Latar Belakang Masalah PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI AKTIVITAS WIRAUSAHA EMPING KETELA DI DUSUN BANTULKARANG, RINGINHARJO, BANTUL.

4 dalam kegiatan mencari nafkah. Karena perempuan pada saat ini sudah memiliki banyak ketrampilan dan mereka juga memiliki motivasi yang tinggi untuk ikut menafkahi keluarga, pada zaman sekarang wanita memiliki perananan yang penting dalam menghidupi keluarga dan membuka lapangan pekerjaan sendiri yang bertujuan juga untuk mensejahterakan masyarakat disekitarnya. Perempuan sekarang dimanapun derajatnya sudah sama dengan kaum laki-laki yang membedakan hanya pada biologisnya. Karena pada kenyataannya ada beberapa desa yang memiliki perempuan-perempuan kuat dan memiliki etos kerja yang tinggi yang memiliki tujuan untuk mensejahterakan keluarga maupun lingkungan masyarakatnya. Seperti halnya yang dapat dilihat secara umum dipedesaan adalah kenyataan bahwa pada kebanyakan rumahtangga yang tidak mampu atau miskin, pria dan wanita terpaksa melakukan pekerjaan dibidang berburuh, berburuh tani dengan curahan waktu yang panjang tetapi hasilnya imbalannya tidak sebanding; hal mana hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya yang paling minimum. Wirausaha merupakan kegiatan yang menyenangkan dan mudah apabila dilakukan dengan rajin, penuh semangat, dan tidak mudah menyerah. Seperti halnya wirausahawan yang sukses, mereka melaksanakannya dengan rajin dan tidak mudah menyerah meskipun harus gagal berkali-kali dalam menjalankan usahanya. Salah satu peranan terpenting dalam keberhasilan wirausaha adalah ide dan kreatifitas seorang 5 wirausahawan dalam mengembangkan wirausahanya. Tanpa adanya ide, kreatifitas, dan inovasi-inovasi dalam mengembangkan usahanya maka seorang wirausaha tersebut akan mengalami kegagalan. Kegagalan yang berulang kali akan membuat seorang wirausaha putus asa apabila dalam dirinya tidak memiliki jiwa wirausaha yang kuat. Tetapi terdapat beberapa permasalahan yang menyebabkan masyarakat sulit untuk melakukan sebuah kegiatan wirausaha. Permasalahan diantaranya yaitu minimnya inoavasi, kurangnya motivasi berwirausaha, sistem pendidikan yang kurang mendukung dalam berwirausaha, dan pengusaha ingin sukses secara instan. Hal-hal tersebut sangat mempengaruhi jiwa wirausaha sekarang ini. Minimnya inovasi pada pengusaha kecil di Indonesia berdampak pada beberapa pengusaha emping yang belum bisa memberikan inovasi rasa, pemasaran, dan cara pengemasannya pada produk emping ketela. Inovasi ini diperlukan untuk bisa bersaing dengan wirausaha lainnya ditengah persaingan yang semakin ketat di segala lini, ditambah lagi kini ada persaingan bebas. Kurangnya motivasi berwirausaha baik dari dalam diri maupun dari luar diri sendiri seperti dukungan orang sekitar memang menjadi sebuah kendala dalam mendirikan sebuah wirausaha. Dengan adanya motivasi, segala kemungkinan akan bisa terwujud. Menjadi wirausaha sukses memerlukan motivasi yang luar biasa agar memperoleh hasil yang luar biasa, karena dengan memiliki motivasi yang luar biasa seorang 6 wirausaha bisa menghargai segala proses pencapaian hasil yang maksimal dari usahanya. Hal tersebut berdampak pada wirausaha yang ingin sukses secara instan. Pengusaha pemula harusnya memiliki etos kerja yang tinggi dan memiliki sifat keras atau tahan banting dalam menghadapi persaingan berwirausaha. Penyakit pada pengusaha pemula yaitu mereka ingin membesarkan usahanya secara instan. Membesarkan usaha secara instan akan membuat seorang pengusaha pemula jatuh lebih sakit saat mereka mengalami permasalahan dan tidak bisa menyelesaikannya. Akibat dari sifat ini, banyak pengusaha pemula yang gagal. Mencari uang tidak harus bekerja pagi pulang sore maupun duduk dikantor. Bekerja sekarang dapat dilakukan dimana saja, termasuk wirausaha yang dapat dilakukan dirumah. Seperti yang dilakukan oleh kelompok pengusaha emping ketela yang berada di Padukuhan Bantulkarang. Merupakan salah satu contoh organisasi yang menjadi wadah berkumpulnya ibu-ibu dan para lansia yang mayoritas cenderung mempunyai waktu yang longgar dibandingkan dengan ibu-ibu yang bekerja, serta bapak-bapak yang hanya berapa orang saja yang tugasnya membantu untuk menggilingkan ketela yang akan ditumbuk. Padukuhan Bantulkarang merupakan salah satu dari enam padukuhan yang ada di Desa Ringinharjo Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Mata pencaharian penduduk di Padukuhan Bantulkarang beraneka ragam, dari mulai petani, peternak, 7 pegawai negeri, pamong desa, dan pengrajin. Tetapi di Padukuhan Bantulkarang mayoritas penduduknya adalah sebagai pengrajin emping ketela. Sebab usaha tersebut sudah sejak lama dijalankan oleh sebagian besar penduduk dan usaha tersebut dijalankan secara turun temurun. Kegiatan wirausaha emping ketela yang dilakukan oleh mayoritas warga Padukuhan Bantulkarang merupakan sebuah kegiatan yang berdampak positif bagi masyarakat sekitarnya. Dipadukuhan Bantulkarang selain terdapat kegiatan wirausaha pembuatan emping ketela juga terdapat kegiatan wirausaha dalam hal budidaya ikan dan ternak kambing. Akan tetapi peneliti lebih tertarik kepada kegiatan wirausaha emping ketela. Kelompok usaha emping ketela bertempat di Dusun Bantulkarang, Ringinharjo, Bantul, dengan jumlah penduduk 1.557 jiwa dari 325 kepala keluarga dengan jumlah perempuan sekitar 700 jiwa, dengan jumlah lansia laki-laki 90 jiwa dan perempuan 101 jiwa, dan dengan jumlah kepala keluarga miskin 77, mempunyai usaha ekonomi produktif yang sudah dilakukan sejak tahun 1975 berupa home industri emping ketela. Sumber : Observasi wawancara awal Usaha ini sekarang ditekuni oleh 47 kepala keluarga dengan produksi mencapai 25kghari yang sudah diolah, sedangkan ketela mentah yang belum diolah 1kwintalhari. Jumlah anggota yang masuk dalam kelompok pengusaha emping ketela saat ini mencapai 47 orang. Melalui kelompok tersebut masyarakat memanfaatkan ketela yang biasanya pada 8 saat harga ketela murah hanya untuk pakan sapi dan selain itu bahan baku ketela diperoleh dari Bantul dan lainnya didatangkan dari Wonosobo. Pada saat setelah diolah menjadi emping ketela tersebut maka ketela yang awalnya hanya dijual murah tetapi setelah itu dijual dengan harga yang tinggi. Kelompok emping ketela tersebut membuktikan eksistensinya dengan ada 7 orang pengusaha emping yang sudah memiliki Nomor Pangan Industri Rumah Tangga dan ada beberapa pengusaha emping ketela yang belum memiliki Nomor PIRT. Pengusaha emping ketela yang belum mendapatkan Nomor PIRT karena belum memenuhi syarat untuk mendapatkan Nomor PIRT seperti lingkungan rumah harus bersih, barang-barang yang digunakan dalam proses pembuatan emping ketela juga harus bersih, dan bahan yang digunakan layak untuk dikonsumsi. Kelompok pengusaha emping bukan hanya memfokuskan pada anggotanya yang ikut kelompok tersebut, tetapi juga masyarakat sekitar terutama kaum perempuan yang mereka belum memiliki pekerjaan kemudian mereka menjadi buruh di tempat pengusaha emping tersebut dan bahkan ada juga yang hanya mengambil bahan mentah ke pengusaha emping tersebut kemudian mereka menumbuknya dan mengeringkan lalu setelah kering mereka menyetorkan hasil emping ketela yang sudah kering tersebut kepada pengusaha emping dimana mereka mengambil bahan mentahnya. 9 Kelompok pengusaha emping tersebut bukan hanya semata-mata sebuah kelompok saja, tetapi juga sebagai wadah atau tempat lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang belum memiliki pekerjaan. Pembuatan emping yang tidak sulit tersebut membuat masyarakat di Dusun Bantulkarang berlomba-lomba membuat produk emping ketela. Rata-rata yang menjadi pengusaha emping ketela tersebut adalah ibu rumah tangga. Ibu-ibu rumah tangga yang membantu suaminya mencari nafkah selagi mereka sambil mengurusi anak-anak mereka, jadi sebagai sambilan tetapi sekaligus bekerja mencari nafkah. Kelompok pengusaha emping tersebut juga berusaha menumbuh dan mengembangkan usaha ekonomi melalui sistem ekonomi kerakyatan yaitu melalui Program Usaha Ekonomi Produktif UEP. Kelompok pengusaha emping tersebut membantu masyarakat yang belum memiliki pekerjaan serta memberikan ketrampilan juga pada pembuatan emping ketela tersebut. Khususnya buruh emping ketela yang belum masuk kedalam kelompok pengusaha emping ketela agar mereka juga bisa mendapatkan Nomor PIRT serta buruh emping ketela yang belum mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang ada. Dusun Bantulkarang terletak tidak jauh dari Kota Bantul yang menjadi ‘icon’ Dusun penghasil emping ketela. Kelompok pengusaha emping ketela sudah memeperkenalkan produk mereka dengan cara produk emping mereka diambil oleh pelanggan yang memang sudah lama mengambil produk emping mereka yang kemudian dipasarkan sampai 10 keluar kota yaitu dari seputaran DIY di pasar tradisional, toko swalayan, toko oleh-oleh, kemudian Surabaya, Banyumas, Sukaraja dan Jakarta melalui paketekspedisi. Kegiatan tersebut tidak lepas dari partisipasi Dinas perindagkop yang melaksanakan pendampingan dengan memberikan pelatihan inovasi produk yaitu berbagai rasa sekaligus memberikan bantuan peralatan berupa kompor gas, soblok dan terpal plastik, selain itu juga didukung dari masyarakat desa untuk mengembangkan produk emping tersebut menjadi lebih luas dan semakin berkembang, yang secara tidak langsung memberdayakan masyarakat di Dusun Bantulkarang. Disamping itu kegiatan usaha emping juga dapat menciptakan peluang usaha serta lapangan pekerjaan dan untuk menghasilkan penghasilan tambahan. Kelompok pengusaha emping ketela tersebut selain melibatkan peran aktif dari ibu-ibu dan para lansia tetapi juga dari masyarakat melalui kegiatan usaha emping ketela yang menjadi ciri khas Dusun Bantulkarang tersebut dengan memberdayakan masyarakat untuk ikut serta dalam aktivitas wirausaha emping ketela. Selain itu, kelompok pengusaha emping ketela juga dibantu oleh Pemerintah melalui Dinas PERINDAKOP. Dalam hal ini, peran Dinas PERINDAKOP yaitu sebagai penyelenggara pelatihan dan pendampingan kelompok emping ketela. Tujuan dari diadakannya kelompok usaha emping ketela yaitu; supaya usaha berkembang didalam negeri dan sampai keluar negeri, untuk mengurangi pengangguran, serta dapat meningkatkan kesejahteraan 11 masyarakat di Dusun Bantulkarang. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih mendalam dengan mengangkat judul “Pemberdayaan Perempuan Melalui Aktivitas Wirausaha Emping Ketela di Dusun Bantulkarang, Ringinharjo, Bantul, Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Terdapat beberapa tenaga perempuan miskin yang belum memiliki keterampilan dalam pembuatan emping ketela. 2. Minimnya inovasi menyebabkan kurangnya semangat pengusaha dalam berwirausaha emping ketela. 3. Kurangnya motivasi berwirausaha emping ketela pada perempuan. 4. Terdapat ibu-ibu dan para lansia yang mempunyai waktu luang, sehingga perlu diberdayakan dengan berwirausaha emping ketela. 5. Terdapat kaum perempuan yang belum memiliki pekerjaan di sekitar lingkungan tempat produksi emping ketela. 6. Buruh emping ketela yang belum megoptimalkan potensi dan sumber daya yang ada.

C. Batasan Masalah

Mengingat luasnya bahasan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi penelitian ini pada aspek kajian tentang “Pemberdayaan Perempuan Melalui Aktivitas Wirausaha Emping Ketela di Dusun Bantulkarang, Ringinharjo, Bantul, Yogyakarta” 12

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana Penyelenggaraan Program Pemberdayaan Perempuan Melalui Aktivitas Wirausaha Emping Ketela di Dusun Bantulkarang, Ringinharjo, Bantul, Yogyakarta? 2. Bagaimana Dampak Program Pemberdayaan Perempuan Melalui Aktivitas Wirausaha Emping Ketela di Dusun Bantulkarang, Ringinharjo, Bantul, Yogyakarta? 3. Apa faktor pendukung dan penghambat Pemberdayaan Perempuan Melalui Aktivitas Emping Ketela di Dusun Bantulkarang, Ringinharjo, Bantul, Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1. Penyelenggaraan program pemberdayaan perempuan melalui aktivitas wirausaha emping ketela di Dusun Bantulkarang, Ringinharjo, Bantul, Yogyakarta. 2. Dampak pemberdayaan perempuan melalui aktivitas wirausaha emping ketela di Dusun Bantulkarang, Ringinharjo, Bantul, Yogyakarta. 3. Faktor pendukung dan penghambat pemberdayaan perempuan melalui aktivitas wirausaha emping ketela di Dusun Bantulkarang, Ringinharjo, Bantul, Yogyakarta. 13

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak. Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta menjadi salah satu informasi bagi penelitian sejenis dan memberikan informasi terhadap kajian-kajian tentang pemberdayaan perempuan bagi jurusan Pendidikan Luar Sekolah dan mata kuliah yang terkait terutama mata kuliah kewirausahaan. b. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi kajian akademik. c. Bagi peneliti berikutnya, dapat menjadi referensi mengenai konsep pemberdayaan perempuan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi kelompok pengusaha emping yang terkait, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengembangkan memperbaiki meningkatkan potensi dan sumber daya yang ada sebagai upaya pemberdayaan masyarakat terutama perempuan pada waktu yang akan datang. 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Pemberdayaan Perempuan a. Pemberdayaan Menurut Agus Ahmad Syafi’i 2001:70, pemberdayaan berasal dari kata asing “empowerment”, secara bahasa pemerdayaan berarti penguatan dan secara teknisi istilah pemberdayaan dapat disamakan dengan istilah pembangunan. Menurut Ambar Teguh Sulistiyani 2004:77, secara etimologis pemberdayaan berasal pada kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh dayakekuatankemampuan, dan atau proses pemberian dayakekuatankemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Menurut Totok dan Poerwoko 2012:100, pemberdayaan merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat, dengan atau tanpa dukungan pihak luar, untuk memperbaiki kehidupannya yang berbasis kepada daya mereka sendiri, melalui upaya optimasi daya serta peningkatan posisi-tawar yang dimiliki. Sedangkan menurut Hikmat 2001:3, konsep pemberdayaan dalam wacana pemangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan.