Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Data Badan Pusat Statistik 2016 menunjukkan, pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai angka 4.07, sedangkan pengangguran kaum perempuan sebesar 2,59. Data tersebut diperkuat dengan tabel 1 di bawah yang menunjukkan perbedaan angka pengangguran berdasarkan jenis kelamin dari tahun 2009 sampai dengan 2012: Umur Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 09 10 11 12 09 10 11 12 15-19 28,8 28,6 30 26,5 26,6 27,2 28,5 26 20-24 19,3 17,8 15,4 15,4 18, 17,9 13,6 15 25-29 11,1 11,2 8,3 7,7 9,3 7,7 6,7 6,9 30-34 6,4 6,8 5,3 5,3 4,8 3,8 3,1 3,5 35-39 4,6 5,1 4,2 3,8 3,62 2,3 1,8 1,9 40-44 3,6 4,0 3,6 3 3,1 1,9 2 1,8 45-49 3 3,4 2,8 2,4 3 1,6 1,6 2,0 50-54 2,2 3 2,4 2,7 2,7 1,5 2,2 2,4 55-59 1,8 3,9 3 1,1 2,8 1,6 2,5 1,8 60-64 0,7 5,6 4 0,4 0,9 1,4 3,2 0,6 Jumlah 8,4 8,7 7,6 6,7 7,5 6,1 5,90 5,75 Sumber:bps.go.id tahun 2015 Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah pengangguran kaum perempuan lebih banyak daripada jumlah pengangguran laki-laki. Kaum perempuan sering dianggap tidak mampu untuk bersaing di dunia kerja, sehingga hal 2 tersebut menimbulkan subordinasi dan marginalisasi terhadap kaum perempuan, dan menyempitnya kesempatan karir.Hal ini sangat berdampak terhadap bidang kehidupan yang lain, yaitu meningkatnya angka kemiskinan, rendahnya taraf hidup masyarakat, dan berbagai permasalahan sosial menjadi akibat dari tingginya angka pengangguran. Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat dalam lapangan pekerjaan maupun pergaulan hidup. Menurut Mustofa Kamil 2012: 1, “kebutuhan akan peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa sekarang semakin dirasakan seiring dengan semakin meluasnya hubungan manusia dalam tatanan global masyarakat modern. ” Makin disadari bahwa dalam pembangunan untuk mencapai kesejahteraan material maupun spiritual yang merata, faktor manusia adalah yang terpenting. Anwar 2004: 3 menyatakan, masih banyak sumber daya manusia yang kurang berkualitas, tidak memiliki bekal hidup berupa keterampilan untuk hidup produktif. Seiring dengan pembangunan fisik, peningkatan kemampuan manusia, perubahan sikap dan perilaku manusia sesuai dengan perkembangan zaman perlu diberikan perhatian yang sungguh-sungguh oleh pemerintah. Kenyataan itu mendorong masyarakat untuk berusaha belajar menyesuaikan diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan kemampuan dan kesempatan belajar Revolusi teknologi tersebut perlu disikapi sebagai sebuah tantangan dan peluang bagi dunia pendidikan. Usaha-usaha masyarakat dalam belajar dan menyesuaikan diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dalam 3 berbagai bidang, salah satunya melalui bidang pendidikan.Menurut Saleh Marzuki 2012: 13, “untuk menyongsong era baru globalisasi tersebut, dunia pendidikan sebagai sebuah sub-sistem dunia harus beradaptasi, bersentuhan, dan kompatibel dengan arah kecenderungan lingkungan strategisnya. ” Pendidikan pada masa sekarang sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap masyarakat. Pada umunya memang diakui pendidikan memberikan perubahan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa.Menurut UNESCO dalam Mustofa Kamil2012: 4, pendidikan dipandang sebagai proses belajar yang terorganisir dan terus menerus yang dirancang untuk mengkomunikasikan perpaduan pengetahuan, skill, dan pemahaman yang bernilai untuk aktivitas hidup. Sementara itu, pendapat lain mengenai pendidikan disampaikan oleh Saleh Marzuki 2012: 136-137, yang menyatakan bahwa: Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia untuk merubah dirinya ataupun orang lain, yang lebih dari sekedar masalah akademik atau perolehan pengetahuan, skill dan mata pelajaran yang konfensional, melainkan harus mencakup berbagai kecakapan yang diperlukan untuk menjadi manusia yang lebih baik. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2012: 14, membagi pendidikan menjadi tiga jalur, yaitu; pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan in formal. Ketiga jalur pendidikan tersebut memiliki peran dan tujuan yang sama di masyarakat, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.Namun, pemerintah terkesan hanya memprioritaskan pendidikan formal, dan kurang memperhatikan mutu pendidikan non formal dan in formal yang merupakan satuan pendidikan luar sekolah.Direktorat Jendral Pendidikan Nonformal 4 dan Informal Depdiknas 2009: 3 menyampaikan bahwa kemampuan masyarakat untuk mengakses layanan pendidikan nonformal dan informal belum dapat direalisasikan secara optimal sebagai akibat rendahnya partisipasi masyarakat di bidang pendidikan Pada dasarnya baik pendidikan formal maupun non formal dan in formal sama-sama memiliki peranan yang penting dalam transformasi sosial budaya lewat transfer dan pengembangan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai budaya pada individu dan masyarakat. Hanya dengan pendidikan formal saja tidak dapat memenuhi tuntutan-tuntutan yang bersifat praktis dalam kehidupan. Menurut Mustofa Kamil 2012: 2, “...pendidikan formal lebih diarahkan pada pemenuhan kebutuhan akan penguasaan pengetahuan dan kemampuan akademis, sementara untuk memenuhi kebutuhan praktis, masayarakat lebih mengandalkan pendidikan non formal ”. Pendidikan luar sekolah dalam hal ini pendidikan non formal, memiliki ranah cakupan yang luas, meliputi; pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, pendidikan kepemudaan, pendidikan berkelanjutan, pendidikan anak usia dini, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan pelatihan, dan pemberdayaan perempuan.Sejalan dengan melajunya jenis pekerjaan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dipaparkan di atas, orang dewasa merasakan kekurangan akan keterampilan yang selama ini dimiliki dan sekaligus perlunya keterampilan-keterampilan baru yang relevan. Dalam hal ini, orang dewasa cenderung terlibat dalam kegiatan pendidikan di masyarakat atau yang sering disebut pendidikan luar sekolah. 5 Permasalahan lain yang tidak kalah kompleks, tidak jarang pengelola maupun fasilitator dalam kegiatan pendidikan tersebut tidak memahami secara mendalam mengenai pentingnya penerapan prinsip andragogi dalam pembelajaran orang dewasa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Apriliyana Megawati 2011: 6, meskipun sebagian besar fasilitator senior di salah satu lembaga pendidikan dan pelatihan milik pemerintah telah menerapkan pendekatan andragogi, namun bagi fasilitator muda yang belum mendapatkan keilmuan mengenai pendidikan orang dewasa belum sepenuhnya memahami dan menerapkan pendekatan andragogi dalam proses pembelajaran.Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa belum semua pendidik bagi orang dewasa menerapkan prinsip andragogi tersebut, bahkan cenderung memperlakukan orang dewasa seperti anak-anak pada saat pembelajaran. Tentu hal ini tidak akan sesuai dengan karakteristik yang telah dimiliki orang dewasa sebagai warga belajar dalam sebuah kegiatan pendidikan. Orang dewasa cenderung lebih tertarik pada jenis pendidikan yang memberikan keuntungan terhadap kepentingan kehidupan sehari-hari. Pendidikan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan kecakapan hidup, pelatihan, kursus, maupun pendidikan lain yang memberikan pilihan tersebut bagi orang dewasa. Menurut Sastrodipoero dalam Mustofa Kamil 2012: 152 memaparkan, “pelatihan sebagai salah satu jenis proses pembelajaran untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pengembangan sumber daya manusia, yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang mengutamakan praktek daripada teori .” Pelatihan lebih banyak dilaksanakan dalam masyarakat atau dunia kerja untuk 6 mengisi kebutuhan-kebutuhan fungsional. Kegiatan pelatihan dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip dan metode-metode pendidikan dan pembelajaran pada pendidikan luar sekolah. Salah satu lembaga pendidikan luar sekolah yang memberikan layanan pembekalan keterampilan melalui kegiatan pelatihan adalah Rumah Pintar Mata Aksara, yang berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.Rumah Pintar Mata Aksara merupakan salah satu satuan pendidikan luar sekolah yang melayani masyarakat melalui pendidikan yang diselenggarakan secara gratis. Rumah Pintar Mata Aksaramemberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh pendidikan melalui kegiatan-kegiatan pelatihan, belajar bersama, bimbingan belajar, workshop, outbond, dan aktivitas pendidikan lainnya mulai dari tahap perencanaan program pendidikan sampai dengan evaluasinya dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat itu sendiri. Melalui observasi dan pengumpulan data yang dilakukan, diperoleh gambaran umum mengenai kondisi umum perempuan di Desa Umbulmartani yaitu kurang memiliki keterampilan dan tidak bekerja pengangguran. Menurut pengelola Rumah Pintar Mata Aksara, 50 kaum perempuan di Desa Umbulmartani merupakan ibu-ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya bekerja di rumah dan kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat. Dengan latar belakang pendidikan yang rata-rata SLTASMA dan berusia 27-45tahun, dapat dikatakan bahwaibu-ibu tersebut masih berada pada usia produktif. 7 Selain itu, Desa Umbulmartani berada di wilayah yang strategis karena tidak jauh dari lingkungan kampus, memberikan nilai tambah bagi Desa Umbulmartani. Hal tersebut dikarenakan terdapat peluang yang cukup besar bagi warga masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi melalui kegiatan jual beli produk barang maupun jasa. Namun, ibu-ibu rumah tangga di lingkungan tersebut belum mampu memahami, dan memanfaatkan setiap bentuk peluang untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Hal tersebut melatarbelakangi penyelenggaraan program kecakapan hidup berupa pembekalan keterampilan melalui kegiatan pelatihan oleh pengelola Rumah Pintar Mata Aksara. Pendidikan kecakapan hidup yang diselenggarakan oleh Rumah Pintar Mata Aksara berupa pelatihan-pelatihan yang memberikan keterampilan tertentu kepada warga belajar. Sedangkan pelatihan yang paling banyak diberikan adalah yang berkaitan dengan seni kriya, yang ditujukan secara khusus kepada ibu-ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Jenis pelatihan yang diberikan dalam program pendidikan kecakapan hidup di Rumah Pintar Mata Aksara, disesuaikan dengan kebutuhan dari ibu-ibu tersebut. Salah satu pelatihan yang diselenggarakan oleh pengelola Rumah Pintar Mata Aksara yaitu program Pelatihan Rajut. Program pelatihan tersebut ditujukan kepada masyarakat umum yang menginginkan keterampilan dalam merajut. Program tersebut memiliki tujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar khususnya kaum perempuan untuk dapat menguasai keterampilan khusus. Melalui pendidikan kecakapan hidup tersebut, diharapkan masyarakat sebagai warga belajar dapat 8 mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga dapat dijadikan sebagai bekal dalam kehidupan. Tujuan daripada penelitian ini adalah untukmendeskripsikan pelaksanaan program Pelatihan Rajut, mendeskripsikan penerapan pendekatan andragogi pada proses pembelajaran program Pelatihan Rajut, dan mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam program Pelatuhan Rajut di Rumah Pintar mata Aksara. Sehingga hasil daripada penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam peningkatan kegiatan Pelatihan Rajut dengan menerapkan pendekatan andragogi, dan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan kualitas pendidikan luar sekolah melalui pendidikan tinggi. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis mengangkat judul “Penerapan Pendekatan Andragogi pada Proses Pembelajaran Program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara.”

B. Identifikasi Masalah