PENERAPAN PENDEKATAN ANDRAGOGI PADA PROSES PEMBELAJARAN PROGRAM PELATIHAN RAJUT DI RUMAH PINTAR MATA AKSARA.

(1)

i

PENERAPAN PENDEKATAN ANDRAGOGI

PADA PROSES PEMBELAJARAN PELATIHAN RAJUT

DI RUMAH PINTAR MATA AKSARA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Rizki Ainul Imud Islamiah NIM 12102244012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO

“Anak-anak belajar dengan akalnya, orang dewasa belajar dengan hatinya. Hendaklah kedewasaan menuntun kemana hati akan jalani.”

(Suprijanto)

“Belajar sesuai dengan minat dan bakat apa yang manusia miliki adalah hakikat dari pendidikan yang sesungguhnya.”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Atas karunia Allah SWT

Karya ini akan saya persembahkan untuk :

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, yang telah memberikan limpahan kasih sayang dan doa untuk keberhasilan penulis dalam menyusun karya ini.

2. Almamaterku, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang begitu besar.

3. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan pengalaman yang luar biasa.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telahmelimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Penerapan Pendekatan Andragogi Pada Proses

Pembelajaran Program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara.”

Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan, motivasi dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kepada:

1. Universitas Negeri Yogyakarta, yang telahmemberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kelancarandalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak RB. Suharta, M.Pd, selaku pembimbing yang telah berkenanmengarahkan dan membimbing penulis dalam mengerjakan Tugas Akhir Skripsi.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas IlmuPendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik danmemberikan ilmu pengetahuan.


(8)

viii

5. Ibu Heni Wardaturrohmah selaku Ketua Rumah Pintar Mata Aksara Sleman yang telah memberikan ijin dan bantuan untuk penelitian.

6. Bapak/ Ibu Pengelola Rumah Pintar Mata Aksara Sleman serta masyarakat setempat yang telah berkenan membantu dalam penelitian.

7. Bapak, Ibu dan Kakakku atas doa, perhatian, kasih sayang dan segala dukungannya.

8. Teman – teman Jurusan Pendidikan Luar Sekolah angkatan 2012 yang memberikan bantuan dan motivasi untuk selalu berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu, yang telah membantu dan mendukung penyelesaian penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga seluruh dukungan yang diberikan dapat menjadi amal dan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama pemerhati Pendidikan Luar Sekolah dan pendidikan masyarakat serta pembaca umumnya. Aamiin.

Yogyakarta, Juni 2016


(9)

ix

PENERAPAN PENDEKATAN ANDRAGOGI PADA PROSES

PEMBELAJARAN PROGRAM PELATIHAN RAJUT DI RUMAH PINTAR MATA AKSARA

Oleh

Rizki Ainul Imud Islamiah NIM 12102244012

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan pelaksanaan program Pelatihan Rajut; (2) mendeskripsikan penerapan andragogi pada proses pembelajaran program Pelatihan Rajut; dan (3) mengetahui faktor pendukung dan penghambat program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Subyek penelitian ini adalah pengelola, fasilitator dan warga belajar program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan wawancara. Peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian yang dibantu oleh pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi. Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah reduksi data, display data, dan penerikan kesimpulan. Teknik yang digunakan untuk keabsahan data dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pelaksanaan program Pelatihan Rajut terdapat dikatakan baik karena telah memperhatikan semua komponen yang wajib ada dalam pelatihan yaitu: terdapat sumber daya manusia; terdapat sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran; dan pelatihan yang dilaksanakan telah sesuai dengan kebutuhan warga belajar, (2) pendekatan andragogi telah diterapkan secara optimal oleh fasilitator terhadap warga belajar pada proses pembelajaran program Pelatihan Rajut berupa: kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan asumsi pokok pembelajaran orang dewasa; metode yang digunakan telah sesuai dengan karakteristik warga belajar;dan terdapat hasil berupa perubahan sikap yang dialami oleh warga belajar, (3) faktor pendukung yaitu kelengkapan sarana dan prasarana serta partisipasi warga belajar, sedangkan faktor penghambat yaitu perbedaan pendapat dan faktor perbedaan kondisi cuaca.


(10)

x

DAFTAR ISI

hal

JUDUL... ... i

PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah ... 12

2. Program Pelatihan Rajut ... 19

3. Pembelajaran Orang Dewasa (Andragogi) ... 21

B. Penelitian yang Relevan... 31


(11)

xi

D. Pertanyaan Penelitian ... 36

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 37

B. Penentuan Subyek dan Obyek Penelitian ... 39

C. Setting Penelitian ... 40

D. Metode Pengumpulan Data ... 41

E. Instrumen Penelitian... 45

F. Metode Analisis Data ... 46

G. Keabsahan Data ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Lokasi dan Kondisi Rumah Pintar Mata Aksara Sleman ... 50

2. Visi dan Misi Rumah Pintar Mata Aksara ... 52

3. Profil Rumah Pintar Mata Aksara Sleman ... 52

B. Data Hasil Penelitian 1. PelaksanaanProgram Pelatihan Rajut ... 54

2. Penerapan Pendekatan Andragogi... 64

3. Faktor Pendukung dan Penghambat ... 82

C. Pembahasan 1. PelaksanaanProgram Pelatihan Rajut ... 83

2. Penerapan Pendekatan Andragogi... 88

3. Faktor Pendukung dan Penghambat ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... 97

2. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99


(12)

xii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Angka Pengangguran di DI Yogyakarta ... 1

Tabel 2. Perbedaan Asumsi Belajar Pedagogi dengan Andragogi ... 22

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen ... 46

Tabel 4. Pedoman Observasi ... 118


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1.Kerangka Pikir... 33 Gambar 1.Teknik Analisis Data ... 46


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Catatan Lapangan ... 103

Lampiran 2.Pedoman Wawancara ... 110

Lampiran 3. Pedoman Observasi ... 118

Lampiran 4. Pedoman Dokumentasi ... 119

Lampiran 5. Teknik Analisis Data ... 120


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Data Badan Pusat Statistik (2016) menunjukkan, pengangguran terbuka di Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai angka 4.07%, sedangkan pengangguran kaum perempuan sebesar 2,59%. Data tersebut diperkuat dengan tabel 1 di bawah yang menunjukkan perbedaan angka pengangguran berdasarkan jenis kelamin dari tahun 2009 sampai dengan 2012:

Umur

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

09 10 11 12 09 10 11 12

15-19 28,8 28,6 30 26,5 26,6 27,2 28,5 26 20-24 19,3 17,8 15,4 15,4 18, 17,9 13,6 15 25-29 11,1 11,2 8,3 7,7 9,3 7,7 6,7 6,9 30-34 6,4 6,8 5,3 5,3 4,8 3,8 3,1 3,5 35-39 4,6 5,1 4,2 3,8 3,62 2,3 1,8 1,9 40-44 3,6 4,0 3,6 3 3,1 1,9 2 1,8 45-49 3 3,4 2,8 2,4 3 1,6 1,6 2,0 50-54 2,2 3 2,4 2,7 2,7 1,5 2,2 2,4 55-59 1,8 3,9 3 1,1 2,8 1,6 2,5 1,8 60-64 0,7 5,6 4 0,4 0,9 1,4 3,2 0,6 Jumlah 8,4 8,7 7,6 6,7 7,5 6,1 5,90 5,75 Sumber:bps.go.id tahun 2015

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah pengangguran kaum perempuan lebih banyak daripada jumlah pengangguran laki-laki. Kaum perempuan sering dianggap tidak mampu untuk bersaing di dunia kerja, sehingga hal


(16)

2

tersebut menimbulkan subordinasi dan marginalisasi terhadap kaum perempuan, dan menyempitnya kesempatan karir.Hal ini sangat berdampak terhadap bidang kehidupan yang lain, yaitu meningkatnya angka kemiskinan, rendahnya taraf hidup masyarakat, dan berbagai permasalahan sosial menjadi akibat dari tingginya angka pengangguran.

Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat dalam lapangan pekerjaan maupun pergaulan hidup. Menurut Mustofa Kamil (2012: 1), “kebutuhan akan peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa sekarang semakin dirasakan seiring dengan semakin meluasnya hubungan manusia dalam tatanan global masyarakat modern.” Makin disadari bahwa dalam pembangunan untuk mencapai kesejahteraan material maupun spiritual yang merata, faktor manusia adalah yang terpenting.

Anwar (2004: 3) menyatakan, masih banyak sumber daya manusia yang kurang berkualitas, tidak memiliki bekal hidup berupa keterampilan untuk hidup produktif. Seiring dengan pembangunan fisik, peningkatan kemampuan manusia, perubahan sikap dan perilaku manusia sesuai dengan perkembangan zaman perlu diberikan perhatian yang sungguh-sungguh oleh pemerintah. Kenyataan itu mendorong masyarakat untuk berusaha belajar menyesuaikan diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan kemampuan dan kesempatan belajar

Revolusi teknologi tersebut perlu disikapi sebagai sebuah tantangan dan peluang bagi dunia pendidikan. Usaha-usaha masyarakat dalam belajar dan menyesuaikan diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan dalam


(17)

3

berbagai bidang, salah satunya melalui bidang pendidikan.Menurut Saleh Marzuki (2012: 13), “untuk menyongsong era baru globalisasi tersebut, dunia pendidikan sebagai sebuah sub-sistem dunia harus beradaptasi, bersentuhan, dan kompatibel dengan arah kecenderungan lingkungan strategisnya.”

Pendidikan pada masa sekarang sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan setiap masyarakat. Pada umunya memang diakui pendidikan memberikan perubahan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan bangsa.Menurut UNESCO dalam Mustofa Kamil(2012: 4), pendidikan dipandang sebagai proses belajar yang terorganisir dan terus menerus yang dirancang untuk mengkomunikasikan perpaduan pengetahuan, skill, dan pemahaman yang bernilai untuk aktivitas hidup. Sementara itu, pendapat lain mengenai pendidikan disampaikan oleh Saleh Marzuki (2012: 136-137), yang menyatakan bahwa:

Pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia untuk merubah dirinya ataupun orang lain, yang lebih dari sekedar masalah akademik atau perolehan pengetahuan, skill dan mata pelajaran yang konfensional, melainkan harus mencakup berbagai kecakapan yang diperlukan untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (2012: 14), membagi pendidikan menjadi tiga jalur, yaitu; pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan in formal. Ketiga jalur pendidikan tersebut memiliki peran dan tujuan yang sama di masyarakat, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.Namun, pemerintah terkesan hanya memprioritaskan pendidikan formal, dan kurang memperhatikan mutu pendidikan non formal dan in formal yang merupakan satuan pendidikan luar sekolah.Direktorat Jendral Pendidikan Nonformal


(18)

4

dan Informal Depdiknas (2009: 3) menyampaikan bahwa kemampuan masyarakat untuk mengakses layanan pendidikan nonformal dan informal belum dapat direalisasikan secara optimal sebagai akibat rendahnya partisipasi masyarakat di bidang pendidikan

Pada dasarnya baik pendidikan formal maupun non formal dan in formal sama-sama memiliki peranan yang penting dalam transformasi sosial budaya lewat transfer dan pengembangan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai budaya pada individu dan masyarakat. Hanya dengan pendidikan formal saja tidak dapat memenuhi tuntutan-tuntutan yang bersifat praktis dalam kehidupan. Menurut Mustofa Kamil (2012: 2), “...pendidikan formal lebih diarahkan pada pemenuhan kebutuhan akan penguasaan pengetahuan dan kemampuan akademis, sementara untuk memenuhi kebutuhan praktis, masayarakat lebih mengandalkan pendidikan non formal”.

Pendidikan luar sekolah dalam hal ini pendidikan non formal, memiliki ranah cakupan yang luas, meliputi; pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, pendidikan kepemudaan, pendidikan berkelanjutan, pendidikan anak usia dini, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan pelatihan, dan pemberdayaan perempuan.Sejalan dengan melajunya jenis pekerjaan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dipaparkan di atas, orang dewasa merasakan kekurangan akan keterampilan yang selama ini dimiliki dan sekaligus perlunya keterampilan-keterampilan baru yang relevan. Dalam hal ini, orang dewasa cenderung terlibat dalam kegiatan pendidikan di masyarakat atau yang sering disebut pendidikan luar sekolah.


(19)

5

Permasalahan lain yang tidak kalah kompleks, tidak jarang pengelola maupun fasilitator dalam kegiatan pendidikan tersebut tidak memahami secara mendalam mengenai pentingnya penerapan prinsip andragogi dalam pembelajaran orang dewasa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Apriliyana Megawati (2011: 6), meskipun sebagian besar fasilitator senior di salah satu lembaga pendidikan dan pelatihan milik pemerintah telah menerapkan pendekatan andragogi, namun bagi fasilitator muda yang belum mendapatkan keilmuan mengenai pendidikan orang dewasa belum sepenuhnya memahami dan menerapkan pendekatan andragogi dalam proses pembelajaran.Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa belum semua pendidik bagi orang dewasa menerapkan prinsip andragogi tersebut, bahkan cenderung memperlakukan orang dewasa seperti anak-anak pada saat pembelajaran. Tentu hal ini tidak akan sesuai dengan karakteristik yang telah dimiliki orang dewasa sebagai warga belajar dalam sebuah kegiatan pendidikan.

Orang dewasa cenderung lebih tertarik pada jenis pendidikan yang memberikan keuntungan terhadap kepentingan kehidupan sehari-hari. Pendidikan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan kecakapan hidup, pelatihan, kursus, maupun pendidikan lain yang memberikan pilihan tersebut bagi orang dewasa. Menurut Sastrodipoero dalam Mustofa Kamil (2012: 152) memaparkan, “pelatihan sebagai salah satu jenis proses pembelajaran untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pengembangan sumber daya manusia, yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang mengutamakan praktek daripada teori.” Pelatihan lebih banyak dilaksanakan dalam masyarakat atau dunia kerja untuk


(20)

6

mengisi kebutuhan-kebutuhan fungsional. Kegiatan pelatihan dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip dan metode-metode pendidikan dan pembelajaran pada pendidikan luar sekolah.

Salah satu lembaga pendidikan luar sekolah yang memberikan layanan pembekalan keterampilan melalui kegiatan pelatihan adalah Rumah Pintar Mata Aksara, yang berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.Rumah Pintar Mata Aksara merupakan salah satu satuan pendidikan luar sekolah yang melayani masyarakat melalui pendidikan yang diselenggarakan secara gratis. Rumah Pintar Mata Aksaramemberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh pendidikan melalui kegiatan-kegiatan pelatihan, belajar bersama, bimbingan belajar, workshop, outbond, dan aktivitas pendidikan lainnya mulai dari tahap perencanaan program pendidikan sampai dengan evaluasinya dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat itu sendiri.

Melalui observasi dan pengumpulan data yang dilakukan, diperoleh gambaran umum mengenai kondisi umum perempuan di Desa Umbulmartani yaitu kurang memiliki keterampilan dan tidak bekerja (pengangguran). Menurut pengelola Rumah Pintar Mata Aksara, 50% kaum perempuan di Desa Umbulmartani merupakan ibu-ibu rumah tangga yang kesehariannya hanya bekerja di rumah dan kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat. Dengan latar belakang pendidikan yang rata-rata SLTA/SMA dan berusia 27-45tahun, dapat dikatakan bahwaibu-ibu tersebut masih berada pada usia produktif.


(21)

7

Selain itu, Desa Umbulmartani berada di wilayah yang strategis karena tidak jauh dari lingkungan kampus, memberikan nilai tambah bagi Desa Umbulmartani. Hal tersebut dikarenakan terdapat peluang yang cukup besar bagi warga masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi melalui kegiatan jual beli produk barang maupun jasa. Namun, ibu-ibu rumah tangga di lingkungan tersebut belum mampu memahami, dan memanfaatkan setiap bentuk peluang untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Hal tersebut melatarbelakangi penyelenggaraan program kecakapan hidup berupa pembekalan keterampilan melalui kegiatan pelatihan oleh pengelola Rumah Pintar Mata Aksara.

Pendidikan kecakapan hidup yang diselenggarakan oleh Rumah Pintar Mata Aksara berupa pelatihan-pelatihan yang memberikan keterampilan tertentu kepada warga belajar. Sedangkan pelatihan yang paling banyak diberikan adalah yang berkaitan dengan seni kriya, yang ditujukan secara khusus kepada ibu-ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Jenis pelatihan yang diberikan dalam program pendidikan kecakapan hidup di Rumah Pintar Mata Aksara, disesuaikan dengan kebutuhan dari ibu-ibu tersebut.

Salah satu pelatihan yang diselenggarakan oleh pengelola Rumah Pintar Mata Aksara yaitu program Pelatihan Rajut. Program pelatihan tersebut ditujukan kepada masyarakat umum yang menginginkan keterampilan dalam merajut. Program tersebut memiliki tujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar khususnya kaum perempuan untuk dapat menguasai keterampilan khusus. Melalui pendidikan kecakapan hidup tersebut, diharapkan masyarakat sebagai warga belajar dapat


(22)

8

mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga dapat dijadikan sebagai bekal dalam kehidupan.

Tujuan daripada penelitian ini adalah untukmendeskripsikan pelaksanaan program Pelatihan Rajut, mendeskripsikan penerapan pendekatan andragogi pada proses pembelajaran program Pelatihan Rajut, dan mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam program Pelatuhan Rajut di Rumah Pintar mata Aksara. Sehingga hasil daripada penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam peningkatan kegiatan Pelatihan Rajut dengan menerapkan pendekatan andragogi, dan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan kualitas pendidikan luar sekolah melalui pendidikan tinggi. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis mengangkat judul “Penerapan Pendekatan Andragogi pada Proses Pembelajaran Program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Tingginya angka pengangguran kaum perempuan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Terdapat kesenjangan antara jumlah ketersediaan lapangan kerja, dengan jumlah pencari kerja.

3. Pendidikan yang belum tersebar rata di Indonesia, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.


(23)

9

4. Belum semua penyelenggara pendidikan bagi orang dewasa menerapkan pendekatan andragogi dalam kegiatan pembelajaran.

5. Rendahnya partisipasi ibu-ibu Desa Umbulmartani dalam kegiatan pendidikan. 6. Belum diketahui apakah Rumah Pintar Mata Aksara sudah menerapkan

pendekatan andragogi dalam kegiatan pembelajaran.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi permasalahan yang ada dan memfokuskan penelitian pada penerapan prinsip andragogi pada proses pembelajaran Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara.

D. Rumusan Masalah

Setelah diidentifikasi dan dilakukan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara? 2. Bagaimana penerapan pendekatan andragogi pada proses pembelajaran program

Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pada proses pembelajaran program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara?


(24)

10

Berdasarkan pada permasalahan yang diungkapkan di atas, adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikanpelaksanaan program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara.

2. Untuk mendeskripsikan penerapan pendekatan andragogi pada proses pembelajaran program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara.

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pada proses pembelajaran program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian mengenai penerapan prinsip andragogi pada proses pembelajaran Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman adalah:

1. Bagi Rumah Pintar Mata Aksara

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam peningkatan kegiatan Pelatihan Rajut dengan menerapkan pendekatan andragogi.

2. Bagi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam perkembangan kualitas pendidikan luar sekolah melalui pendidikan tinggi di Universitas Negeri Yogyakarta.


(25)

11

Peneliti dapat mengetahui gambaran kegiatan penerapan pendekatan andragogi pada proses pembelajaran Pelatihan Rajut yang dilaksanakan di tempat penelitian.


(26)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

a. Pengertian Pelatihan

Santoso S. Hamijoyo dalam Sudjana(2004) menyatakan,“pendidikan luar sekolah adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan secara terorganisasikan, terencana di luar sistem persekolahan, yang ditujukan kepada individu maupun kelompok, untuk meningkatkan kualitas hidupnya.” Dalam hal ini, peningkatan kualitas individu dilakukan dengan membelajarkan individu agar terdapat perubahan tingkah laku, berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan beberapa definisi pendidikan luar sekolah menurut para ahli di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pendidikan luar sekolah adalah suatu usaha sistematis dan terorganisir, yang dilakukan di luar sistem persekolahan, yang berfungsi untuk memberikan bekal-bekal kehidupan bagi sumber daya yang berkualitas. Pendidikan luar sekolah dalam konteks pengembangan programnya berhubungan dengan pemecahan masalah yang dialami manusia, terutama masalah yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan, keterampilan, dan keahlian khusus yang tidak dapat ditemukan dalam konteks pendidikan persekolahan.


(27)

13

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sitem Pendidikan Nasional (2012: 14), mengelompokkan pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Penelitian ini akan memperdalam pendeskripsian informasi pada jenis pendidikan nonformal pendidikan pelatihan saja. Maka dari itu, mengenai pendidikan pelatihan akan dipaparkan lebih jauh di bawah ini.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 (2012: 14) mencantumkan bahwa, “kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.”

Lebih luas, Mustofa Kamil (2012: 10) mendefinisikan pelatihan sebagai “...bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar yang dilaksanakan di luar sistem sekolah, memerlukan waktu yang relatif singkat, dan lebih menekankan pada praktek.” Pelatihan diselenggarakan baik terkait dengan kebutuhan dunia kerja maupun dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas.Istilah pelatihan merupakan terjemahan dari kata “training” dalam bahasa Inggris. Secara harfiah akar kata “training” adalah “train”, yang berarti: (1) memberi pelajaran dan praktek (give teaching and practice), (2) menjadikan berkembang dalam arah yang dikehendaki


(28)

14

(cause to grow in a required direction), (3) persiapan (preparation), dan (4) praktek (practice).

Dictionary of Education dalam Saleh Marzuki(2012: 174-175), mengartikan pelatihan sebagai suatu pengajaran tertentu yang tujuannya telah ditentukan secara jelas, dapat diragakan, yang menghendaki peserta dan penilaian terhadap perbaikan untuk kerja peserta didik. Menurut Edwin Filipo dalam Mustofa Kamil(2012: 3), “pelatihan adalah tindakan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seorang pegawai untuk melaksanakan pekerjaan tertentu.”

Ivancevich dalam Marwansyah dan Mukaram (2000: 154) menyatakan bahwa “pelatihan adalah proses sistematis untuk mengubah perilaku karyawan, yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.” Definisi lain disampaikan oleh

Robinson dalam Moekijat (1993: 6), yang menyatakan bahwa “training adalah

mencoba dengan berbagai pengajaran dan pengalaman untuk mengembangkan perilaku orang di bidang pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk mencapai

standar yang diinginkan.” Sedangkan menurut William G. Scott dalam

Sedarmayanti(2010: 163) mendefinisikan,“pelatihan sebagai suatu kegiatan lini dan staf yang tujuannya mengembangkan pemimpin untuk mencapai efektivitas pekerjaan seseorang yang lebih besar, hubungan antar pribadi dalam organisasi yang lebih baik dan penyesuaian pemimpin yang ditinggalkan kepada konteks seluruh lingkungannya.”

Keempat definisi di atas, tampak pelatihan hanya dilihat dalam hubungan dengan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Dalam kenyataannya, pelatihan tidak harus


(29)

15

selalu dalam kaitan dengan pekerjaan, atau tidak selalu diperuntukkan bagi pegawai. Berbeda dengan pendapat di atas, Henry Simamora (2004: 11) mengartikan pelatihan sebagai “...serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap individu.”

Sementara itu, menurut Robinson dalam Saleh Marzuki(2012: 174), “pelatihan adalah pengajaran atau pembelajaran pengalaman kepada seseorang untuk mengembangkan tingkah laku (pengetahuan, keterampilan, sikap) agar mencapai sesuatu yang diinginkan.” Definisi lain menurut Suprijanto (2012: 163), “pelatihan adalah salah satu metode dalam pendidikan orang dewasa atau dalam suatu pertemuan yang biasa digunakan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikap dengan cara yang spesifik.” Sedangkan Sudjana (2007: 196) menyebutkan pelaksanaan pembelajaran dalam pelatihan dilakukan melalui langkah-langkah, pembinaan keakraban, identifikasi kebutuhan, aspirasi, dan potensi peserta pelatihan, penetapan kontrak belajar, tes awal peserta pelatihan, proses pembelajaran, dan tes akhir peserta pelatihan.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah disampaikan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah proses belajar mengajar dan latihan yang bertujuan untuk mencapai tingkatan kompetensi tertentu sehingga terjadi perubahan pemahaman mengenai suatu hal dan terjadi perubahan tingkah laku seorang individu. Pelatihan juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang melayani masyarakat untuk memperoleh keterampilan berupa pengetahuan, skill, dan sikap, yang berguna bagi kehidupannya di masyarakat.


(30)

16

1) Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Oemar Hamalik (2005: 16) mengatakan, “secara umum pelatihan bertujuan mempersiapkan dan membina tenaga kerja, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan dalam profesinya, kemampuan melaksanakan loyalitas, kemampuan dalam profesinya, kemampuan melaksanakan dedikasi dan kemampuan

berdisiplin yang baik.” Menurut Dale S Beach dalam Mustofa Kamil(2012: 10)

mengemukakan, “the objective of training is to achieve a hange in the behavios of those trained.” Makna dari pernyataan tersebut yaitu, tujuan pelatihan adalah untuk memperoleh perubahan dalam tingkah laku mereka yang dilatih.

Sedangkan menurut Saleh Marzuki (2012: 174), tujuan pelatihan adalah untuk mengembangkan pola tingkah laku orang agar mencapai sesuatu yang diinginkan. Pendapat lain disampaikan oleh Henry Simamora (2004: 16), yang mengelompokkan tujuan pelatihan kedalam lima bidang, yaitu:

a) Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan perubahan teknologi. b) Mengurangi waktu belajar bagi karyawan untuk menjadi kompeten dalam

pekerjaan.

c) Membantu memecahkan permasalahan operasional. d) Mempersiapkan karyawan untuk promosi.

e) Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai tujuan pelatihan, dapat disimpulkan bahwa tujuan pelatihan itu tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan saja, melainkan juga untuk mengembangkan minat dan bakat.

Pelatihan dilaksanakan di berbagai lembaga pendidikan di masyarakat dengan harapan memetik manfaat daripadanya. Sementara itu, menurut Suprijanto (2007:


(31)

17

160), manfaat pelatihan adalah agar individu dapat memecahkan suatu permasalahan yang ada dalam pekerjaan melalui kompromi dengan pengembangan empati.Beberapa manfaat tersebut diantaranya sebagaimana dikemukakan oleh Richard B Johnson dalam Saleh Marzuki(2012: 176):

“(1) menambah produktivitas, (2) memperbaiki kualitas kerja dan menaikkan semangat kerja, (3) mengembangkan keterampilan, pengetahuan, pengertian, dan sikap-sikap baru, (4) dapat memperbaiki cara penggunaan yang tepat mengenai alat-alat, mesin, proses, metode, dan lain-lain, (5) mengurangi pemborosan, kecelakaan, keteelambatan, kelalaian, biaya berlebihan, dan ongkos-ongkos yang tidak diperlukan, (6) melaksanakan perubahan atau pembaruan kebijakan atau aturan-aturan baru, (7) memerangi kejenuhan atau keterlambatan dalam skill, teknologi, metode, produksi, pemasaran, modal dan manajemen, dan lain-lain, (8) meningkatkan pengetahuan agar sesuai dengan standar performan sesuai dengan pekerjaannya, (9) mengembangkan, menempatkan, dan menyiapkan orang untuk maju, memperbaiki pendayagunaan tenaga kerja, dan meneruskan kepemimpinan, dan (10) menjamin ketahanan dan pertumbuhan perusahaan.”

Berdasarkan pemaparan kedua ahli di atas mengenai manfaat pelatihan, dapat ditarik sebuah benang merah yaitu, bahwa pelatihan mendatangkan manfaat untuk memecahkan suatu permasalahan yang timbul dalam kehidupan di masyarakat maupun dunia pekerjaan dan memperbaiki kualitas sumber daya manusia di dalamnya. Pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-dikap terhadap pekerjaan, dan sikap-sikap yang tidak produktif timbul dari salah pengertian dan kurangnya informasi mengenai suatu hal pada individu.

