tingkat diskonto yang digunakan, dan niali Net BC sama dengan satu cateris paribus
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Pertanian merupakan sektor yang paling penting dari suatu bangsa, karena produk - produk pertanian merupakan kebutuhan pokok manusia. Selain itu
sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian di sektor pertanian. Subsektor peternakan memegang peranan penting sebagai salah satu sumber
pertumbuhan, khususnya bagi sektor pertanian dan umumnya perekonomian Indonesia. Subsektor peternakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan sektor pertanian, diutamakan untuk memenuhi pangan dan gizi melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi yang telah ada serta
pembangunan daerah-daerah baru. Produk – produk subsektor peternakan merupakan salah satu sumber
protein terutama protein hewani, antara lain daging sapi, daging ayam, daging kambing, dan juga daging kelinci. Tetapi saat ini daging kelinci belum dikenal
dan dikonsumsi oleh masyarakat luas sebagai asupan protein karena mereka masih menganggap bahwa kelinci merupakan binatang eksotis yang berfungsi sebagai
binatang peliharaan dan koleksi. Kenaikan konsumsi daging setiap tahunnya berdampak pada peningkatan impor yang dilakukan pemerintah setiap tahunnya
hal ini dikarenakan produksi dalam negeri masih di bawah permintaan pasar dalam negeri.
Kenaikan harga daging sapi saat ini juga berdampak pada penurunan daya beli masyarakat, hal ini dapat dilihat dari penurunan omzet penjualan yang
dialami oleh para pedagang daging sapi. Hal ini dapat menjadi peluang bagi
daging kelinci untuk mensubtitusi daging sapi karena harga daging kelinci relatif lebih murah dan juga memiliki kelebihan dibandingkan dengan daging ternak
lainnya, diantaranya memiliki kadar lemak jenuh yang rendah dibandingkan ternak lain seperti sapi, domba, dan kambing serta kandungan proteinnya yang
tinggi membuat daging kelinci baik untuk menjaga jaringan tubuh, membentuk sel-sel, dan meningkatkan kecerdasan otak seperti yang tercantum dalam Tabel 4.
Lahan yang digunakan untuk berternak kelinci oleh Bapak Asep yang terbatas hanya kurang lebih 200m
2
tetapi di dalamnya terdapat kandang yang berjajar rapi membentuk 4 baris memanjang. Kandang yang dipergunakan untuk
berternak kelinci sangat terjaga kebersihannya sehingga menjamin bahwa ternak yang ada di dalamnya sehat dan terawat. Keterbatasan lahan yang dimiliki oleh
Bapak Asep berakibat pada produksi yang relatif kecil sehingga terkadang permintaan pasar tidak dapat dipenuhi seluruhnya. Hal ini berdampak pada tingkat
keuntungan yang akan menurun karena tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Selain itu harga input yang digunakan dalam berternak kelinci cukup tinggi
sehingga peternak meminimumkan biaya dengan membeli bibit – bibit pilihan saja.
Permintaan akan anakan kelinci dan kelinci pedaging sangat besar bila dibandingkan dengan penawaran yang dilakukan oleh Asep’s Rabbit Project. Oleh
karena itu Asep’s Rabbit Project berencana untuk mengembangkan usahanya agar permintaan potensial tersebut dapat terpenuhi.
Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kelayakan finansial peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project dilihat dari berbagai macam aspek. Aspek – aspek
yang digunakan dalam menganalisis kelayakan finansial peternakan kelinci Asep’s
Rabbit Project adalah aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis dan aspek
finansial. Analisis dari aspek finansial dilakukan melalui beberapa kriteria kelayakan investasi yang bertujuan untuk menganalisa sejauh mana tingkat
kelayakan usaha peternakan kelinci tersebut. Dalam
menganalisa suatu
proyek, bisaanya
akan menghadapi
ketidakpastian atau perubahan - perubahan yang dapat terjadi pada keadaan yang telah diperkirakan. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan-
perubahan, baik pada arus manfaat maupun arus biaya, sehingga perlu dilakukan analisis sensitifitas melaui analisis switching value untuk mengetahui seberapa
besar perubahan pada tingkat manfaat dan biaya dapat terjadi, sehingga masih memenuhi kriteria minimum kelayakan investasi. Untuk memperjelas gambaran
mengenai penelitian yang dilakukan, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran penelitian operasional yang disajikan dalam gambar 2.
Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
Permintaan pada Asep’s Rabbit Project belum dapat dipenuhi oleh produksi saat ini
sehingga akan dilakukan pengembangan usaha oleh Asep’s Rabbit Project tetapi
pengembangan usaha ini membutuhkan investasi yang cukup besar.
Analisis kelayakan Usaha
Analisis Switching Value
Aspek pasar Aspek teknis
Aspek manajemen Aspek hukum
Aspek sosial
Tidak Layak layak
Pengembangan peternakan kelinci
Asep’s Rabbit Project Aspek finansial
NPV IRR
Net BC Payback Periode
Reinvestasi usaha Realokasi sumberdaya
Reevaluasi manajemen, pasar, dan
teknik budidaya Apakah Investasi pada peternakan
kelinci menguntungkan? Apakah proyek pengembangan usaha
ini peka terhadap penurunan harga output, penurunan produksi, pengkatan
harga indukan dan peningkatan harga pakan?
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan kelinci Asep’s Rabbit Project yang
terletak di Lembang Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat. Dipilihnya tempat ini sebagai tempat penelitian dikarenakan pemilik dari Peternakan kelinci Asep’s
Rabbit Project merupakan ketua perhimpunan peternak kelinci di daerah
Lembang, beliau memiliki beberapa peternak binaan yang tertarik untuk memulai berternak kelinci. Selain itu peternakan Asep Sutisna merupakan salah satu
peternakan kelinci yang sedang berjalan dan sedang dalam upaya pengembangan, sehingga cocok sebagai tempat penelitian yang khususnya untuk menstudi
kelayakan usaha peternakan kelinci. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data