I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengalaman krisis moneter tahun 1998 telah menyadarkan semua pihak bahwa sektor pertanian memiliki peran strategis serta andil yang sangat besar
sebagai mesin penggerak dan penyangga perekonomian nasional. Berdasarkan PDB riil, sektor pertanian telah pulih ke level sebelum krisis sejak tahun 1999
atau empat tahun lebih cepat dari perekonomian agregat yang baru pulih tahun 2003. Sektor pertanian juga menjadi kunci untuk mengurangi kemiskinan,
pertahanan pangan dan penyediaan lapangan kerja Deptan, 2004. Untuk memperkuat posisi sektor pertanian, ketersediaan modal bagi
pelaku usaha pertanian merupakan suatu keharusan. Hal ini dikarenakan, fungsi modal dalam tataran tingkat mikro usahatani, tidak hanya sebagai salah satu
faktor produksi, tetapi juga berperan dalam peningkatan kapasitas petani dalam mengadopsi teknologi seperti benih bermutu, pupuk berimbang, dan teknologi
pasca panen. Pada era modern ini teknologi pertanian semakin tinggi, pengerahan modal yang intensif baik untuk alat-alat pertanian maupun sarana produksi
menjadi suatu keharusan. Sebagian besar petani tidak sanggup mendanai usahatani dengan modal sendiri Syukur et al, 2000.
Pada saat ini pemerintah memberikan solusi untuk membantu petani dalam pemberian modal berupa program kredit. Kredit-kredit tersebut diberikan melalui
bank, koperasi dan lembaga keuangan lainnya. Salah satu program kredit saat ini yaitu skema Kredit Usaha Rakyat KUR, dengan skema ini petani diharapkan
dapat memperoleh pembiayaan dengan persyaratan yang ringan didukung oleh fasilitas penjaminan oleh pemerintah. Dalam skema tersebut petani atau
pengusaha pertanian yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable karena keterbatasan agunan memperoleh kesempatan untuk mendapatkan kredit
dari bank, karena 70 dari nilai kredit dijamin oleh lembaga penjamin kredit pemerintah Bank Indonesia, 2009. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pemerintah
telah menyalurkan kredit dalam bentuk kredit modal kerja KMK dan kredit investasi KI. KMK mengalami pertumbuhan pada setiap sektor kecuali sektor
industri pengolahan, pertumbuhan yang tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan perdagangan, untuk sektor pertanian hanya mengalami pertumbuhan sebesar
0.17 persen. KI juga mengalami pertumbuhan tetapi pada sektor pertambangan dan sektor pengolahan mengalami penurunan, sedangkan sektor yang mengalami
pertumbuhan adalah sektor listrik, gas dan air sebesar 0.64 persen, dan sektor pertanian mengalami peningkatan sebesar 0.14 persen.
Tabel 1. Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Investasi UMKM Tahun 2008-
2009 Rp.000.000
No
Sektor Kredit Modal Kerja KMK
Kredit Investasi KI Pertumbuhan
2008 2009 2008 2009
KMK KI
1 Pertanian 13.548.786
15.860.458 5.875.700
6.731.565 0.17 0.14
2 Pertambangan 3.023.641
3.624.215 702.703
636.684 0.19 -0.09
3 Industri pengolahan
39.099.768 37.334.323
6.959.461 6.748.235
-0.04 -0.03 4 Listrik,
Gas dan Air
384.833 416.919
175.089 288.218
0.08 0.64 5 Konstruksi
14.223.747 15.990.977
2.893.445 3.300.093
0.12 0.14 6 Perdagangan
138.331.809 163.558.675
18.818.021 24.421.565
0.18 0.29 7 Pengangkutan
4.691.147 4.785.247
3.949.499 4.520.721
0.02 0.14 8 Jasa
Dunia Usaha
28.633.538 30.195.279
12.218.683 13.932.720
0.05 0.14 9 Jasa
Sosial Masyarakat
5.034.939 5.666.125
2.551.786 3.080.270
0.12 0.20
Sumber : Bank Indonesia 2009 Meskipun demikian, skema yang ditawarkan pemerintah memiliki
kelemahan karena besarnya kredit yang diberikan kepada petani sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah terutama dalam pengalokasian dana
pembangunan APBN di sektor pertanian. Selain itu, banyak program skema kredit yang disalurkan lewat bank dengan persyaratan-persyaratan yang sangat ketat. Hal
ini menyebabkan akses petani, terutama petani kecil terhadap skema kredit
pemerintah sangat terbatas. Usaha petani sering dikategorikan tidak bankable sehingga petani menggunakan jasa rentenir dan tengkulak Bank Indonesia, 2009.
Penyaluran kredit yang diberikan oleh pemerintah melalui bank-bank yang ditunjuk pada saat ini, juga mengalami risiko tingkat pengembalian diatas batas
normal yaitu Net Performing Loan NPL 3. Hal ini dapat menyebabkan penurunan realisasi penyaluran kredit. dilihat pada Gambar 1 NPL perbankan
mengalami kenaikan pada awal 2009. Rasio NPL gross perbankan pada Desember 2009 mencapai 3,79, turun dibandingkan dengan posisi tertinggi tahun 2009
yang sempat mencapai 4,71 pada Mei 2009. Kenaikan NPL nominal tertinggi terjadi pada kredit untuk sektor pertanian dan perdagangan yang juga mengalami
pertumbuhan kredit dibandingkan sektor lainnya. Bank Indonesia, 2009
Gambar 1. NPL Perbankan 2007-2009 Sumber: Bank Indonesia 2009
Berbagai risiko yang harus dihadapi perbankan dalam periode gejolak ekonomi global telah meningkatkan sikap kehati-hatian dalam memberikan kredit
kepada nasabah. Sehingga menyebabkan nasabah melakukan pinjaman ke lembaga keuangan lainnya baik yang formal maupun informal. Pada saat ini,
banyak lembaga keuangan mikro yang memenuhi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan modal. Salah satu alternatif buat petani untuk mengakses kredit
adalah lembaga keuangan mikro atau koperasi. Selain mampu memenuhi kebutuhan modal petani, lembaga tersebut tidak memberikan bunga yang tinggi
kepada petani. Tabel 2. Lembaga Keuangan Non Bank Berperan di Keuangan Mikro, Tingkat
Aktivitas dan Jumlah Nasabah pada Tahun 2007
Sumber : Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Statistik Koperasi 2007
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa koperasi sudah mampu menghimpun dana dan memberikan pinjaman kepada masyarakat dalam jumlah yang besar.
Penyaluran dana pinjaman yang terbesar dilakukan oleh koperasi simpan pinjam KSP, diikuti oleh unit simpan pinjam dan koperasi kredit. Keberhasilan koperasi
dalam mengembangkan usahanya karena adanya kesamaan tujuan anggota. Salah satu koperasi yang berkembang saat ini adalah koperasi kredit credit union.
Credit union CU merupakan koperasi kredit yang membantu permodalan usaha
mikro dan kecil sehingga masyarakat sudah mulai mengenal program kredit yang diberikan CU terhadap usaha mikro dan kecil.
1.2 Perumusan Masalah