Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Kain Nylon 6,6 terhadap Bakteri

67 saat waktu inkubasi 42 jam, diperkirakan pada waktu tersebut bakteri sudah memasuki fase perbanyakan sehingga aktivitas antibakteri dari sampel dapat terlihat. Dapat diketahui pula bahwa semua sampel mempunyai aktivitas antibakteri yang berbeda-beda, terlihat dari data diameter zona bening yang diperoleh. Dalam penelitian ini nanopartikel perak digunakan untuk meningkatkan sifat antibakteri dari sampel kain Nylon 6,6, hal tersebut dikarenakan nanopartikel perak mempunyai sifat antimikroba dan mampu membunuh semua mikroorganisme yang patogen. Sampel kain Nylon 6,6 yang didepositkan nanopartikel perak adalah sampel N1. Berdasarkan hasil penelitian sampel N1 memberikan aktivitas antibakteri cukup tinggi baik terhadap bakteri S. aureus maupun terhadap bakteri E. coli. Nanopartikel perak dalam menghambat dan merusak mikroorganisme melalui suatu mekanisme seperti yang ditunjukkan pada Gambar 22, prosesnya diawali dengan nanopartikel perak melepaskan ion Ag + . Selanjutnya ion Ag + akan berinteraksi dengan gugus tiol sulfidril -SH pada protein permukaan, ion Ag + akan menggantikan kation hidrogen H + dari gugus tiol sulfidril menghasilkan gugus S- Ag yang lebih stabil. Hal tersebut akan menonaktifkan protein dan menurunkan permeabilitas membran. Proses selanjutnya adalah senyawa perak akan memasuki sel serta mengubah struktur DNA dan akhirnya menyebabkan kematian sel Feng et al., 2010. 68 Gambar 22. Mekanisme Aktivitas Antibakteri Nanopartikel Perak Murti et al., 2012 Sampel kain Nylon 6,6 dengan penambahan senyawa HDTMS N2 juga menunjukkan aktivitas antibakteri, tujuan sebenarnya penambahan senyawa HDTMS pada penelitian ini adalah untuk membuat permukaan sampel kain Nylon 6,6 bersifat lebih hidrofobik. Akan tetapi penambahan senyawa HDTMS ternyata juga mampu memberikan efek penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri, hal tersebut dapat disebabkan karena kain Nylon 6,6 terlapisi senyawa HDTMS mempunyai gugus alkil panjang yang bersifat hidrofobik atau menolak air seperti ditunjukkan pada Gambar 21. Menurut Purwoko 2007 bakteri hidup di lingkungan yang lebih encer atau lebih banyak air. Dimungkinkan bakteri tidak dapat hidup pada kain Nylon 6,6 terlapisi senyawa HDTMS karena bersifat hidrofobik sehingga sampel N2 menunjukkan aktivitas anibakteri. Pengaruh aktivitas antibakteri sampel N2 juga dapat disebabkan karena adanya interaksi dari gugus fungsi senyawa HDTMS dengan bakteri. Senyawa HDTMS mempunyai tiga gugus metoksi –OCH 3 3 yang akan menjadi gugus hidroksil –OH 3 setelah terjadi reaksi hidrolisis, gugus hidroksil –OH merupakan 69 suatu nukleofil. Pembentukan molekul berenergi tinggi seperti ATP sangat penting untuk metabolisme bakteri. Dalam molekul ATP terdapat gugus berpotensi transfer tinggi yaitu gugus fosfat, gugus fosfat ini mudah tertransfer apabila diserang oleh molekul yang lebih negatif nukleofil misalnya gugus hidroksil Purwoko, 2007 : 87. Senyawa HDTMS mempunyai gugus hidroksil sehingga gugus hidroksil tersebut dapat menyerang atau bereaksi dengan gugus fosfat dan mengganggu proses pembentukan energi pada bakteri, hal tersebut yang menyebabkan pertumbuhan bakteri menjadi terhambat. Pengaruh senyawa HDTMS dapat menghambat pertumbuhan bakteri kemungkinan juga dapat dikarenakan sifat senyawa HDTMS yang mirip dengan detergen yaitu bersifat hidrofilik dan hidrofobik, selain itu senyawa HDTMS juga dapat menurunkan tegangan permukaan sama seperti detergen. Menurut Brooks et al. 2005 detergen yang mengandung gugus hidrofilik dan hidrofobik merupakan