisna yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian pada peternakan kelinci miliknya.

8. Temanku Iswanti Noor Rustiana dan keluarga yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis guna menyelesaikan skripsi ini.


(11)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI

ASEP’S RABBIT PROJECT, LEMBANG,

KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Oleh :

Nandana Duta Widagdho

A14104132

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(12)

RINGKASAN

Nandana Duta Widagdho. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Di bimbing oleh Ratna Winandi.

Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru. Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani. Oleh karena itu, dalam rangka pengadaan produk peternakan bagi kebutuhan penduduk yang berkembang pesat, maka diperlukan pembangunan di bidang peternakan yang lebih cepat menghasilkan produk. Salah satu ternak alternatif yang cukup potensial untuk mencapai tujuan tersebut adalah kelinci.

Tujan Penelitian ini adalah Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek social, menganalisis tingkat kelayakan finansial peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project, melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project bila terjadi perubahan - perubahan dalam faktor produksi.

Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project di Lembang Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Metode pengolahan digunakan dalam menganalisis kuantitatif adalah analisis kelayakan finansial dan analisis switching value. Untuk menguji kelayakan usaha ternak kelinci secara finansial digunakan alat ukur sebagai berikut : Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback periode.

Umur proyek yang digunakan dalam analisis ini adalah selama 5 tahun. Hal tersebut berdasarkan umur produktif indukan kelinci betina yang merukan faktor paling penting dalam peternakan kelinci serta memiliki nilai investasi terbesar. Pola usaha yang terdapat dalam penelitian ini dibuat berdasarkan data-data yang terdapat di lapangan. Pola usaha I, II dan III merupakan pola usaha yang akan dipilih oleh Asep’s Rabbit Project sebagai pengambangan peternakan kelinci.

Hasil analisis kualitatif dari apek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis menunjukan bahwa usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh produk yang dihasilkan pada usaha budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga yang terjangkau oleh konsumen, adanya struktur organisasi dan pembagian pekerjaan yang jelas, dan juga telah memenuhi syarat teknis tersebut seperti, persiapan kandang yang ideal, ketersediaan input, pemilihan indukan yang unggul, perkawinan induk yang optimal, kontrol mutu, dan keamanan.


(13)

Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilahat dari hasil perhitungan pada pola usaha I didapat nilai NPV sebesar 363,12 juta, Net B/C sebesar 1,88, IRR sebesar 31 persen dan payback periode selama 3,17. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3 tahun 2 bulan dan 12 hari.

Pola usaha II didapat nilai NPV sebesar 238,83 juta, Net B/C sebesar 1,56, IRR sebesar 20 persen dan payback periode selama 2,47. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya anakan kelinci adalah sebesar Rp 238.830.471 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 1,56 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,56. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 20 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 20 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 2 tahun 5 bulan dan 20 hari.

Pola usaha III didapat nilai NPV sebesar 115.97 juta, Net B/C sebesar 2,33, IRR sebesar 43 persen dan payback periode selama 4,66. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha budidaya kelinci pedaging adalah sebesar Rp 115.979.976 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net B/C yang diperoleh adalah 2,33 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 2,33. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 43 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 43 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Serta payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama4 tahun 7 bulan dan 28 hari.

Hasil analisis switching value menunjukan bahwa peternakan kelinci pada ketiga pola usaha peka terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi. Ketiga pola usaha ini kurang peka terhadap peningkatan harga indukan dan harga pakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis switching value pola usaha I didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 33,56 persen, angka tersebut mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun berikutnya serta penurunan harga output di bawah Rp 33.220, peningkatan harga indukan sebesar 181,88 persen atau harga indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 295,53 persen atau sebesar Rp 13.239 per kg.

Pada pola usaha II didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 22,08 persen Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil


(14)

dari 22,08 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga anakan kelinci lebih tinggi dari Rp 38.960 dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2727 ekor pada tahun pertama dan 4675 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 153,85 persen atau harga indukan yang menyebabkan usaha ini tidak layak adalah lebih besar sama dengan Rp 3.077.000 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 228,60 persen, artinya usaha peternakan ini masih layak dijalankan apabila harga pakan lebih kecil dari Rp 10.241 per kilogram.

Pada pola usaha III didapat nilai switching value terhadap penurunan harga output dan penurunan produksi sebesar 15,56 persen, ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 15,56 persen atau dengan kata lain usaha masih layak dijalankan apabila harga kelinci pedaging lebih tinggi dari 15,199 per kg hidup dan apabila produksi anakan kelinci lebih tinggi dari 2111 ekor pada tahun pertama dan 5066 pada tahun berikutnya, peningkatan harga indukan sebesar 192.33 persen Ini berarti kenaikan harga indukan yang masih dapat ditoleransi usaha adalah sebesar 192.33 persen atau kenaikan harga indukan di bawah Rp 637,005 per ekor, dan peningkatan harga pakan sebesar 127,53 persen Hal ini berarti kenaikan harga pakan yang masih ditoleransi usaha lebih kecil dari 127.53 persen atau harga pakan berada di bawah Rp 3163 per kg.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah : Pertama berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Kedua berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan usaha Asep’s Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I dengan biaya yang dikeluarkan relatif lebih tinggi. Ketiga berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan. Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap tolal biaya operasional cukup tinggi.

Saran yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : Pertama Asep’s Rabbit Project sebaiknya memilih pola usaha I yaitu budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging sebagai pengembangan usaha peternakan kelinci karena memiliki nilai proyek dan tingkat pengembalian terbesar. Selain itu pola usaha III juga dapat dipilih sebagai pengembanagan Asep’s Rabbit Project karena memiliki struktur biaya terkecil dan tingkat pengembalian yang cukup menjanjikan. Kedua Dari analisis switching value, perubahan output sangat mempengaruhi kelayakan produksi, salah satunya dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang kelinci. Oleh karena itu peternak diharapkan menjaga kebersihan kandang serta memberikan pakan yang yang cukup pada kelinci. Ketiga untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan analisis pemasaran dan perilaku konsumen terhadap produk-produk olahan yang dihasilkan dari kelinci agar peternakan kelinci dapat berkembang dan menjadi satu alternatif bahan pangan sumber protein.


(15)

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI

ASEP’S RABBIT PROJECT

KECAMATAN LEMBANG,

KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT

Oleh :

Nandana Duta Widagdho

A14104132

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(16)

Judul : Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Nama : Nandana Duta Widagdho NRP : A14104132

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 130 687 506

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019


(17)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANSLISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP’S RABBIT PROJECT, KECAMATAN LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.

SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Nandana Duta Widagdho A14104132


(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 September 1987 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan M. Bastiyono dan Siti Kustantinah. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Sawasta Xaverius C Ambon dan Sekolah Dasar Swasta Yapenka, Jakarta pada tahun 1998, lalu menyelesaikan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 68, Jakarta pada tahun 2001, kemudian menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Swasta Peribadi pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan kepanitiaan kegiatan baik lingkup internal maupun eksternal, antara lain penulis pernah aktif di BEM FAPERTA periode 2005-2006 sebagai staf pada Departemen Keuangan. Penulis juga aktif pada organisasi MISETA (Pemiinat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian). Penulis pernah menjabat di MISETA sebagai Satf Departemen Sosial periode 2005-2006 dan staf Bisnis dan Kewirausahaan periode 2006-2007.


