Kinerja Penyaluran Kredit dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit (Studi Kasus pada Koperasi Kredit (CU) Merdeka, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Sumatera Utara)

(1)

KINERJA PENYALURAN KREDIT DAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT

(Studi Kasus pada Koperasi Kredit (CU) Merdeka,

Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo,

Sumatera Utara)

SKRIPSI

ERIKA PRATIWI BR SEMBIRING H34086035

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RINGKASAN

ERIKA PRATIWI BR SEMBIRING. Kinerja Penyaluran Kredit dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit (Studi Kasus pada Koperasi Kredit (CU) Merdeka, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Sumatera Utara). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah BimbinganSUPREHATIN)

Untuk memperkuat posisi sektor pertanian, ketersediaan modal bagi pelaku usaha pertanian merupakan suatu keharusan. Pada era modern ini teknologi pertanian semakin tinggi, pengerahan modal yang intensif baik untuk alat-alat pertanian maupun sarana produksi menjadi suatu keharusan. Sebagian besar petani tidak sanggup mendanai usahatani dengan modal sendiri. Pada saat ini pemerintah memberikan solusi untuk membantu petani dalam pemberian modal berupa program kredit.

Pemerintah telah menyalurkan kredit dalam bentuk kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI). KMK mengalami pertumbuhan pada setiap sektor kecuali sektor industri pengolahan, pertumbuhan yang tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan perdagangan, untuk sektor pertanian hanya mengalami pertumbuhan sebesar 0.17 persen. KI juga mengalami pertumbuhan tetapi pada sektor pertambangan dan sektor pengolahan mengalami penurunan, sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan adalah sektor listrik, gas dan air sebesar 0.64 persen, dan sektor pertanian mengalami peningkatan sebesar 0.14 persen. Kredit-kredit tersebut diberikan melalui bank, koperasi dan lembaga keuangan lainnya. Namun, penyaluran kredit yang diberikan oleh pemerintah melalui bank-bank yang ditunjuk pada saat ini, juga mengalami risiko tingkat pengembalian diatas batas normal yaitu NPL >3%. Berbagai risiko yang harus dihadapi perbankan dalam periode gejolak ekonomi global telah meningkatkan sikap kehati-hatian dalam memberikan kredit kepada nasabah. Sehingga menyebabkan nasabah melakukan pinjaman ke lembaga keuangan lainnya baik yang formal maupun informal.

Salah satu alternatif buat petani untuk mengakses kredit adalah lembaga keuangan mikro atau koperasi. Credit Union (CU) adalah salah satu koperasi yang bergerak dalam bidang perkreditan yang dibentuk oleh anggota dan untuk anggota. CU adalah model koperasi yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat (bottom up) dengan tujuan utamanya adalah memberdayakan masyarakat rakyat baik secara ekonomi, sosial maupun budaya.Salah satu unit CU di Indonesia adalah CU Merdeka. Pada saat ini CU Merdeka memiliki 13 unit yang menyebar di beberapa desa di wilayah Kabupaten Karo. Kredit yang diberikan untuk modal usaha pertanian dan kesejahteraan.

Saat ini, anggota yang memperoleh kredit dari CU tidak seluruhnya dapat mengembalikannya dengan baik tepat pada waktu yang telah dijanjikan. Pada kenyataannya ada anggota yang tidak dapat mengembalikan sebagian pinjamannya karena suatu hal atau sebab, sehingga pinjaman tidak dapat dikembalikan secara utuh. Akibat adanya anggota yang tidak membayar kreditnya maka perjalanan kredit akan terhenti atau macet. Kredit macet merupakan suatu keadaan dimana seorang anggota tidak mampu membayar lunas kredit tepat waktu.


(3)

Berkaitan dengan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis kinerja penyaluran kredit CU Merdeka, (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit pada CU Merdeka dan (3) Mendeskripsikan implikasi manajerial (managerial implications) berdasarkan kinerja penyaluran kredit dan faktor-faktor yang mempengaruhi kredit terhadap manajemen CU Merdeka.

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) karena CU Merdeka merupakan koperasi kredit sekaligus lembaga keuangan mikro yang berkembang di wilayah kecamatan Merdeka. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai dengan Januari 2011 sedangkan upaya persiapan (prapenelitian) dan penjajakan mulai sejak bulan Mei 2010. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode quota sampling, dimana sampel yang diambil distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan. Pengambilan sampel diambil dari tiga wilayah kerja CU Merdeka yang memiliki tingkat kredit macet yang tertinggi yaitu Desa Merdeka, Surbakti dan Perteguhen. Dari ketiga wilayah tersebut sampel dibagi menjadi dua yaitu anggota kredit macet dan anggota kredit lancar. Berdasarkan data yang didapat maka jumlah sampel yang diambil sebanyak 80 orang. Jumlah sampel tersebut distratifikasi berdasarkan lancar dan menunggak. Sampel responden menunggak sebanyak 45 orang dan sampel responden lancar sebanyak 35 orang. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dikumpulkan dan diolah untuk dianalisis lebih lanjut baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif deskriptif dilakukan untuk melihat dan memberikan gambaran mengenai mekanisme dan kinerja penyaluran kredit di CU Merdeka. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor pengembalian kredit dengan menggunakan model regresi logistik. Pengolahan data menggunakan perangkat komputer dengan software Microsoft Excel 2007 dan Minitab 14.

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: mekanisme penyaluran kredit CU Merdeka sudah berpedoman dengan kriteria 6C yaitu character, capital, capacity, condition of economy, collateral dan constraints. Meskipun demikian 6C tersebut belum seutuhnya diterapkan dalam pengajuan kredit karena masih ada penyimpangan-penyimpangan didalam pengajuan kredit. Hasil dari analisis kinerja pelayanan yaitu pelayanan CU Merdeka sudah tergolong baik. Namun ada atribut-atribut yang harus diperhatikan dan ditingkatkan lagi oleh CU Merdeka. Adapun atribut-atribut tersebut adalah ketelitian dan keakuratan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, pelayanan pemberian kredit, kecepatan dan ketepatan karyawan dalam menanggapi masalah dan pengawasan penyaluran kredit.

Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan pada taraf 5 persen dan 10 persen terhadap pengembalian kredit di CU Merdeka adalah tingkat pendapatan per bulan, tujuan pinjaman, jenis kelamin, status pernikahan dan frekuensi pinjaman. Hal ini dapat dilihat dari variabel-variabel yang memiliki nilai p<5% yaitu tingkat pendapatan per bulan 0,019 dan tujuan pinjaman 0,020 dan pada nilai p<10% yaitu variabel jenis kelamin 0,055, status pernikahan 0,072 dan frekuensi pinjaman 0,086.Tingkat pendapatan per bulan dan tujuan pinjaman berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit di CU Merdeka. Sedangkan jenis kelamin dan status pernikahan berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit di CU Merdeka. Pendapatan antara satu juta


(4)

sampai dengan dua juta berpeluang besar melakukan penunggakan dalam mengembalikan kredit. Nilai odds ratio untuk variabel tingkat pendapatan per bulan sebesar 1,00 menunjukkan bahwa kenaikan jumlah pendapatan per bulan anggota satu satuan (satu rupiah) akan menyebabkan peningkatan peluang pengembalian kredit dengan lancar sebesar 1,00 kali dari semula (sebelum peningkatan pendapatan per bulan). Nilai odds ratio 14,51 untuk tujuan pinjaman yang artinya apabila peningkatan jumlah anggota yang melakukan pinjaman produktif akan memiliki peluang dalam kelancaran pengembalian sebesar 14,51 dibandingkan dengan pinjaman kesejahteraan. Nilai odds ratio jenis kelamin 4,19 yang artinya apabila peningkatan jenis kelamin wanita melakukan pinjaman dibandingkan pria akan memiliki peluang pengembalian sebesar 4,19 kali. Nilai odds ratio status pernikahan 0.04 yang artinya anggota yang belum menikah memiliki peluang 0,04 kali melakukan pengembalian kredit lancar dibandingkan dengan anggota yang belum menikah. Nilai odds ratio frekuensi pinjaman 14,51 artinya apabila frekuensi anggota melakukan pinjaman meningkat maka peluang untuk mengembalikan pinjaman lancar sebesar 14,51 kali.

Implikasi manajerial yang harus dilakukan CU Merdeka terhadap penyimpangan yang terjadi pada pengajuan kredit yaitu mengoptimalkan 6C. Tindakan yang perlu dilakukan CU Merdeka dalam peningkatan pelayanan kredit yaitu dengan memberikan pelatihan-pelatihan dan kursus kepada pengurus dan karyawan agar mampu bekerja lebih kompeten lagi. Tindakan yang perlu dilakukan oleh CU Merdeka berkaitan dengan anggota yang memiliki pendapatan yang rendah dan tujuan penggunaan kredit adalah memberikan pelatihan dan pendidikan terhadap peningkatan kualitas pertanian dan penggunaan kredit secara tepat sasaran. Adapun variabel yang tidak signifikan yang sebaiknya diperhatikan oleh CU Merdeka adalah plafon kredit dan jaminan kredit.

Saran yang dapat diberikan kepada pihak CU Merdeka adalah sebagai berikut: (1) CU Merdeka hendaknya meningkatkan kualitas manajemennya khususnya mengenai peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pelayanan pemberian kredit, kecepatan dan ketepatan karyawan dalam menanggapi masalah dan pengawasan terhadap penyaluran kredit, dan (2) CU Merdeka hendaknya memperhatikan pendapatan bersih anggota per bulannya, tujuan pinjaman, plafon pinjaman dan nilai jaminan sehingga tunggakan pengembalian kredit dapat ditekan. Hal ini untuk meningkatkan pencapaian kinerja, likiuditas dan profitabilitas CU Merdeka.


(5)

KINERJA PENYALURAN KREDIT DAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT

(Studi Kasus pada Koperasi Kredit (CU) Merdeka,

Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo,

Sumatera Utara)

ERIKA PRATIWI BR SEMBIRING H34086035

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Judul Skripsi : Kinerja Penyaluran Kredit dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit (Studi Kasus pada Koperasi Kredit (CU) Merdeka, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Sumatera Utara) Nama : Erika Pratiwi Br Sembiring

NRP : H34086035

Disetujui, Pembimbing

Suprehatin, SP, MAB

NIP. 19800107 200501 1001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1002


(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Kinerja Penyaluran Kredit dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Studi Kasus pada Koperasi Kredit (CU) Merdeka, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Sumatera Utara adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, April 2011

Erika Pratiwi Br Sembiring H34086035


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Berastagi pada tanggal 23 Juli 1987 sebagai anak keempat dari lima bersaudara. Penulis anak dari Bapak Darwin Sembiring Gurukinayan dan Ibu Mulianna Br Tarigan Silangit.

