Hasil Uji Sudut Kontak Kain Nylon 6,6

64 Penambahan senyawa heksadesiltrimetoksisilan HDTMS pada penelitian ini bertujuan untuk membuat permukaan sampel kain Nylon 6,6 menjadi lebih hidrofobik. Senyawa HDTMS yang merupakan salah satu senyawa silan, dan senyawa silan merupakan salah satu senyawa yang dapat membuat suatu material mempunyai sudut kontak semakin besar karena senyawa silan mempunyai kemampuan untuk menurunkan energi permukaan pada suatu material sebagaimana yang dikatakan Shateri-Khalilabad Yazdanshenas 2013. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini telah menunjukkan bahwa senyawa HDTMS mampu membuat permukaan suatu material mempunyai sudut kontak lebih besar dan semakin bersifat hidrofobik. Hal tersebut terbukti dari sampel kain Nylon 6,6 dengan penambahan HDTMS N2 mempunyai sudut kontak paling besar dibandingkan sampel lainnya. S enyawa HDTMS merupakan “amphiphilic molecule” dengan bagian kepala SiOCH 3 3 yang bersifat hidrofilik, dan bagian ekor yang merupakan gugus alkil panjang C 16 H 33 yang bersifat hidrofobik. Senyawa ini dapat memberi suatu energi bebas permukaan yang rendah Dhotel, 2010. Sampel kain Nylon 6,6 yang ditambahkan senyawa HDTMS akan berinteraksi dan membentuk suatu ikatan yang mengakibatkan energi bebas permukaan turun sehingga permukaan sampel kain akan bersifat hidrofobik. Awalnya senyawa HDTMS yang dilapiskan pada suatu permukaan material akan mengalami reksi hidrolisis terlebih dahulu dan menghasilkan gugus –OH. Reaksi hidrolisis dari HDTMS menurut Dhotel 2010 sebagai berikut : C 16 H 33 SiOCH 3 3 + 3H 2 O C 16 H 33 SiOH 3 + 3CH 3 OH 65 Selanjutnya gugus –OH dari HDTMS tersebut akan membentuk ikatan dengan gugus khas dari permukaan kain Nylon yaitu –CONH– membentuk ikatan Si–N. Akibat terjadinya ikatan tersebut bagian ekor dari HDTMS yaitu gugus panjang alkil yang bersifat hidrofobik akan memanjang ke luar permukaan dan menjadi penghalang untuk molekul air membasahi permukaan kain sehingga kain Nylon akan bersifat hidrofobik. Mekanisme pelapisan permukaan kain Nylon oleh HDTMS diperkirakan seperti ditunjukkan oleh Gambar 21. Gambar 21. Mekanisme Pelapisan Permukaan Kain Nylon oleh HDTMS Sampel kain Nylon 6,6 yang ditambahkan nanopartikel perak dilanjutkan penambahan HDTMS N3 dan sampel kain Nylon 6,6 yang ditambahan HDTMS dilanjutkan dengan nanopartikel perak N4 memberikan nilai sudut kontak secara berturut-turut adalah 106,5º dan 106,35º, keduanya termasuk bersifat hidrofobik. Menambahkan nanopartikel perak terlebih dahulu atau HDTMS terlebih dahulu 66 ternyata tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap nilai sudut kontak yang dihasilkan dari sampel kain Nylon 6,6. Nilai sudut kontak yang dihasilkan dari N3 dan N4 ternyata tidak sebesar nilai sudut kontak dari N2 walaupun pada N3 dan N4 juga dilakukan penambahan senyawa HDTMS. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan nanopartikel perak pada sampel kain Nylon 6,6 yang juga terlapisi HDTMS menyebabkan penurunan sudut kontak. Deposit nanopartikel perak menyebabkan penurunan nilai sudut kontak diperkirakan karena luas daerah kontak kain Nylon 6,6 dengan HDTMS semakin sempit. Dengan demikian HDTMS tidak dapat melapisi kain Nylon 6,6 secara sempurna.

4. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kain Nylon 6,6 terhadap Bakteri

Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan menggunakan metode difusi, tujuan dilakukan pengujian tersebut adalah untuk mengetahui apakah penambahan nanopartikel perak, senyawa HDTMS, ataupun campuran keduanya mempunyai pengaruh terhadap aktivitas antibakteri kain Nyon 6,6. Bakteri uji yang digunakan merupakan spesies bakteri gram positif dan bakteri gram negatif yaitu bakteri Staphylococcus aureus ATCC 2592 dan Escherichia coli ATCC 35218. Diameter zona bening merupakan parameter yang diuji. Semakin besar diameter zona bening yang terbentuk maka aktivitas antibakteri sampel semakin baik, artinya sampel mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji dengan efektif. Berdasarkan Gambar 16 dan Gambar 18 menunjukkan bahwa pengukuran pada saat 24 jam dan 30 jam waktu inkubasi belum menghasilkan zona bening. Hal tersebut disebabkan karena bakteri masih dalam fase adaptasi sehingga efek penghambatan terhadap bakteri belum terjadi. Zona bening mulai dihasilkan pada 67 saat waktu inkubasi 42 jam, diperkirakan pada waktu tersebut bakteri sudah memasuki fase perbanyakan sehingga aktivitas antibakteri dari sampel dapat terlihat. Dapat diketahui pula bahwa semua sampel mempunyai aktivitas antibakteri yang berbeda-beda, terlihat dari data diameter zona bening yang diperoleh. Dalam penelitian ini nanopartikel perak digunakan untuk meningkatkan sifat antibakteri dari sampel kain Nylon 6,6, hal tersebut dikarenakan nanopartikel perak mempunyai sifat antimikroba dan mampu membunuh semua mikroorganisme yang patogen. Sampel kain Nylon 6,6 yang didepositkan nanopartikel perak adalah sampel N1. Berdasarkan hasil penelitian sampel N1 memberikan aktivitas antibakteri cukup tinggi baik terhadap bakteri S. aureus maupun terhadap bakteri E. coli. Nanopartikel perak dalam menghambat dan merusak mikroorganisme melalui suatu mekanisme seperti yang ditunjukkan pada Gambar 22, prosesnya diawali dengan nanopartikel perak melepaskan ion Ag + . Selanjutnya ion Ag + akan berinteraksi dengan gugus tiol sulfidril -SH pada protein permukaan, ion Ag + akan menggantikan kation hidrogen H + dari gugus tiol sulfidril menghasilkan gugus S- Ag yang lebih stabil. Hal tersebut akan menonaktifkan protein dan menurunkan permeabilitas membran. Proses selanjutnya adalah senyawa perak akan memasuki sel serta mengubah struktur DNA dan akhirnya menyebabkan kematian sel Feng et al., 2010.