Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kelayakan usaha peternakan kelinci yang dikembangkan oleh pola usaha budidaya kelinci di tempat penelitian yakni budidaya anakan dan pengumpul kelinci pedaging, pola usaha tersebut merupakan pola usaha I. Selain itu akan dilakukan rancangan analisis kelayakan finansial usaha peternakan kelinci yang dilakukan secara terpisah yaitu budidaya anakan kelinci saja yang merupakan pola usaha II dan budidaya kelinci pedaging saja atau pola usaha III. Dari ketiga pola budidaya ini masing-masing akan dibandingkan tingkat kelayakan finansialnya, kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi Net Present Value NPV, Internal Rate of Return IRR, Net Benefit per Cost Net BC, dan Payback periode serta analisis Switching value.

7.1 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha I

7.1.1 Arus Penerimaan Inflow

Dalam pola usaha ini arus penerimaan berupa nilai produksi total yang diperoleh setelah proyek berakhir. Penerimaan yang diperoleh pada pola usaha ini adalah penjualan anakan yang dihasilkan, penjualan kelinci pedaging dan pendapatan dari nilai sisa. Pada Asep’s Rabbit Project terdapat 200 ekor indukan betina dan 100 ekor indukan jantan. Seekor induk betina diasumsikan dapat melahirkan rata-rata 6 ekor anak dengan mempertimbangkan tingkat kematian anak sebesar 15 persen sehingga diasumsikan satu ekor kelinci melahirkan 5 ekor anak yang siap dipasarkan. Jumlah anak yang dihasilkan dari 200 ekor indukan betina dalam satu kali masa bunting adalah 1000 ekor, tetapi masa bunting diatur agar setiap bulan bisa mendapatkan penerimaan dari penjualan anakan. Sehingga setiap bulan akan menghasilkan 500 ekor anak dengan mengawinkan 100 ekor indukan betina dengan 50 pejantan setiap bulannya. Anak kelinci yang dilahirkan akan menjalani masa menyusui selama 28 hari sebelum bisa dipasarkan. Harga rata-rata anakan kelinci yang berusia 28 hari yang siap dipasarkan sangat bervariasi yaitu : Rex, Lop, Lion, Anggora, dan Dutch, sehingga dalam penelitian ini diasumsikan harga anakan adalah Rp 50.000 per ekor dengan mengambil rata-rata harga dari kelima jenis kelinci tersebut. Penerimaan pada pola usaha I dari penjualan anakan kelinci dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Penjualan anakan kelinci yang dihasilkan oleh pola usaha I Tahun Produksi ekor Nilai Rp 1 3.500 175.000.000 2 6.000 300.000.000 3 6.000 300.000.000 4 6.000 300.000.000 Total 21.500 1.075.000.000 Peneriman pada pola usaha I selain dari budidaya anakan kelinci juga dari keuntungan sebagai pedagang pengumpul kelinci pedaging. Pada pola usaha I pendapatan dari kelinci pedaging adalah dengan membeli kelinci pedaging dari peternak kelinci sekitar dengan harga Rp 15.000 per kg hidup dan menjualnya kembali kepada pemesan sebesar Rp 18.000 per kg hidup, sehingga keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 3.000 per kg hidup. Harga beli dan harga jual tersebut diasumsikan tetap setiap tahunnya dan digunakan harga yang berlaku pada bulan maret 2008. Setiap bulannya peternak dapat menjual sekitar 500 ekor per bulan dengan berat 1 ton hidup dan pada tahun pertama penjualan dimulai pada agustus sehingga hanya melakukan 5 kali penjualan dan pada tahun berikutnya penjualan dilakukan setiap bulan. Pada Tabel 8 akan digambarkan mengenai penerimaan dari hasil penjualan kelinci pedaging yang diterima oleh Asep’s Rabbit Project. Tabel 8. Hasil Penjualan kelinci pedaging yang dihasilkan oleh pola usaha I Tahun Nilai Beli Rp Nilai Jual Rp PenerimaanRp 1 75.000.000 90.000.000 15.000.000 2 180.000.000 216.000.000 36.000.000 3 180.000.000 216.000.000 36.000.000 4 180.000.000 216.000.000 36.000.000 Total 615.000.000 738.000.000 123.000.000 Salvge value adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak habis terpakai selama umur ekonomis proyek. Salvage value terjadi pada akhir umur proyek sehingga nilai sisa diperhitungkan sebagai tambahan manfaat usaha. Nilai sisa pada peternakan kelinci diperoleh dari komponen biaya yang tidak habis terpakai karena belum mencapai umur ekonomisnya yaitu lahan, bangunan kandang, mesin pellet, dan indukan jantan. Diasumsikan harga jual lahan sama dengan harga beli lahan dan total nilai salvage value yaitu sebesar Rp 66.821.429. Nilai salvage value dapat dilihat pada Lampiran 13.

7.1.2 Arus Pegeluaran Outflow

Struktur biaya dalam usaha ini dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Ketiga komponen biaya ini dimasukan ke dalam arus kas keluar outflow. a. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek tahun pertama. Biaya investasi yang dikeluarkan pada pola usaha I terdiri dari: 1. Indukan betina yang siap kawin dan memiliki masa produktif untuk bunting selama lima tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor Asep’s Rabbit Project. 2. Indukan jantan yang siap kawin dan memilik masa produktif untuk membuahi selama tujuh tahun dibeli dengan harga Rp 2.000.000 per ekor Asep’s Rabbit Project. 3. Lahan yang berfungsi untuk mendirikan bangunan dan kandang yang digunakan sebagai tempat pembudidayaan. Dibeli dengan harga Rp 24.000.000. 4. Biaya pembuatan bangunan dan kandang yang berfungsi sebagai tempat pembudidayaan kelinci. Bangunan yang digunakan berukuran 240 m 2 yaitu 8 meter x 30 meter berjumlah satu buah. Bangunan kandang merupakan tempat perlidungan bagi kelinci dari suhu luar, di dalam bangunan dibuat kandang yang berukuran 70 cm x 60 cm berjumlah 300 buah sehingga luas total dari kandang sebesar 126 m 2 . Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan kandang sebesar Rp 16.000.000 5. Mesin pellet berfungsi untuk membuat makan olahan atau yang bisaa disebut dengan pelet bagi kelinci sehingga kadar nutrisi pakan yang diberikan dapat dijaga. Biaya total yang digunakan untuk memproduksi mesin pellet ini yaitu sebesar Rp 12.500.000. 6. Tempat makan dan minum berfungsi sebagai wadah untuk tempat makanan dan air agar kelinci mudah untuk makan dan minum serta untuk menjaga kebersihan kandang. Investasi yang dikeluarkan untuk pembelian tempat pakan dan minum sebesar Rp 2.400.000. 7. Peralatan pendukung peternakan seperti alat-alat kebersihan, ember dan lainnya, total biaya investasi yang dikeluarkan untuk peralatan kandang ini sebesar Rp 1.000.000. Dari keseluruhan total investasi yang dikeluakan oleh pola usaha I, biaya investasi terbesar adalah untuk pembelian indukan sebesar 89,9 persen dari total investasi yang dikeluarkan dan sisanya yaitu sebesar 10,1 persen digunakan untuk biaya investasi yang lain seperti pembelian lahan, pembuatan bangunan dan kandang, produksi mesin pellet, pembelian tempat makan dan minum. Lampiran 14 menyajikan komponen biaya investasi pada pola usaha I. b. Biaya Operasional Biaya operasional yang dikeluarkan pada pola usaha I adalah biaya pakan yang merupakan pakan olahan dari daun-daun, rumput, bungkil kedelai, arang, dan jagung yang memiliki komposisi seimbang yang cocok untuk kelinci. Komposisi pakan yang dibuat oleh Asep’s Rabbit Project adalah: dedak 40 persen, bungkil kedelai 20 persen, Jagung 10 persen, bungkil kelapa 10 persen, dan mineral 1 persen dan rumput 19 persen