Penulis mengikuti pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Santa Maria Berastagi dan lulus pada tahun 1993. Pendidikan Dasar di SDN 03 Berastagi dan lulus pada tahun 1999. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di Yayasan Perguruan Methodist Berastagi diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan menengah atas diselesaikan penulis pada tahun 2005 di SMA Negeri 1 Berastagi. Pada tahun yang sama penulis diterima melalui jalur USMI pada Program Diploma Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan kuliah pada Program Ekstensi Manajemen Agribisnis pada tahun yang sama.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kinerja Penyaluran Kredit dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Studi Kasus pada Koperasi Kredit (CU) Merdeka, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Sumatera Utara”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja penyaluran kredit dan pengembalian kredit anggota pada CU Merdeka.

Bogor, April 2011 Erika Pratiwi Br Sembiring


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih dan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, kasih dan karunia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai waktu yang telah direncanakan. Penyelesaian skripsi ini juga tidak lepas dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Suprehatin, SP, MAB, sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan dan meluangkan waktunya dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS sebagai dosen evaluator dan penguji utama yang

telah memberikan kritik dan saran untuk penyusunan skripsi ini.

3. Eva Yolynda Aviny, SP, MM sebagai dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyusunan skripsi ini.

4. Kedua orangtua saya tercinta yaitu bapak Darwin Sembiring dan Ibu Muliana br Tarigan yang selalu mendoakan saya dan memberikan saya dukungan yang luar biasa selama hidup saya.

5. Sisko S, Menda Br Bukit, Ade Amon S, Eka K Tamba, Dodi J S, Desi A Tekang, Andreo S serta keponakan saya Meissy S, Dimas S, Marcel S, Arabella S, Edgar S serta keluarga besar Sembiring dan Tarigan yang selalu memberikan doa dan dukungan yang besar kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Pihak Pengurus, karyawan dan anggota CU Merdeka atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.

7. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman program ekstensi Agribisnis angkatan 05 atas semangat dan informasi selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, April 2011 Erika Pratiwi Br Sembiring


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Koperasi ... 9

2.2. Koperasi Kredit (Credit Union) ... 11

2.3. Penelitian Terdahulu ... 14

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

3.1 Konsep Kinerja ... 18

3.2 Konsep Jasa ... 18

3.3 Kredit ... 21

3.3.1 Fungsi dan Tujuan Kredit ... 22

3.3.2 Jenis-Jenis Kredit ... 23

3.3.3 Permohonan Kredit ... 26

3.4 Kerangka Pemikiran Operasional ... 33

3.5 Hipotesis Penelitian ... 34

IV METODE PENELITIAN ... 37

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.2 . Jenis dan Sumber Data ... 37

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 37

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 38

4.4.1 Mekanisme dan Analisis Kinerja Penyaluran Kredit . 39 4.4.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit ... 40

4.4.3 Implikasi Manajerial bagi Manajemen CU Merdeka ... 43

4.5. Definisi Operasional ... 43

V GAMBARAN UMUM CU MERDEKA ... 45

5.1 Sejarah Umum CU Merdeka ... 45

5.2 Visi dan Misi CU Merdeka... 46

5.3 Organisasi dan Manajemen CU Merdeka ... 47

5.4 Kegiatan Operasional CU Merdeka ... 50


(12)

VI ANALISIS KINERJA PENYALURAN KREDIT DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGEMBALIAN KREDIT CU MERDEKA ... 55

6.1 Mekanisme Penyaluran Kredit pada CU Merdeka ... 55

6.2 Analisis Kinerja Penyaluran Kredit CU Merdeka ... 58

6.3 Karakteristik Responden sebagai Peminjam Kredit pada CU Merdeka ... 63

6.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit pada CU Merdeka ... 63

6.3.2 Perbandingan Karakteristik Individu Responden ... 65

6.3.3 Perbandingan Karakteristik Usaha Responden ... 68

6.3.4 Perbandingan Karakteristik Kredit Responden ... 70

6.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit CU Merdeka ... 73

6.5 Implikasi Manajerial ... 78

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

7.1 Kesimpulan ... 81

7.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Investasi UMKM ... 2

2. Lembaga Keuangan Non Bank Berperan di Keuangan Mikro, Tingkat Aktivitas dan Jumlah Nasabah pada Tahun 2007 ... 4

3. Realisasi Pinjaman Koperasi CU Merdeka tahun 2008-2009 ... 5

4. Penilaian Kinerja Penyaluran Kredit ... 39

5. Jumlah dan Proporsi menurut Jenis Kelamin ... 65

6. Jumlah dan Proporsi menurut Usia ... 66

7 Jumlah dan Proporsi menurut Status Pernikahan ... 66

8. Jumlah dan Proporsi menurut Tingkat Pendidikan ... 65

9. Jumlah dan Proporsi menurut Jumlah Tanggungan Keluarga ... 67

10. Jumlah dan Proporsi menurut Jenis Usaha ... 68

11. Jumlah dan Proporsi menurut Lama Usaha ... 69

12. Jumlah dan Proporsi menurut Pendapatan Per Bulan ... 70

13. Jumlah dan Proporsi menurut Nilai Plafon Pinjaman ... 71

14. Jumlah dan Proporsi menurut Tujuan Pinjaman ... 72

15. Jumlah dan Proporsi menurut Frekuensi Pinjaman ... 72

16. Jumlah dan Proporsi menurut Nilai Jaminan ... 73

17. Hasil Analisis terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit pada CU Merdeka... 74


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. NPL Perbankan 2007-2009 ... 3

2. Perkembangan Jumlah Kredit Macet CU Merdeka Tahun 2006-2009 ... 6

3. Perkembangan Jumlah Penunggak CU Merdeka Tahun 2006-2009 ... 6

4. Grafik Perkembangan NPL CU Merdeka Januari 2009-Desember 2009 ... 7

5. Kerangka Pemikiran Operasional ... 35

6. Perkembangan Anggota CU Merdeka 2004-2009 ... 53

7. Skema Penyaluran Kredit CU Merdeka ... 57

8. Hasil Analisis Kinerja Penyaluran Kredit pada CU Merdeka ... 59

9. Proporsi Jumlah Responden CU Merdeka Berdasarkan Tingkat Pengembalian Pinjaman ... 64


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Struktur Organisasi pada CU Merdeka ... 86

2. Permohonan Masuk Menjadi Anggota CU Merdeka ... 87

3. Surat Permohonan Pinjaman Anggota ... 88

4. Surat Perjanjian Pinjaman ... 89

5. Kartu Simpanan dan Pinjaman Anggota (KSPA) CU Merdeka ... 90


(16)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pengalaman krisis moneter tahun 1998 telah menyadarkan semua pihak bahwa sektor pertanian memiliki peran strategis serta andil yang sangat besar sebagai mesin penggerak dan penyangga perekonomian nasional. Berdasarkan PDB riil, sektor pertanian telah pulih ke level sebelum krisis sejak tahun 1999 atau empat tahun lebih cepat dari perekonomian agregat yang baru pulih tahun 2003. Sektor pertanian juga menjadi kunci untuk mengurangi kemiskinan, pertahanan pangan dan penyediaan lapangan kerja (Deptan, 2004).

Untuk memperkuat posisi sektor pertanian, ketersediaan modal bagi pelaku usaha pertanian merupakan suatu keharusan. Hal ini dikarenakan, fungsi modal dalam tataran tingkat mikro (usahatani), tidak hanya sebagai salah satu faktor produksi, tetapi juga berperan dalam peningkatan kapasitas petani dalam mengadopsi teknologi seperti benih bermutu, pupuk berimbang, dan teknologi pasca panen. Pada era modern ini teknologi pertanian semakin tinggi, pengerahan modal yang intensif baik untuk alat-alat pertanian maupun sarana produksi menjadi suatu keharusan. Sebagian besar petani tidak sanggup mendanai usahatani dengan modal sendiri (Syukur et al, 2000).

Pada saat ini pemerintah memberikan solusi untuk membantu petani dalam pemberian modal berupa program kredit. Kredit-kredit tersebut diberikan melalui bank, koperasi dan lembaga keuangan lainnya. Salah satu program kredit saat ini yaitu skema Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan skema ini petani diharapkan dapat memperoleh pembiayaan dengan persyaratan yang ringan didukung oleh fasilitas penjaminan oleh pemerintah. Dalam skema tersebut petani atau pengusaha pertanian yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable karena keterbatasan agunan memperoleh kesempatan untuk mendapatkan kredit dari bank, karena 70% dari nilai kredit dijamin oleh lembaga penjamin kredit pemerintah (Bank Indonesia, 2009). Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pemerintah telah menyalurkan kredit dalam bentuk kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI). KMK mengalami pertumbuhan pada setiap sektor kecuali sektor


(17)

industri pengolahan, pertumbuhan yang tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan perdagangan, untuk sektor pertanian hanya mengalami pertumbuhan sebesar 0.17 persen. KI juga mengalami pertumbuhan tetapi pada sektor pertambangan dan sektor pengolahan mengalami penurunan, sedangkan sektor yang mengalami pertumbuhan adalah sektor listrik, gas dan air sebesar 0.64 persen, dan sektor pertanian mengalami peningkatan sebesar 0.14 persen.