bahan antibakteri yang dapat merusak membran sitoplasma dan membunuh sel bakteri. Namun, pengaruh senyawa HDTMS terhadap aktivitas antibakteri perlu dipelajari lebih lanjut karena senyawa HDTMS bukan merupakan agen antibakteri dan belum ada teori yang relevan yang dapat dijadikan acuan. Sampel kain Nylon 6,6 dengan penambahan nanopartikel perak dilanjutkan penambahan senyawa HDTMS N3 dan sampel kain Nylon 6,6 dengan penambahan senyawa HDTMS dilanjutkan penambahan nanopartikel perak N4 juga menunjukkan aktivitas antibakteri, akan tetapi aktivitas antibakteri kedua sampel tersebut tidak sama. Sampel N3 mempunyai aktivitas antibakteri lebih tinggi dari pada sampel N4 terhadap bakteri S. aureus maupun terhadap bakteri E. 70 coli, hal tersebut dapat diketahui dari rerata diameter zona bening yang dihasilkan dari kedua sampel. Sampel N3 mempunyai rerata diameter zona bening terhadap bakteri S. aureus sebesar 0,14238 cm adapun sampel N4 sebesar 0,12000 cm dan terhadap bakteri E. coli sampel N3 mempunyai rerata sebesar 0,17775 cm sementara sampel N4 sebesar 0,13875 cm. Perbedaan aktivitas antibakteri antara N3 dan N4 disebabkan karena pengaruh nanopartikel perak yang didepositkan. Sampel N3 nanopartikel perak didepositkan terlebih dahulu terhadap sampel kain Nylon 6,6 sehingga nanopartikel perak langsung melapisi sampel, sedangkan pada N4 nanoprtikel perak didepositkan setelah sampel kain Nylon 6,6 sudah terlapisi senyawa HDTMS sehingga pada N4 nanopartikel tidak dapat sempurna melapisi sampel kain Nylon 6,6. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampel kain Nylon 6,6 tanpa modifikasi N0 juga memberikan aktivitas antibakteri, kain Nylon 6,6 merupakan suatu polimer dengan unit ulangnya –CONH. Gugus tersebut diperkirakan berikatan dengan bagian penting dari bakteri sehingga pertumbuhan bakteri menjadi terhambat. Enzim merupakan katalis hayati yang mengkatalis semua reaksi kimia dalam proses metabolisme, enzim pada bakteri akan mengalami regulasi atau pengaturan. Terdapat dua bentuk regulasi enzim, regulasi nonkovalen dan regulasi modifikasi kovalen. Regulasi modifikasi kovalen merupakan proses menempelnya suatu gugus kimia pada enzim, misalnya gugus fosfat atau nukleotida Purwoko, 2007: 97. Gugus –CONH pada kain Nylon merupakan gugus yang bersifat elektronegatif karena adanya atom O dan atom N yang mempunyai pasangan elektron bebas, gugus tersebut dapat membentuk ikatan dengan enzim pada bakteri 71 saat terjadi regulasi enzim. Adanya ikatan tersebut dapat menyebabkan kerja enzim menjadi terganggu karena enzim berikatan dengan gugus yang tidak seharusnya. Proses metabolisme dalam sel bakteri yang dikatalis oleh enzim tersebut juga menjadi terganggu dan akhirnya pertumbuhan bakteri terhambat. Menurut Istinharoh 2013 disebutkan bahwa sifat biologi kain Nylon adalah tahan terhadap serangan jamur, bakteri dan serangga, dengan demikian kain Nylon secara alami memang sudah tahan terhadap bakteri. Berdasarkan data zona bening yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji statistika, uji statistika yang pertama adalah uji Anova. Hasil uji Anova terhadap bakteri E. coli dan S. aureus disajikan pada Tabel 9 halaman 55. Berdasarkan hasil uji Anova untuk uji interaksi waktu inkubasi dan jenis sampel memberikan hasil tidak ada pengaruh, dengan demikian waktu inkubasi dan jenis kain secara bersamaan tidak mempengaruhi aktivitas antibakteri. Untuk uji efek waktu inkubasi terhadap aktivitas antibakteri memberikan hasil bahwa ada pengaruh waktu inkubasi terhadap aktivitas antibakteri E. coli dan S. aureus, artinya antara waktu satu dengan waktu lainnya