VI ANALISIS ASPEK PASAR, ASPEK MANAJEMEN,
ASPEK TEKNIS
6.1 Pola Usaha Peternakan Kelinci
Asep’s Rabbit Project
Pola usaha yang dilaksanakan dalam penelitian kali ini dibedakan berdasarkan karakteristik usaha, yaitu pola usaha I, pola usaha II, dan pola usaha
III. Pola usaha I, II, dan III merupakan rancangan proyek pengembangan peternakan kelinci yang akan dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project yang dibuat
berdasarkan data-data yang diperoleh dari pemilik Asep’s Rabbit Project. Pola usaha I yaitu usaha budidaya anakan kelinci dan penjualan kelinci pedaging. Pola
usaha II adalah usaha budidaya kelinci saja dan pola usaha III adalah budidaya kelinci pedaging .
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah lahan dan bangunan yang digunakan untuk budidaya kelinci yaitu sebesar 240 m
2
dengan luas kandang yang akan digunakan untuk setiap pola pengusahaan adalah sama yaitu 300 buah
kandang dengan ukuran 70 cm x 60 cm dengan luas total kandang sebesar 126 m
2
. Kandang tersebut mampu menampung 300 ekor indukan dan anakan kelinci yang
siap untuk dipasarkan dengan rata-rata produksi setiap bulan sebesar 500 ekor. Pada pola usaha III diasumsikan tidak melakukan investasi mesin pelet karena
pertimbangan biaya yang nantinya akan sangat memberatkan usaha dan juga sesuai dengan kondisi usaha budidaya kelinci pedaging di lapangan.
6.2 Aspek Pasar Peternakan Kelinci
Asep’s Rabbit Project 6.2.1
Aspek Pasar Budidaya Anakan Kelinci Asep’s Rabbit Project
Beberapa aspek pasar budidaya anakan kelinci yang diusahakan pada pola usaha I dan II dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Peluang Pasar
Saat ini permintaan kelinci terutama anakan kelinci cukup menjajikan, hal ini karena pola pikir masyarakat Indonesia masih menganggap kelinci sebagai
binatang peliharaan bukan untuk dikonsumsi selain itu dapat dilihat dari permintaan yang saat ini sebesar 1000 ekor per bulan dan produksi yang baru
dapat menjual 500 ekor anakan per bulan. Permintaan pasar untuk anakan kelinci cukup besar di daerah perkotaan terutama Jakarta. Potensi pasar dari anakan
kelinci terbagi menjadi dua daerah besar yaitu Jakarta dan luar Jakarta. Kota-kota besar selain Jakarta yang menyerap produk anakan kelinci adalah Bogor,
Bandung, Surabaya, dan Batam. Pemasaran yang dilakukan Asep’s Rabbit Project tidak mengalami masalah, karena para pembeli dari berbagai daerah di Indonesia
datang langsung ke lokasi usaha. b.
Bauran Pemasaran Peternak kelinci di daerah Lembang tergabung dalam satu wadah yaitu
kelompok peternak kelinci yang diketuai oleh Bapak Asep sendiri. Sehingga dalam merencanakan strategi yang optimal dalam memasarkan hasil produksinya
Bapak Asep tidak sendiri, beliau dibantu oleh peternak-peternak lainnya. Rencana ini terangkum dalam suatu strategi yang disebut dengan bauran pemasaran.
Bauran pemasaran tersebut mencakup strategi produk, harga, tempat, dan promosi.
Pada strategi produk anakan kelinci yang dijual adalah anakan kelinci yang telah disapih atau berumur sekitar 45 hari. Pada usia ini kelinci sudah siap
disapih karena telah melewati masa menyusui selama 28 hari setelah melahirkan. Dengan melakukan penjualan anakan pada usia satu bulan maka produksi anakan
kelinci bisa ditingkatkan dengan melakukan perkawinan lagi setelah anakan tersebut telah dipasarkan. Pada usia ini anakan kelinci akan mengalami masa
pertumbuhan yang sangat signifikan sehingga pemasaran yang dilakukan haruslah secepat mungkin.
Harga yang diperoleh dari penjualan anakan kelinci berkisar antara Rp 25.000 sampai Rp 75.000 per ekor, anakan kelinci dipasarkan kepada para
pedagang yang berada di daerah Jakarta maupun luar Jakarta, poroporsi anatara Jakarta dan Luar Jakarta adalah 60 persen berbanding 40 persen. Pasar anakan
luar Jakarta meliputi Makkasar, Bali, Medan, dan Jogja yang masing-masing daerah meminta distribusi anakan kelinci sebesar 200 ekor per bulan, tetapi dari
jumlah permintaan ini Asep’s Rabbit Project baru dapat memenuhi permintaan 100 ekor per bulan per daerah. Promosi yang dilakukan pada awalnya adalah
dengan mengikuti pameran-pameran tetapi setelah pasar sudah terbentuk maka strategi yang digunakan adalah mulut ke mulut. Adapun saluran pemasaran
anakan kelinci dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber : Asep’s Rabbit Project
Gambar 4. Saluran Pemasaran Anakan Kelinci
Asep’s Rabbit Project Pedagang
Jakarta Luar Jakarta
Konsumen anakan kelinci
6.2.2 Aspek Pasar Budidaya Kelinci Pedaging Asep’s Rabbit Project
Beberapa aspek pasar budidaya kelinci pedaging yang diusahakan pada pola usaha I dan III dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Peluang Pasar
Saat ini peluang pasar untuk kelinci pedaging belum cukup besar bila dibandingkan dengan anakan kelinci, artinya belum banyak permintaan terhadap
daging kelinci tetapi peternak yang menggarap peluang pasar ini juga sangat kurang sehingga tetap saja pada akhirnya permintaan akan lebih tinggi bila
dibandingkan produksi. Permintaan untuk kelinci pedaging sebesar 8 ton per bulan tetapi dari jumlah tersebut baru dapat dipenuhi sebesar 1 ton dari budidaya.
Permintaan tersebut datang dari para pengusaha restoran di daerah Jakarta dan Surabaya. Permintaan tetinggi terdapat di kota Surabaya dengan jumlah 7 ton per
bulan dan sisanya Jakarta sebanyak 1 ton. Permintaan yang datang dari Surabaya saat ini belum diambil oleh Asep’s Rabbit Projrct karena keterbatasan produksi.
Pemasaran yang dilakukan tidak mengalami masalah, karena untuk kelinci pedaging mereka akan mengirimkannya dalam bentuk karkas dan ongkos dan
resiko pengiriman akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak konsumen dalam hal ini pemilik restoran Asep’s Rabbit Project.
b. Bauran Pemasaran
Pada strategi produk kelinci pedaging yang dijual adalah karkas atau daging kelinci yang berumur 4 bulan dan memiliki berat rata-rata 2 kilogram
hidup. Harga yang berlaku pada saat penelitian adalah Rp 18.000 per kg hidup. Pada pola usaha I Asep’s Rabbit Project hanya membeli kelinci dari para petani
dengan harga Rp 15.000 per kg hidup sehingga mendapatkan margin keuntungan sebesar Rp 3.000 per kg hidup.
Strategi pemasaran ini dilakukan untuk meminimalkan biaya distribusi dan meminimalkan resiko serta tidak perlu memikirkan bagaimana produk sampai ke
tangan konsumen tetapi hanya sampai batas pengolahan karkas daging kelinci saja. Strategi ini juga membuat Asep’s Rabbit Project tidak mengeluarkan
investasi yang besar untuk transportasi atau armada jika melakukan pengiriman sendiri. Aliran pemasaran kelinci pedaging tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber : Asep’s Rabbit Project
Gambar 5. Saluran Pemasaran Kelinci Pedaging 6.2.3
Hasil Analisis Aspek Pasar Asep’s Rabbit Project
Berdasarkan hasil analisis aspek pasar peluang pasar dinilai sangat memadai karena jumlah permintaan baik anakan kelinci maupun kelinci pedaging
masih lebih besar dibandingkan produksi. Produk yang dihasilkan pada usaha budidaya anakan kelinci dan budidaya kelinci pedaging merupakan produk yang
sesuai dengan permintaan pasar dan harga yang ditawarkan pun merupakan harga Asep’s Rabbit Project
Restoran
Jakarta Pasar saat ini
Konsumen akhir daging kelinci
Kelompok Peternak kelinci
Surabaya Pasar potensial
yang terjangkau oleh konsumen. Sehingga pemasaran dan distribusi dapat berjalan dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa aspek pasar pengusahaan peternakan
kelinci layak untuk dijalankan.
6.3 Aspek Manajemen