Tabel 1. Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Investasi UMKM Tahun 2008- 2009

(Rp.000.000)

No Sektor Kredit Modal Kerja (KMK) Kredit Investasi (KI) Pertumbuhan

(%)

2008 2009 2008 2009 KMK KI

1 Pertanian 13.548.786 15.860.458 5.875.700 6.731.565 0.17 0.14

2 Pertambangan 3.023.641 3.624.215 702.703 636.684 0.19 -0.09

3 Industri pengolahan

39.099.768 37.334.323 6.959.461 6.748.235

-0.04 -0.03

4 Listrik, Gas

dan Air

384.833 416.919 175.089 288.218

0.08 0.64

5 Konstruksi 14.223.747 15.990.977 2.893.445 3.300.093 0.12 0.14

6 Perdagangan 138.331.809 163.558.675 18.818.021 24.421.565 0.18 0.29

7 Pengangkutan 4.691.147 4.785.247 3.949.499 4.520.721 0.02 0.14

8 Jasa Dunia

Usaha

28.633.538 30.195.279 12.218.683 13.932.720

0.05 0.14

9 Jasa Sosial

Masyarakat

5.034.939 5.666.125 2.551.786 3.080.270

0.12 0.20

Sumber : Bank Indonesia (2009)

Meskipun demikian, skema yang ditawarkan pemerintah memiliki kelemahan karena besarnya kredit yang diberikan kepada petani sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah terutama dalam pengalokasian dana pembangunan APBN di sektor pertanian. Selain itu, banyak program skema kredit yang disalurkan lewat bank dengan persyaratan-persyaratan yang sangat ketat. Hal ini menyebabkan akses petani, terutama petani kecil terhadap skema kredit


(18)

pemerintah sangat terbatas. Usaha petani sering dikategorikan tidak bankable sehingga petani menggunakan jasa rentenir dan tengkulak (Bank Indonesia, 2009). Penyaluran kredit yang diberikan oleh pemerintah melalui bank-bank yang ditunjuk pada saat ini, juga mengalami risiko tingkat pengembalian diatas batas normal yaitu Net Performing Loan (NPL) >3%. Hal ini dapat menyebabkan penurunan realisasi penyaluran kredit. dilihat pada Gambar 1 NPL perbankan mengalami kenaikan pada awal 2009. Rasio NPL gross perbankan pada Desember 2009 mencapai 3,79%, turun dibandingkan dengan posisi tertinggi tahun 2009 yang sempat mencapai 4,71% pada Mei 2009. Kenaikan NPL nominal tertinggi terjadi pada kredit untuk sektor pertanian dan perdagangan yang juga mengalami pertumbuhan kredit dibandingkan sektor lainnya. (Bank Indonesia, 2009)

Gambar 1. NPL Perbankan 2007-2009 Sumber: Bank Indonesia (2009)

Berbagai risiko yang harus dihadapi perbankan dalam periode gejolak ekonomi global telah meningkatkan sikap kehati-hatian dalam memberikan kredit kepada nasabah. Sehingga menyebabkan nasabah melakukan pinjaman ke lembaga keuangan lainnya baik yang formal maupun informal. Pada saat ini,


(19)

banyak lembaga keuangan mikro yang memenuhi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan modal. Salah satu alternatif buat petani untuk mengakses kredit adalah lembaga keuangan mikro atau koperasi. Selain mampu memenuhi kebutuhan modal petani, lembaga tersebut tidak memberikan bunga yang tinggi kepada petani.

Tabel 2. Lembaga Keuangan Non Bank Berperan di Keuangan Mikro, Tingkat Aktivitas dan Jumlah Nasabah pada Tahun 2007

Sumber : Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Statistik Koperasi 2007

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa koperasi sudah mampu menghimpun dana dan memberikan pinjaman kepada masyarakat dalam jumlah yang besar. Penyaluran dana pinjaman yang terbesar dilakukan oleh koperasi simpan pinjam (KSP), diikuti oleh unit simpan pinjam dan koperasi kredit. Keberhasilan koperasi dalam mengembangkan usahanya karena adanya kesamaan tujuan anggota. Salah satu koperasi yang berkembang saat ini adalah koperasi kredit (credit union). Credit union (CU) merupakan koperasi kredit yang membantu permodalan usaha mikro dan kecil sehingga masyarakat sudah mulai mengenal program kredit yang diberikan CU terhadap usaha mikro dan kecil.

1.2Perumusan Masalah

Credit Union (CU) adalah salah satu koperasi yang bergerak dalam bidang perkreditan yang dibentuk oleh anggota dan untuk anggota. Menurut BK3I (1995) dalam Credit Union Sumut (2009), CU adalah model koperasi yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat (bottom up) dengan tujuan utamanya adalah memberdayakan masyarakat rakyat baik secara ekonomi, sosial maupun budaya. Selain itu CU dikenal sebagai koperasi yang langsung dikelola oleh masyarakat

Tipe Unit Simpanan

(Rp. Mil)

Penabung Pinjaman (Rp. Mil)

Peminjam

Rata‐Rata Pinjaman (Rp. Mil) Koperasi Simpan

Pinjam (KSP)

1.598 325,27 878.379 1.154,80 480.326 2,4

Unit Simpan Pinjam (USP)

36.485 1.454 10.524.908 13.495 4.987.783 2,7

LDKP 2.272 334 n.a 358 1.300.000 0,27

Koperasi Syariah 3.038 209 n.a 157 1.200.000 0,13

Koperasi Kredit dan LSM


(20)

melalui modal bersama dan digunakan bersama-sama dengan tingkat bunga yang ringan dan diutamakan untuk usaha produktif. Tujuan dari CU yaitu untuk mengembangkan sikap hidup hemat diantara orang miskin serta menyelamatkan mereka dari para rentenir. Pada saat ini koperasi kredit (kopdit) melayani nasabah yang belum dibantu oleh lembaga keuangan yang lain.

Salah satu unit CU di Indonesia adalah CU Merdeka. CU Merdeka dibentuk atas dasar kesamaan persepsi dan kebutuhan petani dan anggota akan kemudahan untuk memperoleh kebutuhan modal. Modal tersebut digunakan untuk memenuhi sarana dan prasarana produk pertanian dan juga sebagai modal usaha lainnya. CU Merdeka merupakan lembaga keuangan mikro yang masih memiliki keterbatasan modal dan keahlian operasional khususnya dalam menyalurkan kredit kepada nasabah. CU Merdeka adalah salah satu CU primer yang ada di Puskopdit Karo Simalem (KARSIMA). Pada saat ini Puskopdit KARSIMA memiliki 10 anggota CU dan dua CU dalam tahap binaan.

CU Merdeka merupakan salah satu koperasi kredit yang telah berjalan dengan baik. CU Merdeka dalam kegiatan kerjanya telah mampu membantu anggota dalam penyediaan simpan pinjam uang. Pada saat ini CU Merdeka memiliki 13 unit yang menyebar di beberapa desa di wilayah Kabupaten Karo. Kredit biasanya diberikan untuk modal produktif dan kesejahteraan.

Tabel 3. Realisasi Pinjaman CU Merdeka Tahun 2008-2009

Jenis Pinjaman Tahun Pertumbuhan (%)

2008 2009

Jumlah (Rp) Orang Jumlah (Rp) Orang Jumlah

(Rp)

Orang

Pinjaman Produktif

3.405.700.000 1221 4.683.200.000 2317 37,51 89,76

Pinjaman Kesejahteraan

521.200.000 96 473.600.000 98 -9,13 2,08

Total 3.926.900.000 1317 5.156.800.000 2415 31,31 83,37

Sumber : CU Merdeka 2008 dan 2009

Berdasarkan Tabel 3, pada tahun 2009 terjadi penurunan pada jenis pinjaman kesejahteraan sebesar 9,13 persen. Penurunan pada pinjaman ini


(21)

dikarenakan turunnya permintaan anggota untuk jenis pinjaman ini. Hal ini kemungkinan terjadi karena kurangnya kemampuan koperasi kredit untuk melayani dari segi pelayanan seperti prosedur peminjaman.

Anggota yang memperoleh kredit dari CU tidak seluruhnya dapat mengembalikannya dengan baik tepat pada waktu yang telah dijanjikan. Pada kenyataannya ada anggota yang tidak dapat mengembalikan sebagian pinjamannya karena suatu hal atau sebab, sehingga pinjaman tidak dapat dikembalikan secara utuh. Akibat adanya anggota yang tidak membayar kreditnya maka perjalanan kredit akan terhenti atau macet. Kredit macet merupakan suatu keadaan dimana seorang anggota tidak mampu membayar lunas kredit tepat waktu.

Gambar 2. Perkembangan Jumlah Kredit Macet CU Merdeka Tahun 2006-2009 Sumber : CU Merdeka, 2009

Berbeda halnya dengan jumlah kredit macet yang mengalami penurunan pada tahun 2007, apabila dilihat dari jumlah penunggak mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan yang mengalami kenaikan jumlah penunggak yang tertinggi terjadi pada tahun 2008 ke 2009.

127,418,710

251,549,680241,744,100

495,482,000

0 100,000,000 200,000,000 300,000,000 400,000,000 500,000,000 600,000,000


(22)

Gambar 3. Perkembangan Jumlah Penunggak CU Merdeka Tahun 2006-2009

Sumber : CU Merdeka, 2009

Seiring dengan meningkatnya realisasi penyaluran kredit, ternyata nilai tunggakan riil mengalami fluktuasi. Nilai tunggakan riil atau NPL merupakan persentasi seluruh kredit yang termasuk Kurang Lancar (KL), Diragukan (D) dan Macet (M) terhadap nilai sisa pinjaman (biasa disebut Out Standing/OS). Salah satu indikator yang sehat bagi CU Merdeka adalah jika NPL dibawah tiga persen. Grafik perkembangan NPL CU Merdeka dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Perkembangan NPL CU Merdeka Januari 2009-Desember 2009 Sumber : CU Merdeka, (2010)

Tingginya kredit yang diberikan oleh CU Merdeka diikuti dengan peningkatan jumlah penunggak dan NPL. Tingginya NPL diakibatkan oleh banyaknya tunggakan kredit anggota CU Merdeka yang tergolong kredit kurang lancar, diragukan dan macet. Untuk mengatasi permasalahan pengembalian kredit yaitu dengan melihat kinerja penyaluran kredit dan menganalisis faktor-faktor

41

68

115

218

0 50 100 150 200 250

2006 2007 2008 2009

15.3 11.6

7.3

11.54 20.7

7 7.2 6 6 8.4

31 34

0 5 10 15 20 25 30 35 40


(23)

yang mempengaruhi pengembalian kredit serta bagaimana implikasi manajerial yang harus dilakukan oleh CU Merdeka.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kinerja penyaluran kredit CU Merdeka?

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit di CU Merdeka? 3. Bagaimana implikasi manajerial (managerial implications) berdasarkan

kinerja penyaluran kredit dan faktor-faktor pengembalian kredit pada manajemen CU Merdeka?

1.3Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kinerja penyaluran kredit CU Merdeka.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit pada CU Merdeka.

3. Mendeskripsikan implikasi manajerial (managerial implications) berdasarkan kinerja penyaluran kredit dan faktor-faktor yang mempengaruhi kredit terhadap manajemen CU Merdeka.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagi CU Merdeka, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan strategi untuk menentukan kebijakan khususnya terkait dengan meningkatkan realisasi pemberian kredit dan mengurangi kredit macet bahkan mencegah adanya penunggakan kredit.

2. Memberikan informasi bagi dunia pengetahuan dan menambah wawasan tentang lembaga keuangan mikro Koperasi kredit (CU) untuk peneliti selanjutnya.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada anggota CU Merdeka yang masa angsurannya selesai pada tahun 2008 sampai 2009 dengan pertimbangan karena CU Merdeka sudah melakukan RAT. Pada hasil RAT tersebut dilihat banyak anggota yang


(24)

mengalami kredit macet dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Analisis kinerja pelayanan dilakukan berdasarkan kinerja pelayanan kredit pada CU Merdeka. Analisis ini dilakukan hanya sebatas ruang lingkup deskriptif.


(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Koperasi

Koperasi memiliki beberapa definisi antara lain menurut ICA (1995) dalam Firdaus dan Agus (2004) Koperasi adalah perkumpulan yang otonom dari orang-orang yang bergabung secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya mereka yang sama melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis. Menurut UU No 25/1992 dalam Firdaus dan Agus (2004) koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berdasarkan UU No 25/1992 maka koperasi disejajarkan dan diberlakukan sebagaimana badan usaha lainnya, yaitu terkena pajak, tidak boleh menjadi monopoli, dan kinerja keberhasilan yang diperbandingkan dengan jenis badan usaha lainnya (misalnya besarnya SHU, volume usaha tanpa melihat partisipasi anggota, dan lain-lain).

Adapun pengertian koperasi menurut ekonomi Djojohadikoeseome (1941) dalam Firdaus dan Agus (2004) mengartikan bahwa koperasi adalah perkumpulan manusia seorang-seorang yang dengan sukanya sendiri hendak bekerja sama untuk memajukan ekonominya. Menurut Soeriaatmadja bahwa koperasi sebagai suatu perkumpulan dari orang-orang yang atas dasar persamaan derajat sebagai manusia, dengan tidak memandang haluan agama dan politik secara sukarela masuk, untuk sekedar memenuhi kebutuhan bersama yang bersifat kebendaan atas tanggungan bersama. Menurut Schaars (1980) dalam Firdaus dan Agus (2004) koperasi adalah suatu badan usaha yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang adalah juga pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk mereka atas dasar nir laba atau atas dasar biaya. Dengan demikian, koperasi dapat diartikan sebagai perkumpulan otonomi dari orang-orang yang berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis.


(26)

Fungsi dan peran koperasi menurut Firdaus dan Agus (2004) yaitu : 1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota

pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

Prinsip koperasi menurut Pasal 5 UURI No. 25 Tahun 1992 dalam Pasal 5 yaitu koperasi harus bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaan dilakukan secara demokratis. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing. Pembalasan balas jasa usaha masing-masing terhadap modal serta memiliki kemandirian dalam menjalankan usahanya. Selain itu, koperasi juga memiliki prinsip yaitu pendidikan perkoperasian untuk meningkatkan kualitas anggota dan melakukan kerjasama antar koperasi untuk mengembangkan koperasi (Firdaus dan Agus, 2004).

Sesuai ketentuan yang terdapat dalam pasal 16 UU RI No. 25 Tahun 1992 beserta penjelasannya dinyatakan bahwa “jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya”. Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti antara lain koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen pemasaran dan koperasi jasa. Khusus koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukan merupakan jenis koperasi sendiri (Firdaus dan Agus, 2004).

Jenis-jenis koperasi menurut Firdaus dan Agus (2004) dapat ditinjau dari berbagai sudut pendekatan, antara lain sebagai berikut:


(27)

1. Berdasarkan pada kebutuhan dan efisiensi dalam ekonomi sesuai dengan sejarah timbulnya gerakan koperasi, maka dikenal jenis-jenis koperasi yaitu: koperasi konsumsi, kredit, produksi, jasa, dan distribusi (pemasaran).

2. Berdasarkan golongan fungsional, maka dikenal jenis-jenis koperasi yaitu: koperasi pegawai negeri (KPN), koperasi angkatan darat (Kopad), koperasi angkatan laut (Kopal), koperasi angkatan udara (Kopau), koperasi angkatan kepolisian (Koppol), koperasi pensiunan angkatan darat, koperasi pensiunan (Koppen), koperasi karyawan (Kopkar), dan koperasi sekolah.

3. Berdasarkan lapangan usaha, maka dikenal beberapa jenis koperasi antara lain koperasi desa/serba usaha, konsumsi, perikanan, kerajinan/industri, simpan pinjam/kredit, asuransi, dan koperasi unit desa.

Dalam perkembangan terakhir sejak diberlakukannya Inpres No. 18 Tahun 1998, maka berbagai macam/jenis koperasi bermunculan sesuai dengan aspirasi masyarakat, antara lain: koperasi tani (Koptan), koperasi pondok pesantren (Koppontren), koperasi wanita/koperasi an-nissa, koperasi agribisnis, koperasi pedagang pasar, koperasi industri, koperasi syariah (Kopsyah), koperasi serba usaha, koperasi kredit (Kopdit), koperasi di kalangan profesi (akuntan, arsitek, pengacara, dokter, dan lain-lain), dan koperasi kelompok masyarakat tertentu (Pokmas) (Firdaus dan Agus, 2004).

2.2 Koperasi Kredit (Credit Union)

Istilah CU berasal dari bahasa latin, credere yang artinya percaya dan union/unus yang berarti kumpulan. CU diartikan sebagai kumpulan orang-orang yang saling percaya dalam suatu ikatan pemersatu yang sepakat untuk menabungkan uang, menciptakan modal bersama, untuk dipergunakan (dalam bentuk pinjaman) diantara sesama anggota untuk tujuan yang produktif dan kesejahteraan bersama (Credit Union Sumut, 2009).

CU memiliki empat perspektif yang terus dikembangkan di seluruh dunia adalah (Credit Union Sumut, 2009) :

1. Perspektif Keuangan, CU menjanjikan kesejahteraan dalam hal keuangan


(28)

Dana anggota akan terus bertambah apabila anggota saling percaya, karena dalam pelayanannya CU mengutamakan kepuasan anggotanya.

2. Perspektif Anggota, CU adalah kumpulan orang yang saling percaya,

sehingga bila CU makin kuat dan semakin banyak orang terlibat serta percaya, maka pelayanan dapat terus ditingkatkan.

3. Perspektif Internal Bisnis, CU berbisnis bersama seluruh anggotanya demi

mewujudkan impian bersama untuk membangun kesejahteraan dengan sistem perbankan, namun tetap berbasis kepada anggotanya.

4. Perspektif Pendidikan dan Pembelajaran yang diberikan secara terus menerus

kepada pengurus, pengawas, manajemen dan anggota menjadi sarana untuk melahirkan pribadi-pribadi kompeten untuk mengurus lembaga keuangan miliknya.

Dalam menjalankan usahanya CU memiliki prinsip dan pilar yang telah dirumuskan dan disepakati dalam forum CU yang diselenggarakan oleh WOCCU. Kesembilan prinsip tersebut menurut Credit Union Sumut (2009) yaitu:

1. Keanggotaan yang terbuka dan sukarela, bagi semua orang yang bersedia menerima tanggung jawab keanggotannya tanpa membedakan jenis kelamin, ras, politik, maupun agama.

2. Dikontrol secara demokratis oleh anggota, yang mempunyai hak yang sama (satu anggota satu suara) dan berperan dalam pengambilan keputusan tanpa dipengaruhi jumlah sahamnya.

3. Tidak diskriminatif, karena CU tidak membedakan anggota dari suku, kebangsaan, jenis kelamin, agama, maupun politik.

4. Pelayanan kepada anggota, ditujukan untuk meningkatkan ekonomi seluruh anggotanya dengan mempertahankan azas dari, oleh, dan untuk anggota. 5. Distribusi kepada anggota, mendorong sikap hemat dengan cara menabung

dan penyediaan pinjaman serta pelayanan lainnya. Surplus yang diperoleh dibagikan kepada seluruh anggota sebanding dengan transaksinya sebagai balas jasa saham dan balas jasa pinjaman. Balas jasa yang diberikan kepada anggota harus sebanding dengan besarnya modal saham yang dimilikinya dan partisipasinya dalam mengembangkan usaha CU.


(29)

6. Membangun stabilitas keuangan, untuk membangun kekuatan finansial, termasuk pembentukan cadangan yang memadai dan internal kontrol yang memastikan pelayanan yang berkesinambungan kepada seluruh anggota 7. Pendidikan yang terus menerus bagi seluruh anggota, pengurus, pengawas

dan manajemen serta masyarakat luas tentang ekonomi, sosial, dan demokrasi dan prinsip kerja sama dan saling membantu dalam CU, termasuk pengelolaan keuangan, hidup hemat, dan penggunaan pinjaman secara bijaksana.

8. Kerjasama antar lembaga pada tingkat lokal, nasional, dan internasional dalam rangka memberikan pelayanan terbaik kepada anggota.

9. Tanggung Jawab Sosial dalam menjunjung pembangunan manusia dan hubungan sosialnya.

Dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensinya maka CU memiliki tiga pilar yaitu (Credit Union Sumut, 2009) :

1. Pendidikan, tujuannya agar anggota dapat mengerti peran serta, hak dan kewajiban sebagai anggota CU agar lebih bijaksana dalam mengatur keuangan keluarga maupun keuangan usaha, mengetahui dan memahami laporan keuangan serta perkembangan CU. Dalam CU dikenal motto: dimulai dengan pendidikan, berkembang melalui pendidikan dan dikontrol oleh pendidikan.

2. Solidaritas atau kesetiakawanan, karena CU tidak sekedar menghimpun simpanan dan memberikan pinjaman kepada anggotanya, namun yang paling utama adalah bagaimana setiap anggota CU memperhatikan kepentingan bersama daripada kepentingan diri sendiri dan saling melayani. Hal ini secara nyata diwujudkan anggota CU yang menyimpan/menabung secara teratur, dan mengangsur pinjamannya secara tertib sehingga anggota-anggota lain juga memperoleh bantuan (pinjaman) bila membutuhkan.

3. Swadaya, karena CU harus bisa membiayai dirinya sendiri. Agar hal tersebut dapat terwujud para anggota harus berusaha agar lembaganya semakin besar dan sehat. Caranya adalah menabung ke CU secara teratur dan sebanyak banyaknya serta menghindari agar tidak menabung ke lembaga keuangan lain. CU adalah milik anggota sendiri, sedangkan di lembaga keuangan lain


(30)

pemiliknya adalah sebagian orang, sedangkan penabung hanya sebagai nasabah.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang membahas mengenai kinerja penyaluran dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian pada CU Merdeka belum pernah dilakukan sebelumnya sebagai topik penelitian di Institut Pertanian Bogor (IPB). Tetapi, sebelumnya telah ada beberapa penelitian mengenai kinerja dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembalian kredit, baik pada bank umum maupun melalui koperasi. Diantaranya yang pernah dilakukan Santy (2008), Lismawati (2009), Pamungkas (2009), Hasibuan (2010), Lubis (2009), Triwibowo (2009).

Pamungkas (2009) melakukan penelitian kinerja keuangan dan penilaian nasabah terhadap mutu pelayanan BPR Rama Ganda Bogor. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder dan teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive (sengaja). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah IPA (Importance Performance Analysis), CSI (Customer Satisfication Index) dan analisis rasio keuangan. Adapaun hasil penelitiannya yaitu kinerja keuangan BPR Rama Ganda masih berada pada batas aman. Nasabah BPR Rama Ganda sektor perdagangan sebagian besar adalah pedagang sembako dengan lama usaha dua tahun, rata-rata besarnya pinjaman sebesar Rp 1-10 juta dan penghasilan (omset) perbulannya sebesar Rp 2-3 juta. Berdasarkan karakteristik responden terhadap mutu pelayanan BPR Rama Ganda, rata-rata responden masih merasa belum puas dengan pelayanan yang diberikan.

Santy (2008) melakukan penelitian kinerja dan faktor-faktor yang mempengaruhi keanggotaan koperasi petani (KOPTAN) Mitra Sukamaju Desa Pasir Langu Kecamatan Cisarua Jawa Barat. Dari hasil analisisnya disebutkan bahwa kinerja keanggotaan Mitra Sukamaju jika dilihat dari jumlah anggota selama enam tahun terakhir memiliki kecenderungan yang menurun, namun kesejahteraan anggota jika dilihat dari rata-rata SHU yang diterima setiap anggota semakin meningkat. Selain itu, KOPTAN Mitra Sukamaju belum mampu mencapai target dalam memberikan pelayanan yang memuaskan bagi anggotanya


(31)

khususnya dalam pengadaan benih dan obat-obatan. Untuk hasil analisis regresi logistik terdapat dua faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk menjadi anggota KOPTAN Mitra Sukamaju yaitu lamanya pengalaman bertani paprika dan produktivitas paprika yang dihasilkan petani.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Lismawati (2009) penelitiannya berjudul analisis kinerja keuangan dan pelayanan KUD Sumber Alam Dramaga. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis kinerja keuangan yang terdiri dari Analisis Trend, Persentase Per komponen dan Rasio untuk mengetahui keadaaan keuangan KUD selama ini sehingga mengukur keberhasilan KUD Sumber Alam dalam menghasilkan laba serta analisis pelayanan yang digunakan sama dengan Pamungkas (2007) yang menggunakan pendekatan Customer Satisfication Index (CSI) untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan atribut-atribut tertentu. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa trend pada pos aktiva cenderung meningkat, pos aktiva tetap cenderung turun hal ini dikarenakan sebagian dari aktiva tetap dimanfaatkan untuk memenuhi hutang KUD yang telah jatuh tempo. Trend pada pos kewajiban lancar dan jangka panjang juga mengalami penurunan. Hasil dari persentase komponen menunjukkan aktiva lancar memberikan asset terbesar dibandingkan aktiva lainnya. Sedangkan pada pos pasiva lainnya memberikan sumbangan yang lebih besar pada pos jumlah kewajiban dibandingkan jumlah kekayaan walaupun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Sementara hasil analisis CSI menunjukkan tingkat kepuasan anggota terhadap pelayanan yang diberikan KUD Sumber Alam masih berada pada tingkatan cukup puas.

Triwibowo (2009) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit bermasalah oleh nasabah di sektor perdagangan agribisnis kasus pada BPR Rama Ganda Bogor. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa karakteristik individu debitur BPR Rama Ganda pada sektor perdagangan agribisnis yang mengalami kredit bermasalah sebagian besar berada pada usia 31 tahun sampai 40 tahun, berpendidikan SLTA, memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 0-2 orang, memiliki jarak rumah 11 km-15 km dan nasabah yang sebelumnya tidak pernah meminjam atau tidak punya pengalaman pengambilan kredit sebelumnya. Pengalaman usaha debitur antara 3


(32)

tahun, memiliki omzet usaha perbulan antara Rp 1.000.000 sampai Rp 6.000.000, memiliki besar agunan Rp 1.000.000 sampai dengan Rp 10.000.000, dan menyatakan keberatan dengan beban bunga. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pengembalian kredit pada sektor perdagangan agribisnis yang mengalami kredit bermasalah adalah jumlah tanggungan keluarga, pengalaman pengembalian kredit, omzet usaha dan beban bunga.

Lubis (2009) dan Hasibuan (2010) melakukan penelitian di sektor perbankan yang sama yaitu BRI. Lubis (2009) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi dan pengembalian kredit usaha rakyat di BRI unit Cibungbulang sedangkan Hasibuan (2010) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat macet pada kredit usaha rakyat (Kupedes) yang terkait sektor agribisnis pada BRI Cijeruk.

Hasil penelitian Lubis (2009) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit adalah karakteristik individu (usia, jenis kelamin dan jumlah tanggungan keluarga), karakteristik usaha (omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan perbulan, jenis usaha dan lama usaha) serta karakteristik kredit (frekuensi peminjaman kredit, jumlah kredit yang diajukan dan nilai agunan). Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit yaitu karakteristik nasabah yaitu karakteristik individu (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan jarak tempat tinggal), karakteristik usaha (nilai RPC per bulan, jenis usaha, lama usaha dan lama menetap di lokasi usaha) serta karakteristik kredit (nilai plafon kredit, jangka waktu pengembalian, frekuensi peminjaman kredit, nilai agunan dan kewajiban perbulan).

Hasil analisis deskriptif (Lubis, 2010) karakteristik debitur responden sebagai penerima realisasi KUR-Kupedes adalah sebagian besar berusia 36 sampai 45 tahun, berjenis kelamin pria dan jumlah tanggungan keluarga empat hingga enam orang, sebagian besar memiliki omzet usaha diatas lima juta hingga 10 juta rupiah per bulan, pendapatan bersih diatas 250 ribu hingga 500 ribu rupiah per bulan, usaha off farm dan lama usaha maksimal lima tahun, frekuensi peminjaman kredit maksimal dua kali kredit yang diajukan diatas empat juta


(33)

hingga lima juta dengan nilai agunan maskimal dua juta rupiah. Karakteristik debitur responden berdasarkan tingkat pengembalian KUR-Kupedes adalah sebgaian besar memiliki usia dan jumlah tanggungan keluarga pada kisaran yang sama dengan realisasi kredit, jenis kelamin wanita, tingkat pendidikan SD dan jarak tempat tinggal maksimal lima kilometer, sebagian RPC diatas 250 ribu hingga 500 ribu rupiah per bulan, jenis usaha dan lama usaha pada kisaran yang sama dengan realisasi kredit, serta menetap di lokasi usaha maksimal 10 tahun, sebagian besar nilai plafon kredit kisaran dua juta hingga empat juta rupiah (debitur yang lancar) dan diatas empat juta rupiah (debitur yang menunggak), jangka waktu pengembalian kredit 12 bulan (setahun), frekuensi peminjaman kredit dan nilai agunan pada kisaran yang sama dengan realisasi kredit, serta kewajiban mulai dari 200 ribu hingga 400 ratus ribu rupiah per bulan. Menurut Hasibuan (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian tunggakan Kupedes (kredit macet) adalah usia, pendidikan, tanggungan keluarga, jumlah pembinaan, jarak rumah debitur dengan BRI, pengalaman usaha, jangka waktu pengembalian kredit, beban bunga dan omzet usaha.

Dari hasil analisis regresi linier berganda Lubis (2009) menilai faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap realisasi KUR Kupedes di BRI unit Cibungbulang adalah omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan bersih per bulan, jenis usaha, jumlah kredit yang diajukan, dan nilai agunan. Berdasarkan analisis regresi logistik biner, faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap pengembalian KUR-Kupedes (lancar atau menunggak) adalah jenis kelamin dan kewajiban per bulan. Untuk hasil analisis Hasibuan (2010) pada BRI Cijeruk faktor-faktor yang signifikan terhadap pengembalian Kupedes adalah variabel usia, variabel tingkat pendidikan dan variabel nilai agunan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi penelitian, tempat penelitian, analisis kinerja yang digunakan hanya sebatas ruang lingkup deskriptif.


(34)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Konsep Kinerja

Pengertian kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dalam Nawawi (2006) adalah (a) sesuatu yang dicapai, (b) prestasi yang diperlihatkan, (c) kemampuan kerja. Menurut Lavasque dalam Nawawi (2006), kinerja adalah segala sesuatu yang dikerjakan seseorang dan hasilnya dalam melaksanakan fungsi suatu pekerjaan. Dari kedua pengertian tersebut dapat diartikan kinerja merupakan kemampuan kerja dan hasil atau prestasi yang dicapai dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Menurut Nawawi (2006) kinerja merupakan gabungan dari tiga faktor yang terdiri dari pengetahuan, pengalaman dan kepribadian. (a) Pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab dalam bekerja. Seperti jenis dan jenjang pendidikan serta pelatihan yang pernah diikuti di bidangnya. (b) Pengalaman, yang tidak sekedar jumlah waktu atau lamanya dalam bekerja, tetapi berkenaan juga dengan substansi yang dikerjakan jika dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama akan meningkatkan kemampuan dalam mengerjakan suatu bidang tertentu. (c) Kepribadian, berupa kondisi di dalam seseorang dalam menghadapi bidang kerjanya, seperti minat, bakat, kemampuan bekerjasama/keterbukaan, ketekunan, kejujuran, motivasi kerja, dan sikap terhadap pekerjaan.

3.2 Konsep Jasa

Menurut Umar (2003) produk dapat diklasifikasikan dengan banyak cara, salah satunya adalah mengklasifikasikannya berdasarkan pada berwujud atau tidak. Dengan kriteria ini, produk dapat diklasifikasikan sebagai barang yang tahan lama (durable goods), barang tidak tahan lama (nondurable goods), dan jasa (service). Akan tetapi, membedakan antara barang dan jasa sering sulit dilakukan, misalnya karena pembelian suatu barang sering dilengkapi dengan jasa-jasa atau sebaliknya, pembelian jasa sering melibatkan barang-barang. Kotler dan Kevin (2007) mendefinisikan jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat


(35)

intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produk jasa dapat berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.

Karakteristik jasa dan implikasinya terhadap pemasaran (Umar, 2003): 1. Intangibility: jasa bersifat intangible, tidak dapat dilihat, dirasakan, didengar

atau dihirup sebelum dikonsumsi. Untuk mengurangi sifat ketidak pastian, pembeli akan melihat tanda dari kualitas jasa. Pembeli akan menarik kesimpulan akan sebuah kualitas dari tempat, orang, perlengkapan, alat komunikasi dan harga yang bisa mereka lihat. Dalam dunia perbankan dan lembaga keuangan, karakteristik ini diantisipasi dengan memperbaiki penampilan fisik mulai dari letak gedung yang strategis, fasilitas yang lengkap serta penampilan pegawai yang meyakinkan.

2. Inseparability: dalam proses, produk barang lebih dahulu diproduksi kemudian disimpan, dijual lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa lebih dulu dijual, baru diproduksi dan konsumsi dalam waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, jasa tidak terpisahkan dari penyedianya, meskipun penyedia jasa adalah sebuah mesin. Karena pembeli hadir dalam proses produsi jasa maka interaksi keduanya sangat berpengaruh terhadap hasil yang didapat.

3. Variability: jasa sangat bervariasi, kualitas yang dihasilkan bergantung pada penyedianya, kapan, dimana dan bagaimana jasa tersebut disediakan. Dalam hal ini koperasi telah menetapkan satu acuan yang digunakan secara umum sebagai standar layanan koperasi.

4. Perishability: jasa bersifat perishable atau tidak tahan lama, tidak dapat diproduksi sekarang untuk dijual kemudian. Dalam hal ini banyak strategi yang digunakan koperasi mulai dari strategi pendidikan sampai penambahan unit dan jam layanan.

Menurut Umar (2003) kualitas jasa akan dinilai oleh konsumen, sehingga perusahaan hendaknya menentukan suatu tolok ukur rencana kualitas produk dari tiap dimensi kualitasnya. Dimensi kualitas jasa dapat dibagi kedalam lima dimensi kualitas jasa yaitu realibility, responsibility, assurance, emphaty dan tangibles (Umar, 2003):

a. Realibility yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.


(36)

b. Responsibility yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan/pasien.

c. Assurance meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Dimensi ini merupakan gabungan dari sub dimensi kompetensi, kesopanan dan kredibilitas:

- Kompetensi (competence) keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.

- Kesopanan (courtesy) meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para karyawan.

- Kredibilitas (credibility) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya. d. Emphaty yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada

pelanggan, seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi emphaty ini merupakan gabungan dari dimensi akses, komunikasi, dan pemahaman pada pelanggan:

- Akses (access) meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan perusahaan.

- Komunikasi (communication) merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan.

- Pemahaman pada pelanggan (understanding the customer) meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui, memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.


(37)

e. Tangibles meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapian dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.

3.3 Kredit

Kredit berasal dari bahasa Italia yaitu credere yang artinya kepercayaan, kepercayaan yang dimaksud adalah kepercayaan dari kreditur bahwa debiturnya akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Dalam hal ini, kreditur percaya bahwa kredit tersebut tidak akan macet. Kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati Hasibuan (2008).

Pengertian kredit dalam UU RI No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan Bab I, Pasal 1 ayat (12) dalam Hasibuan (2008) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan.

Dalam kegiatan ekonomi, kredit diartikan sebagai lalu lintas pembayaran dan penukaran barang dan jasa dimana pihak yang kesatu (kreditur) memberikan prestasi baik berupa uang, barang, jasa atau prestasi lainnya kepada pihak lain (debitur), sedangkan imbangan prestasi (kontraprestasi) akan diterima kemudian. Kredit adalah alat yang ampuh bagi perkembangan ekonomi karena dapat memproduktifkan modal yang beku untuk selanjutnya disalurkan pada sektor perniagaan dalam arti luas. Laba yang diperoleh perusahaan karena adanya kredit menghasilkan peningkatan produksi dan konsumsi dalam masyarakat Suyatno et al (2007).

Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit kepada debitur didasarkan kepercayaan, sehingga dengan demikian pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan. Lembaga kredit akan memberikan kredit apabila betul-betul yakin debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua pihak. Tanpa keyakinan


(38)

tersebut, suatu lembaga kredit tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya.

Menurut Suyatno et al (2007) unsur-unsur yang terdapat dalam kredit yaitu kepercayaan, waktu, degree of risk dan prestasi :

a. Kepercayaan yaitu keyakinan si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. b. Waktu yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan

kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

c. Degree of risk yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah unsur risiko maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat bentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan.

3.3.1 Fungsi dan Tujuan Kredit

Kredit yang diberikan oleh lembaga kredit kepada masyarakat atau debitur mempunyai pengaruh yang sangat luas dalam segala bidang, khususnya di bidang ekonomi. Fungsi kredit bagi masyarakat menurut Hasibuan (2008) antara lain: 1. Menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan dan

perekonomian.

2. Memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat. 3. Memperlancar arus barang dan arus uang.


(39)

5. Meningkatkan produktivitas dana yang ada. 6. Meningkatkan daya guna (utility) barang. 7. Meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat. 8. Memperbesar modal kerja perusahaan.

9. Meningkatkan income per capita (IPC) masyarakat.

10. Mengubah cara berpikir/bertindak masyarakat untuk lebih ekonomi.

Tujuan kredit menurut Hasibuan (2008) pada umumnya didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yang dianut oleh organsasi yang bersangkutan, yaitu pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat (keuntungan) yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu pemberian kredit dimaksud untuk memperoleh keuntungan, maka lembaga keuangan hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit jika ia betul-betul merasa yakin bahwa nasabah yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Dari faktor kemampuan dan kemauan tersebut, terdapat unsur keamanan (safety) dan sekaligus unsur keuntungan (profability) dari suatu kredit Suyatno, et al (2007)

Tujuan penyaluran kredit menurut Hasibuan (2008) antara lain adalah: 1. Memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit.

2. Memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada. 3. Melaksanakan kegiatan operasional bank.

4. Memenuhi permintaan kredit dari masyarakat. 5. Memperlancar lalu lintas pembayaran.

6. Menambah modal kerja perusahaan.

7. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat.

3.3.2 Jenis-Jenis Kredit

Pemberian fasilitas kredit oleh bank dikelompokkan ke dalam jenis yang masing-masing dilihat dari berbagai segi. Pembagian jenis ini ditujukan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu mengingat setiap jenis usaha memiliki berbagai karakteristik tertentu.

Jenis-jenis kredit menurut Khasmir (2007) yaitu dibedakan menurut kegunaan, tujuan kredit, jangka waktu, jaminan dan sektor usaha:


(40)

1. Jenis Kredit berdasarkan Kegunaan yaitu kredit investasi dan kredit modal kerja.

a. Kredit Investasi yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru dimana masa pemakainnya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.

b. Kredit Modal Kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai, atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan.

2. Jenis Kredit berdasarkan Tujuan Kredit yaitu kredit produktif, kredit konsumtif dan kredit perdagangan.

a. Kredit Produktif, kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. Artinya, kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan sesuatu baik berupa barang maupun jasa.

b. Kredit Konsumtif merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha.

c. Kredit Perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah tertentu.

3. Jenis Kredit berdasarkan Jangka Waktu yaitu kredit jangka pendek, kredit jangka menengah dan kredit jangka panjang.

a. Kredit Jangka Pendek merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

b. Kredit Jangka Menengah yaitu jangka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal


(41)

kerja. Beberapa bank mengklasifikasikan kredit menengah menjadi kredit jangka panjang.

c. Kredit Jangka Panjang merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling lama yaitu diatas tiga tahun atau lima tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit atau manufaktur dan juga untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.

4. Jenis Kredit berdasarkan Jaminan yaitu kredit dengan jaminan dan kredit tanpa jaminan.

a. Kredit dengan Jaminan merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya, setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur.

b. Kredit tanpa Jaminan yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter, serta loyalitas si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan.

c. Jenis Kredit berdasarkan Sektor Usaha yaitu kredit pertanian, kredit peternakan, kredit industri dan kredit pertambangan.

a. Kredit Pertanian merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang.

b. Kredit Peternakan merupakan kredit diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek misalnya peternakan ayam dan untuk kredit jangka panjang seperti kambing atau sapi.

c. Kredit Industri yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil, menengah atau besar.

d. Kredit Pertambangan yaitu jenis kredit untuk usaha tambang yang dibiayainya, biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak atau tambang timah.


(42)

3.3.3 Permohonan Kredit

Syarat awal yang harus dilakukan debitur untuk melakukan kredit adalah mengajukan permohonan kredit. Suyatno et al (2007) mengungkapkan bahwa permohonan kredit mencakup permohonan baru untuk mendapatkan suatu jenis fasilitas kredit, permohonan tambahan suatu kredit yang sedang berjalan, permohonan perpanjangan/pembaruan masa laku kredit yang telah berakhir jangka waktunya, dan permohonan lainnya berupa perubahan syarat-syarat fasilitas kredit yang sedang berjalan. Dalam permohonan kredit hal-hal yang harus dilakukan adalah pertimbangan kredit, pencairan kredit, pengawasan kredit, pelunasan kredit, penambahan kredit, dan kredit macet.

1. Pertimbangan Kredit

Pertimbangan kredit harus dilaksanakan untuk menghindari terjadinya kredit macet dan penyelesaian kredit macet. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam mempertimbangkan pengajuan kredit yaitu prinsip 6C menurut Dendawijaya (2001) yaitu character, capital, capacity, condition of economic, collateral dan constraints:

1. Character (watak) dalam melakukan analisis mengenai watak/karakter berkaitan dengan integritas dari calon debitur. Integritas ini sangat menentukan willingness to pay atau kemauan membayar kembali nasabah atas kredit yang telah dinikmatinya.

2. Capital pembiayaan suatu usaha yang akan dijalankan debitur tidak seluruhnya berasal dari bank atau lembaga keuangan, tetapi dibiayai bersama antara bank dan debitur. Oleh karena itu, pihak (calon) debitur wajib memiliki sejumlah dana guna dapat berpartisipasi dalam pembiayaan proyeknya. Perbandingan antara besarnya modal sendiri yang dapat disediakan nasabah disebut dengan debt to equity ratio. Penilaian terhadap modal sangat erat hubungannya dengan nilai modal yang dimiliki calon nasabah guna membiayai proyek yang akan dijalankannya.

