Tak terkecuali di Indonesia, MUI pada tahun 1980 mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah jamaah diluar Islam dan menyasatkan. Fatwa-fatwa
sesat itu berdasarkan pada hasil kajian MUI tehadap fakta dan data yang ditemukan dalam sembilan buku tentang Ahmadiyah, dalam menghadapi
persoslan Ahmadiyah, murkernas merekomendasikan agara MUI selalu berhubungan dengan pemetintah. Dan yang terakhir pelarangan bagi Ahmadiyah
di Indonesia adalah dengan di keluarkannya SKB 3 Menteri.
26
Demikian perkembangan pesat JAI tidak sepesat jamaah Ahmadiyah secara internasional di
seluruh duinia. Walaupun demikian, perkembangan JAI tetap luarbiasa dibandingkan masa lalu. Kemajuan jamaah Ahmadiyah Indonesia menjadi makin
pesat setiap tahun.
27
C. Keberadaan Ahmadiyah di Indonesia
Pada masa Khalifah Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, jemaat Ahmadiyah mulai mengembangkan pahaamnya ke berbagai negara,termasuk
Indonesia. Ahmadiyah Lahore adalah yang pertama masuk ke Indonesia, yang di bawa oleh seorang mubaligh Khawajah Kamaluddin pada tahun 1922.
28
Ada karakteristik yang berbeda antara kedua aliran tersebut dalam penyebaran pergerakannya. Aliran Lahore banyak menggunakan cara
penyebarannya melalui pengiriman mubaligh-mubalighnya ke berbagai
26
Wawan H. Purwanto, Menusuk Ahmadiyah, hal. 69-70
27
Ibid, h, 42-43
28
M. Amin Djamaluddin, Ahmadiyah dan Pembajakan Al-qur’an,h. 197.
negarameskipun tanpa undangan dari negara yang dituju.
29
Sementara aliran Qadian menyebarkan sayap gerakannya di Indonesia melalui para santri yang
belajar di pesantren Sumatera Thawalib dan melanjutkan sekolah ke Qadian kemudian kembali ke Indonesia dan menyebarkan ajaran Ahmadiyah
30
atas permohonan mereka, seorang mubaligh Ahmadiyah bernama Maulana Rahmat
Ali diutus ke Indonesia pada tahun 1925.
31
Pada awalnya, Jemaat Ahmadiyah di Indonesia di beri nama Anjuman Ahmadiyah Qasian Departemen Indonesia, kemudian diganti nama dengan
Jemaay Ahmadiyah Indonesia JAI. JAI adalah bagian Jemaat Ahmadiyah yang semula berpusat di Qadian, India, tetapi sesudah tahun 1947 berpusat di Rabwah,
Pakistan . Jemaat Ahmadiyah Indonesia berdiri tahun sedangkan Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia, yang disingkat GAI berdiri tanggal 28 September
1929.
32
Aliran Qadian datang ke Indonesia berawal dari keberangkatan dua santri Sumatera Thawalib ke India yaitu Abu Bakar Ayyub dan Ahmad Nuruddin. Atas
saran dan nasehat Ibrahim Musa Parabek seorang ulama terkenal di Bukit Tinggi agar melanjutkan sekolah ke Hindustan, karena sudah banyak santri yang
melanjutkan ke Timur Tengah dan pada waktu itu kualitas pendidikan di
29
A. Fajar Kurniawan, Teologi Kenabian Ahmadiyah, h. 24
30
Ibid, h. 24
31
M. Amin Djamaluddin, Ahmadiyah dan pembajakan Al-Qur’an, h. 198
32
Ibid. h. 198
Hindustan menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dan pendidikan yang bermutu tinggi serta memiliki para tokoh intelektual yang ternama.
33
Akhirnya pada tahun 1922 M mereka berangkat ke India dengan tujuan Lucknow dan bertemu dengan seorang ulama besar bernama Abdul Bari Anshari,
kemudian mereka di sarankan belajar di sekolah Nizamiyah yang dipimpinnya. Di kota tersebut mereka menjadi bertiga karena salah seorang temannya bernama
Zaini Dahlan yang baru datang dari Padang Panjang bergabung dengan mereka. Setelah dua bulan, mereka memutuskan untuk meninggalkan sekolah tersebut
karena mereka mengetahui ternyata gurunya adalah seorang yang menyembah kuburan seorang Kiyai. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke Lahore dan
di kota inimereka mulai mengenal Ahmadiyah. Mereka juga mengenal beberapa tokoh Ahmadiyah yang pernah datang ke Indonesia seperti Maulana Abdullah
Malabari, Maulana Syaikh Abdul Khalid, dan Maulana Taqi yang waktu itu sengaja datang ke Lahore untuk berdebat dengan pimpinan Anjuman Ahmadiyah
Lahore. Maulana Muhammad Ali. Melalui ketiga gurunya mereka mengenal Ghulam Ahmad pendidi Ahmadiyah yang dimakamkan di Qadian.
