Gangguan ISPA ditinjau dari Faktor Lingkungan

C. Gangguan ISPA ditinjau dari Faktor Lingkungan

Beberapa penelitian meneliti perihal hubungan ISPA dengan kondisi lingkungan. Sehingga penelitian-penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang sedang dilakukan. Pramayu 2012 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara suhu dan kelembaban dengan gangguan ISPA. Siswa yang berada di ruang kelas dengan kondisi suhu dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat, maka akan beresiko 3,08 kali lebih tinggi untuk terkena gangguan ISPA dibandingkan dengan siswa SD yang berada di ruang kelas dengan suhu dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat. Gertudis 2010 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatara kelembaban dengan gangguan ISPA. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan kelembaban tidak memenuhi syarat akan mengalami resiko terkena gangguan ISPA 11,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan kelembaban yang berada dalam rentang yang memenuhi syarat.Lindawaty 2010 menyatakan bahwa suhu memiliki pengaruh terhadap munculnya gangguan ISPA. Balita yang berada dalam rumah tinggal dengan suhu tidak memenuhi syarat maka akan mengalami resiko 18 kali lebih tinggi untuk mengalami ISPA dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam rumah dengan suhu yang memenuhi syarat. Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan siswa dalam kelas dengan gangguan ISPA. Siswa yang berada di ruang kelas dengan luas 2m 2 siswa akan mengalami gangguan ISPA 2,73 kali lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berada di ruangan kelas dengan luas ≥2m 2 siswa Pramayu, 2012. Penelitian Wattimena 2004 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan terjadinya gangguan pernafasan pada balita, dimana balita yang berada di dalam rumah yang tidak memenuhi batas hunian beresiko 4,3 kali lebih tinggi dibanding rumah yang memenuhi batas hunian. Ventilasi akan mempengaruhi terjadinya gangguan saluran pernafasan. Namun tidak hanya pada pengukuran luas ventilasi tetapi juga diukur dari laju udara yang mampu dilewati melalui ventilasi. Dengan meningkatkan rata-rata laju udara dari luar ruangan ke dalam ruangan dari 1,3 menjadi 11,5 literdetik mampu menurunkan risiko gejala asma dan gangguan saluran pernafasan pada anak sekolah Hellsing, 2009.

D. Studi Ekologi