3. Capacity adalah penilaian terhadap calon nasabah kredit dalam hal kemampuan memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian pinjaman atau akad kredit, yakni melunasi pokok pinjaman disertai bunga sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang diperjanjikan.


(43)

Kemampuan-kemampuan calon nasabah yang harus diukur adalah: a. Kemampuan (calon) nasabah menyediakan dana untuk pembiayaan, b. Kemampuan (calon) nasabah untuk membangun proyeknya,

c. Kemampuan nasabah untuk menghasilkan produk dari proyeknya, d. Kemampuan nasabah untuk menjual hasil produksinya,

e. Kemampuan nasabah untuk memperoleh laba dari penjualan tersebut, f. Kemampuan nasabah untuk menyediakan cash yang memadai untuk

membayar kewajiban-kewajibannya kepada bank.

4. Condition of Economic suatu proyek yang akan dibiayai bersama oleh bank dan nasabah kredit tentu memiliki berbagai ciri tertentu, misalnya jenis bisnis yang akan digeluti, jenis produk/jasa yang akan diproduksi, sasaran pasar yang akan dituju, harga yang akan ditawarkan, promosi yang akan dijalankan, dan sebagainya. Faktor-faktor yang berada di lingkungan sekitar lokasi proyek akan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap ciri/corak bisnis atau proyek yang akan dibangun, baik proyek baru ataupun proyek perluasan. Dalam rangka proyeksi pemberian kredit, kondisi perekonomian harus

pula ikut dianalisis (paling sedikit selama jangka waktu kredit). Kondisi-kondisi tersebut antara lain meliputi:

a. Kondisi dari sektor pertanian atau industri dimana proyek akan dibangun, b. Ketergantungan terhadap bahan baku yang harus diimpor,

c. Nilai kurs valuta terhadap nilai uang domestik (rupiah), d. Peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku,

e. Kondisi perekonomian secara nasional, regional dan global,

f. Kemudahan untuk memperoleh sumber daya (bahan baku, tenaga kerja), g. Tingkat bunga yang berlaku.

5. Collateral (agunan) berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan pemerintah/Bank Indonesia, setiap pemberian kredit oleh bank harus didukung oleh adanya jaminan/agunan yang memadai, kecuali untuk program pemerintah. Agunan kredit merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum permohonan kredit disetujui atau dicairkan. Agunan pada umumnya adalah barang-barang yang diserahkan peminjam kepada


(44)

bank sebagai jaminan atas kredit atau pinjaman yang diterimanya. Dengan demikian, collateral atau jaminan tersebut berfungsi sebagai:

a. Bagian dari pelaksanaan prinsip kehati-hatian yang dilakukan bank,

b. Cara yang dilakukan bank untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kegagalan usaha atau proyek yang dibiayainya,

c. Cara untuk mendorong nasabah agar mau bersungguh-sungguh dalam melaksanakan /mengelola proyeknya yang ikut dibiayai bank,

d. Pengganti pembayaran apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiabannya kepada bank, misalnya dijual melalui lelang umum dan berbagai cara lain sesuai dengan ketentuan serta perundang-undanagn yang berlaku.

6. Constraints merupakan faktor hambatan atau rintangan berupa faktor-faktor hambatan atau rintangan berupa faktor-faktor psikologis yang ada pada daerah atau wilayah tertentu yang menyebabkan suatu proyek tidak dapat dilaksanakan.

Selain aspek 6 C di atas, prinsip tambahan lainnya yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan pengajuan kredit adalah prinsip 7P. Menurut Hasibuan (2008), prinsip 7 P yaitu personality, party, purpose, prospect, payment, profitability dan protection :

1. Personality (kepribadian) adalah sifat dan perilaku yang dimiliki calon debitur yang mengajukan permohonan kredit bersangkutan, dipergunakan sebagai dasar pertimbangan pemberian kredit. Jika kepribadiannya baik, kredit dapat diberikan, sebaliknya apabila kepribadiannya jelek maka kredit tidak akan diberikan. Alasannya adalah karena kepribadian yang baik akan berusaha membayar pinjamannya, sedangkan kepribadian yang jelek akan sulit membayar pinjamannya. Kepribadian calon nasabah ini dapat diketahui dengan mengumpulkan informasi tentang keturunan, pekerjaan, pendidikan dan pergaulannya.

2. Party adalah mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi-klasifikasi atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, karakter, dan loyalitasnya dimana setiap klasifikasi nasabah akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.


(45)

3. Purpose (tujuan) adalah tujuan dan penggunaan kredit oleh calon debitur, apakah untuk kegiatan konsumtif atau sebagai modal kerja. Tujuan kredit ini menjadi hal yang menentukan apakah permohonan calon debitur disetujui atau ditolak. Apabila kredit digunakan untuk kegiatan konsumtif maka kredit tidak dapat diberikan, tetapi jika digunakan sebgai modal kerja (produktif) maka kredit dapat diberikan. Jadi, analis kredit harus mengetahui secara pasti tujuan dan penggunaan kredit yang akan diberikan sehingga dapat mempertimbangkan apakah kredit akan diberikan atau ditolak.

4. Prospect adalah prospek perusahaan di masa datang, apakah akan menguntungkan (baik) atau merugikan (jelek). Jika prospek terlihat baik maka kredit dapat diberikan, sebaliknya jika jelek maka kredit ditolak. Oleh karena itu, analisis kredit harus mampu mengestimasi masa depan perusahaan calon debitur agar pengembalian kredit menjadi lancar.

5. Payment (pembayaran) adalah mengetahui bagaimana pembayaran kembali kredit yang diberikan. Hal ini dapat diketahui jika analis kredit memperhitungkan kelancaran penjualan dan pendapatan calon debitur sehingga dapat diperkirakan kemampuannya untuk membayar kembali kredit tersebut sesuai dengan perjanjian. Atas payment ini harus dipergunakan sebagai bahan pertimbangan pemberian kredit agar pengembalian kredit berjalan lancar.

6. Profitability adalah untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah mendapatkan laba. Profitability diukur per periode, apakah konstan atau meningkat dengan adanya pemberian kredit.

7. Protection bertujuan agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang, jaminan orang atau jaminan asuransi.

Prinsip 3R menurut Hasibuan (2008) yaitu returns, repayment, risk dan bearing ability:

1. Returns adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon debitur setelah memperoleh kredit. Apabila hasil yang diperoleh cukup untuk membayar pinjamannya dan sekaligus membantu perkembangan usaha calon


(46)

debitur bersangkutan maka kredit diberikan. Akan tetapi, jika sebaliknya maka kredit jangan diberikan.

2. Repayment adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu pembayaran kredit oleh calon debitur, tetapi perusahaannya tetap berjalan. 3. Risk bearing ability adalah memperhitungkan besarnya kemampuan

perusahaan calon debitur untuk menghadapi risiko, apakah perusahaan calon debitur risikonya besar atau kecil. Kemampuan perusahaan menghadapi risiko ditentukan oleh besarnya modal dan strukturnya, jenis bidang usaha, dan manajemen perusahaan bersangkutan. Jika risk bearing ability perusahaan besar maka kredit tidak diberikan, tetapi apabila risk bearing ability perusahaan kecil maka kredit diberikan.

2. Pencairan Kredit

Pencairan kredit dilakukan oleh pihak lembaga keuangan setelah pihak debitur telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam surat perjanjian dan telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak yang disahkan notaris. Pencairan kredit tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu langsung dikirim ke rekening debitur ataupun dikirim ke rekening perusahaan.

3. Pengawasan Kredit

Pengawasan dimaksudkan untuk memonitoring perkembangan usaha debitur setelah kredit diberikan, apakah maju atau terjadi penurunan. Jika usaha debitur maju maka kredit akan lancar. Sebaliknya apabila usaha debitur menurun hendaknya penagihan lebih ditingkatkan sebelum kredit tersebut macet.

4. Pelunasan Kredit

Pelunasan kredit adalah dipenuhinya semua kewajiban utang nasabah terhadap bank atau lembaga keuangan yang bersangkutan yang berakibat hapusnya ikatan perjanjian kredit Suyatno et al (2007). Apabila debitur sudah melunasi kewajiban sesuai perjanjian maka bank atau lembaga keuangan harus mengembalikan agunan yang semula dikuasakan ke bank atau lembaga keuangan sebagai agunan.

5. Penambahan Kredit

Seorang debitur yang berhasil dalam menjalankan usahanya dan mampu melunasi kewajiban pengembalian kreditnya dengan baik sesuai dengan perjanjian


(47)

yang sebelumnya telah disepakati bersama, maka akan memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan kredit kembali. Hal in disebabkan oleh adanya kepercayaan pihak bank atau lembaga keuangan sebagai kreditur terhadap integritas debitur yang tidak perlu diragukan lagi. Proses analisis dalam kelayakan pemberian kredit ini akan berulang kembali sama seperti seleksi permohonan kredit yang pertama.

6. Kredit Macet

Kredit macet adalah kredit yang diklasifikasikan pembayarannya tidak lancar dilakukan oleh debitur bersangkutan. Bank Indonesia sebagai bank sentral negara Indonesia menetapkan penggolongan kredit berdasarkan tingkat kelancaran pengembalian kredit. Penggolongan tersebut membedakan kredit ke dalam empat kategori yaitu kredit lancar, kredit kurang lancar, kredit diragukan dan kredit macet:

1. Kredit lancar, yaitu kredit yang tidak mengalami penundaan dalam pembayaran pokok pinjaman dan bunga.

2. Kredit kurang lancar, merupakan kredit yang pembayaran pokok pinjaman dan bunganya telah mengalami penundaan selama tiga bulan dari waktu yang diperjanjikan.

3. Kredit diragukan, kredit yang pembayaran pokok pinjaman dan bunganya telah mengalami penundaan selama enam bulan atau dua kali jadwal yang telah diperjanjikan.

4. Kredit macet, yaitu yang pembayaran pokok pinjaman dan bunganya telah mengalami penundaan lebih dari satu tahun sejak jatuh tempo berdasarkan jadwal yang telah diperjanjikan.

Kredit macet harus secepatnya diselesaikan agar kerugian yang lebih besar dapat dihindari. Untuk menghindari kerugian tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut rescheduling, reconditioning, restructuring dan liquidation (Hasibuan 2008):

1. Rescheduling atau penjadwalan ulang atau perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Debitur yang dapat diberikan fasilitas penjadwalan ulang adalah nasabah yang


(48)

menunjukkan iktikad baik dan karakter yang jujur serta ada keinginan untuk membayar (willingness to pay) serta menurut bank, usahanya tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas.

2. Reconditioning atau persyaratan ulang atau perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit meliputi perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan sebagian atau seluruh bunga, dan persyaratan-persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tidak termasuk penambahan dana dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi equity perusahaan. Persyaratan ulang diberikan kepada debitur yang jujur, terbuka dan kooperatif yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan tetapi diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.

3. Restructuring atau penataan ulang adalah perubahan syarat kredit yang menyangkut :

a. Penambahan dana bank atau lembaga keuangan

b. Konversi sebagian/seluruh tunggakan sebagian/seluruh tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, atau

c. Konversi sebagian/seluruh kredit menjadi penyertaan bank mengambil partner lain untuk menambah penyertaan.

4. Liquidation atau likuidasi adalah penjualan barang-barang yang dijadikan agunan dalam rangka pelunasan hutang. Pelaksanaan likuidasi dilakukan terhadap kategori kredit yang menurut bank atau lembaga keuangan sudah tidak dapat dibantu untuk disehatkan kembali, atau nasabah sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi dapat dengan: 1. Menyerahkan penjualan agunan kepada debitur bersangkutan, harga

minimumnya ditetapkan bank atau lembaga keuangan dan pembayarannya tetap dikuasai bank atau lembaga keuangan.

2. Penjualan agunan dilakukan melalui lelang dan hasil penjualan diterima oleh bank atau lembaga keuangan untuk membayar pinjamannya.

3. Bagi bank Negara diselesaikan Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) dengan melelang agunan untuk membayar pinjaman nasabah.


(49)

4. Agunan disita pengadilan negeri lalu dilelang untuk membayar utang debitur.

5. Agunan dibeli bank untuk dijadikan asset bank.

3.4Kerangka Pemikiran

CU Merdeka merupakan lembaga keuangan mikro yang memberikan kredit kepada anggotanya. Bagi koperasi ini anggota merupakan sumber potensi utama. Pelayanan yang lancar dan bermutu merupakan motif utama yang penting dalam koperasi. Apabila tingkat hubungan koperasi dengan anggotanya dapat diketahui untuk menciptakan kepuasan bagi anggotanya. Bila anggota sudah merasa puas dengan pelayanan koperasi, maka anggota akan tetap mempertahankan keanggotannya, atau timbul perasaan tidak ingin pindah/keluar ke koperasi lainnya Soedjono dkk (2000).

Permasalahan yang dihadapi CU Merdeka saat ini adalah meningkatnya kredit macet yang sejalan dengan peningkatan permintaan kredit. Dengan meningkatnya kredit macet akan mengurangi modal yang dimiliki oleh CU Merdeka dan hal ini akan mempengaruhi pemberian kredit terhadap anggota. Apabila kredit macet dibiarkan akan membuat modal CU Merdeka menjadi beku dan menurun sehingga pendapatan yang diperoleh juga menurun yang seharusnya diperoleh dari hasil pemberian kredit. Untuk itu, pentingnya menganalisis kinerja penyaluran kredit dan meneliti kelancaran pengembalian kredit khususnya faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Pengembalian kredit dikatakan lancar apabila pembayaran angsuran dan bunga dilakukan tepat waktu sesuai dengan tanggal jatuh tempo pinjaman atau bayar lewat tanggal jatuh tempo pinjaman tetapi masih dalam bulan wajib bayar dan pelunasan kredit tidak mengalami penundaan berdasarkan perjanjian. Kredit yang digolongkan tidak lancar (menunggak) dalam pengembaliannya jika pembayaran angsuran dan bunga mengalami penundaan dari waktu yang ditetapkan. Secara umum, CU Merdeka menetapkan bahwa anggota pinjaman tidak lancar (menunggak) adalah nasabah yang mengembalikan pinjaman lewat dari bulan wajib sampai umur tunggakan empat bulan.


(50)

Analisis kinerja penyaluran kredit yang dilakukan dilihat dari segi penyaluran kredit, ketelitian dan keakuratan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, informasi tentang kredit, kecepatan dan ketepatan karyawan dalam menanggapi masalah, pengawasan terhadap penyaluran kredit, kecepatan penyaluran kredit dan tingkat suku bunga. Penilaian kinerja penyaluran dilihat dari persepsi pengurus dan persepsi anggota.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat kelancaran pengembalian kredit dan membedakan kelompok anggota yang tergolong lancar dan menunggak dalam pengembalian kredit tersebut diduga terdiri dari karakteristik personal yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status debitur dan jumlah tanggungan dalam keluarga. Karakteristik usaha juga diduga berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit meliputi jenis usaha, pengalaman usaha, dan total pendapatan per bulan. Selain itu, karakteristik kredit yaitu tujuan pinjaman, plafon pinjaman, pengalaman menerima kredit, dan jaminan kredit.

Semua karakteristik yang sudah dipilih diperkirakan memiliki pengaruh nyata baik terhadap kinerja kredit dan kelancaran pengembalian kredit sehingga pihak CU perlu memperhatikan karakteristik anggota dalam menyetujui suatu permohonan kredit. Hasil analisis faktor-faktor dari semua karakteristik nasabah yang mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit tersebut diharapkan akan menghasilkan karakteristik anggota yang layak diberikan kredit dengan jumlah yang tepat dan memiliki peluang yang besar dalam mengembalikan pinjaman sebaik mungkin (lancar). Hasil analisis diharapkan memberi implikasi manajerial bagi manajemen CU Merdeka pada masa yang akan datang. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.

3.5Hipotesis

a. Hipotesis Umum Analisis Pengembalian Kredit

1. Pola pengembalian kredit dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik individu debitur CU Merdeka.

2. Pola pengembalian kredit dipengaruhi secara nyata oleh karateristik usaha debitur CU Merdeka.

3. Pola pengembalian kredit dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik kredit debitur CU Merdeka.


(51)

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional

b. Hipotesis Khusus Analisis Pengembalian Kredit

1. Hubungan pengaruh antara karakteristik individu terhadap kelancaran pengembalian kredit CU Merdeka.

• Usia berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit CU Merdeka.

CU Merdeka

Kredit macet dan jumlah pengunggak yang meningkat

Mekanisme dan Kinerja Penyaluran Kredit

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian

Kredit

1. Personal : Jenis Kelamin, Usia, Status Pernikahan, Tingkat Pendidikan, Jumlah Tanggungan Keluarga

2. Usaha : Jenis Usaha, Lama Usaha, Tingkat Pendapatan per Bulan

3. Kredit : Frekuensi Peminjaman, Nilai Jaminan, Plafon Pinjaman, Tujuan Pinjaman.

 

Implikasi Manajerial bagi Manajemen CU Merdeka


(52)

• Status pernikahan anggota yang belum berpengaruh negatif terhadap pengembalian kredit CU Merdeka. Menikah= 1 dan Belum menikah = 0.

• Jenis kelamin, wanita berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit CU Merdeka dibandingkan dengan pria sehingga wanita= 1 dan pria= 0.

• Tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap pengembalian kredit CU Merdeka.

• Jumlah tanggungan keluarga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit CU Merdeka.

2. Hubungan pengaruh antara karakteristik usaha terhadap kelancaran pengembalian kredit CU Merdeka

• Jenis usaha, usaha on farm lebih berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit CU Merdeka dibandingkan usaha off farm sehingga usaha on farm = 0 dan off farm = 1.

• Lama usaha berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit CU Merdeka.

• Pendapatan per bulan berpengaruh positif terhadap pengembalian kredit CU Merdeka.

3. Hubungan pengaruh antara karakteristik kredit terhadap kelancaran pengembalian kredit CU Merdeka

• Tujuan pinjaman, pinjaman produktif berpengaruh positif terhadap pengembalian kredit CU Merdeka dibandingkan pinjaman kesejahteraan sehingga pinjaman produktif= 0 dan pinjaman kesejahteraan= 1.

• Frekuensi pinjaman berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit CU Merdeka.

• Nilai jaminan berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit CU Merdeka.

• Plafon pinjaman berpengaruh negatif terhadap pengembalian kredit CU Merdeka.


(1)

Lampiran 1. Struktur Organisasi pada CU Merdeka

 

RAT

RAPAT ANGGOTA TAHUNAN

Dewan Pimpinan

Wakil

Panitia

Manager

Bendahara

Karyawan

Teller

Ketu

Wakil

Sekretari

Badan Pengawas

Sekretaris

Bendahar

Ketua

Panitia Kredit


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Logistik Biner

Response Information

Variable Value Count

STATUS PINJAMAN 1 35 (Event) 0 45

Total 80

Logistic Regression Table

Odds 95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper Constant -4.72536 3.45993 -1.37 0.172

USIA 0.0346876 0.0850417 0.41 0.683 1.04 0.88 1.22 J KELAMIN 1.43251 0.746720 1.92 0.055 4.19 0.97 18.10 STATUS -3.14826 1.74994 -1.80 0.072 0.04 0.00 1.33 PENDIDIKAN 0.276551 0.595523 0.46 0.642 1.32 0.41 4.24 TANGGUNGAN KLRG -0.259984 0.332208 -0.78 0.434 0.77 0.40 1.48 PENDAPATAN PER BLN 0.0000022 0.0000009 2.34 0.019 1.00 1.00 1.00 JENIS USAHA -0.567919 1.17013 -0.49 0.627 0.57 0.06 5.62 LAMA USAHA -0.0180558 0.0915879 -0.20 0.844 0.98 0.82 1.18 FREKUENSI PEMINJAMAN 0.360472 0.209950 1.72 0.086 1.43 0.95 2.16 JAMINAN 0.0000001 0.0000001 1.55 0.122 1.00 1.00 1.00 PLAFON -0.0000001 0.0000001 -1.27 0.203 1.00 1.00 1.00 TUJUAN PINJAMAN 2.67503 1.15119 2.32 0.020 14.51 1.52 138.57

Log-Likelihood = -31.461

Test that all slopes are zero: G = 46.729, DF = 12, P-Value = 0.000

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P Pearson 90.1280 67 0.031 Deviance 62.9213 67 0.619 Hosmer-Lemeshow 5.3023 8 0.725