2) Unsur-Unsur dalam Pelatihan

Program pelatihan yang diselenggarakan pada satuan pendidikan luar sekolah, juga terdapat unsur-unsur yang dapat mendukung keterlaksanaan suatu program pembelajaran. Adapun unsur-unsur pelatihan tersebut adalah sebagai berikut:


(32)

18

a) Peserta Didik

Peserta didik merupakan unsur utama dalam sebuah program pelatihan, karena peserta didik merupakan unsur yang erat kaitannya dengan keberhasilan proses pelatihan. Dalam program pendidikan luar sekolah, yang menjadi peserta didik disebut warga belajar.

b) Pendidik

Pendidik atau instruktur memegang peranan yang penting terhadap kelancaran dan keberhasilan program pelatihan. Itu sebabnya perlu dipilih instruktur yang ahli di bidangnya, yang berkualifikasi profesional.

c) Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan segala sesuatu di luar sumber daya manusia yang mendukung proses pembelajaran sehingga dapat tercapai tujuan program yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, sarana dan prasarana meliputi jadwal kegiatan, daftar presensi, media pembelajaran, metode pembelajaran, kurikulum, dan hal lain yang mendukung pelatihan.

3) Jenis-jenis Pelatihan

JC Denyer dalam Mustofa Kamil (2012: 15), membedakan pelatihan atas empat macam, yaitu:

a) Pelatihan induksi, yaitu pelatihan perkenalan yang biasanya diberikan kepada pegawai baru dengan tidak memandang tingkatannya.

b) Pelatihan kerja, yaitu pelatihan yang diberikan kepada semua pegawai dengan maksud untuk memberikan petunjuk khusus guna melaksanakan tugas-tugas tertentu.

c) Pelatihan supervisor, yaitu pelatihan yang diberikan kepada supervisor atau pimpinan tingkat bawah.


(33)

19

d) Pelatihan manajemen, yaitu pelatihan yang diberikan kepada manajemen atau untuk pemagang jabatan manajemen.

e) Pengembangan eksekutif, yaitu pelatihan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pejabat-pejabat pimpinan

Macam-macam jenis pelatihan tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif dalam pemecahan masalah yang timbul di lingkungan masyarakat maupun dunia kerja. Dengan banyaknya jenis pelatihan yang tersedia di masyarakat, menunjukkan bahwa pendidikan dapat merangkul seluruh lapisan masyarakat. Sehingga kualitas sumber daya masyarakat akan lebih berkembang dan memiliki kompetensi khusus yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Program Pelatihan Rajut

Farida Yusuf Tayibnapis (2000: 9) mendefinisikan program sebagai sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh pada yang menjalaninya. Djuju Sudjana (2006: 4) mengartikan program pendidikan luar sekolah sebagai kegiatan yang disusun secara terencana (sistemik) dan memiliki komponen, proses, tujuan, sasaran, isi, dan jenis kegiatan

Sedangkan Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2004: 3) menyampaikan dalam bukunya bahwa program adalah:

“Program dapat diartikan sebagai rencana. Apabila program ini langsung dikaitkan dengan evaluasi program maka program didefisinikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.”

Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa program adalah suatu rencana kegiatan dari implementasi suatu kebijakan yang dilakukan oleh


(34)

20

seseorang dengan harapan akan memperoleh hasil setelah mengikutinya. Program-program pendidikan luar sekolah dirancang berdasarkan jalur, satuan jenis, dan lingkup pendidikan luar sekolah.

Merajut adalah metode membuat kain, pakaian atau perlengkapan busana dari benang rajut. merajut dapat dilakukan dengan tangan ataupun mesin. Terdapat beberapa jenis teknik dalam merajut. Teknik dasar dalam merajut adalah tusuk atas dan tusuk bawah, atau yang disebut dengan tusuk rantai. Sementara tusuk belakang adalah tusuk lanjutan yang dilakukan dengan cara mengaitkan benang dari arah belakang.

Sedangkan dari pengertian pelatihan yang telah disampaikan oleh para ahli di atas, diperoleh hasil simpulan yang dapat ditarik oleh peneliti, yaitu bahwa pelatihan adalah proses belajar mengajar dan latihan yang bertujuan untuk mencapai tingkatan kompetensi tertentu sehingga terjadi perubahan pemahaman mengenai suatu hal dan terjadi perubahan tingkah laku seorang individu. Pelatihan juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang melayani masyarakat untuk memperoleh keterampilan berupa pengetahuan, skill, dan sikap, yang berguna bagi kehidupannya di masyarakat. Sehingga konsep program pelatihan rajut dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar dan latihan yang bertujuan untuk mencapai tingkatan kompetensi berupa pengetahuan dan keterampilan dalam membuat suatu kerajinan rajut, sehingga terjadi perubahan pemahaman mengenai suatu hal dan terjadi perubahan tingkah laku seorang individu. Tujuan dari pelatihan rajut ini diantaranya:


(35)

21 b. Meningkatkan keterampilan merajut

c. Meningkatkan tingkat perekonomian warga belajar

Program Pelatihan Rajut dilaksanakan dengan langkah-langkah yang telah sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran dalam pelatihan. Mustofa Kamil (2012: 19) menyampaikan bahwa penilaian kebutuhan (need assessment) merupakan tahap yang peling penting dalam penyelenggaraan pelatihan. Tahap ini berguna sebagai dasar bagi keseluruhan upaya pelatihan. Karena dari tahap inilah seluruh proses pelatihan akan mengalir. Kebutuhan akan pelatihan harus diperiksa, demikian pula sumber daya yang tersedia untuk pelatihan. Meski begitu, tahap pelaksanaan dan evaluasi dalam pelatihan juga tidak dapat dianggap sepele. Ketiganya memiliki tahapan masing-masing yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

3. Pendekatan Orang Dewasa (Andragogi)

a. Konsep Dasar Pembelajaran Orang Dewasa

AG Lunandi (1982: 3) menyatakan bahwa orang dewasa bukan seperti gelas kosong yang dengan mudah dapat diisi sesuatu, oleh karena itu, orang dewasa tidak dapat diajarkan sesuatu untuk merubah tingkah lakunya. Terdapat perbedaan antara anak-anak dengan orang dewasa jika ditinjau berdasarkan umur, ciri psikologis, dan ciri biologis.

Menurut Donald H Brundage dalam Saleh Marzuki(2012: 187), menyatakan, “perbedaan keduanya bukan merupakan perbedaan otomatis, karena kadang-kadang ciri yang ada pada anak juga ada pada orang dewasa atau sebaliknya walaupun kadar dan kualitasnya tidak sama.” Sujarwo (2013: 1) mendefinisikan orang dewasa sebagai


(36)

22

“...orang yang telah memiliki pengalaman, kemampuan, konsep diri, keberanian, dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, sehingga orang dewasa lebih matang melaksanakan tugasm fungsi dan peran dalam kehidupannya di keluarga, maupun di masyarakat.”

Sehubungan dengan hal di atas, menurut McKenzie dalam Saleh Marzuki(2012: 186) mengemukakan bahwa orang dewasa dan anak belajar dengan cara yang berbeda, karenanya perlu dibantu dengan cara yang berbeda pula. Menurut Anis Basleman dan Syamsu Mappa (2011: 16), pada hakikatnya semua orang dewasa cenderung memperlihatkan keunikan gaya belajar di dalam ia melakukan kegiatan belajar.Orang dewasa memiliki kewenangan dalam dirinya sendiri untuk menjalankan fungsi dan perannya dalam kehidupan di masyarakat. Kondisi tersebut menjadi bahan pertimbangan dalam penyiapan, pengelolaan, dan pengorganisasian pembelajaran. Belajar bagi orang dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya.

Mathias Finger dan Jose Manuel Asun (2004: 71) menyampaikan, pendidikan orang dewasa menjadi proses menghadapi diri sendiri secara tetap. Dalam hal ini, pemecahan masalah diterapkan dalam identitas pengembangan diri. Menurut Mathias Finger dan Jose Manuel Asun (2004: 71), “peran pendidikan orang dewasa dalam penerapan pragmatisme ini adalah untuk memfasilitasi pemecahan masalah simbolis dan menyumbang pribadi, identitas, dan pengembangan kedewasaan.”

Definisi lain megenai pendidikan orang dewasa, menurut Pannen dalam Suprijanto(2012: 11) dirumuskan sebagai suatu proses yang menumbuhkan keinginan


(37)

23

untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Sementara itu menurut Djuju Sudjana (2004: 50), “pendidikan orang dewasa adalah pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan orang dewasa.”

Berdasarkan pemaparan para ahli di atas mengenai dasar pendidikan orang dewasa, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pendidikan orang dewasa adalah pendidikan yang diperuntukkan bagi orang dewasa di masyarakat agar dapat mengembangkan kemampuan melalui belajar secara berkelanjutan.

Suharto dalam Sujarwo (2013: 6-8) menjelaskan secara singkat mengenai tujuan pendidikan orang dewasa, diantaranya “...tujuan pengembangan intelektual, aktualisasi diri, personal dan sosial, transformasi sosial, dan efektivitas organisasi.” Orang dewasa masih membutuhkan pengetahuan dan pengalaman sebagai dasar dalam menjalankan fungsi dan perannya dalam masyarakat, serta menjadi yang terbaik bagi dirinya. Selain itu, agar orang dewasa memiliki kesadaran dalan menyesuaikan diri terhadap perubahan dan tuntutan masyarakat, maka perlu adanya sentuhan melalui proses pendidikan.

Sementara itu, tujuan pendidikan orang dewasa yang disampaikan oleh UNESCO dalam Sudjana(2004, 50-51), adalah supaya orang-orang dewasa mampu mengembangkan diri secara optimal dan berpartisipasi aktif, malah menjadi pelopor di masyarakat, dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya yang berkembang.


(38)

24

b. Pendekatan Andragogi dalam Pendidikan Orang Dewasa

1) Pengertian Andragogi

Andragogi berasal dari kata andros atau aner, yang berarti orang dewasa, dan agogos yang berarti memimpin. Jadi andragogi berarti memimpin orang dewasa.Menurut Knowles dalam Saleh Marzuki (2012: 185) mendefinisikan andragogi sebagai “...seni dan ilmu tentang mengajar orang dewasa atau yang biasa disebut the art and science of teaching adult.” Sementara itu menurut Saleh Marzuki (2012: 186) sendiri, cenderung melihat bahwa andragogi merupakan proses bantuan terhadap orang dewasa agar dapat belajar secara maksimal.

Lebih lanjut Knowles dalam Anisah Basleman (2011: 126), menegaskan bahwa pembelajaran orang dewasa akan berhasil dengan baik jika:

“Melibatkan baik fisik maupun mental emosionalnya, karena itu, pelaksanaan pembelajaran yang bersifat andragogi sebaiknya mengikuti langkah-langkah; (1) menciptakan iklim belajar yang cocok untuk orang dewasa, (2) menciptakan struktur organisasi untuk perencanaan yang bersifat partisipatif, (3) mendiagnosa kebutuhan belajar, (4) merumuskan tujuan belajar (5) mengembangkan rancangan kegiatan belajar, (6) melaksanakan kegiatan belajar, (7) mendiagnosa kembali kebutuhan belajar (evaluasi) dan mereka diperlukan sebagai teman belajar bukan seperti kedudukan antara warga belajar dengan instruktur.”

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa andragogi merupakan seni dan ilmu tentang bagaimana membantu orang dewasa dalam belajar. Dalam hubungan ini, diyakini bahwa proses bantuannya berbeda dengan anak, karena karakteristik yang dimiliki keduanya sangat berbeda.


(39)

25

Sehingga, pelatihan untuk orang dewasa memerlukan strategi dan teknik yang berbeda dengan pelatihan pedagogis. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda berupa andragogi, yang meliputi keterlibatan peran serta peserta pelatihan, dan pengaturan lainnya yang menyangkut materi pelatihan, waktu penyelenggaraan, dan lain sebagainya.

2) Asumsi Belajar Orang Dewasa

Menurut Knowles dalam Anisah Basleman (2011: 111), bahwa ada perbedaan mendasar mengenai asumsi yang digunakan oleh andragogi dengan pedagogi. Andragogi pada dasarnya menggunakan asumsi-asumsi konsep diri, pengamalan, kesiapan belajar, dan orientaasi belajar. Perbedaan asumsi antara pedagogi dengan andragogi menurut Knowles dapat dilihat dalam tabel 2 berikut:

Pedagogi Andragogi

1

Konsep diri:

Anak ialah pribadi yang tergantung. Hubungan pelajar dengan pengajar merupakan hubungan yang bersifat pengarahan.

Konsep diri:

Warga belajar bukan bukan pribadi yang tergantung, melainkan telah masak secara psikologis. Hubungan warga belajar dengan fasilitator adalah saling membantu yang timbal balik.

2

Pengalaman:

Pengalaman pelajar masih sangat terbatas. Karena itu diniliai kecil dalam

pembelajaran. Komunikasi yang terjadi adalah satu arah dari pendidik kepada

pelajar.

Pengalaman:

Pengalaman warga belajar orang dewasa dinilai sebagai sumber belajar yang kaya. Komunikasi yang terjadi adalah ulti komunikasi oleh semua warga belajar, warga belajar, maupun fasilitator.


(40)

26 3

Kesiapan Belajar

Pendidik menentukan apa yang akan dipelajari, bagaimana dan kapan belajar.

Kesiapan Belajar: Warga belajar ikut

menentukan apa yang mereka perlukan berdasarkan pada persepsi mereka sendiri terhadap tuntutan situasi sosial mereka.

4

Orientasi Belajar: Persektif waktu dan orientasi terhadap belajar. Diajarkan bahan yang dimaksudkan untuk digunakan di masa yang akan datang. Pendekatannya menggunakan subject centered.

Orientasi Belajar:

Belajar merupakan proses untuk penemuan masalah dan pemecahan masalah pada saat itu juga. Pendekatannya menggunakan problem centered learning.

Sumber: Pembelajaran Orang Dewasa (Sujarwo, 2013)

Sujarwo (2013) menyatakan bahwa “...asumsi-asumsi di atas menimbulkan berbagai penerapan strategi pembelajaran, strategi pembelajaran orang dewasa lebih menekankan pada permasalahan yang dihadapi (problem centered learning).” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan orang dewasa meliputi segala bentuk pengalaman belajar yang diperlukan oleh orang dewasa dari intensitas keikutsertaannya dalam proses belajar.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti dapat mengambil sebuah kesimpulan dengan menjabarkan maksud dari asumsi di atas:

a) Konsep Diri

Orang dewasa memiliki konsep diri yang mandiri dan tidak bergantung, lebih bersifat pada pengarahan diri. Oleh karena itu, seorang dewasa memerlukan perlakuan yang sifatnya menghargai, khususnya dalam pengambilan keputusan.


(41)

27

Mereka akan menolak apabila diperlakukan seperti anakanak, seperti diberi ceramah apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh. Orang dewasa akan menolak suatu situasi belajar yang kondisinya bertentangan dengan konsep diri mereka sebagai pribadi yang mandiri.

Sehingga apabila orang dewasa dibawa ke dalam situasi belajar yang memperlakukan mereka dengan penuh penghargaan, aka mereka akan melakukan proses belajar tersebut dengan penuh pelibatan dirinya secara mendalam. Dalam situasi seperti ini, orang dewasa telah mempunyai kemauan sendiri (pengarahan diri) untuk belajar.

b) Pengalaman

Orang dewasa mengumpulkan pengalaman yang makin meluas, yang menjadi sumber daya yang kaya dalam kegiatan belajar. Pengalaman yang dimiliki orang dewasa menjadi konsekuensi dalam belajar. Orang dewasa mempunyai kesempatan yang lebih untuk mengkontribusikan dalam proses belajar orang lain. Hal ini disebabkan karena ia merupakan sumber belajar yang kaya.Orang dewasa mempunyai dasar pengalalman yang lebih kaya yang berkaitan dengan pengalaman baru (belajar sesuatu yang baru mempunyai kecenderungan mengambil makna dari pengalaman yang lama). Selain itu, orang dewasa juga telah mempunyai pola pikir dan kebiasaan yang pasti dan karenanya mereka cenderung kurang terbuka.

c) Kesiapan Belajar

Orang dewasa ingin belajar dan mempelajari bidang permasalahan yang menjadi permasalahan yang tengah mereka hadapi dan anggap relevan. Sehingga


(42)

28

dalam proses pembelajarannya, orang dewasa terlibat secara aktif mulai dari tahap perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

d) Orientasi Belajar

Orientasi belajar pada orang dewasa lebih berpusat pada masalah, dan kurang memungkinkan berpusat pada subyek. Orang dewasa cenderung untuk mempunyai perspektif untuk secepatnya mengaplikasikan apa yang mereka pelajari. Mereka terlibat dalam kegiatan belajar, sebagian besar karena adanya respon terhadap apa yang dirasakan dalam kehidupannya sekarang. Oleh karena itu pendidikan bagi orang yang sudah dewasa dipandang sebagai suatu proses untuk meningkatkan kemampuannya dalam memecahkan masalah hidup yang ia hadapi.

3) Metode Pembelajaran Orang Dewasa

Sujarwo (2013: 43) mendefinisikan “metode sebagai salah satu sub sistem dalam sistem pembelajaran, yang tidak bisa dilepaskan begitu saja.” Metode pembelajaran dalam pembelajaran orang dewasa merupakan suatu cara atau upaya yang dilakukan oleh fasilitator agar proses belajar pada warga belajar lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam pembelajaran orang dewasa biasanya adalah metode diskusi dan demonstrasi.

a) Metode Diskusi

Pengetahuan orang dewasa banyak diperoleh melalui partisipasinya dalam diskusi di lingkungan keluarga, masyarakat maupun tempat kerja. Diskusi biasanya bersifat spontan.Sujarwo (2012: 49) mendefinisikan metode diskusi sebagai “...mengemukakan pendapat dan gagasan dalam musyawarah untuk mencapai


(43)

29

mufakat.” Sedangkan menurut Gulo dalam Suprijanto(2012: 97), diskusi kelompok merupakan strategi belajar mengajar yang tepat untuk meningkatkan kualitas interaksi antara warga belajar dengan fasilitator, dan warga belajar dengan warga belajar.

Suprijanto (2012: 96) berpendapat bahwa diskusi merupakan alat yang paling efektif dalam pembelajaran orang dewasa, dengan syarat warga belajar tidak lebih dari sepuluh orang. Berikut adalah manfaat diskusi kelompok dalam pembelajaran orang dewasa menurut Suprijanto:

1) Diskusi memberikan kesempatan kepada setiap warga belajar untuk menyampaikan pendapatnya, dan mendorong individu untuk berpikir dan mengambil keputusan.

2) Diskusi cenderung membuat warga belajar lebih toleran dan berwawasan luas. 3) Diskusi mendorong warga belajar untuk mendengarkan dengan baik.

4) Memberikan alat pemersatu fakta dan pendapat anggota kelompok sehingga kesimpulan dapat diambil.

Berdasarkan pemaparan para ahli di atas mengenai metode diskusi, maka dapat disimpulkan bahwa metode diskusi dalam pembelajaran orang dewasa menjadi sangat efektif digunakan karena komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh orang dewasa adalah dengan melakukan diskusi untuk memperoleh informasi. Orang dewasa dapat berpartisipasi aktif untuk menyumbangkan pemikiran dan gagasan dalam kegiatan diskusi. Dalam metode diskusi, komunikasi yang terjalin adalah banyak arah. Selain itu, banyak kebermanfaatan yang dapat dipetik oleh warga belajar melalui metode diskusi.

b) Metode Demonstrasi

Suprijanto (2012: 143) mendefinisikan demonstrasi sebagai metode pembelajaran yang sering digunakan dalam bidang tertentu. Sedangkan Sujarwo


(44)

30

(2013: 54) mendefinisikan “metode demonstrasi adalah suatu metode yang digunakan oleh fasilitator untuk memperagakan suatu proses untuk meningkatkan keterampilan tertentu dengan menggunakan alat yang sesuai dengan yang sesungguhnya.”

Morgan, Flores, Bueno, dan Lapastora dalam Suprijanto (2012: 143) menyampaikan, manfaat dari metode demonstrasi yaitu:

1) Demonstrasi menarik dan menahan perhatian

2) Demonstrasi menghadirkan subyek dengan cara yang mudah dipahami. 3) Meyakinkan hal-hal yang meragukan untuk dilakukan.

4) Menunjukkan pelaksanaan ilmu pengetahuan dengan contoh. 5) Mempercepat penyerapan langsung dari sumbernya.

Berdasarkan pemaparan meengenai metode demonstrasi dalam pembelajaran orang dewasa di atas, dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi dapat digunakan pada pengajaran yang membeutuhkan contoh secara langsung, seperti pengajaran keterampilan, cara melakukan sesuatu, maupun untuk mengembangakan pengertian secara lebih nyata. Metode demonstrasi tidak selalu dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran, namun hendaknya disesuaikan dengan situasi yang terjadi.

5) Prinsip-prinsip Andragogi

Orang dewasa dalam belajar mengikuti prinsip-prinsip tertentu sesuai dengan ciri-ciri psikologisnya. Prinsip belajar orang dewasa tersebut dapat ditinjau dari berbagai segi. Menurut Saleh Marzuki (2012: 189), prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

a. Ciri-ciri fisilogis. Menurut prinsip ini, belajar akan efektif apabila orang dewasa berada dalam keadaan yang sehat, kondisi fisik produktif.


(45)

31

b. Konsep tentang harga diri. Dalam hal ini, belajar akan efektif apabila orang dewasa diberikan kepercayaan dengan melibatkan dirinya dalam penetapan pembelajaran sesuai dengan kebutuhannya.

c. Emosi. Dalam hubungan ini, belajar akan lebih efektif apabila orang dewasa diberikan kebebasan dengan dorongan dan rangsangan yang halus, kebebasan mengemukakan pendapat, dan pelayanan yang multi channel.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai penerapan pendekatan andragogi dalam program pelatihan ini bukan menjadi yang pertama dilakukan. Beberapa penelitian yang relevan akan disampaikan dengan tujuan dapat menjadi rujukan bagi peneliti untuk meneruskan maupun menemukan hal baru dari hasil penelitian.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Apriliyana Megawati pada tahun 2013. Penelitian

tersebut berjudul “Penerapan Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa (Andragogi)

Pada Program Life Skill Di Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Pati”. Penelitian tersebut menggunakan penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara,observasi,dan dokumentasi. Subyek penelitian terdiri dari pengelola 7 orang, instruktur 3 orang dan warga belajar life skill komputer 3 orang di SKB Kabupaten Pati. Analisis yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan: (1) profil SKB Pati merupakan UPT Disdik Kabupaten Pati, dalam membelajarkan masyarakat membuka 4 jenis program yaitu program PAUD, program kesetaraan, program kursus dan pelatihan serta program dikmas. (2) Pemahaman instruktur dalam


(46)

32

tentang prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa di SKB Kabupaten Pati masih parsial dan praktis. (3) Penerapan prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa pada program life skill di SKB Kabupaten Pati pada umumnya dapat dilaksanakan dengan cukup baik.

2. Penelitian yang dilakukan Marta Dwi Ningrum pada tahun 2015 yang berjudul “Dampak Program Pendidikan Kecakapan Hidup Di Taman Bacaan Masyarakat Mata Aksara Bagi Perempuan Di Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dampak dari program kecakapan hidup yang diselenggarakan oleh Rumah Pintar Mata Aksara. Hasil dari penelitian ini adalah dampak bertambahnya kemampuan yang dimiliki oleh sasaran program baik pada ketrampilan maupun pengetahuan sesuai dengan jenis kecakapannya. Letak relevansi pada penelitian ini adalah latar penelitian yang sama, yaitu di Rumah Pintar Mata Aksara. Sedangkan perbedaannya terletak pada tema penelitian yang diteliti.

C. Kerangka Pikir

Pelatihan adalah proses belajar mengajar dan latihan yang bertujuan untuk mencapai tingkatan kompetensi tertentu sehingga terjadi perubahan pemahaman mengenai suatu hal dan terjadi perubahan tingkah laku seorang individu. Pelatihan juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang melayani masyarakat untuk memperoleh keterampilan berupa pengetahuan, skill, dan sikap, yang berguna bagi kehidupannya di masyarakat.


(47)

33

Salah satu lembaga pendidikan luar sekolah yang memberikan layanan pembekalan keterampilan melalui kegiatan pelatihan adalah Rumah Pintar Mata Aksara, yang berada di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Melalui observasi dan pengumpulan data yang dilakukan, diperoleh gambaran umum mengenai jenis pelatihan yang diberikan dalam program pendidikan kecakapan hidup di Rumah Pintar Mata Aksara, yaitu Pelatihan Rajut. Program tersebut memiliki tujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar khususnya kaum perempuan untuk dapat menguasai keterampilan khusus.

Pendidikan yangberupa pelatihan yang diselenggarakan oleh Rumah Pintar Mata Aksara ditujukan secara khusus kepada ibu-ibu rumah tangga yang tidak bekerja, dalam hal ini adalah orang dewasa. Melalui pendidikan pelatihan tersebut, diharapkan masyarakat sebagai warga belajar dapat mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga dapat dijadikan sebagai bekal dalam kehidupan.

Warga belajar dalam program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara adalah orang dewasa. Maka diperlukan pendektan belajar yang tepat sehingga tujuan pembelajran dapat dicapai dengan efektif. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda berupa andragogi, yang meliputi keterlibatan peran serta peserta pelatihan, dan pengaturan lainnya yang menyangkut materi pelatihan, waktu penyelenggaraan, dan lain sebagainya. Andragogi merupakan seni dan ilmu tentang bagaimana membantu orang dewasa dalam belajar. Dalam hubungan ini, diyakini bahwa proses bantuannya berbeda dengan anak, karena karakteristik yang dimiliki


(48)

34

keduanya sangat berbeda. Sehingga, pelatihan untuk orang dewasa memerlukan strategi dan teknik yang berbeda dengan pelatihan pedagogis.

Penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran bahwa Rumah Pintar Mata Aksara mampu menerapkan prinsip andragogi pada proses pembelajaran pendidikan kecakapan hidup berupa Pelatihan Rajut bagi warga belajarnya. Kerangka pikir tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini:


(49)

35 Pelatihan

Pembelajaran Orang Dewasa

Penerapan Pendekatan

Andragogi Latar belakang

pembelajaran orang dewasa

Asumsi-asumsi pembelajaran orang dewasa

Metode pembelajaran orang dewasa

Gambar 1. Kerangka Pikir


(50)

36

D. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang akan diulas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses pembelajaran yang berlangsung dalam program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara?

2. Bagaimana penerapan asumsi belajar orang dewasa pada proses pembelajaran program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara?

3. Bagaimana penggunaan metode oleh fasilitator pada proses pembelajaran program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara?

4. Apa sajakah faktor pendukung dalam program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara?

5. Apa sajakah faktor penghambat dalam program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara?


(51)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian merupakan keseluruhan cara yang atau kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian mulai dari merumuskan masalah sampai dengan penarikan suatu kesimpulan. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong(2010: 4), “pendekatan penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.” Sementara itu menurut Moleong (2010: 6), penelitian kualitatif adalah:

“Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.”

Definisi lain disampaikan Denzin dan Lincoln dalam Moleong(2010: 5) yang menyatakan, “penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.” Sementara itu menurut Sugiyono (2010: 1), “pendekatan kualitatif adalah pendekatan penelitian yang menggunakan


(52)

38

naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus.”

Berdasarkan beberapa pengertian pendekatan penelitian kualitatif menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan penelitian kualitatif adalah sebuah pendekatan dalam penelitian yang melibatkan proses alamiah berupa pengamatan langsung maupun dengan menggunakan berbagai metode yang hasil akhirnya berupa tulisan atau kata-kata (bukan angka).

Hal ini disesuaikan dengan karakteristik permasalahan yang akan diulas dalam penelitian ini, yaitu mengenai penerapan pendekatan andragogi pada program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat khususnya orang dewasa, penerapan pendekatan andragogi dalam proses pembelajaran oleh fasilitator maupun pengelola. Sehingga pendekatan penelitian dalam penelitian ini lebih ditekankan pada pencarian informasi atau berusaha mengungkapkan pemahaman terhadap fenomena tertentu di masyarakat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu dengan cara memandang objek penelitian sebagai suatu sistem, artinya objek kajian dilihat sebagai satuan yang terdiri dari unsur yang saling terkait dan mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada. Menurut Nasution (2004: 24), yang menyatakan bahwa “...metode deskriptif kualitatif dimaksudkan agar dapat mengungkapkan kenyataan yang ada di lapangan serta dapat dipahami secara mendalam, sehingga pada akhirnya diperoleh temuan penelitian.” Data yang diperlukan adalah yang


(53)

39

berkaitan dengan penerapan pendekatan andragogi oleh fasilitator maupun pengelola dalam program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman.

B. Penentuan Subyek dan Obyek Penelitian

Penentuan subjek dan objek penelitian dalam penelitian ini didasarkan pada tujuan penelitian yakni mendeskripsikan penerapan pendekatan andragogi pada program Pelatihan Rajut di Mata Aksara Sleman. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh segala informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

1. Penentuan Subyek Penelitian

Pengambilan sumber data atau subjek dalam penelitian inimenggunakan teknik purposive, yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian yang diangkat.

Menurut Sugiyono (2010: 300), “teknik purposive ialah dengan melakukan penentuan sumber data dengan memilih orang yang akan diwawancarai menggunakan pertimbangan tertentu.” Sementara itu menurut Djam’an Satori (2011: 34), “dalam prosedur purposive peneliti memilih subyek sebagai unit analisis brdasarkan kebutuhan dan menganggap bahwa unit analisis tersebut representatif.”

Penetapan subyek penelitian dalam penelitian ini didasarkan atas pertimbangan:

1. Informan merupakan pengelola, fasilitator, dan warga belajar yang sedang aktif mengikuti program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara.

2. Informan dapat memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian dan aspek-aspek yang akan diulas lebih lanjut dalam penelitian ini,


(54)

40

khususnya dalam penerapan pendekatan andragogi pada program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman.

Subyek dalam penelitian ini terdiri dari informan utama dan informan pendukung. Informan utama yaitu dua orang pengelola Rumah Pintar Mata Aksara, dan dua orang fasilitator program Pelatihan Rajut. Informan pendukung yaitu tiga orang warga belajar program Pelatihan Rajut. Maksud dari pemilihan subyek ini adalah untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi dari sumber yang berbeda sehingga data yang diperoleh dapat diakui kebenarannya.

2. Penentuan Obyek Penelitian

Burhan Bungin (2011: 78) menjelaskan, “obyek dan informan penelitian kualitatif adalah menjelaskan obyek penelitian yang fokus pada penelitian, yaitu apa yang menjadi sasaran.” Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut.Adapun yang menjadi obyek dari penelitian ini adalah pelaksanaan program Pelatihan Rajut yang diselenggarakan di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman.

C. Setting Penelitian

Penelitian mengenai penerapan pendekatan andragogi dalam program Pelatihan Rajut ini mengambil lokasi di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman, dengan rincian sebagai berikut:


(55)

41

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Pintar Mata Aksara, yang beralamatkan di Jalan Kaliurang kilometer 14 nomor 15 A desa Tegalmanding, kelurahan Umbulmartani, kecamatan Kalasan, kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Waktu dalam penelitian ini dimulai pada tanggal 23 Februari sampai dengan 2 April 2016. Dalam satu minggu, terdapat dua kali jadwal pertemuan, yaitu Rabu dan Sabtu. Dalam setiap pertemuan, peneliti melakukan penelitian dengan metode yang berbeda-beda selama 4 jam, mulai pukul 13.00 sampai dengan 17.00.

Wawancara terhadap pengelola Rumah Pintar Mata Aksara dilakukan pada saat hari aktif yang diterapkan oleh lembaga, di luar kegiatan pembelajaran. Begitu pula dengan wawancara terhadap fasilitator Pelatihan Rajut, juga dilakukan di luar kegiatan pembelajaran agar tidak mengganggu kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Sedangkan wawancara terhadap warga belajar dilakukan pada saat pembelajaran, dengan pertimbangan penciptaan iklim yang bersahabat dengan warga belajar yang akan diwawancarai. Kegiatan observasi dan dokumentasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan data penelitian.

D. Metode Pengumpulan Data

Sugiyono (2010: 308) berpendapat bahwa,“metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utamanya dari penelitian adalah mendapatkan data.” Sejalan dengan pernyataan tersebut, Djam’an


(56)

42

Satori (2011: 103) juga menyatakan fase terpenting dari penelitian adalah pengumpulan data.

Menurut Moleong (2010: 121), “dalam pengumpulan data, peneliti merupakan instrumen utama, interaksi antara peneliti dengan informan diharapkan dapat diperoleh informasi yang mampu mengulas permasalahan yang ada di lapangan.” Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi, wawancara, dan dokumentasi.

1. Observasi

Nasution (2004: 106) mendefinisikan observasi sebagai “...suatu bentuk pengamatan untuk memperoleh informasi/ gambaran yang jelas tentang suatu hal dengan jalan mencatat, kemudian mengolahnya untuk mendapatkan kejelasan masalah yang diteliti.” Sementara itu, menurut Sugiyono (2010: 203), “observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis.”

Definisi lain mengenai observasi disampaikan oleh Nana Syaodih (2006: 220), yang berpendapat bahwa “...observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang berlangsung.” Pada intinya, observasi dilakukan untuk mencari data dan informasi yang diperlakukan melalui pengamatan. Menurut Nasution (2004: 106), “observasi merupakan dasar semua ilmu pengetahuan, yaitu fakta mengenai kenyataan yang diperoleh melalui pengamatan.”


(57)

43

Observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap kegiatan pembelajaran program Pelatihan Rajut yang sedang berlangsung di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman. Metode observasi ini digunakan peneliti untuk memperoleh data penelitian yang bersifat nyata dan bisa diamati, yang berkaitan dengan penerapan pendekatan andragogi pada program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman.

2. Wawancara

Nasution (2004: 113) mendefinisikan wawancara sebagai “...suatu bentuk komunikasi verbal yaitu semacam percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi tertentu.” Sementara itu, menurut Sugiyono (2010: 194):

“Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil.” Definisi lain disampaikan oleh Djuju Sudjana (2000: 234), yang menyatakan bahwa “wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak penanya denan pihak yang ditanya.” Menurut Moleong (2010: 184), “wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.” Menurut Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2010:194), anggapan yang perlu diperhatikan oleh peneliti dalam menggunakan metode interview adalah:


(58)

44

b. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

c. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepaanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan in-depth interview, yaitu wawancara dilakukan berkali-kali dengan informan di lapangan. Maka dari itu, peneliti melakukan wawancara secara mendalam dengan pengelola Rumah Pintar Mata Aksara Sleman, fasilitator program Pelatihan Rajut, dan warga belajar program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman. Pelaksanaan wawancara dilakukan di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman sendiri, pada waktu pembelajaran maupun diluar proses pembelajaran.

Tema wawancara berfokus pada pelaksanaan kegiatan program Pelatihan Rajut, kompetensi yang dimiliki fasilitator mengenai pendekatan andragogi, dan penerapan pendekatan andragogi pada program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara Sleman.

3. Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Menurut Sugiyono (2010:329), “dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.” Sementara itu, Djam’an Satori (2011: 149) mendefinisikan, “studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian dari suatu kejadian.”


(59)

45

Dokumen dalam penelitian dapat berupa arsip tertulis maupun foto. Menurut Moleong (2010: 217), “dokumen digunakan sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.”

Penelitian ini juga menggunakan metode pengumpulan data dengan dokumentasi, yang dilaksanakan untuk memperoleh data tambahan informasi mengenai dokumen yang dimiliki oleh Rumah Pintar Mata Aksara Sleman dengan cara mencetak ulang dan kemudian disalin dengan menggunakan format studi dokumentasi. Dalam penelitian ini, dokumen yang akan diperoleh berupa profil lembaga Rumah Pintar Mata Aksara Sleman, sasaran program Pelatihan Rajut, dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran program Pelatihan Rajut:

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data di lapangan. Seperti yang dikatakan Sugiyono (2010: 307), “dalam penelitian kualitatif yang merupakan instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri.” Maka dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama. Selanjutnya dibantu oleh alat-alat pengumpul data yang lain seperti pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman dokumentasi. Peneliti membuat dan merancang sendiri seperangkat alat observasi, wawancara, maupun pedoman penilaian dokumentasi yang akan digunakan sebagai panduan umum dalam proses pencatatan.

Kisi-kisi instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut:


(60)

46

No Aspek Sumber Data Metode

1

Pelaksanaan program Pelatihan Rajut

Pengelola, fasilitator dan warga belajar. Wawancara, observasi, dokumentasi 2 Penerapan pendekatan andragogi

Pengelola, fasilitator dan warga belajar. Wawancara, observasi, dan dokumentasi 3 Faktor pendukung

dan penghambat Pengelola, fasilitator dan

warga belajar. Wawancara

F. Metode Analisis Data

Tadjoer Rizal dalam Burhan Bungin(2003: 99) berpendapat, “analisis data dalam penelitian berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data. “Sejalan dengan pendapat tersebut, Sugiyono (2010: 91) juga menyampaikan bahwa “data yang dikumpulkan dalam setiap pertemuan langsung dilakukan analisis data.”

Nasution (2004: 109) berpendapat, “analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.”Peneliti menggunakan teknik analisis data interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Teknik analisis data interaktif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verivikasi.

