Berikut di antaranya kepercayaan orang Minangkabau akan adanya mitos, yaitu percaya akan adanya hantu kuntilanak, perempuan
penghirup ubun-ubun bayi dari jauh, menggasing santet yaitu menghantarkan racun melalui udara, hantu cindaku harimau jadi-
jadian yang berubah wujud menjadi manusia, hantu penghuni lubuk, orang bunian, sampai lolongan anjing di tengah malam yang diyakini
sebagai pertanda ada suatu yang buruk yang akan terjadi. Selain ketaatan dalam beribadah dan kepercayaan masyarakat
desa akan mitos, sistem religi Minangkabau yang ditemukan dalam novel Rinai Kabut Singgalang adalah kebiasaan mengadakan
pengajian atau tahlilan bila ada keluarga terdekat yang meninggal. Hal itu tergambar ketika Mak Safri, mamak Fikri meninggal dunia
banyaklah orang yang datang melayat dan memberikan bermacam penganan ringan sebagai adat kebiasaan ketika menziarahi orang yang
ditimpa kematian. Berikut kutipan: Orang berganti-ganti datang melayat dan turut
berbelasungkawa turun-naik ke dalam rumah gadang itu. Macam-macam dibawa mereka sebagai adat kebiasaan di
kampung kala menziarahi orang yang ditimpa kematian. Ada yang membawa beras, uang, gula, dan bermacam penganan
ringan. Seolah-olah semua orang turut simpati atas kematian Mak Safri. Sebuah pemandangan yang sangat kontras, mengapa
setelah matinya barulah banyak orang peduli sementara di kala hidupnya tak seorang pun sudi menjenguknya sampai dibiarkan
terlantar di tengah hutan manggis.
64
4. Sistem Kesenian
Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta
adat maupun perkawinan. Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang
64
Subhan, op.cit., h. 98.
sejak lama. Selain itu seni yang terdapat suku Minangkabau yang lain adalah seni kesusatraan dan seni bangunan.
Penggambaran sistem kesenian yang penulis temukan dalam novel Rinai Kabut Singgalang, adalah seni bela diri. Hal itu tergambar
pada tokoh pemuda Minang di Kajai yang hendak mengambil pisau dari tangan Mak Syafri yang sedang mengamuk di pasar. Mak Syafri
mencoba mencelakakan orang yang ada di pasar dengan pisaunya, untunglah ada beberapa pemuda yang pandai silat dapat
melumpuhkannya. Berikut kutipannya: Sekarang dia dipasung karena ia mulai mencoba
mencelakakan orang di pasar. Suatu hari entah dari mana dapatnya, ditangannya telah ada sebuah pisau panjang.
Dikejarnya semua orang di tengah pasar yang ramai, berhamburanlah seluruh isi pasar itu. Untunglah pemuda-
pemuda yang pandai silat berhasil menundukkannya dan membuang pisau yang dipegangnya. Kalau tidak tentu
banyaklah orang mati ia tikam dengan pisaunya yang tajam itu.
65
Kutipan di atas menggambarkan bahwa setiap pemuda Minang dibekali seni bela diri yang diwariskan secara turun temurun dari
generasi ke generasi. Silat atau yang biasa disebut Silek dalam bahasa Minangkabau mempunyai dua tujuan yaitu ilmu bela diri menghadapi
serangan musuh dan sebagai pertahanan negeri. Hal ini didasari keadaan Minangkabau yang saat itu merupakan daerah subur
penghasil rempah-rempah telah mengundang kedatangan pihak lain untuk menguasainya.
66
Seni bela diri ini diajarkan oleh guru silat terlatih dan biasanya diajarkan di tanah lapang atau pelataran surau.
65
Ibid., h. 61.
66
Indonesias Official Tourism Website , “Silek Minangkabau: Seni Bela Diri Sumatera
Barat ”,
http:www.indonesia.traveliddestination467padangarticle74 diunduh pada hari
Senin, 7 Oktober 2013 pukul 11.00 WIB.
Hal ini tergambar ketika Fikri menonton pencak silat di halaman surau yang diajarkan seorang guru silat. Simak kutipan berikut:
Semakin betahlah ia tinggal di kampung itu. Ketika masuk waktu shalat pergilah ia ke surau. Sehabis shalat duduk
ia mengaji sejam dua jam lamanya. Kadang ia pergi ke tanah lapang, dilihatnya anak-anak muda bermain sepak bola atau
sepak takraw yang sangat digemari di kampung itu. Kadang pula ia ikut menonton pencak silat di halaman surau yang di
ajarkan seorang guru silat. Pandai benar ia bergaul, sehingga cepatlah ia punya banyak kawan yang meriangkan hatinya.
67
Selain itu, seni yang berkembang dalam masyarakat Minangkabau adalah seni sastra. Seni sastra menjadi bentuk seni yang
paling menonjol. Seni sastra tersebut sering juga diungkapkan secara lisan atau sering juga disebut sebagai sastra lisan, seperti kaba cerita,
syair, pepatah, dan pantun. Banyak sastrawan dan penyair terkenal asalnya dari Minangkabau, seperti, Taufiq Ismail, A.A Navis, dsb.
Memang Minangkabau sebagai ranah yang banyak melahirkan penulis-penulis hebat .
Begitu juga dengan tokoh Fikri dalam novel Rinai Kabut Singgalang. Ia menjadi penulis hebat berkat tulisannya yang
mengangkat kisah pilu kehidupannya. Karangan yang ia tulis banyak terinspirasi oleh gaya penulisan Buya Hamka, sastrawan besar asal
Sumatera Barat yang terkenal. Bingkisan buku yang dihadiahkan Yusuf sahabatnya berupa roman Buya Hamkalah yang menjadi bahan
bacaannya pada waktu senggang. Awal ia mulai menulis tatkala begitu banyaknya penderitaan hidup yang berubi-tubi dialaminya, mulai dari
ayahnya meninggal, ibunya meninggal, adik tercinta yang dilamun tsunami, hingga ditinggal pergi kekasih hatinya Rahima yang ia
tuliskan dalam buku hariannya. Hari ke hari, penderitaan demi penderitaan yang ia tanggungkan menjadikan ia semakin giat dan
67
Subhan, op.cit., h. 74.
terlatih menulis. Karangan-karangannya banyak disukai orang karena sangat menyentuh dan diciptakan hasil pengalamannya sendiri.
Dengan menulis, ternyata membawa berkah bagi dirinya, namanya kian dikenal orang, rezeki pun mengalir bagai air. Berikut kutipannya:
“Sudahlah. Jangan kau pikirkan yang tak mampu kau raih sesudah ini tatalah hidup engkau kembali. Kita bantu Bu
Rohana dan pak Usman yang juga sangat besar jasanya menumpangkan kita tinggal di rumahnya. Kita harus bekerja
lebih keras lagi. Kau teruskanlah cita-cita yang terbengkalai itu. Masuklah kuliah. Kalau ada rezeki saya bantu biayanya
nanti. Dan jangan berhenti kau mengarang. Lahirkanlah karya- karyayang berguna bagi umat. Yang kelak akan kau tinggalkan
dan menjadi amal jariyah bila kau tak ada lagi di dunia ini.”
68
.... Semakin banyak muncul karangan-karangannya yang
baru di surat-surat kabar ataupun majalah. Novelnya merantau ke Padang yang laris manis di pasaran itu, selalu
mendapat cetak ulang berkali-kali. Banyak orang terhipnotis dengan buku ceritanya itu. Ia pun sudah sering dipanggil ke
sana ke mari, mengisi berbagai seminar dan pelatihan tentang tulis menulis. Ia menjadi pujaan banyak orang. Hidupnya
sudah senang sekarang.
69
5. Sistem Mata Pencaharian