34
Setelah menetap selama enam bulan di Lahore, tepatnya tahun 1923 M mereka pergi menuju Qadian untuk menemui Bashiruddin Mahmud Ahmad yang
menjabat sebagai Khalifah II Ahmadiyah Qadian, putera dari Ghulam Ahmad untuk belajar agama, kemudian mereka berbai’at kepada Khalifah II. Setelah itu,
33
Iskandar Zullkarnaen, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, h. 11
34
Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Riwayat Hidup Maulana Rahmat Ali, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1996, h. 30
mereka mengirimkan informasi perkembangan belajarnya di Qadian yang sangat positif kepada keluarga, para guru,, dan teman-temannya di Indonesia. Khususnya
mengenai biaya hidup dan beasiswa yang mereka terima secara gratis. Melalui informasi itu, pada tahun 1926 M, banyak pelajar Indonesia yang tertarik untuk
belajar ke Qadian mengikuti jejak teman-temannya pada tahun 1926 M. Mubaligh Maulana Rahmat Ali Haot yang ketika itu secara khusus diutus
oleh pimpinan Ahmadiyah Internasional membawa Ahmadiyah masuk ke wilayah Indonesia melalui kota Tapaktuan, Aceh pada tanggal 2 Oktober 1925 M.
35
kemudian ia tinggal di Tapaktuan di rumah mantan pelajar Indonesia yang belajar di Qadian yaitu Muhammad Samin. Kegiatan pengajian dan ceramah ke berbagai
pelosok desa di Tapaktuan yang dilakukan Maulana Rahmat Ali telah menarik banyak orang untuk masuk Ahmadiyah. Apalagi materi yang disampaikannya
seputar Mirza Ghulam Ahmad dan Imam Mahdi. Kewafatan Isa bin Maryam +pintu kenabian, dan lain-lainnya. Banyakanya orang yang tertarik dengan
Ahmadiyah sampai akhirnya berdirilah cabang Ahmadiyah di Tapaktuan. Setahun kemudian ia berangkat ke Padang, kota yang sangat ramai dan pusat perdagangan.
Kedatangannya mengundang banyak reaksi dari ulama yang ada di Bukit TInggi dan Padang Panjang, sampai akhirnya harus dibuat sebuah “komite mencari hak”
pimpinan Tahar Sutan Marajo, tetapi pertemuan yang direncanakan dengan tujuan
35
Munasir Sidik, Dasar-dasar Hukum dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 20
akan dilakukan diskusi antara kedua belah pihak akhirnya gagal terlaksana karena para ulama tersebut tidak datang.
36
Reaksi keras pun datang dari Dr. H. Karim Amrullah yang mengecam bahwa Ahmadiyah adalah di Luar Islam, sesat dan kafir. Bahkan ejekan dan
penghinaan menjadi warna setiap hari dari kegiatan dakwah mubaligh Ahmadiyah. Banyak orang yang ternyata juga tertarik dengan Ahmadiyah dari
berbagai kalangan dan latar belakang social di Padang. Tidak lama kemudian datang yang sudah lulus belajar di Qadian di PAdang. Dengan demikian,
sebenarnya Maulana Rahmat Ali dan para pemuda Indonesia yang belajar di Qadian adalah orang yang membawa ajaran Ahmadiyah Qadian ke Indonesia dan
sebagai perintis Ahmadiyah di Indonesia.
37
Dari sana Jemaat Ahmadiyah berkembang ke wilayah Sumatera Barat dan pada tahun 1931 masuk ke Batavia
sekarang Jakarta. Pada tahun 1932. jemaat Ahmadiyah telah berkembang di wilayah Jakarta dan Bogor.
38
Kepengurusan organisasi Jemaat Ahmadiyah di kedua wilayah itu pun ketika itu terbentuk yakni pengurus Jemaat Ahmadiyah Betawi dan Jemaat
Ahmadiyah Bogor. Dari wilayah Betawi dan Bogor Jemaat Ahmadiyah kemudian berkembang ke wilayah pulau Jawa lainnya seperti Tanggerang, Cianjur,
Sukabumi, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Karawang, dan lain-lain.
