Hasil Modifikasi Kain Nylon 6,6 dengan Penambahan Nanopartikel Perak

61 etanol HDTMS 4 selama 1 jam dan goyang dengan shaker pada kecepatan sekitar 155 rpm. Larutan etanol HDTMS 4 vv diperoleh dengan cara memasukkan 10 mL larutan HDTMS ke dalam labu takar 250 mL kemudian menambahkan larutan etanol hingga batas, selanjutnya larutan diaduk selama 6 jam. Tujuan pembuatan larutan etanol HDTMS 4 ini agar larutan HDTMS yang digunakan tidak terlalu pekat sehingga senyawa HDTMS dapat digunakan secara efisien. Menurut referensi juga disebutkan bahwa sebagian besar senyawa silan membutuhkan pelarut organik. Sampel kain Nylon 6,6 mengalami perubahan fisik setelah dimodifikasi dengan penambahan nanopartikel perak dan senyawa HDTMS, perubahan tersebut terlihat dari warna kain serta kekakuan kain. Kain Nylon 6,6 yang ditambahkan nanopartikel perak N1 ataupun kain Nylon 6,6 yang ditambahkan nanopartikel perak dan senyawa HDTMS N3 dan N4 berwarna sedikit kecoklatan daripada kain Nylon 6,6 tanpa modifikasi N0, sedangkan kain Nylon yang hanya ditambahkan senyawa HDTMS N2 tetap berwarna putih seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Warna coklat pada kain Nylon 6,6 terjadi setelah penambahan nanopartikel perak menunjukkan bahwa nanopartikel perak telah berhasil didepositkan pada kain. Nanopartikel perak menempel pada permukaan kain, kemungkinan interaksi yang terjadi antara nanopartikel perak dengan kain Nylon seperti ilustrasi pada Gambar 20. Kain Nylon mempunyai gugus fungsi khas yaitu –CONH, ketika nanopartikel perak berinteraksi dengan permukaan kain Nylon maka Ag berubah 62 menjadi Ag + yang selanjutnya dapat berinteraksi dengan gugus NH atau atom O dari kain Nylon sehingga permukaan kain Nylon terlapisi oleh nanopartikel perak. Gambar 20. Distribusi Nanopartikel Perak pada Serat Poliamida Nylon Montazer Nia, 2015 Penambahan senyawa silan HDTMS pada sampel kain Nylon 6,6 juga menyebabkan perubahan sifat fisik kain, sampel kain yang ditambahkan senyawa HDTMS yaitu N2, N3 dan N4 menjadi lebih kaku daripada sampel kain Nylon tanpa modifikasi N0 dan kain yang hanya ditambahkan nanopartikel perak N1. Perubahan sifat kain Nylon 6,6 yang menjadi lebih kaku setelah penambahan senyawa HDTMS dapat disebabkan karena adanya interaksi yang terjadi antara gugus fungsi dari kain Nylon 6,6 dengan gugus fungsi dari senyawa HDTMS. Serat poliamida Nylon seperti yang diketahui mempunyai gugus fungsi amina -NH2 dan karboksilat -COOH. Menurut Noraeti 2013 serat Nylon mempunyai jaringan ikatan hidrogen besar yang mempengaruhi pemantapan dan penstabilan serat. Ikatan hidrogen pada serat Nylon dimungkinkan menjadi lebih rapat setelah ditambahkan senyawa HDTMS. Senyawa HDTMS mempunyai gugus metoksi –OCH 3 dan akan terhidrolisis menjadi –OH 3 , atom O pada senyawa tersebut dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus fungsi dari kain Nylon 63 sehingga kain yang dimodifikasi dengan penambahan senyawa HDTMS menjadi lebih kaku. Sampel kain dengan penambahan HDTMS N3 tidak terjadi perubahan warna seperti sampel dengan penambahan nanopartikel perak, hal ini disebabkan karena larutan HDTMS tidak berwarna. Adapun koloid nanopartikel perak yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna coklat kehitaman.

3. Hasil Uji Sudut Kontak Kain Nylon 6,6

Berdasarkan hasil uji sudut kontak yang telah dilakukan terhadap lima variasi sampel kain Nylon 6,6 diperoleh nilai sudut kontak θ. Berdasarkan nilai sudut kontak dari masing-masing sampel kain maka dapat diketahui sifat permukaan sampel kain tersebut apakah bersifat hidrofilik, hidrofobik, atau bahkan superhidrofobik. Sampel kain Nylon 6,6 murni atau tanpa modifikasi N0 menghasilkan nilai sudut kontak sebesar 90º, dengan nilai tersebut sudah dapat dikatakan bahwa kain Nylon 6,6 bersifat hidrofobik. Air yang diteteskan pada permukaan kain Nylon 6,6 murni tidak terserap oleh kain. Sampel kain Nylon 6,6 yang terdeposit nanopartikel perak N1 memberikan nilai sudut kontak sebesar 107,3º dan sampel tersebut termasuk bersifat hidrofobik, nilai sudut kontak dari N1 lebih besar dibandingkan nilai sudut kontak dari kain Nylon 6,6 tanpa modifikasi N0. Hal ini menandakan bahwa nanopartikel perak yang terdeposit pada permukaan sampel kain memberikan pengaruh terhadap sifat permukaan dari sampel kain Nylon 6,6 meskipun tidak signifikan. Sampel kain Nylon 6,6 dengan penambahan HDTMS N2 memberikan nilai sudut kontak paling besar dibandingkan sampel kain Nylon 6,6 yang lain, yaitu sebesar 120,75º. 64 Penambahan senyawa heksadesiltrimetoksisilan HDTMS pada penelitian ini bertujuan untuk membuat permukaan sampel kain Nylon 6,6 menjadi lebih hidrofobik. Senyawa HDTMS yang merupakan salah satu senyawa silan, dan senyawa silan merupakan salah satu senyawa yang dapat membuat suatu material mempunyai sudut kontak semakin besar karena senyawa silan mempunyai kemampuan untuk menurunkan energi permukaan pada suatu material sebagaimana yang dikatakan Shateri-Khalilabad Yazdanshenas 2013. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini telah menunjukkan bahwa senyawa HDTMS mampu membuat permukaan suatu material mempunyai sudut kontak lebih besar dan semakin bersifat hidrofobik. Hal tersebut terbukti dari sampel kain Nylon 6,6 dengan penambahan HDTMS N2 mempunyai sudut kontak paling besar dibandingkan sampel lainnya. S enyawa HDTMS merupakan “amphiphilic molecule” dengan bagian kepala SiOCH 3 3 yang bersifat hidrofilik, dan bagian ekor yang merupakan gugus alkil panjang C 16 H 33 yang bersifat hidrofobik. Senyawa ini dapat memberi suatu energi bebas permukaan yang rendah Dhotel, 2010. Sampel kain Nylon 6,6 yang ditambahkan senyawa HDTMS akan berinteraksi dan membentuk suatu ikatan yang mengakibatkan energi bebas permukaan turun sehingga permukaan sampel kain akan bersifat hidrofobik. Awalnya senyawa HDTMS yang dilapiskan pada suatu permukaan material akan mengalami reksi hidrolisis terlebih dahulu dan menghasilkan gugus –OH. Reaksi hidrolisis dari HDTMS menurut Dhotel 2010 sebagai berikut : C 16 H 33 SiOCH 3 3 + 3H 2 O C 16 H 33 SiOH 3 + 3CH 3 OH