5. Penokohan
Tokoh merupakan pemegang peran dalam novel atau drama sedangkan penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas
tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
23
Masalah penokohan dalam sebuah karya fiksi merupakan hal yang penting
karena tidak akan mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang diceritakan.
Tokoh yang
diceritakan secara
tidak langsung
mempresentasikan watak manusia dalam kehidupan sehari-hari. Tokoh yang dianggap penting dan paling menonjol dalam novel Rinai Kabut
Singgalang adalah Fikri, Rahima, dan Yusuf. Di samping itu, ada banyak tokoh lain seperti Ningsih, Bu Aisyah, Munaf, Maimunah,
Annisa, Bu Rohana, Pak Usman, Mak Tuo, Mak Bujang, Mak Syafri, Suami Ningsih, Pak Hartono, dan Sugiono. Dalam penelitian ini penulis
akan menguraikan beberapa tokoh yang dianggap penting dan menguasai keseluruhan isi cerita seperti, Fikri sebagai tokoh utama,
Rahima, dan Yusuf. Berikut akan diuraikan karakter masing-masing tokoh.
a. Fikri
Tokoh Fikri diperkenalkan di awal cerita. Fikri digambarkan sebagai sosok anak yang ceria walau hidup keluarganya sangat
kekurangan. Ia menikmati masa kanak-kanaknya dengan riang sama halnya dengan anak-anak lain seusianya. Fikri seorang pemuda
yang mempunyai cita-cita setinggi langit, meski ia anak seorang buruh pelabuhan dan tukang cuci ia ingin sekolah hingga tingkat
perguruan tinggi. Namun cita-citanya terbentur oleh keadaan karena ayahnya meninggal lantaran sakitnya, kedukaan sangat menyelimuti
keluarganya.
23
Nurgiyantoro, op. cit., h. 164.
Sungguh, hari terasa lambat dilalui keluarga itu. Seolah hari bekata, nikmatilah kematian itu. Jangan cepat
berlalu. Maka tidak ada tangis yang lebih tragis selain tangis anak beranak yang saling bersedu sedan menghadapi
kenyataan nasibnya. Menyayat hati siapa saja yang mendengarnya.
24
Selain itu, tokoh Fikri juga digambarkan sebagai pemuda yang suka membantu sesama, baik hatinya, santun terhadap orang
yang lebih tua darinya, rajin beribadah dan mengaji serta akrab dalam pergaulan sesamanya. Sifat lembut dan keramahannya yang
membuat orang-orang senang dengannya. Kutipan: Tentulah siapa yang tak suka dengan anak muda
yang perawakannya gagah layaknya ayahnya yang orang Aceh. Hidung mancung, rambut ikal, mata teduh, sopan
pula tutur katanya, rajin ibadah, pandai bergaul, dan sangat takjimnya pada orang tua. Sejak kedatangannya di Kajai,
banyaklah anak-anak gadis yang muda remaja diam-diam memperbincangkan dirinya di tepian mandi kala mereka
mencuci.
25
Tokoh Fikri juga digambarkan sebagai pemuda yang pemaaf, ia tidak pernah menaruh dendam pada orang yang telah
menyakitinya. Ia sadar manusia di dunia ini tidak ada yang sempurna, maka dari itu ia memaafkan segala perbuatan dan
penghinaan Ningsih dulu yang dialamatkan padanya. “Cukup, Bang Yusuf. Cukup... Allah Maha
Pemaaf. Yang sudah, sudahlah. Saya telah melupakan semuanya...” Fikri Menunduk, kedua telapak tangannya
meremas rambutnya yang hitam dan berminyak. “Sungguh mulia hati engkau, Fikri. jarang ada orang
yang mau memaafkan bila dirinya disakiti sedemikian beratnya, kecuali diri engkau,” kata Yusuf lagi. Entah
24
Subhan, op. cit., h. 9.
25
Ibid., h. 75.
sindiran atau apa, masih tampak wajah tidak suka Yusuf terhadap Ningsih setiap kali nama perempuan itu disebut.
26
Dalam novel ini pengarang menggambarkan tokoh Fikri sebagai tokoh sederhana, yaitu tokoh yang hanya memiliki satu
kualitas pribadi tertentu. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu
watak tertentu. Fikri yang dari awal digambarkan sebagai seorang pemuda yang mempunyai sifat-sifat terpuji seperti halus budi
pekertinya, rajin beribadah dan pandai bergaul. Hingga di akhir cerita Fikri tetap seorang pemuda yang baik ia memaafkan segala
kesalahan Ningsih dulu, yang telah memisahkan ia dengan kekasihnya Rahima. Fikri pun merelakan Yusuf menikahi Rahima,
karena tak mungkin lagi ia dapat bersama orang yang ia kasihi itu, sebab ajal yang datang menjemput.
b. Rahima
Rahima digambarkan sebagai gadis pandai, halus budi pekertinya dan sangat berbakti pada orangtuanya. Awal pertemuan
Fikri dengan Rahima ketika Fikri menolong gadis yang kecopetan. Saat itu Fikri terkena tusukan pisau belati si pencopet lalu dibawa
ke Rumah Sakit. Ternyata gadis yang ditolong Fikri adalah Rahima, puteri dari Bu Aisyah yang satu bus dengannya sewaktu
menumpang dari Aceh ke Padang. Rahima seorang gadis yang sopan, ramah, dan perhatian.
Semenjak berkenalan dengan Fikri di Rumah Sakit semakin akrablah pergaulan di antara mereka. Tak jarang Rahima menemui
Fikri hanya untuk sekedar membawakan makanan yang dimasak oleh bu Aisyah untuk Fikri.
26
Ibid., h. 361.
“Assalammualaikum, Kak....” “Wa.. alaikumussalam...,” jawab Fikri. Agak
terkejut ia melihat kedatangan gadis itu, putri Bu Aisyah yang menolongnya tempo hari.
“Rahima? Kok sendirian, mana Ibu?” Gadis itu tersenyum, manis sekali. Pipinya bersemu
merah. “Saya cuma sebentar. Ini ada titipan makanan dari
ibu buat kakak. Ibu juga berpesan, besok kakak diminta datang ke rumah bila ada w
aktu luang,” ujar gadis itu. ....
“Oh, baiklah. Mohon sampaikan terima kasih kakak kepada ibu. Insya Allah, besok kakak sempatkan datang ke
rumah,” jawab Fikri.”
27
Timbullah rasa suka dan sayang Rahima pada Fikri, tetapi belum sempat kedua remaja itu saling mengutarakan isi hatinya
datang kabar dari kakaknya Ningsih bahwa ia akan dijodohkan dengan pemuda asal Jakarta. Sungguh hancur perasaan Rahima,
baru kali ini ia memendam rasa cinta pada seorang pemuda tapi kini direnggut oleh kakaknya sendiri. Walau sudah berusaha ia
menolak perjodohan itu, tetap ia tidak bisa menolak keputusan kakaknya Ningsih karena biaya sekolah dan hidupnya selama ini
ditanggung oleh kakaknya. Ia hanya gadis lemah yang tak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk memutuskan apa yang terbaik bagi
hidupnya ia tidak berhak. Berikut kutipan: Ningsih bukanlah seorang mamak bagi Rahima. Tapi
ia punya hak penuh mengatur kehidupan adiknya itu. Dialah yang membiayai sekolahnya, dengan harapan kelak
Rahima dapat hidup lebih baik lantaran pendidikannya dan bersuami orang yang mapan secara materi. Dan ia sudah
menemukan pilihan buat adiknya itu, seorang kawannya di
27
Ibid., h. 170.
Jakarta yang bekerja di kantor suaminya. Walau demikian sikap Ningsih tak dibenarkan Rahima karena ia tak ingin
dijodoh-jodohkan dengan orang yang tak ia kenal dan tak pula ia cintai.
28
c. Yusuf
Tokoh Yusuf adalah sahabat Fikri semenjak di Kajai. Yusuf digambarkan sebagai tokoh yang baik, perhatian, dan selalu
membantu Fikri. Walau pada awalnya ia ikut menyepakati rencana mencelakakan Fikri, tapi ia cepat insaf bahwa Fikri ialah pemuda
baik-baik yang tidak mempunyai kesalahan hingga harus dicelakakan. Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh, dapat
disimpulkan bahwa tokoh Yusuf adalah tokoh dinamis. Tokoh dinamis adalah tokoh yang kepribadiannya selalu berkembang.
Pada awal Yusuf ialah seorang yang jahat tetapi mengalami perubahan kepribadian di tengah-tengah cerita menjadi orang baik
dan bersahabat dekat dengan Fikri semenjak kematian Mak Safri. Ia juga ikut Fikri tinggal di Padang. Yusuflah yang selalu
membantu Fikri, merawat Fikri ketika ia sakit dan pemberi semangat ketika Fikri sedang putus asa. Kutipan:
Satu hal yang membuatnya dapat mengarang dengan mudahnya, lantaran Yusuf sahabatnya sangat setia
membantu segala urusannya di rumah. Yusuflah yang mencukupi kebutuhannya meski Fikri yang memberi uang
sebagai bekal belanja. Rumah yang ditempatinya di Bukittinggi selalu dirawat Yusuf, demikian pula dengan
kamar tulisnya yang penuh dengan buku-buku bacaan. Tak dibiarkan Yusuf buku-buku itu berdebu. Makan minumnya
Yusuf pula yang menyiapkan. Pokoknya ia menanggung beres saja.
29
6. Gaya Bahasa