(19)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s Rabbit Project, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya sampai akhir zaman.

Judul penelitian ini didasarkan atas rasa ketertarikan yang besar dari penulis terhadap prospek pengembangan usaha dalam subsektor peternakan khususnya peternakan kelinci. Saat ini peternakan kelinci berkembang sebagai suatu bisnis yang menghasilkan kelinci hias dan kelinci pedaging yang yang dapat menjadi salah satu alternatif untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani.

Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian dari Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi selama berlangsungnya penelitian.

Bogor, Mei 2008


(20)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari sepenuh hati bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dari lubuk hati yang teramat dalam, perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yang Tercinta Papa dan Mama serta Adikku Nita dan Adikku Dinda yang telah memberikan doa dan dorongan yang begitu besar demi terselesaikannya skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS, selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama penulis menyusun skripsi. 3. Lusi Fausia, Ir. M.Ec sebagai dosen penguji utama yang telah berkenan meluangkan

waktunya serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Faroby Falatehan, SP, ME sebagai dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Program Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.

5. Amzul Rifin, SP, MA sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan semasa perkuliahan.

6. Sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis serta Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Agribisnis, Faperta IPB yang telah banyak membantu penulis.

7. Bapak Asep Sutisna yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian pada peternakan kelinci miliknya.

8. Temanku Iswanti Noor Rustiana dan keluarga yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis guna menyelesaikan skripsi ini.


(21)

9. Teman-temanku Nunu, Evan, Anggoy, Ragil, Yoga, Nunik, Tere, Agnes, Pretty, Widy, Mamieq, Sastro, Uci, Arisman dll yang melewati masa senang dan susah selama menjalani masa perkuliahan.

10.Teman-temanku seperjuangan Nung, Fany, Intan, Nova, Aulia yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 11.Teman-temanku satu bimbingan akademik selama enam semester Icha, Vera Nova,

Tutik, Rizal, Triyadi, Effendi yang telah saling membantu selama masa perkuliahan. 12.Teman-temanku Adisty, Bapuq, Tifa, Remy, Fandy, Neneng yang telah menjadi

bagian baru dari penulis.

13.Teman-teman KKP Faperta IPB Desa Sukajaya Amie, Santi, Ebi, dan Septian yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis.

14.Teman-temanku yang telah menjadi bagian dari keluarga Griya Indah Yudi, Geri, Ali, Ihsan, Ibnu, Oji, Mas Gatot, Ivan, Indra dan teman-temanku lainnya yang tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan, perhatian, bantuan dan kesabarannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini..

15.Teman-temanku AGB 42 Wening, Wiwi, Gita, Tiara, Rina, Ayu, Faisal, Nawi, Eca, Yusda, Hari, Bayu dan teman-temanku yang lainnya yang tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga telah bersedia hadir dan memberikan masukan pada seminar skripsi penulis.

16.Pihak-Pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 9 1.4 Kegunaan Pnelitian ... 9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelinci dan Kerabatnya ... 11 2.2 Teknik Budidaya ... 13 2.2.1 Pemilihan Bibit ... 13 2.2.2 Pakan ... 14 2.2.3 Kandang ... 14 2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan ... 15 2.2.5 Penyakit Kelinci ... 16 2.2.6 Panen dan Pascapanen ... 17 2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci ... 17 2.3.1 Bahan Pangan ... 17 2.3.2 Produksi Kulit ... 18 2.3.3 Kegunaan Lain ... 18 2.4 Penelitian terdahulu ... 19


(23)

xi

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 27 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek ... 27 3.1.2 Analisis Ekonomi dan Finansial ... 31 3.1.3 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) ... 39 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 40

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44 4.2 Jenis Data dan Sumber Data ... 44 4.3 Metode Penentuan Lokasi dan Pengumpulan Data ...44 4.4 Metode Analisis Data ...45 4.4.1 Analisis Kelayakan Finansial ... 46 4.4.2 Masa Pengembalian Investasi yang Didiskontokan ... 49 4.4.3 Analisis Switching Value ... 50 4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan ... 51

BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Profil Perusahaan ... 54 5.2 Sejarah dan Perkembangan Usaha ... 54 5.3 Struktur Organisasi Perusahaan ... 56 5.4 Rencana Pengembangan Proyek ... 56

BAB VI ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN, ASPEK TEKNIS

6.1 Pola Usaha Peternakan Kelinci ... 58 6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci ... 58 6.2.1 Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci ... 58 6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging ... 61 6.2.3 Hasil Analisis Aspek Pasar ... 62 6.3 Aspek Manajemen ... 63 6.3.1 Hasil Analaisis Aspek Manajemen ... 65 6.4 Aspek Teknis ... 65


(24)

xii

6.4.1 Keragaan Usaha Budidaya Anakan Kelinci ... 65 6.4.2 Keragaan Usaha Budidaya Kelinci Pedaging ... 70 6.4.3 Hasil Analisis Aspek Teknis ... 71

BAB VII ASPEK FINANSIAL

7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I ... 72 7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) ... 72 7.1.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ... 74 7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I ... 78 7.1.4 Analisis Switching Value ... 79 7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II ... 81 7.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) ... 81 7.2.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ... 82 7.2.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha II ... 86 7.2.4 Analisis Switching Value ... 87 7.3 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha III ... 88 7.3.1 Arus Penerimaan (Inflow) ... 88 7.3.2 Arus Pengeluaran (Outflow) ... 90 7.3.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha III ... 93 7.3.4 Analisis Switching Value ... 94 7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial

Pada Ketiga Pola Usaha ... 95 7.5 Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Ketiga Pola Usaha 97

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan ... 99 8.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 101


(25)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Penduduk Kab. Bandung yang Bekerja menurut Kecamatan dan

Lapangan Usaha...1 2. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun) ... 2 3. Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun) ... 3 4. Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan, 2002-2006 (kg) .... 3 5. Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging ... 4 6. Volume Ekspor Komoditas Peternakan ... 6 7. Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I ... 73 8. Hasil Penjualan Kelinci Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha I ... 74 9. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I ... 79 10. Hasil Analisis Swiching Value pada Pola Usaha I ... 79 11. Hasil Penjualan Anakan Kelinci yang Dihasilkan oleh Pola Usaha II ... 82 12. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II ... 87 13. Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha II ... 87 14. Hasil Penjualan Pedaging yang Dihasilkan oleh Pola Usaha III ... 89 15. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III ... 93 16. Hasil Analisis Switching Value Pada Pola Usaha III ... 94 17. Perbandingan Kriteria Kelayakan Financial Usaha Peternakan Kelinci dari Ketiga Pola Usaha ... 97 18. Switching Value Ketiga Pola Usaha Peternakan Kelinci ... 97


(26)

v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Grafik Hubungan Antara NPV dan Tingkat Suku Bunga ... 37 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ... 43 3. Struktur Organisasi Asep’s Rabbit Project ... 56 4. Saluran Pemasaran Anakan Kelinci ... 60 5. Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging ... 62 6. Struktur Organisasi ... 64