Asep’s Rabbit Project. Biaya operasional tahun pertama berbeda dengan tahun berikutnya disebabkan karana usaha ternak kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan maret sehingga perhitungan biaya tahun pertama hanya 10 bulan. Kebutuhan pellet untuk satu ekor kelinci adalah 100 gram per hari sehingga kebutuhan pakan untuk 300 ekor kelinci per tahun adalah sebesar 9 ton untuk tahun pertama dan 10,8 ton untuk tahun selanjutnya, dengan harga produksi pakan yaitu sebesar Rp 4480 per kilogram sehingga dalam tahun pertama Asep’s Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 40.320.000. Biaya operasional lainnya yaitu obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Obat - obat yang digunakan oleh Asep’s Rabbit Project antara lain: Hipomex, Hipermektin, Trovit excellent, Intermektin, dan spektaral. Perincian biaya operasional tahun pertama dapat dilihat pada Lampiran 15. Biaya operasional tahun pertama yang berbeda dengan tahun berikutnya disebabkan karana usaha ternak kelinci ini baru dimulai pada minggu kedua bulan maret sehingga perhitungan biaya tahun pertama hanya 10 bulan. Pada tahun berikutnya Asep’s Rabbit Project harus mengeluarkan Rp 48.384.000 untuk biaya pakan sebanyak 10,8 ton. Biaya-biaya operasional lainnya berupa obat dan pembelian pulsa atau biaya telpon. Untuk obat-obatan satu ekor kelinci dianggarkan sebesar Rp 1000 per bulan, biaya ini merupakan biaya darurat yang bisa terpakai atupun tidak. Perincian biaya operasional tahun ke-2 dan seterusnya dapat dilihat pada Lampiran 16 . c. Biaya Tetap Biaya Tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh perubahan volume produksi dan dalam analisis ini diasumsikan tetap setiap bulannya, sehingga ada selisih antara tahun pertama dengan tahun berikutnya. Biaya tetap dalam budidaya kelinci ini berupa gaji karyawan, upah karyawan harian, makan dan rokok, perawatan mesin, dan perawatan kandang. Karwayan tetap yang berjumlah 2 orang diberi gaji per bulan sebesar Rp 800.000 per orang, serta makan dan rokok setiap hari sebesar Rp 17.500 per orang. Sedangkan karyawan lepas merupakan karayawan yang hanya bertugas untuk mencari rumput setiap harinya dan diberi upah per hari sebesar Rp 30.000. serta biaya perawatan mesin untuk ganti oli dan spare part lainnya sebesar Rp 100.000 per bulan dan perawatan kandang sebesar Rp 100.000 per 3 bulan. Perincian biaya tetap tahun pertama dapat dilahat pada lampiran 17. Pada tahun pertama kegiatan usaha baru dimulai pada bulan maret sehingga terdapat selisih perhitungan antara tahun pertama dan kedua. Pada tahun pertama perhitungan biaya tetap hanya selama 10 bulan sedangkan pada tahun berikutnya dilakukan perhitungan penuh selama 12 bulan. Perincian perhitungan biaya tetap tahun kedua dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran 18.

7.1.3 Kelayakan Finansial Pola Usaha I

Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Net Present Value, Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback periode . Berdasarkan hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada tingkat diskonto 8,00 persen, diperoleh NPV sebesar 363.123.588. Nilai ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh pada kegiatan usaha pembenihan kelinci dan kelinci pedaging adalah sebesar Rp 363.123.588 selama 5 tahun menurut nilai sekarang. Nilai Net BC yang diperoleh adalah 1,88 yang berarti untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan memberikan manfaat sebesar 1,88. Internal Rate of Return yang diperoleh yaitu 31 persen menunjukan bahwa tingkat suku bunga atau tingkat diskonto 31 persen merupakan tingkat diskonto yang menghasilkan nilai NPV sebesar nol. Perhitungan payback periode dapat diketahui bahwa masa yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi adalah selama 3,17 atau selama 3 tahun 2 bulan dan 12 hari. Berdasarkan nilai kriteria investasi, dapat dinyatakan bahwa pola usaha I layak untuk dusahakan. Hasil perhitungan analisis finansial pola usaha I dapa dilihat pada Tabel 9 dan untuk rincian cashflow dapat dilihat pada Lampiran 31. Tabel 9. Hasil analisis Finansial Pola Usaha I Kriteria Investasi Nilai NPV Rp Net BC IRR Payback periode 363.123.588 1,88 31 3,17

7.1.4 Analisis Switching value

Analisis Switching value terhadap penurunan produksi, penurunan harga output , penurunan produksi, kenaikan harga indukan, dan kenaikan harga pakan dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa persen penurunan atau kenaikan harga tersebut yang dapat menyebabkan proyek tersebut tidak layak lagi untuk dilaksanakan, dengan kata lain dicari tingkat perubahan harga yang menyebabkan nilai NPV negative terkecil NPV = 0 yang disebut nilai pengganti. Nilai persentase perubhan tersebut diperoleh dengan cara mengiterpolasikan persentase perubahan harga pembuat NPV negatif dan membuat NPV positif dalam selang satu persen. Hasil analisis switching value pola usaha I dapat dilihat pada Tabel 10 dan untuk lebih rincinya cashflow analisis switching value dapat dilihat pada Lampiran 33 sampai Lampiran 40. Tabel 10. Hasil analisis swiching value pada pola usaha I Faktor perubahan Persentase penurunan - atau peningkatan + Penurunan harga output Penurunan produksi Peningkatan harga indukan Peningkatan harga pakan - 33,56 - 33,56 + 181,88 + 295,53 Tabel di atas menunjukan nilai-nilai kriteria investasi yang tidak layak lagi akibat adanya perubahan-perubahan pada masing-masing harga output, produksi harga indukan dan harga pakan. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa nilai nol dari NPV diperoleh pada penurunan harga output sebesar 33,56 persen atau harga output mengalami penurunan sampai dengan Rp 33.220. Hal ini mengandung arti bahwa penurunan harga output yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau harga anakan lebih tinggi dari Rp 33.220 Demikian halnya dengan analisis switching value pada penurunan produksi. Usaha peternakan kelinci ini tidak layak lagi NPV = 0 jika terjadi penurunan produksi sebesar 33,56 persen atau produksi anakan tahun pertama hanya sekitar 2325 ekor dan tahun berikutnya 3986 ekortahun. Angka tersebut mengandung arti bahwa penurunan produksi yang masih ditoleransi oleh kelayakan usaha adalah lebih kecil dari 33,56 persen atau produksi lebih besar dari 2325 ekor pada tahun pertama dan lebih besar dari 3986 ekor pada tahun kedua. Analisis switching value terhadap kenaikan harga indukan menunjukan NPV = 0 ketika terjadi kenaikan harga pakan sebesar 181,88 persen atau harga indukan mencapai harga Rp 3.637.400 per ekor. Ini berarti usaha pola usaha I masih layak diusahakan apabila kenaikan harga indukan di bawah 181,88 persen atau di bawah Rp 3.637.400. Pakan merupakan hal terpenting dalam usaha ini sehingga perubahan sangat berpengruh terhadap kelangsungan usaha. Kenaikan harga pakan yang masih di toleransi oleh usaha adalah sebesar 295,06 persen atau sebesar Rp 13.239 per kg. artinya pola usaha I masih layak dijalankan apabila kenaikan harga pakan di bawah 295,53 persen atau harga pakan lebih rendah dari Rp 13.239 per kg.

7.2 Analisis Kelayakan Finansial Pola Usaha II