menunjukkan 8 sekolah dengan suhu ruang kelas memenuhi syarat. Selain itu, 22 kelas menunjukkan hasil pengukuran suhu ruang kelas diatas 28
C. Suhu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan virus, bakteri
dan jamur yang menyebabkan ISPA. Virus, bakteri dan jamur dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan baik pada kondisi optimum suhu yang optimal.
Pada suhu tertentu, faktor penyebab ISPA pertumbuhannya dapat terhambat bahkan tidak tumbuh sama sekali atau mati dalam rentang suhu 18-28
C, tapi pada suhu tertentu dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan sangat cepat
yaitu pada suhu lebih dari 29 C. Hal ini yang membahayakan karena semakin
sering anak berada dalam ruangan dengan kondisi tersebut dan dalam jangka waktu yang lama maka anak terpapar faktor risiko tersebut. Akibatnya makin
besar peluang anak untuk terjangkit ISPA Padmonobo, 2012.
D. Hubungan Kelembaban dengan Kejadian ISPA
Kelembaban adalah persentase kandungan uap air udara dalam ruang kelas Kepmenkes, 2002. Kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan
berkembang biaknya organisme patogen dan alergen. Sedangkan kelembaban terlalu rendah dapat menyebabkan kekeringaniritasi pada membran mukosa
serta gangguan sinus. Semakin tinggi kelembaban dalam ruangan maka dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh seseorang dan dapat meningkatkan
kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama infeksi pernafasanKemenkes, 2007.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian ISPA pada siswa kelas 5 SDN di Kecamatan Ciputat bulan
Juni tahun 2013, dengan p value sebesar 0,016. Selain itu adanya hubungan yang sedang antara kelembaban dengan kejadian ISPA r=0,487.
Penelitia Pramayu 2012 di Kota Depok menyatakan bahwa ada hubungan antara kelembaban dengan gangguan ISPA. Siswa yang berada di
ruang kelas dengan kondisi suhu dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat maka akan beresiko 3,08 kali lebih tinggi terkena gangguan ISPA dibandingkan
dengan siswa SD yang berada di ruang kelas dengan suhu dan kelembaban yang memenuhi syarat. Penelitian Gertudis 2010 menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara kelembaban dengan gangguan ISPA. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan kelembaban tidak
memenuhi syarat akan mengalami resiko terkena gangguan ISPA 11,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan
kelembaban yang berada dalam rentang yang memenuhi syarat. Kelembaban dikatakan memenuhi syarat apabila berada pada kisaran 40-
70 Kepmenkes, 2011. Hasil pengukuran kelembaban di 30 ruang kelas SD negeri menunjukkan hasil kelembaban terendah sebesar 57 dan kelembaban
ruang kelas tertinggi adalah 65. Kelembaban dalam ruang kelas yang tinggi dalam penelitian ini dapat
disebabkan ventilasi alami yang tidak dipergunakan secara maksimal. Jendela yang tersedia dalam ruang kelas termasuk cukup banyak, namun banyak dari
jendela tersebut yang tidak dapat dibuka, sehingga tidak dapat membantu sirkulasi udara berjalan dengan baik dan hanya dengan mengandalkan lubang
angin dalam
ruang kelas.
Akibatnya kelembaban
dalam ruang
meningkat.Padahal menurut WHO 2007, kelembaban berkaitan dengan ventilasi dimana sirkulasi udara yang tidak lancar akan mempengaruhi
kelembaban menjadi tinggi. Kondisi tersebut dapat memicu perkembangbiakan mikroorganisme, termasuk virus penyebab ISPA.
Kelembaban mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbiakan virus, bakteri dan jamur penyebab ISPA. Virus, bakteri dan jamur dapat tumbuh dan
berkembangbiak dengan baik pada kondisi optimum kelembaban yang optimal. Pada kelembaban tertentu, faktor penyebab ISPA pertumbuhannya
dapat terhambat bahkan tidak tumbuh sama sekali atau mati kelembaban 40- 60, tapi pada suhu dan kelembaban tertentu dapat tumbuh dan
berkembangbiak dengan sangat cepat kelembaban di atas 65. Hal ini yang membahayakan karena semakin sering anak berada dalam ruangan dengan
kondisi tersebut dan dalam jangka waktu yang lama maka anak terpapar faktor risiko tersebut. Akibatnya makin besar peluang anak untuk terjangkit ISPA
Padmonobo, 2012.Kelembaban yang tinggi dan debu dapat menyebabkan berkembang biaknya organisme patogen maupun organisme yang bersifat
allergen Kemenkes, 2007. Mairusnita 2007 menyatakan bahwa kelembaban udara menyebabkan
bakteri akan bertahan lebih lama. Dalam kondisi rumah yang tidak dilengkapi
ventilasi yang baik, maka akan mempercepat proses penularan penyakit.Naria 2008 juga menyatakan bahwa keadaan kelembaban rumah memenuhi syarat
atau tidak memenuhi syarat dapat terjadi karena keadaan ventilasi rumah. Kurangnya ventilasi rumah akan meningkatkan kelembaban rumah.
Udara yang lembab akan menimbulkan gangguan kesehatan penghuninya terutama timbulnya penyakit ISPA. Kelembaban yang tinggi merupakan media
yang baik untuk perkembangan mikroorganisme patogen. Kelembaban rumah yang
tinggi akanmendukung
terjadinya penyakit
dan penularan
penyakit.Penelitian Gardinassi 2012 menunjukkan ketika kelembaban udara meningkat, virus infeksi saluran pernafasan cenderung meningkat. Pada
kelembaban relatif sebesar 75, virus pernafasan terdapat dalam beberapa sampel laboratorium.
E. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA