37
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Unsur Intrinsik Novel
Untuk menganalisis aspek budaya Minangkabau dalam novel Rinai Kabut Singgalang karya Muhammad Subhan diperlukan analisis dari segi
unsur intrinsik karya sastra. Unsur intrinsik tersebut dapat mendekatkan masalah pada penelitian yang akan dilakukan.
1. Tema
Tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalan cerita novel. Tema cerita yang ditemukan dalam novel
Rinai Kabut Singgalang karya Muhammad Subhan adalah tentang kasih tak sampai seorang pemuda yang terhalang adat istiadat. Tema ini
tergambar melalui tokoh seorang pemuda bernama Fikri. Kisah cinta Fikri yang tak sampai dengan Rahima, karena Fikri dianggap orang
datang pendatang, tidak beradat, dan miskin harta. Ia berasal dari keluarga yang kurang mampu dan tinggal di Aceh. Fikri bercita-cita
untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Padang. Setelah ayahnya meninggal ia meminta izin kepada ibunya untuk pergi
merantau ke Padang. Perjalanan yang ditempuhnya tidak mudah. Ibunya berpesan
agar ia terlebih dahulu harus ke tempat asal ibunya di kampung Kajai untuk menemui mamaknya. Setelah sampai di sana ia mendapati
mamaknya sedang dalam keadaan yang tidak baik. Selama dua bulan, Fikri merawat mamaknya dengan penuh kasih sayang. Tetapi, pada
suatu hari terjadi tragedi pembunuhan yang mengakibatkan mamaknya meninggal dunia. Setelah Mak Safri meninggal, kemudian Fikri
melanjutkan perjuangannya untuk kuliah di Padang berbekal ijazah SMA yang dimilikinya.
“Apa akal saya sekarang, Mak? Tak ada lagi yang dapat saya kerjakan di sini, sementara umur saya masih muda,
banyaklah yang dapat saya lakukan di luar sana, terutama sekolah saya yang belum dapat saya teruskan,” ujar anak muda
itu dengan takzimnya. Perasaan sedih akan bercerai dengan kedua orang tua itu juga menyelimuti jiwanya.
1
Di Padang Fikri bertemu dengan seorang gadis bernama Rahima dan ibunya, Bu Aisyah, yang sangat baik kepadanya. Timbullah
perasaan suka dan cinta yang mendalam pada pemuda tersebut, hingga muncullah tokoh kakak Rahima yang bernama Ningsih memisahkan
mereka berdua. Rahima dipaksa untuk menikah dengan teman Ningsih lantaran hutang budi. Ningsih rela menjual harga diri adiknya demi
mementingkan kehendaknya. Perhatikan cuplikan novel berikut: “Apa salah saya? Apakah saya tidak beradat karena saya
tidak mau dijodohkan dengan pilihan kakak yang orang Jakarta itu? Kepada Kak Fikri janganlah kakak memburuk-burukkan
dia. Beliau orang baik walau dia seorang miskin-papa. Akhlak dan agamanya terpuji. Dia tidak pernah merendahkan harga diri
saya. Pergaulan kami juga sebatas hubungan kakak dan adik. Saya banyak belajar dari dia tentang kesederhanaan. Saya sudah
besar Kak, cukuplah hidup saya diatur...”.
2
Duhai, inilah adat di dunia, si miskin-papa hanya dapat meratapi kemalangan hidupnya. Anak muda itu bagaikan
pungguk merindukan bulan. Semakin dirindukan semakin jauh saja bulan itu disaput awan. Putus harapan, putus segala impian
yang mulai terbangun di sudut hatinya akan sebuah cinta. Cinta yang baru tumbuh namun orang lain merenggutnya secara
kejam. Dipisahkannya ia dari kekasihnya lantaran kemiskinan dirinya.
3
1
Muhammad Subhan, Rinai Kabut Singgalang, Kediri: FAM Publishing, 2013, cet. 2, h. 110.
2
Ibid., h. 239.
3
Ibid., h. 249.
2. Latar