Kecamatan PPK hingga PNPM-MPd telah membuktikan bahwa masyarakat diberi kesempatan sepenuhnya dalam menyampaikan aspirasi, merencanakan,
melaksanakan dan memanfaatkan serta melestarikan kegiatan, mendapatkan hasil yang cukup menggembirakan. Majalah Sinergis, 2012.
4.10. Hambatan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam
Kerawanan pangan mempunyai korelasi positif dan erat kaitannya dengan kemiskinan, oleh karena itu fokus pembangunan pada saat ini diarahkan pada
penanganan masalah kerawanan pangan dan kemiskinan dengan jalan meningkatkan ketahanan pangan. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu rencana
program ketahanan pangan masyarakat adalah penurunan tingkat kemiskinan perdesaan dan pemenuhan kebutuhan pangan sampai tingkat rumah tangga.
Ketahanan pangan diwujudkan bersama dengan masyarakat dan pemerintah, serta dikembangkan mulai tingkat rumah tangga. Apabila setiap rumah tangga sudah
mencapai ketahanan pangan maka secara otomatis ketahanan pangan masyarakat,
daerah, dan nasional akan tercapai.
Pada saat ini program desa mandiri pangan di Kota Subulussalam telah mencapai tahap pengembangan. Dalam setiap tahap yang dilakukan memang tidak
mudah dijalani ada saja hambatan yang dirasakan. Hambatan adalah hal yang selalu hadir dalam setiap hal, terutama jika berbicara mengenai sebuah program,
apalagi jika menyangkut mengenai program pemerintah. Dalam program desa mandiri
pangan terdapat
hambatan-hambatan yang
dirasakan ketika
pelaksanaannya. Hambatan tersebut muncul dari berbagai unsur, yaitu dari anggota, pengurus dan Pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Hambatan yang muncul dari anggota kelompok adalah bermacam-macam diantaranya keaktifan dalam mengikuti setiap program yang dilakukan oleh
Pemerintah. Contohnya ketika ada pertemuan yang diadakan baik itu berupa pelatihan maupun sosialisasi program seringkali beberapa anggota tidak dapat
mengikuti kegiatan tersebut. Ketidakhadiran anggota disebabkan oleh berbagai macam alasan dan yang paling utama adalah alasan pekerjaan. Kegiatan yang
diadakan seringkali tidak pada waktu yang tepat. Kegiatan sosialisasi biasanya diadakan pada siang hari dan berdasarkan
hasil observasi peneliti mengetahui apabila pada saat itu kebanyakan dari kelompok petani melakukan kegiatan masing-masing seperti bertani dan
berdagang sehingga mereka tidak dapat mengikuti kegiatan yang diselenggarakan. Dengan ketidakhadiran tersebut seringkali informasi yang didapatkan oleh
anggota kurang maksimal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Alfian dkk 1997
menunjukkan bahwa komunikasi interaktif ternyata berhasil secara efektif dalam hal memberikan pemahaman tentang pentingnya pembangunan, dan mampu
menumbuhkan partisipasi positif bagi masyarakat perdesaan dalam pembangunan. Keberhasilan komunikasi interaktif sebagai sarana sosialisasi program
pembangunan masyarakat desa ini dikarenakan model komunikasi interaktif memiliki kelebihan dibandingkan dengan model komunikasi linier untuk
diterapkan di wilayah pedesaan. Kelebihan model komunikasi ini, salah satunya adalah terletak pada prosesnya yang berjalan secara menyebar ke segala arah
sehingga arus informasi tidak berjalan satu arah yang dapat dianggap sebagai
Universitas Sumatera Utara
suatu instruksi, melainkan berjalan secara timbal balik dari dan ke segala arah di antara pihak-pihak yang terlibat. Artinya di antara mereka yang terlibat dalam
proses komunikasi terdapat proses saling mempengaruhi, memberi dan menerima informasi secara seimbang guna membentuk kesamaan pengertian di antara
mereka. Oleh karenanya sosialisasi program juga harus dilakukan melalui proses komunikasi interaktif.
Masalah yang terakhir adalah masalah yang ditimbulkan oleh pemerintah pusat. Seringkali dana yang seharusnya diberikan tepat waktu sesuai dengan
program mengalami keterlambatan dalam hal pencairan dana. Dengan terlambatnya pencairan dana kegiatan yang dilakukan juga mengalami
keterlambatan dikarenakan tidak adanya biaya operasional untuk melakukan kegiatan. Dengan keterlambatan dana, maka gaji untuk pegawai pemerintah dan
pendamping juga mengalami hambatan. Hal tersebut menyebabkan pegawai dan pendamping tersebut kurang bersemangat dan kurang optimal dalam melakukan
tugasnya. Hasil penelitian SMERU 2008 menunjukkan bahwa secara umum tingkat
kepuasan penerima terhadap pelaksanaan Raskin adalah paling tinggi dibanding tingkat kepuasan aparattokoh desakelurahan atau kabupatenkota. Penelitian ini
juga menunjukkan adanya perbedaan penilaian terhadap keberadaan Raskin. Sebagian aparat kurang setuju karena menganggap Raskin sebagai “program yang
hanya memberi ikan, bukannya kail. Sebagian aparat lainnya setuju sepanjang pelaksanaannya tepat sasaran. Sementara itu, masyarakat penerima merasa
terbantu dengan keberadaan Raskin dan mereka menilai keberadaan program tidak
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi etos
kerja. Pada
dasarnya, kesederhanaan
birokrasi penyelenggaraan program Raskin yang diserahkan kepada Bulog dan pemerintah
daerah merupakan kunci keefisienan pelaksanaan program ini. Persoalan kemudian muncul lebih karena kedua pelaksana tersebut adalah instansi yang para
karyawannya biasa bekerja dengan pendekatan teknis, sementara kemiskinan merupakan persoalan yang berdimensi jamak dan memerlukan pendekatan sosial,
ekonomi, dan politik secara komprehensif. Adanya mekanisme pengaduan yang jelas dapat memberikan umpan balik bagi pelaksanaan program pada tahap-tahap
selanjutnya, selain menghindari munculnya berbagai aksi kekerasan dan gejolak sosial. Pengembangan mekanisme pengaduan ini juga sepatutnya membuka
kesempatan bagi munculnya inisiatif lokal dalam penyelesaian masalah yang dihadapi.
Dengan memperhatikan berbagai permasalahan yang terjadi dalam pelaksanan program Demapan maupun dalam pelaksanaan program pemerintah
lainnya yang berusaha mengurangi kemiskinan masyarakat seperti program raskin, hendaknya semua stakeholder dapat belajar dari kekurangan-kekurangan
pelaksanaan program pemerintah sebelumnya sehingga program Demapan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terus dilanjutkan,
seperti memperbaiki proses sosialisasi program ke masyarakat penerima manfaat sehingga masyarakat ikut serta hadir dalam setiap tahapan proses kegiatan
Demapan. Dengan adanya sosialisasi ini pula diharapkan pemerintah dapat memperbaiki sikap mental dan pola pikir masyarakat terhadap keberlanjutan
berbagai program pemerintah, karena selama ini adanya sebagian masyarakat
Universitas Sumatera Utara
yang beranggapan bahwa program pemberdayaan masyarakat miskin hanyalah program pembagian uang secara gratis kepada masyarakat seperti istilah membagi
ikan, bukan kail. Padahal harapan pemerintah adalah sebaliknya, pemerintah membagikan kail bagi agar masyarakat mampu mencari ikan sendiri. Mengingat
model komunikasi interaktif terbukti sangat cocok bagi masyarakat desa, maka tidak ada salahnya apabila pihak pemerintah daerah di era otonomi ini
mengadopsi model komunikasi ini sebagai sarana sosialisasi program-program pembangunan di pedesaan. Selanjutnya memperbaiki sistem perencanaan
anggaran sehingga tidak terjadinya keterlambatan pencairan dana, memilih daerah yang tepat untuk melaksanakan program Demapan sesuai karakteristik potensi
Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia, menyederhanakan birokrasi sehingga mudah dipahami masyarakat dan pelaksana lapangan, melatih
pendamping lapangan dan penyuluh kegiatan yang tidak hanya bekerja secara teknis namun mampu melakukan pendekatan sosial, ekonomi, dan politik secara
komprehensif dengan masyarakat daerah binaan sehingga mampu beradaptasi dan diterima oleh masyarakat sekitar.
Secara teoritis program Demapan memang berpotensi sebagai program penanggulangan kemiskinan menyeluruh. Program ini dapat menjadi alat bagi
pemerintah untuk menanggulangi kesenjangan di masyarakat saat kondisi perekonomian sedang krisis. Namun demikian, pelaksanaannya memerlukan
persiapan, perencanaan serta rancang bangun yang tepat, dan perlu diperhatikan masalah yang berkaitan dengan ketergantungan masyarakat terhadap bantuan dari
pemerintah serta persoalan strategi pengakhiran program exit strategy. Selain
Universitas Sumatera Utara
itu, pemerintah juga perlu memperhatikan beberapa hal berkaitan dengan penerapan program Demapan. Pertama, diperlukannya percontohan dengan skala
kecil sebelum program ini dijalankan secara nasional. Kedua, bahwa program bantuan Demapan hendaknya bisa memberdayakan masyarakat miskin agar
mereka kelak bisa keluar dari kemiskinan. Dalam hal ini, pemberdayaan keluarga miskin merupakan salah satu faktor kunci bagi perbaikan kesejahteraan
masyarakat secara umum yang juga perlu mendapat perhatian. Harapan terbesar dari pelaksanaan Program Demapan ini adalah sesuai
dengan tujuan kegiatan Demapan yaitu meningkatkan keberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang dikuasai untuk mencapai kemandirian
pangan rumah tangga dan masyarakat melalui pemberian pinjaman modal untuk mengembangkan usaha yang dimiliki dan juga pemberian pengetahuan mengenai
pangan. Akan tetapi diharapkan pula pemerintah merancang program lain yang dapat memberdayakan masyarakat miskin tersebut, sehingga tidak terlalu
bergantung pada program bantuan dari pemerintah.
4.10. Manfaat Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam