Studi Ekologi Kerangka Teori

luas 2m 2 siswa akan mengalami gangguan ISPA 2,73 kali lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berada di ruangan kelas dengan luas ≥2m 2 siswa Pramayu, 2012. Penelitian Wattimena 2004 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan terjadinya gangguan pernafasan pada balita, dimana balita yang berada di dalam rumah yang tidak memenuhi batas hunian beresiko 4,3 kali lebih tinggi dibanding rumah yang memenuhi batas hunian. Ventilasi akan mempengaruhi terjadinya gangguan saluran pernafasan. Namun tidak hanya pada pengukuran luas ventilasi tetapi juga diukur dari laju udara yang mampu dilewati melalui ventilasi. Dengan meningkatkan rata-rata laju udara dari luar ruangan ke dalam ruangan dari 1,3 menjadi 11,5 literdetik mampu menurunkan risiko gejala asma dan gangguan saluran pernafasan pada anak sekolah Hellsing, 2009.

D. Studi Ekologi

Studi ekologi merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan antara gejala satu dengan gejala yang lain atau variabel satu dengan variabel yang lain Notoatmojo, 2010. Studi ekologi adalah salah satu penelitian yang unit analisisnya adalah kelompok. Ciri analisis primer studi ekologi adalah tidak diketahuinya joint distribution faktor studi dan penyakit di setiap kelompok unit analisis Goldberg, 2000. Pada dasarnya, desain studi ekologi menggambarkan hubugan korelatif antara penyakit dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Disain studi ini memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatan studi ini adalah dapat menggunakan data insidensi, prevalensi maupun mortalitas. Studi ini tepat digunakan untuk penyelidikan awal hubungan penyakit karena mudah dilakukan dan murah dengan memanfaatkan informasi yang tersedia. Kelemahan dari desain studi ini adalah tidak dapat dipakain untuk menganalisis hubungan sebab akibat karena tidak mampu menjembatani kesenjangan status pajanan dan status penyakit pada tingkat populasi dan individu, seta tidak mampu engontrol faktor perancu potensial Supriyadi, 2009.

E. Kerangka Teori

Lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu resiko dan sumber penularan berbagai jenis penyakit. ISPA merupakan salah satu penyakit yang erat hubungannya dengan kondisi higiene bangunan. Kondisi higiene bangunan tersebut yang merupakan lingkungan fisik ruangan meliputi suhu, kelembaban, kepadatan hunian, ventilasi dan lantai ruangan. Suhu dalam suatu ruangan dapat mempengaruhi kelembaban. Kelembaban yang tinggi dan debu dapat menyebabkan berkembang biaknya organisme patogen maupun organisme yang bersifat alergen. Virus, bakteri dan jamur dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan baik pada kondisi optimum suhu dan kelembaban yang optimal. Sehingga host akan terpapar mikroorganisme dan berpeluang terhadap kejadian ISPA. Selain suhu dan kelembaban, faktor lain yang dapat menyebabkan perkembangbiakan kuman adalah kepadatan hunian, ventilasi dan lantai. Kepadatan hunian berpengaruh terhadap terjadinya cross infection. Ketika ada penderita ISPA yang berada dalam satu ruangan, maka pada saat batukbersin maka kuman penyakit dapat menyebar melalui udara dan akan mempercepat proses penularan terhadap orang lain. Ventilasi berfungsi membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen. Ventilasi juga berperan dalam mengontrol suhu dan kelembaban dalam ruang. Lantai yang tidak memenuhi standar adalah media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri atau virus penyebab ISPA. Selain kondisi lingkungan, karakteristik individu juga mempengaruhi kejadian ISPA. Karakteristik individu tersebut meliputi umur, jenis kelamin, dan status gizi. Berdasarkan umur, balita lebih rentan terkena ISPA karena daya tahan tubuh yang masih rentan terhadap penyakit. Berdasarkan jenis kelamin, anak laki-laki lebih rentan karena lebih banyak beraktivitas di luar sehingga pajanan faktor resiko ISPA lebih besar. Status gizi berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Status gizi kurang maupun buruk akan meyebabkan daya tahan tubuh lemah sehingga rentan terhadap infeksi kuman penyakit. Bagan 2.1 Kerangka Teori Kejadian ISPA Pertumbuhan Kuman Kondisi Lingkungan Fisik Ruangan - Suhu - Kelembaban - Kepadatan hunian - Ventilasi Alami - Ventilasi Buatan - Lantai Karakteristik Individu - Umur - Jenis kelamin - Status gizi Jumlah Kuman

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini ingin mengetahui hubungan faktor lingkungan dalam ruang kelas dapat menyebabkan ISPA pada siswa kelas 5 SDN. Kondisi lingkungan dalam ruang kelas meliputi suhu, kelembaban, ventilasi, kepadatan huniandan lantai kelas. Suhu udara yang rendah dapat menyebabkan polutan dalam atmosfir terperangkap dan tidak menyebar. Peningkatan suhu dapat mempercepat reaksi kimia perubahan polutan udara. Kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan berkembang biaknya organisme patogen maupun organisme yang bersifat alergen. Sedangkan kelembaban yang terlalu rendah dapat menyebabkan kekeringaniritasi pada membran mukosa, iritasi mata dan gangguan sinus. Kelembaban udara dalam ruang dapat meningkat jika ventilasi ruang tidak cukup. Ventilasi yang kurang dalam ruang dapat menyebabkan debu yang mengandung mikroorganisme akan berterbangan di dalam ruangan. Akibatnya debu tidak dapat keluar ruangan sehingga menyebabkan timbulnya berbagai penyakit antara lain ISPA. Ruangan juga memerlukan ventilasi buatan fan maupun air conditioningagar di dalam ruangan selalu ada pergerakan atau sirkulasi udara.