mempunyai nilai yang berbeda signifikan. Pada penelitian ini penghambatan paling optimum terhadap bakteri E. coli dan S. aureus terjadi pada saat waktu inkubasi bakteri 48 jam. Uji efek jenis sampel terhadap aktivitas antibakteri memberikan hasil yang berbeda terhadap bakteri E. coli dan S. aureus. Uji jenis sampel terhadap bakteri E. coli memberikan hasil tidak ada pengaruh yang signifikan, dengan demikian jenis sampel kain yang berbeda tidak mempengaruhi aktivitas antibakteri kain dalam menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Adapun terhadap bakteri S. aureus 72 memberikan hasil bahwa ada pengaruh yang signifikan, dengan demikian jenis sampel kain yang berbeda mempengaruhi aktivitas antibakteri kain dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Uji statistika yang kedua adalah uji lanjut LSD antara jenis sampel yang digunakan terhadap aktivitas antibakteri, hasil uji lanjut LSD disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan hasil uji lanjut LSD terhadap aktivitas antibakteri zona bening bakteri E. coli yang memberikan pengaruh signifikan antara dua sampel ternyata hanya N0-N3 serta N3-N4. Perbedaan aktivitas antibakteri yang signifikan antara sampel N0 dan N3 disebabkan karena sampel N0 merupakan kain Nylon 6,6 tanpa modifikasi, adapun sampel N3 mempunyai kandungan nanopartikel perak dan senyawa HDTMS. Perbedaan aktivitas antibakteri yang signifikan antara sampel N3 dan N4 disebabkan karena pengaruh nanopartikel perak yang didepositkan pada sampel. Nanopartikel perak yang berfungsi sebagai agen antimikroba didepositkan terlebih dahulu pada N3 sehingga nanopartikel perak langsung melapisi sampel, adapun pada N4 nanopartikel perak didepositkan setelah sampel kain Nylon 6,6 sudah terlapisi senyawa HDTMS sehingga pada N4 nanopartikel tidak dapat sempurna melapisi sampel kain Nylon 6,6. Uji lanjut LSD terhadap aktivitas antibakteri zona bening bakteri S. aureus yang memberikan pengaruh signifikan antara dua sampel adalah N0-N1, N0-N2, N0-N3, dan N1-N4. Perbedaan aktivitas antibakteri yang signifikan antara sampel N0 dengan N1, N2 dan N3 disebabkan karena sampel N0 merupakan kain Nylon 6,6 tanpa modifikasi, adapun sampel N1 mempunyai kandungan nanopartikel perak yang dapat meningkatkan aktivitas antibakteri. Demikian juga dengan sampel N2 73 mempunyai kandungan senyawa HDTMS yang ternyata juga dapat meningkatkan aktivitas antibakteri kain Nylon 6,6 berdasarkan penjelasan sebelumnya dan sampel N3 mempunyai kandungan nanopartikel perak dan senyawa HDTMS. Sementara perbedaan aktivitas antibakteri yang signifikan antara sampel N1 dan N4 disebabkan karena pada sampel N1 kain Nylon 6,6 mempunyai kandungan nanopartikel perak yang melapisi sampel dengan sempurna adapun sampel N4 kain Nylon 6,6 mengandung senyawa HDTMS dan nanopartikel perak, nanopartikel perak tidak dapat melapisi sampel dengan sempurna sehingga aktivitas antibakteri sampel N1 lebih baik. Uji statistika yang ketiga adalah uji t-Independent sampel terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 35218 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang interpretasi hasil ujinya disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11 tidak ada perbedaan aktivitas antibakteri setiap sampel terhadap dua bakteri yang berbeda, artinya kemampuan setiap sampel dalam menghambat bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus sama. Hasil penghambatan yang sama dari nanopartikel perak terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus juga dihasilkan oleh Nursyamsi et al. 2014. Diameter zona bening yang dihasilkan terhadap bakteri E. coli dan S. aureus adalah 6,2 mm pada waktu inkubasi bakteri 24 jam. Nanopartikel perak pada penelitian tersebut juga diperoleh menggunakan daun ketapang Terminalia catappa. Nanopartikel perak digunakan sebagai agen antimikroba dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanopartikel perak yang didepositkan pada 74 sampel kain Nylon 6,6 mempunyai kemampuan sama dalam menghambat bakteri gram positif S. aureus dan bakteri gram negatif E. coli. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nanopartikel perak mempunyai spektrum yang luas dalam menghambat pertumbuhan baik terhadap bakteri gram positif maupun baktei gram negatif. Pertumbuhan bakteri dapat terganggu oleh nanopartikel perak diperkirakan karena nanopartikel perak berinteraksi dengan gugus –SH. Menurut Pelczar Chan 1988 gugus –SH terdapat pada senyawa-senyawa di dalam sitoplasma. Iodium, hipoklorit dan hidrogen peroksida juga dapat berinteraksi dengan gugus –SH. Bakteri merupakan mikroorganisme sel prokariotik, salah satu ciri sel prokariotik adalah tidak ada membran internal yang memisahkan inti sel dari sitoplasma dan tidak ada membran internal yang melingkupi struktur atau tubuh lain di dalam sel. Gugus –SH berada dalam sitoplasma, membran sitoplasma berfungsi sebagai pengendali keluar masuknya zat dalam sel. Selain itu membran sitoplasma menyediakan peralatan biokimiawi untuk memindahkan ion-ion mineral, gula dan asam-asam amino. Substansi yang terkandung dalam membran sitoplasma antara lain nucleus, ribosom, granul dan mesosom. Nucleus dan ribosom mengandung protein, nucleus kaya akan deoxyribonucleic acid DNA adapun ribosom kaya akan ribonucleic acid RNA Pelczar Chan 1986: 41. Menurut Feng et al. 2000 nanopartikel berinteraksi dengan gugus –SH pada protein permukaan, protein tersebut bisa jadi adalah DNA yang terdapat pada nucleus sehingga dengan mudah nanopartikel perak mengubah struktur DNA dan menyebabkan kematian sel bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Karakterisasi nanopartikel perak yang dihasilkan mempunyai serapan maksimal di panjang gelombang 448,50 nm pada spektra visibel. 2. Kain Nylon 6,6 tanpa modifikasi mempunyai nilai sudut kontak terendah sedangkan kain Nylon 6,6 dengan modifikasi penambahan senyawa HDTMS mempunyai nilai sudut kontak paling besar. 3. Hasil uji statistika Anova menunjukkan bahwa kain Nylon 6,6 tanpa modifikasi dan kain Nylon 6,6 dengan modifikasi tidak memberikan perbedaan yang signifikan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Eschericia coli. 4. Hasil uji statistika Anova menunjukkan bahwa kain Nylon 6,6 tanpa modifikasi dan kain Nylon 6,6 dengan modifikasi memberikan perbedaan yang signifikan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. 5. Hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa setiap sampel mempunyai kemampuan yang sama dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. 76

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ukuran dan keseragaman nanopartikel perak menggunakan PSA Particle Siza Analyzer serta untuk mengetahui morfologi dan difraksi nanopartikel perak hasil sintesis menggunakan TEM Transmission Electron Microscopy. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan struktur permukaan Nylon 6,6 yang dihasilkan menggunakan SEM Scanning Electron Microscopy. 3. Perlu dilakukan karakterisasi sifat mekanik pada kain Nylon 6,6 murni, dan kain Nylon 6,6 dengan penambahan nanopartikel perak maupun senyawa HDTMS untuk mengetahui kekuatan dan ketangguhan dari kain. 4. Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk uji antibakteri menggunakan spesies bakteri yang lain.