36
JAI. Riwayat Hidup Maulana Ali, Bogor : JAI, h. 40
37
Ibid, h. 44-45
38
Munasir Sidik, Dasar-dasar Hukum dan Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia, h. 20
Setelah Jemaat Ahmadiyah tersebar dan kepengurusannya terbentuk di beberapa kota si Sumatera dan hamper di seluruh bagian pulau Jawa, maka pada
tahun 1935 Jemaat Ahmadiyah Indonesia membentuk Hoofdbesiur atau pengurus besar. Dan pada tanggal 12-13 Juni 1937. Jemaat Ahmadiyah di Indonesia
menyelenggarakan kongres yang pertama di Masjid Hidajath. Jl. Balikpapan 110 Jakarta di wakili oleh wakil-wakil Ahmadiyah dari cabang-cabang yang ada
ketika itu untuk membahas AD dan ART emaat Ahmadiyah Indonesia dengan nama AADI yaitu Anjuman Ahmadiyah Departemen Indonesia. Ahmadiyah
Indonesia atau yang ketika itu bernama AADI kembali menyelenggarkan kongres di Jakarta pada tanggal 9 sd 11 Desember 1949 yang di hadiri oleh cabang-
cabang AADI. Kongres tersebut menyetujui AD dan ART yang baru dan menyetujui penggantian nama Anjuman Departemen Indonesia atau AADI
menjadi Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
39
Pada akhir tahun 1952, pengurus Besar Jemaat Indonesia mengajukan surat kepada Pemerintah Republik Indonesia yaitu surat permohonan pengesahan
AD dan ART Jemaat Ahmadiyah untuk diakui sebagai badan hokum. Dan pada tanggal 13 Maret 1953 Menteri Kehakiman RI Indonesia melalui surat keputusan
no. JA 523131 menetapkan, bahwa perkumpulan atau organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia diakui sebagai sebuah badan Hukum. Surat keputusan
39
Ibid, h. 20
menteri kehakiman tersebut dimuat dalam tambahan berita negara RI tanggal 31 Maret 1953 No. 26
40
Berbeda dengan Ahmadiyah Lahore yang tidak terlalu structural pada awal berdirinya, hanya saja inisiatif dari Djojosugito dan Muhammad Husni yang
ingin membuat wadah untuk berdiskusi dan berkumpul bersama. Tepatnya pada tahun1982 M. mereka mendirikan Gerakan Ahmadiyah Indonesia Centrum
Lahore dan secara resmi mendapatkan badan hokum pada tahun 1929 M. dengan nama Gerakan Ahmadiyah Indonesia GAI Lahore sampai sekarang.
41
Aliran Lahore yang berdiri tanggal 28 September 1029 di Yogyakarta Pedoman besar GAI pada saat didirikan adalah di ketuai oleh, R. Ng. H.
Minhadjurrahman djojosugito, wakil ketua oleh KH. A. Sya’rani. Penulis dan bendahara Muhammad Husni, penulis II di jabat oleh R. Soedewo PK. Anggota;
Muhammad Irsyad, Muhammad Sabitun, Muhammad Kafi, Muhammad Idris L. Latjuba, KH. Abdurrahman, S. Hardjo Subroto dan R. Suparalo.
Cabang-cabang GAI yang dibentuk kemudian : 5 cabang yang pertama: Purwekerto, diketuai oleh Kiyai Ma’ruf. Purbalingga diketuai oleh KH. A.
Sya’rani, Pliken diketuai oleh KH. Abdurrahman, Yogyakarta oleh R. Supratolodan, Surakarta R. Ng. Muhammad Kusban. Setelah itu menyusul
40
Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum dan Legalitas Ahmadiyah Jemaat Indonesia. H. 21
41
Gerakan Ahmadiyah Lahore dan Qadian, Buku kenang-kenangan 50 Tahun, hal.85. lihat juga S. yasir Ali dan Yatimin, 100 tahun Ahmadiyah , Yogyakarta : Pedoman Besar GAI
Bagian Tablih dan Tarbiyah, h.35
cabang-cabang; Sukabumi, Malang, Madiun, Bandung, Jakarta, cirebon, Wonosobo, dan Magelang.
Nama pergerakan ini telah beberapa kali mengalami perubahan yaitu, pada zaman koloial Belanda bernama “Gerakan Ahmadiyah Indonesia” Centrum
Lahore”. Pada zaman kemerdekaan sampai tahun 1973 bernama “Gerakan Ahmadiyah Lahore Aliran Lahore”. Sejak tahun 1975-1974 bernama “Gerakan
Ahmadiyah Lahore Indonesia” dan sejak 1994 sampai sekarang bernama “Gerakan Ahmadiyah Indonesia” disingkat GAI. Alamat GAI mula-mula di jalan
A.M Sangaji Jetis Pasiraman rumah Bapak Djojosugito, lalu pindah ke Jl. Suroto No.2, di rumah Bapak Bachrum, dan sekarang di Jl. Kemuning No.14
sebelumnya Jl. Kemuning No.1, semuanya di kota yogyakarta.
42
D. Kebijakan Pemerintah terhadap keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia