Roberts, 1989. Nama lokalnya adalah bunter umum di Indonesia; bilak, klemar, dan wader tjakul Jawa Tengah; benter, benteur, dan bunter Bandung; sepadak, dan
tanah sumatera Selatan; bada putia Padang; pujan Kalimantan Selatan; dan tewaring Kalimantan Timur Schuster and Djajadiredja, 1952. Menurut Saanin
1984 nama lokal adalah benteur, wader cakul, tanah, sepadak, tewaring, sunau, puyau, dan keperas.
2.2 Morfologi Keperas Puntius binotatus
Ikan Puntius binotatus memiliki karakteristik morfologi memiliki 7 – 10
1 2
jari-jari bercabang sirip punggung dan sirip duburnya memiliki 5 – 6
1 2
jari-jari bercabang. Jari-jari terakhir sirip dubur tidak mengeras. Jari-jari sirip punggung ada yang
bergerigi, dan ada yang tidak bergerigi pada bagian belakangnya. Selain itu, ikan ini tidak memiliki duri di bagian manapun dari tubuhnya. mulutnya kecil, bibirnya halus,
dan tidak ada tonjolan di ujung rahang bawah Kottelat et al., 1993.
Saanin 1984 menambahkan bahwa perutnya membundar, permulaan sirip punggung di depan permulaan sirip perut, dan sirip perut jauh ke belakang, di muka
dubur. Ikan ini memiliki 2 pasang sungut, dan tidak bergigi pada kedua rahangnya. Mulutnya terletak di ujung dengan sambungan tulang rahang bawah tidak berbonggol.
Ikan ini memiliki beberapa bercak dan seluruh tubuh berbisik.
Menurut Roberts 1989, warnanya bervariasi, dari abu-abu keperakan sampai abu-abu kehijauan, agak gelapkehitaman pada bagian punggung, terdapat tanda bintik
atau pita pada tubuh anaknya yang akan menghilang saat ikan dewasa atau ukurannya besar, kecuali bintik pada pangkal ekor. Menurut Saanin 1984, ikan ini memiliki
ukuran kepala 3,3 – 4,5 kali lebar mata, dan tinggi batang ekornya sama dengan panjangnya dan
1 3
-
1 2
kepala. Menurut Roberts 1989, panjang maksimalnya bisa mencapai 20 cm. Ikan ini memiliki gurat sisik diatas gurat sisi, dan terdapat 12 buah
sisik di sekeliling batang ekor.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Distribusi dan Habitat Ikan
Ikan sebagai hewan air memiliki beberapa mekanisme fisiologi yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan
disesuaikan dengan kondisi lingkungan, misalnya sebagai hewan yang hidup di air, baik itu perairan tawar maupun di perairan laut menyebabkan ikan harus dapat
mengetahui kekuatan maupun arah arus, karena ikan dilengkapi dengan organ yang dikenal sebagai linea lateralis. Perbedaan konsentrasi antara medium tempat hidup dan
konsentrasi cairan tubuh memaksa ikan melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya akibat difusi dan osmosis.
Osmoregulasi ini menyebabkan ikan laut tidak menjadi ikan kering yang asin, sedangkan ikan air tawar dapat mengalami kematian akibat kelebihan air Fujaya,
2002.
Menurut Rifai et al, 1983, penyebaran ikan diperairan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu:
faktor biotik, abiotik, faktor teknologi dan kegiatan manusia. Faktor biotik yaitu faktor alam yang hidup atau jasad hidup, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Faktor
abiotik mencakup faktor fisik dan kimia, yaitu cahaya, suhu, arus, garam-garam organik, angin, pH, oksigen terlarut, salinitas dan BOD.
Ikan Puntius binotatus tergolong benthopelagik, hidup di perairan tawar daerah tropis dengan kisaran pH 6,0 - 6,5 dan suhu perairan 24 – 26
C Roberts, 1989. Umumnya ikan ini dapat ditemukan diselokan-selokan, sungai, dan tambak.
Ikan ini memiliki daerah penyebaran di perairan Indocina, Singapura, Philipina, Malaka, dan perairan Indonesia. Penyebaran ikan ini di perairan Indonesia meliputi
Selat Sunda, Bali, Lombok, Sumatera, Nias, Jawa, Kalimantan, Bangka, dan Belitung Kottelat et al., 1993.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Makanan dan Kebiasaan Makan Ikan