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Timetable Pola Usaha I TahunPertama………...……….103 2. Timetable Pola Usaha I Tahun Kedua sampai Kelima... 104 3. Timetable Pola Usaha II Tahun Pertama ... 105 4. Timetable Pola Usaha II Tahun Kedua sampai Kelima ... 106 5. Timetable Pola Usaha III Tahun Pertama... 107 6. Timetable Pola Usaha III Tahun Kedua sampai Kelima ... 108 7. Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun Pertama ... 109 8. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ... 109 9. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun Pertama ... 109 10. Populasi Kelinci Pola Usaha I Tahun kedua sampai kelima ... 110 11. Populasi Kelinci Pola Usaha II Tahun kedua sampai kelima ... 110 12. Populasi Kelinci Pola Usaha III Tahun kedua sampai kelima ... 110 13. Nilai Sisa Pola Usaha I ... 111 14. Biaya Investasi Pola Usaha I ... 111 15. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha I ... 112 16. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I ... 112 17. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha I ... 113 18. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha I ... 113 19. Nilai Sisa Pola Usaha II ... 113 20. Biaya Investasi Pola Usaha II ... 114 21. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha II ... 114 22. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ... 115 23. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha II ... 115 24. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha II ... 116 25. Nilai Sisa Pola Usaha III ... 116 26. Biaya Investasi Pola Usaha III ... 116 27. Biaya Operasional Tahun Pertama Pola Usaha III ... 117 28. Biaya Operasional Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ... 117 29. Biaya Tetap Tahun Pertama Pola Usaha III ... 118


(28)

30. Biaya Tetap Tahun Kedua sampai Kelima Pola Usaha III ... 118 31. Cashflow Pola Usaha I ... 119 32. Laporan Laba Rugi Pola Usaha I ... 120 33. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha I ... 121 34. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga

Pola Usaha I ... 122 35. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha I ... 123 36. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha I ... 124 37. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha I ... 125 38. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha I ... 126 39. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha I ... 127 40. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha I ... 128 41. Cashflow Pola Usaha II ... 129 42. Laporan Laba Rugi Pola Usaha II ... 130 43. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha II ... 131 44. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha II ... 132 45. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha II ... 133 46. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha II ... 134 47. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi


(29)

48. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha II ... 136 49. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha II ... 137 50. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha II ... 138 51. Cashflow Pola Usaha III ... 139 52. Laporan Laba Rugi Pola Usaha III ... 140 53. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan

Pola Usaha III ... 141 54. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Anakan Pola Usaha III ... 142 55. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan

Pola Usaha III ... 143 56. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Indukan Pola Usaha III ... 144 57. Cashflow Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha III ... 145 58. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi

Pola Usaha III ... 146 59. Cashflow Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan

Pola Usaha III ... 147 60. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Peningkatan Harga Pakan Pola Usaha III ... 148 61. Daftar Pertanyaan Pengarah ... 149


(30)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta pembangunan daerah-daerah baru.

Salah satu daerah produksi pertanian pada umumnya dan peternakan pada khususnya yang cukup besar adalah di kawasan kabupaten Bandung karena lebih dari seperempat total penduduk yang telah memasuki usia kerja bekerja di sektor pertania. Hal ini ditunjukan pada Tabel 1 dimana 381.440 jiwa bekerja di sektor pertanian, jumlah ini merupakan jumlah terbesar kedua setelah sektor industri tetapi perbedaannya tidak terlalu signifikan.

Tabel 1. Penduduk Kabupaten Bandung yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha

No Lapangan Usaha Jumlah Persentase

1 Pertanian 381.373 26,02

2 Pertambangan dan penggalian 4.600 0,32

3 Industri 395.440 26,98

4 Listrik dan Air 3.913 0,27

5 Gas Konstruksi 89.604 6,11

6 Perdaganagan 278.621 19,01

7 Angkutan dan Komunikasi 133.974 9,14

8 Keuangan 15.590 1,06

9 Jasa 162.582 11,09

Total 1.465.670 100


(31)

2

Oleh karena itu Kabupaten Bandung merupakan salah satu sentra produksi pertanian yang ada di Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan dari wilayah ini sudah dikenal oleh daerah-daerah lain di Indonesia karena produk-produk tersebut didistribusikan ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut. Salah satu produk pertanian yang dihasilkan dari wilayah kabupaten Bandung adalah kelinci. Sentra peternakan kelinci terbesar di Kabupaten Bandung berada di wilayah Lembang dan Pangalengan. Daerah ini sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan kelinci karena memiliki udara yang sejuk serta bersih dari polusi.

Peran pemerintah dalam sektor pertanian sangatlah penting karena sektor ini merupakan sektor yang sangat penting karena menyangkut kebutuhan paling mendasar bagi manusia. Kebijakan-kebijakan di sektor ini sangat mempengaruhi pekerja di sektor ini oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah haruslah berpihak kepada stakeholder terkait.

Semakin bertambahnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan serta meningkatnya kadar gizi masyarakat, maka akan menyebabkan permintaan akan produksi ternak semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan protein hewani seperti yang ditunjukan pada Tabel 2 dimana konsumsi daging mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Tabel 2. Konsumsi Daging, Telur, dan Susu (kg/perkapita/tahun)

No. Jenis Tahun Pertumbuhan

dari tahun 2005 s/d 2006

(%) 2003 2004 2005 2006

1. Daging 6,05 6,28 5,79 6,43 11,41

2. Telur 4,11 4,68 4,34 4,64 6,91

3. Susu 6,69 9,47 9,32 9,35 0,32


(32)

3

Konsumsi standar protein hewani yang ditetapkan oleh FAO untuk masyarakat Indonesia minimal sebesar 6 gr/kapita/hari atau setara dengan 2.19 kg/kapita/tahun Dari kebutuhan ini sebagian besar masyarakat Indonesia lebih memilih untuk mengkonsumsi daging ayam dan sapi karena daging – daging ini mudah didapatkan di pasar (Tabel.3).

Tabel 3. Konsumsi Daging menurut Jenis Daging (kg/kapita/tahun)

No. Komoditi Tahun

1996 1999 2002 2004 2005

1. Sapi dan kerbau 0,72 0,52 0,572 0,676 0,468 2. Ayam dan unggas 1,30 0,57 3,338 3,692 3,848

Sumber : BPS, 2006

Kenaikan konsumsi daging ini menyebabkan pemerintah harus mengimpor daging sapi dan daging hewani lainnya dengan jumlah yang cukup signifikan (Tabel.4) dari negara-negara tetangga karena produksi lokal tidak dapat memenuhi permintaan pasar di Indonesia sehingga hal ini akan mebuat anggaran belanja pemerintah membengkak dan dapat menyebabkan krisis pangan.

Tabel 4. Perkembangan Volume Impor Komoditas Peternakan Tahun 2002- 2006 (Ton)

No. Komoditas 2004 2005 2006

1. Daging Sapi 11.772,011 19.957,195 24.078,542

2. Daging Ayam 1.193,779 3.817,300 3.331,439

3. Daging Kambing 519,710 829,561 711,750

4. Daging unggas lain 2,347 0,577 52,635

Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007

Ternak kelinci dapat dipilih sebagai alternatif untuk memenuhi permintaan yang meningkat tersebut, mengingat kelinci memiliki kelebihan dibandingkan ternak lain yang telah dikenal sebelumnya untuk memenuhi konsumsi daging perkapita Indonesia yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari Tabel 3. Selain itu harga daging kelinci yang tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan daging


(33)

4

sapi, hal ini dapat dilihat bahwa harga daging sapi saat ini berada di kisaran Rp 55.000 (Kompas, Februari 2008) sedangkan harga daging kelinci berada pada kisaran Rp 60.000 (Asep’s Rabbit Project).

Kelinci juga menguntungkan untuk diternak secara intensif berpola komersial karena daya reproduksinya cepat, dalam jangka waktu satu tahun, seekor kelinci dapat beranak 4 – 5 kali, dengan jumlah anak per kelahiran 5 – 6 ekor dan masa bunting relatif singkat (Sarwono 2001).

Daging kelinci memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak (Pujoharjo 2001). Komposisi kimia dari beberapa macam daging ternak dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Komposisi Kimia Berbagai Macam Daging

Jenis Daging Energi (Kkal/kg) Sodium (mg/g)

Lemak Jenuh (mg/g)

Kadar Air (%)

Protein (%)

Lemak (%)

Sapi 380 65 41,3 49 15,5 35

Domba 345 75 55,4 53 15 31

Ayam 200 70 - 67 19,5 12

Kelinci 160 40 37 70 21 8

Sumber : Lebas et al. dalam Pujoharjo (2001)

Tingkat konsumsi daging kelinci dibandingkan daging lain lebih sedikit, hal ini disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat yang belum terbiasa dan persepsi yang timbul mengenai ternak tersebut. Persepsi yang ada sekarang lebih memandang kelinci sebagai hewan peliharaan atau hewan hias.

Kelinci yang diternakan kelangsungan hidupnya ditentukan oleh perhatian dan perawatan peternaknya. Jenis, jumlah, dan mutu pakan yang diberikan


(34)

5

menentukan pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya. Jenis pakan yang dipakai tidak bersaing dengan kepentingan manusia maupun ternak industri intensif seperti ayam.

Dalam peternakan kelinci intensif, pakan yang diberikan tak hanya berupa hijauan sebagai pakan pokok. Selain hijauan, pakan kering seperti konsentrat, hay (rumput kering), biji-bijian dapat diberikan sebagai pakan tambahan. Seperti halnya ternak ruminansia, kelinci membutuhkan karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin, dan air. Jumlah kebutuhannya tergantung pada umur, tujuan produksi, serta laju kecepatan pertumbuhan.

Pada tahun 1982, pemerintah pernah menganjurkan agar kelinci dikembangkan sebagai ternak sumber daging untuk meningkatkan mutu gizi masyarakat. Namun, usaha tersebut gagal karena kelinci berkembang menjadi komoditas yang mahal, terutama harga bibitnya. Beberapa ras kelinci yang banyak dikembangkan secara komersial di Negara-negara Eropa, Amerika, dan juga Indonesia yaitu Anggora, Champagne d’Argent, Carolina, Checkered giant, Dutch, English Spot, dan Himalayan. Harga dari beberpa ras kelinci tersebut dapat dihargai mencapai jutaan rupiah oleh para hobbyist.

Selama ini peternakan kelinci di Indonesia masih diusahakan sebagai peternakan keluarga dengan skala usaha yang relatif kecil. Kegiatan budidaya dan manajemennya masih sederhana. Sebagai alternatif, usaha peternakan kelinci sebenarnya dapat dikembangkan dalam bentuk perusahaan peternakan baik kelinci hias maupun kelinci potong. Sasaran produksi kelinci dapat ditingkatkan sesuai target, mutu dan permintaan pasar untuk menjadi konsumsi protein hewani alternatif.


(35)

6

Peluang pasar luar negeri untuk ternak kelinci maupun hasil olahannya cukup besar, kelinci dapat diperdagangkan langsung sebagai hewan peliharaan atau hewan hias sedangkan daging kelinci dapat dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu sebagai abon, sosis, bakso, dan dendeng. Kulit dan bulu dapat dijadikan bahan pakaian atau kerajinan lain seperti topi, dompet dan sebagainya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Volume Ekspor Komoditas Peternakan (Ton)

No. Komoditas 2002 2003 2004 2005

1. Sapi 77.677 111.432 19.164 87.546

2. Kelinci 570 16.793 18.385 60.000

4. Kambing 39.074 1.708 387 1.228

5. Ayam 2.346.322 2.760.691 100.867 316

Sumber : BPS diolah Pusdatin DEPTAN 2007

Pada Tabel 5 terlihat bahwa ekspor kelinci Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan pada tahun 2005 menduduki posisi di bawah sapi dilihat dari volume ekspornya. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003 sebesar 29 persen, tahun 2003 ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang paling signifikan yaitu sebesar 69 persen pada tahun 2004 ke 2005. Hal ini berarti bahwa adanya peluang pasar yang sangat besar di luar negeri sehingga para peternak kelinci kita harus bisa menangkap peluang ini dengan menghasilkan kelinci-kelinci berkualitas dan berdaya saing tinggi.

1.2 Perumusan Masalah

Volume ekspor Indonesia pada komoditas kelinci sangat baik, hal ini ditunjukan dengan peningkatan volume ekspor setiap tahunnya. Pada tahun 2002 volume ekspor komoditas kelinci berjumlah 570 ekor, tahun 2003 berjumlah 16.793 ekor, tahun 2004 berjumlah 18.385, dan tahun 2005 berjumlah 60.000


(36)

7

ekor. Peningkatan ekspor dari tahun 2002 ke 2003 sebesar 29 persen, tahun 2003 ke 2004 sebesar 10 persen, dan peningkatan yang paling signifikan yaitu sebesar 69 persen.

Salah satu peternak kelinci di kawasan Lembang yang sudah sangat dikenal oleh para hobbyist dan peternak lainnya di daerah Bandung adalah Asep Sutisna dengan peternakan kelincinya bernama Asep’s Rabbit Project. Asep’s Rabbit Project berternak sekitar 200 jenis kelinci hias dan juga menyediakan kelinci potong bila ada pesanan.

Asep’s Rabbit Project memiliki lahan yang tidak begitu luas hanya kurang lebih 200 m2 tetapi di dalamnya terdapat kandang yang berjajar rapi membentuk 4 baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk berternak kelinci sangat terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak yang ada di dalamnya sehat dan terawat. Selain berternak kelinci Asep’s Rabbit Project juga memproduksi pakan konsentrat bagi kelinci yang berbentuk pellet, pakan yang diproduksi oleh Asep’s Rabbit Project ditujukan untuk konsumsi sendiri oleh karena itu bahan baku serta komposisinya dijaga keseimbangannya sehingga sangat cocok untuk berbagai jenis kelinci yang terdapat di peternakan.

Biaya investasi awal yang harus dikeluarkan pemilik untuk menjalankan usaha peternakan kelinci ini sangat besar, karena pemilik harus mengimpor indukan dari luar negeri agar hasil produksi baik dan harga yang diterima tinggi. Indukan yang diimpor dari luar negeri ini memiliki kualitas yang relatif lebih baik dan unggul bila dibandingkan dengan kelinci-kelinci lokal. Harga indukan yang diimpor dari luar negeri juga sangat fluktuatif tergantung pada nilai tukar mata uang rupiah.


(37)

8

Manajemen yang dilakukan oleh pemilik Asep Rabbit Project masih bersifat sederhana. Perusahaan ini berbentuk perusahaan perseorangan, yaitu pemilik perusahaan sekaligus sebagai pengelola, pengawas peternakan, serta produksi pakan. Pemilik perusahaan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan setiap keputusan baik yang bersifat operasional maupun non-operasional. Pembukuan keuangan yang dilakukan pada perusahaan ini masih bersifat sederhana.

Selain itu Asep’s Rabbit project juga belum dapat memenuhi jumlah permintaan pasar dalam kelinci hias dan kelinci pedaging. Demand terhadap anakan kelinci maupun pedaging belum banyak diambil oleh Asep’s Rabbit project karena adanya berbagai keterbatasan dalam usaha. Oleh karena itu Asep’s Rabbit Project memiliki rencana untuk mengembangkan skala usahanya.

Dari uraian di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah peternakan Asep’s Rabbit Project layak dijalankan ditinjau dari aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen?

2. Apakah secara finansial usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project adalah layak?

3. Apakah proyek pengembangan usaha ini peka terhadap penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?


(38)

9

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meilputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial.

2. Menganalisis tingkat kelayakan aspek finansial peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project.

3. Melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan usaha peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project bila terjadi perubahan - perubahan dalam penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan harga indukan dan peningkatan harga pakan?.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu :

1. Bagi perusahaan, hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan informasi sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan operasional dan dalam membuat rencana pengembangan usaha selanjutnya.

2. Bagi penulis, penelitian ini menambah pengalaman dan latihan dalam menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah.

3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau bahan rujukan untuk melihat keadaan dan kondisi peternakan kelinci, serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan penulisan selanjutnya dan dalam pemilihan bisnis.


(39)

10

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini aspek non finansial yang dibahas adalah aspek teknis, aspek manajemen, aspek pasar. Aspek finansial yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kriteria kelayakan investasi yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit per Cost (Net B/C), dan Payback Periode. Selain itu penelitian ini juga dilakukan analisis Switching Value.


(40)

II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Kelinci dan Kerabatnya

Kelinci saat ini telah dikenal masyarakat luas sebagai hewan peliharaan dan juga hewan konsumsi. Kelinci yang saat ini banyak diternakan dahulu berasal dari kelinci liar yang telah mengalami proses domestikasi. Kelinci termasuk hewan purba hal ini terlihat fosil yang ditemukan membuktikan kelinci berasal dari kala Eosen. Kelinci dan kerabatnya dijelaskan secara rinci pada paragraf di berikut ini.

a. Pika

Hewan-hewan kecil mirip kelinci itu lazim disebut pika. Karena kepandaiannya bersiul ada yang menyebut terwelu bersiul. Pika di alam tersebar dari Eropa Timur sampai Jepang, dari Himalaya sampai Siberia. Juga terdapat di Amerika Utara yang penyebarannya dari Alaska sampai Rocky Mountain. Di Eropa Timur terdapat Pika Stepa (Ochotona pusila), di Jepang terdapat Pika Jepang (Ochotona Hiperboren), di Himalaya terdapat Pika Mount everest (Ochotona wollastoni), di Amerika Utara terdpat Pika Amerika (Ochotona princeps).

Semua spesies hidup berkoloni, menggali lubang tanah untuk tempat tinggal. Habitatnya daerah beriklim dingin, menempati daerah yang sering kekurangan persediaan makanan selama musim salju. Mereka tidak tidur selama musim salju dan tidak mengembangkan system menyimpan persediaan makanan. Makanannya terdiri dari bermacam-macam tumbuhan terutama tumbuhan kering sepertirumput, ranting, lumut, dan dahan-dahan pinus. Mereka memiliki kebisaaan


(41)

12

memakan sebagian kotorannya sendiri yang merupakan sumbangan bagi efisiensi untuk memanfaatkan semua bahan makanan yang tersedia. Kebisaaan serupa juga terdapat pada kelinci dan terwelu.

b. Terwelu

Terwelu tersebar luas di daratan Eropa sebagai binatang liar. Terwelu sering diburu untuk diambil dagingnya. Terwelu memiliki sosok tubuh yang cukup besar dan menarik. Panjang badan terwelu dewasa antara 50 – 70 cm, bobot 4 – 5 kg. punggung lentur melengkung indah dengan bagian samping agak rata. Kepalanya kecil, kumis panjang, daun telinganya kalau ditarik ke depan bisa melampaui hidung.

Kaki depan terwelu kecil, pendek, berjari, dan berkuku lima. Kaki belakang dua kali panjangnya disbanding kaki depan, berjari dan berkuku empat. Kaki belakang sangat kuat sehingga kalau melompat bisa mencapai 80 km/jam kecepatannya. Ia akan melompat ketika dalam keadaan terkejut atau merasa terancam bahaya dan dikejar-kejar musuh.

Bulunya ada yang panjang, ada yang pendek. Bulu pendeknya tumbuh rapat diantara bulu panjang. Warna bulu beragam, kelabu, cokelat, dan hitam. Warna bulu di bagian perut putih.

c. Kelinci

Kelinci liar atau Orytolagus cuniculus tersebar di kawasan Afrika Utara sampai Eropa, yang merupakan habitat aslinya. Dari daerah tersebut kemudian di introduksi ke Australia, Selandia Baru, Chili, dan pulau-pulau di Pasifik dan Atlantik. Ukuran badannya lebih kecil dibandingkan terwelu. Panjang badan kelinci liar dewasa 45 – 50 cm dan berat badan sekitar 3 kg.


(42)

13

Kelinci liar berpunggung melengkung, berekor pendek, kepalanya kecil, daun telinganya kalau ditarik ke depan tak bisa mencapai hidung. Bulu badannya terdiri dari bulu pendek dan bulu panjang, warna bulu kekuning-kuningan pada musim panas dan berubah kelabu pada musim dingin. Kaki depan pendek, berjari dan berkuku empatyang cukup tajam. Loncatannya tak begitu kuat dan kurang linacah, namun sangat pandi berlaridan menelusup ke lubang tanah mencari perlindungan ketika merasa terancam bahaya.

2. 2 Teknik Budidaya

Sebelum menjalankan usaha peternakan kelinci peternak harus menentukan tujuan. Peternak harus memilih dan menentukan jenis kelinci yang akan diternakan. Setelah itu bibit atau indukan kelinci diseleksi dengan teliti agar mendapatkan hasil yang memuaskan. Bebrapa tahapan harus dilakukan dalam budidaya kelinci yaitu : pemilihan bibit, pakan, kandang, reproduksi dan perkawinan, penyakit kelinci, panen, dan pasca panen.

2.2.1 Pemilihan Bibit

Pemilihan jenis bibit tergantung kepada tujuan pemeliharaan, untuk tujuan mendapatkan bulu yang baik atau sebagai hewan hias jenis Anggora, American Chincihilla dan Rex merupakan ternak yang cocok. Untuk mendapatkan daging maka jenis yang cocok adalah Belgian, California, Flemish Giant, Havana, Himalayan, dan New Zealand. Secara umum keduanya harus punya sifat fertilitas tinggi, tidak mudah gugup (jinak), tidak cacat, mata bersih, terawat, bulu tidak kusam, dan lincah (aktif bergerak). Untuk peternakan komersial sebaiknya membeli bibit yang baik dimana penjual bibit yang baik disertai sertifikat kelahiran dan tato pada telinga sebagai bukti kemurnian bibitnya.


(43)

14

2.2.2 Pakan

Pakan kelinci ternakan terdiri dari hijauan, hay, biji-bijian, umbi-umbian, dan konsentrat. Hijauan yang diberikan antara lain rumput, limbah sayuran, daunturi, daun lamtoro, daun kembang sepatu, daun kacang panjang, daun ubi jalar, daun kacang tanah, daun dan batang jagung, daun papaya, talas, dan lain-lain.

Hay adalah rumput awetan yang dipotong menjelang berbunga. Bahan hay antara lain rumput gajah, pucuk tebu, dan rumput menjelang berbunga. Pemberian hay banyak dilakukan di negara-negara dengan 4 musim, sedangkan di Indonesia pemberian hay lebih ditekankan pada penyediaan bahan pakan yang kontinu dan stabil nila gizinya.

Biji-bijian berfungsi sebagai pakan penguat, bisaa diberikan bagi kelinci bunting dan menyusui. Biji-bijian yang diberikan berupa jagung, padi, sorgum, kedelai, dan lain-lain. Umbi-umbian dapat diberikan untuk kelinci sebagai pakan tambahan sedangkan konsentrat dalam peternakan kelinci berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi dan mempermudah penyediaan pakan.

Pakan diberikan sebanyak 3 kali sehari, pada pukul 10.00 pemberian pakan pertama berupa bekatul ditambah garam dan air, pada pukul 13.00 pakan berupa rumput segar atau hijauan lain, dan pada pukul 18.00 diberikan pakan berupa rumput segar atau hijauan yang mengandung lebih banyak serat kasar.

2.2.3 Kandang

Kandang sebagai tempat perkembangbiakan sebaiknya memiliki suhu berkisar antara 15-20o Celcius, sirkulasi udara lancer, lama pencahayaan ideal 12 jam dan melindungi ternak dari predator. Kandang berdasarkan kegunaanya


(44)

15

dibedakan menjadi kandang induk, baik induk dewasa maupun induk dengan anak-anakannya, kandang pejantan dan kadang untuk lepas sapih. Tidak ada ukuran tertentu untuk kandang, ukuran didasarkan pada skala usaha, iklim, kemudahan pengelolaan dan ukuran ternak itu sendiri. Kandang dengan ukuran 200 x 70 x 70 cm cukup untuk menampung 12 induk / 10 pejantan. Kandang dengan ukuran 50 x 35 x 45 cm dapat digunakan untuk anakan dan kelinci lepas sapih.

Berdasarkan bentuknya kandang dibedakan menjadi :

1. Kandang Postal : kandang tanpa halaman pengumbaran, ditempatkan dalam ruangan dan cocok untuk kelinci muda.

2. Kandang Ranch : kandang dengan halaman pengumbaran, bisaanya dipakai sebagai kandang kelinci hias.

3. Kandang Bateray : kandang dengan bentuk mirip sangkar berderet, dimana satu sangkar digunakan untuk satu kelinci, bisa digunakan dalam peternakan kelinci secara intensif.

Kandang dibersihkan setiap hari untuk menghindari timbulnya penyakit, sinar matahari diusahakan dapat masuk ke dalam kandang untuk mematikan bibit penyakit. Kandang bekas kelinci yang sakit dibersihkan dengan dinfektan baik berupa kreolin maupun Lysol.

2.2.4 Reproduksi dan Perkawinan

Kelinci mencapai umur dewasa dalam waktu 4 – 10 bulan, pada saat itulah kelinci dapat mulai dikawinkan, sebaiknya perkawinan tidak dilakukan jika saudara atau sedarah. Perkawinan bisaanya terjadi pada waktu sore maupun pagi hari, setelah masa perkawinan berhasil kelinci akan memasuki fase bunting


(45)

16

selama 30 – 32 hari. Kebuntingan dapat diketahui setelah 12 – 14 hari setelah perkawinan dengan cara meraba perut kelinci betina, tanda lainnya adalah menolak dikawinkan lagi atau bersuara bila didekati pejantan, perut dan putting susu membesar. Lima hari menjelang kehamilan induk dipindahkan ke kandang beranak untuk diberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan dengan merontokan bulu-bulunya. Kelahiran bisaanya terjadi pada malam hari dengan kondisi anak yang dilahirkan bervariasi antar 3 – 10 ekor tergantung kepada jenis tetapi jumlah anak yang paling efektif adalah 6 ekor sesuai dengan jumlah putting susu induk, turunan dan umur kelinci. Anak kelinci bisaa disapih setelah berumur 56 hari tetapi sebaiknya disapih pada umur 28 hari sesuai dengan batas optimal jumlah susu yang dihasilkan induk.

2.2.5 Penyakit Kelinci

Penyakit pada kelinci dapat timbul akibat kelengahan dalam menjaga sanitasi kandang, pemberian pakan yang kurang dalam jumlah maupun gizinya, tertular kelinci yang sakit dan perubahan cuaca. Jumlah kematian yang disebabkan oleh penyakit cukup tinggi berkisar antara 15 persen - 40 persen. Beberapa penyakit yang sering menyerang kelinci anatar lain enteritis kompleks, pasteurellosis, young doe syndrome, scabies, kokkdioses, pneumonia, ring worm, kanker telinga, radang mata, kudis, pilek, dan favus. Penyakit-penyakit ini dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan kandang, pemberian pakan yang teratur dan seimbang, serta memisahkan kelinci yang sakit pada kandang karantina. Penyakit-penyakit dapat juga diobati dengan pemberian obat-obatan berupa antibiotic dan vitamin, atau dengan menggunakan obat-obatan tradisional seperti pemberian belerang, minyak kelapa, dan iodium.


(46)

17

2.2.6 Penen dan Pascapanen

Kelinci sudah dapat dipanen setelah masa sapih, atau dijual pada usia dewasa. Kelinci jenis pedaging sudah dapat dipotong pada umur antar 4 – 10 bulan atau telah menapai berat 2 kg. Sebelum dipotong kelinci dipuasakan selama 6 – 10 jam untuk mengosongkan usus, setelah dipotong kelinci dikuliti dari kaki belakang ke arah kepala. Bagian dalam seperti usus, jantung dan paru-paru dikeluarkan, diusahakan kandung kemih tidak sampai pecah agar tidak mempengaruhi kualitas karkas. Daging kelinci dapat dipotong menjadi 8 potong, yaitu 2 potong kaki depan, 2 potong kaki belakang, 2 potong dada dan 2 potong bagian belakang. persentase karkas yang baik berkisar antara 49 persen – 52 persen. Sumiarti (2004) mengungkapkan hasil lainnya adalah kotoran dan air kencing, kedua bahan ini dapat dijadikan pupuk tanaman, baik secara langsung maupun di fermentasikan dahulu sebagai “bokashi”. Di samping itu kotoran kelinci baik digunakan sebagai media endapan makanan cacing yang diternakan contohnya jenis Lumbricus Rubbilusi.

2.3 Manfaat dan Kegunaan Ternak Kelinci 2.3.1 Bahan Pangan

Sebagai bahan pangan kelinci dapat menjadi bahan pangan pengganti untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani yang bisaanya dipenuhi melalui konsumsi daging ayam, kambing, sapi, dan sebagainya. Dengan komposisi dan kandungan gizi yang tinggi, daging kelinci sangat potensial sebagai pangan alternative. Di jawa barat terutama daerah dataran tinggi seperti Lembang, Bandung daging kelinci diolah dalam bentuk sate kelinci. Selain itu daging kelinci dapat juga diolah menjadi sosis, bakso, abon, maupun dendeng yang dilakukan


(47)

18

oleh pabrik pengolahan yang terletak di kota Surabaya. Melihat potensinya yang besar kelinci dapat menjadi alternative penyedia sumber daging dan produk-produk turunannya. Namun dalam kenyataannya jumlah peternak dan penyedia daging kelinci masih terbatas, hal ini diduga karena tidak adanya penjajagan kepastian pasar dan daya dukung sosial dimana sebagian masyarakat memandang kelinci sebagai hewan kesayangan sehingga tidak terbisaa mengkonsumsi daging kelinci.

2.3.2 Penghasil Kulit

Potensi kelinci masih memungkinkan untuk dikembangkan, bukan hanya sebagai penghasil daging tetapi juga sebagai penghasil kulit. Informasi menunjukan pasar untuk komoditas bulu kelinci semakin meningkat. Hal ini terjadi karena pengawasan dan perlindungan terhadap lingkungan.

Selama ini kulit untuk pembuatan pakaian maupun aksesorinya di Negara-negara subtropics menggunakan kulit beruang maupun kulit hewan yang dilindungi. Dengan meningkatnya perlindungan terhadap lingkungan, menyebabkan kelinci dipilih sebagai ternak yang dapat menggantikan kebutuhan akan bahan baku kulit. Kulit bulu kelinci digunakan sebagai mantel bulu, jaket, tas, dompet dan sebgainya. Produk-produk yang terbuat dari kulit kelinci memiliki nilai jual yang tinggi. Pasar kulit dan bulu mencakup daratan Eropa, Rusia, Amerika dan Asia Utara. Produsen bulu kelinci antara lain Hongkong, Taiwan, Jepang dan Korea Selatan.

2.3.3 Kegunaan Lain

Selain bahan pangan dan kulit, kelinci juga dapat dimanfaatkan sebagai sebagai penghasil pupuk kandang maupun hewan peliharaan atau ternak hias. Saat


(48)

19

ini sebagian besar pendapatan kelinci adalah dari penjualan kelinci hidup hal ini semakin menguatkan persepsi bahwa kelinci adalah hewan pelihraraan sehingga potensi kelinci sebagai alternative penyedia sumber daging terabaikan.

2.4 Penelitian terdahulu

Penelitian mengenai Studi kelayakan sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Namun jenis proyek yang diteliti berbeda, kebanyakan penelitian – penelitian terhaulu mengkaji proyek – proyek di sektor off farm seperti Analisis finansial perusahaan tahu dan Analisis kelayakan investasi usaha tepung talas safira tetapi ada beberapa analisa proyek yang meneliti usaha di sektor on farm seperti : Analisis kelayakan investasi pengusahaan lobster air tawar dan Analisis kelayakan investasi pengusahaan terong belanda.

Dyah Anisa Purnamawati (2007) mengadakan penelitian kelayakan investasi usaha Safira Powder pada PT. Bogor Agro Lestari. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis aspek – aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek bahan baku, aspek manajemen, dan aspek kelembagaan; Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari; serta melakukan analisis sensitivitas untuk melihat kelayakan usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari bila terjadi perubahan – perubahan dalam lingkungan, seperti kenaikan harga bahan baku (umbi talas), penurunan nilai tukar US dolar terhadap rupiah.

Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek majemen, aspek sosial ekonomi dan aspek pasar menunjukan bahwa usaha Safira Powder di PT. Bogor Agro Lestari layak untuk dilaksanakan. Hal tersebut ditunjukan oleh lokasi pabrik,


(49)

20

teknologi yang digunakan dan layout pabrik sesuai untuk usaha ini serta mendukung kelancaran proses produksi dan usaha. Penyediaan bahan baku puntelah diatur dengan baik melalui pengaturan tingkat petani, penerimaan lebih lanjut. Dari aspek manajemen menunjukan usaha safira menggunakan struktur organisasi lini dan staf. Tugas dan wewenang masing – masing jabatan telah diatur dengan baik sehingga tidak ada perangkapan jabatan serta tenaga kerja yang dibutuhkan pun telah terinci dengan baik.

Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial. Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu jika perusahaan menggunakan kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank, serta jika perusahaan menggunakan modal sendiri. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang menggunakan modal sendiri dan pinjaman bank menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV sebesar Rp 11,216 juta, IRR sebesar 65,57 persen, Net B/C sebesar 9,69 dan PBP selama 2 tahun 3,2 bulan. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang menggunakan modal sendiri menunjukan usaha Safira Powder menghasilkan NPV sebesar Rp 11,558 juta, IRR sebesar 46,56 persen, Net B/C sebesar 4,14 dan PBP selama 2 tahun 5,9 bulan.

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat kembali hasil analisis apabila terjadi perubahan dalam dasar perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitifitas hanya dilakukan pada penggunaan kombinasi modal sendiri dan pinjaman bank karena kombinasi modal ini yang akan dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas masing-masing perubahan menunjukan usaha ini masih tetap layak untuk dilaksanakan. Usaha ini sangat sensitif terhadap


(50)

21

kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen, sedangkan kurang sensitif tehadap penurunan jumlah bahan baku sebesar 10 persen.

Faisal Ermin (2007) mengadakan penelitian kelayakan investasi pengusahaan Lobster air tawar pada CV. Vizan farm dan CV. Sejahtera Lobster farm. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial; Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha budidaya lobster air tawar masing – masing pola usaha (pembenihan, pembesaran, maupun pembenihan sampai dengan pembesaran); serta melihat kepekaan usaha budidaya lobster air tawar terhadap perubahan harga output, input, dan kombinasi keduanya.

Berdasarkan hasil kelayakan yang meliputi apek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek finansial, pengusahaan lobster air tawar layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan analisis hasil kelayakan finansial, pola usaha II lebih menguntungkan dari ketiga pola usaha. Hasil swithicng value yang dilakukan terhadap ketiga pola usaha yang dilakukan menunjukan bahwa perubahan produksi dan harga output merupakan factor yang paling peka terhadap kelayakan usaha ini. Sedangkan perubahan terhadap factor input produksi tidak terlalu berpengaruh terhadap kelayakan usaha ketiga pola usaha yang dilakukan.

Enda Wahyuni (2007) mengadakan penelitian Kelayakan Pengusahaan Terong Belanda (Kasus di Kabupaten Karo, propinsi Sumatera Utara). Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan usaha Terong Belanda secara deskriptif yang meliputi aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, dan aspek pasar; Menganalisis kelayakan finansial dalam pengusahaan Terong Belanda baik secara monokultur maupun tumpang sari; serta


(51)

22

menganalisis sensitivitas pengusahaan Terong Belanda terhadap perubahan factor seperti output produksi, harga input produksi dan harga penjualan.

Hasil analisis kualitatif dari aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, dan aspek pasar menunjukan bahwa pengusahaan Terong Belanda layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa pengusahaan Terong Belanda juga layak dilaksanakan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan analisis kelayakan usaha pengusahaan Terong Belanda pada tingkat diskonto sebesar 9,75 persen pada scenario I yaitu diporeleh nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 72,855 juta; Nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 1,67; Nilai Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar 12 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 9 bulan. Dari skenario II diporeleh nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar Rp 70,630 juta; Nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 2,09; Nilai Internal Rate of Return (IRR) yaitu sebesar 15 persen yang lebih besar dari tingkat diskonto, serta nilai payback periode yang lebih singkat dari umur proyek yaitu selama 2 tahun 11 bulan.

Berdasarka analisis Switching value yang dilakukan menunjukan bahwa skenario I relatif lebih peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada volume produksi dan penurunan harga Terong Belanda. Hal ini dilihat bahwa persentase dari kedua variabel pada skenario I lebih kecil dibandingkan Skenario II. Skenario II relatif lebih peka terhadap perubahan yang terjadi pada peningkatan biaya tenaga kerja.


(52)

23

Riwayadi (2007) mengadakan penelitian analisis investasi pengembangan budidaya ayam potong pada Hasjrul Harahap Farm di kecamatan Bojong Gede. Tujuan penelitian ini adalah : Menganalisis kelayakan investasi pengembangan ayam broiler melalui aspek-aspek kelayakan yaitu segi aspek hukum, pasar dan pemasaran, sosial dan ekonomi, teknis dan manajemen serta aspek keuangan; Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan finansial peternakan ayam broiler akibat adanya perubahan dalam harga jual output, peningkatan mortalitas dan peningkatan harga input.

Hasil analisis dari segi hukum, pasar dan pemasaran, sosial, ekonomi, teknis, dan manajemen, usaha ini dinyatakan layak untuk dijalankan. Secara finansial baik usaha peternakan system yang telah dijalankan dengan system kandang bertingkat layak untuk dijalankan. Namun system usaha yang telah dijalankan memiliki tingkat kelayakan yang lebih baik daripada usaha peternakan dengan system kandang bertingkat.

Untuk melihat manfaat yang diperoleh dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan pada usaha ini, maka perlu dilakukan analisis kelayakan finansial. Analisis ini dilakukan pada dua pola, yaitu pada usaha yang telah dijalankan dan system kandang bertingkat. Hasil analisis aspek finansial pada pola yang telah dijalankan oleh Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 227,763 juta, IRR sebesar 13,63 persen, Net B/C sebesar 1,404 dan PBP selama 4 tahun 4 bulan. Hasil analisis aspek finansial pada system kandang bertingkat menunjukan usaha Hasjrul Harahap Farm menghasilkan NPV sebesar Rp 302,602 juta, IRR sebesar 17,94 persen, Net B/C sebesar 1,5344 dan PBP selama 4 tahun 2 bulan.


(1)

Lampiran 61. Daftar Pertanyaan Pengarah

Daftar Pertanyaan Pengarah

A. Identitas Perusahaan

1. Nama Perusahaan :

2. Pemilik Perusahaan :

3. Alamat Perusahaan :

4. Telp/hp :

5. Tanggal Berdiri :

6. Status perusahaan (ijin) :

B. Biaya Investasi

Lahan

No. Uraian Jumlah/

luas (m2)

Harga Satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur

Ekonomis

1. Luas lahan (m2) 2. Beli/sewa (Rp)

Kandang

No. Uraian Jumlah/

luas(m2)

Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur

Ekonomis

1. Jumlah kandang (buah) 2. Luas kandang (m2)

3. Biaya pembuatan/sewa

(Rp)

4. Daya tampung kelinci


(2)

Bangunan

No. Uraian Jumlah/

luas(m2)

Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur

Ekonomis

1. Jumlah kandang (buah) 2. Luas kandang (m2)

3. Biaya pembuatan/sewa

(Rp)

4. Daya tampung kandang

(ekor)

Peralatan pendukung

No. Uraian Jumlah Harta satuan

(Rp)

Nilai (Rp) Umur

Ekonomis cangkul Ember Pisau Sabit Sarung tangan masker

B. Biaya Operasional Benih kelinci

No. Uraian Jumlah/

ukuran

Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur

Ekonomis

1. Jumlah (ekor)

2. Ukuran benih (cm)

3. Harga beli (Rp)

Pakan dan konsentrat

No. Uraian Jumlah

(kg)

Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur

Ekonomis

1. 2. 3.


(3)

Vitamin dan OBat

No. Uraian Jumlah

(kg)

Harga satuan (Rp)

Nilai (Rp) Umur

Ekonomis

1. 2. 3.

Pemakaian listrik

No. Uraian Jumlah Harga satuan

(Rp)

Nilai (Rp) Umur

Ekonomis

1. Daya (watt)

2. Biaya pemakaian/bln 3.

Kemasan jual

No. Uraian Jumlah Harga satuan

(Rp)

Nilai (Rp) Umur

Ekonomis

1. Kandang kecil 2.

3.

-4.

Transportasi

No. Uraian Jumlah Harga satuan

(Rp)

Nilai (Rp) Umur

Ekonomis

1. Jenis kendaraan - mobil bak terbuka

- mobil box

2. Jumlah


(4)

C. Biaya Tetap

Perawatan kandang

No. Uraian Kali/

bulan

Harga satuan (Rp) Nilai (Rp)

1. Intensitas perawatan 2. Biaya perawatan

Tenaga kerja

No. Uraian Jumlah Gaji/bulan (Rp) Nilai (Rp)

1. Tenaga kerja pria 2. Tenaga kerja wanita 3. Manajer

vaksinasi

D. Aspek Pasar

1. Kemana tujuan pasar tujuan penjualan kelinci?

2. Berapa proporsi penjualan untuk tiap pasar? (optional) 3. Berapa jumlah permintaan pasar?

4. Bagaimana persaingan yang dihadapi perusahaan?

a. jumlah perusahaan pesaing

b. diversifikasi produk dengan pesaing

c. perbandingan harga dengan pesaing

d. lainnya ...


(5)

E. Aspek Sosial (insidental)

1. Dari mana sumber tenaga kerja yang digunakan?

a. keluarga

b. warga sekitar lokasi usaha c. lainnya ....

2. Dampak usaha terhadap lingkungan sekitar?

a. ada/tidaknya limbah yang dihasilkan b. lainnya ...

3. Bagaimana reaksi masyarakat terhadap keberadaan proyek? a. Menolak/mendukung

b. lainnya ... F. Aspek Manajemen

1. Bentuk organisasi/badan usaha yang dipilih?Alasan!

a. CV

b. Firma

c. PT

d. Lainnya ....

2. Struktur manajemen perusahaan?

3. Kebutuhan tenaga kerja?

G. Aspek Hukum

1. Perizinan usaha?


(6)

H. Aspek Teknis

1. Alasan pemilihan lokasi proyek?

a. Ketersediaan sumber bahan baku (benih)

b. Letak pasar yang dituju c. Tenaga listrik dan air

d. Tenaga kerja yang dibutuhkan

e. Transportasi

f. Peraturan yang berlaku di lokasi usaha g. Iklim dan keadaan fisik lokasi usaha

h. Sikap masyarakat

i. Rencana perluasan usaha

2. Berapa besar skala usaha yang dijalani?

3. Alasan pemilihan mesin atau peralatan yang digunakan?

4. Bagaiman proses produksi dilakukan?