Gambar 2

Analisis Data Model Interaktif Miles dan Huberman (1992: 16)

Penyajian Data

Reduksi Data Penarikan


(61)

47

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Sugiyono (2010: 338) menyatakan, “data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.” Pada tahapan ini setelah data dipilah kemudian disederhanakan, data yang tidak diperlukan disortir agar memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta untuk menarik kesimpulan sementara.

Peneliti melakukan reduksi data setelah data diperoleh melalui metode pengumpulan data yang telah dilakukan. Data mengenai penerapan pendekatan andragogi pada proses pembelajaran program Pelatihan Rajut di Ruma Pintar Mata Aksara yang diperoleh tersebut akan dipilih dan disesuaikan dengan tema.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian data. Data-data tersebut kemudian dipilah-pilah dan disisikan untuk disortir menurut kelompoknya dan disusun sesuai dengan katagori yang sejenis untuk ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu data direduksi.Tujuan dari display data dalam penelitian ini yaitu memudahkan peneliti dalam memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.


(62)

48

Peneliti melakukan penyajian data setelah data direduksi dengan memilahkan dan mengkategorikan data yang akan ditampilkan agar sesuai dan selaras dengan kategori yang akan ditampilkan. Data mengenai penerapan pendekatan andragogi pada proses pembelajaran program Pelatihan Rajut di Ruma Pintar Mata Aksara yang diperoleh tersebut akan disajikan dan disesuaikan dengan kategori penyajian.

3. Verifikasi Data

Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian dilakukan. Kesimpulan dalam penelitian yang diharapkan adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Menurut Sugiyono (2010, 345), “...temuan dapat berupa diskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.”

Peneliti melakukan penarikan kesimpulan setelah data disajikan melalui pengelompokan dan pengkategorian data yang telah dilakukan. Data mengenai penerapan pendekatan andragogi pada proses pembelajaran program Pelatihan Rajut di Ruma Pintar Mata Aksara yang diperoleh tersebut akan ditarik sebuah kesimpulan mengenai temuan baru tersebut.

G. Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakantriangulasi. Menurut Moleong (2010: 330), “triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.” Sementara itu, menurut Tohirin (2012: 77), “penggunaan metode triangulasi telah membantu peneliti menangani masalah yang


(1)

132

nyaman dengan tusuk kipas yang isinya 4. Tetapi Mbak Dian dan Mbak Sinta pakai yang isi 3, ya mereka tidak masalah. Itu kan bagaimana nyamannya saja. Karena saya sudah merasakan enaknya pakai isi 4, ya maka itu yang saya lakukan. Apa saja materi

yang disampaikan oleh fasilitator pada proses

pembelajaran program Pelatihan Rajut?

RR : Materi gulung benang, tusuk rantai, tusuk tunggal, tusuk ganda. Itu yang dasar. Yang lanjutan sangat banyak, tidak bisa disebutkan satu per satu. Yang pasti jenis tusukan yang bervariasi.

TN : Menggulung benang, tusuk rantai, tusuk tunggal, tusuk ganda, membaca pola, dan tusuk tusuk gabungan, Mbak.

SH : Menggulung benang, tusuk rantai, tusuk tunggal, tusuk ganda, membaca pola, dan tusuk tusuk gabungan, Mbak.

Materi yang

disampaikan oleh fasilitator kepada warga belajar diantaranya materi gulung benang, tusuk rantai, tusuk tunggal, tusuk ganda, dan tusuk lanjutan.

Apa saja media yang digunakan oleh fasilitator dalam proses pembelajaran program Pelatihan Rajut?

RR : Buku yang pasti, video dari youtube, alat, dan bahan.

TN : Buku referensi yang banyak sekali jumlahnya, terkadang menggunakan video, alat, dan bahan. SH : Buku, video, alat, dan bahan, Mbak.

Media pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran program Pelatihan Rajut diantaranya buku, video, alat, dan bahan.

Apakah media tersebut telah digunakan oleh fasilitator dengan optimal?

HW : Sudah, Mbak. Semua digunakan dan saling melengkapi diantara fungsinya.

TN : Sudah, Mbak. Dan kami juga diperkenankan mengakses sendiri media tersebut. Lebih mudah ditangkap maksud yang disampaikan Mbak Dian dan Mbak Sinta kalau menggunakan media.

SH : Sudah, Mbak. Karena memang dalam setiap kesempatan kami

Media yang ada telah digunakan dengan optimal oleh fasilitator dan memudahkan warga belajar dalam menangkap maksud yang fasilitator utarakan mengenai materi pembelajaran.


(2)

133

menggunakan media yang ada. Apakah metode

yang digunakan oleh fasilitator dalam proses pembelajaran program Pelatihan Rajut?

SA : Metode diskusi, demonstrasi, dan praktek. Disesuaikan, Mbak. Saling melengkapi dan berurutan biasanya.

RR : Pertama melakukan diskusi-diskusi mengenai apa yang akan dibahas dalam pertemuan, selanjutnya fasilitator memberikan percontohan dengan demostrasi, baru kemudian warga belajar mempraktekkan sendiri, Mbak. TN : Kami di ajak diskusi, itu sih Mbak yang saya tau. Dan diberikan contoh, baru kemudian praktek sendiri.

Metode yang

digunakan adalah diskusi, demonstrasi, dan praktek. Metode tersebut dilakukan secara bergantian dan disesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga dapat saling mengisi satu sama lain.

Kapan metode tersebut diterapkan oleh fasilitator dalam prose pembelajaran program Pelatihan Rajut?

SA : Disesuaikan dengan kebutuhan warga belajar, Mbak. Misalnya saja ketika mereka sedang menentukan tema apa yang hendak dibahas, berarti saat itulah kami menggunakan metode diskusi. Kemudian pengetahuan tidak cukup jika tidak melihat langsung, begitu ya, pada saat itulah kami melakukan percontohan dengan metode demonstrasi. Setelah itu, kami mengajak semua warga belajar untuk mempraktekkan sendiri.

RR : Ada waktu-waktu tersendiri, Mbak, kapan harus menggunakan metode satu dengan yang lain. Semuanya disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan warga belajar. Berhubung dalam hal ini lebih merujuk pada kecakapan vokasional, jadi menurut saya yang paling dominan diterapkan adalah metode praktek.


(3)

134

menurut saya sudah diterapkan, Mbak. Sudah mulai mengobrol mengenai beberapa hal, kemudian ketika pembelajaran juga sudah dilakukan oleh Mbak Sinta dan Mbak Dian.

Seperti apakah hubungan yang terjalin antara fasilitator dengan warga belajar?

SA : Sangat nyaman. Dan lagi, semua bisa kok menjadi fasilitator. Wong kami menganut asas tutor sebaya. Jadi tidak ada sebetulnya menggurui.

RR : Santai aja, Mbak. Tidak seperti yang terjadi di lembaga pendidikan lain. Sudah nonformal, makin nonformal lagi kalau di sini. Seperti ngobrol biasa, gitu.

TN : Nyaman, Mbak. Samuanya teman, tidak ada pembeda apakah dia guru atau bukan.

Hubungan yang terjalin antara fasilitator dengan warga belajar adalah hubungan pertemanan yang akrab dan terjadi secara dua arah tanpa ada pembatas apapun.

Seperti apakah peran yang dimiliki oleh fasilitator dalam

memposisikan dirinya dalam proses

pembelajaran?

TN : Mbak Dian dengan Mbak Sinta, ya? Teman kok, Mbak. Malahan saya baru tahu mereka itu fasilitator. SH : Bukan seperti guru dan murid, Mbak. Seperti halnya kawan biasa saja.

HW : Mbak Dian dengan Mbak Sinta itu meleburkan diri mereka bersama dengan teman yang lain, Mbak. Kami juga menerapkan model tutor sebaya.Jadi memang betul tidak ada batasan tertentu diantara fasilitator dan warga belajar. Semuanya saling belajar.

Fasilitator berperan bukan sebagai pendidik, melainkan teman yang sama-sama belajar, tanpa ada sikap menggurui karena program Pelatihan Rajut menerapkan model tutor sebaya.

Apa saja

pengetahuan dan keterampilan yang anda peroleh setelah mengikuti program Pelatihan

TN : Saya bisa menggulung benang dengan rapi, membuat tusuk rantai, membuat tusuk tunggal, membuat tusuk ganda, membuat berbagai macam tusuk, dan yang paling penting sudah menjadi banyak

Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh warga belajar setelah mengikuti program Pelatihan rajut


(4)

135

Rajut? produk, Mbak. Secara tidak langsung perekonomian saya lumayan naik, dan lebih percaya diri.

SH : Saya bisa menggulung benang dengan rapi, membuat tusuk rantai, membuat tusuk tunggal, membuat tusuk ganda, membuat berbagai macam tusuk, dan yang paling penting sudah menjadi banyak produk, Mbak. Kalau ekonomi iya tentu naik, dan yang pasti memiliki banyak relasi.

DR : Saya bisa menggulung benang dengan rapi, membuat tusuk rantai, membuat tusuk tunggal, membuat tusuk ganda, membuat beberapa tusuk lanjutan. Ekonomi saya tidak menjadi prioritas karena memang hasilnya untuk dipakai sendiri. Tetapi saya jadi memiliki banyak kenalan.

diantaranya dapat menggulung benang dengan rapi, membuat tusuk rantai, membuat tusuk tunggal, membuat tusuk ganda, membuat berbagai macam tusuk, dan yang paling penting dari gabungan tusuk tersebut telah tercipta produk. Selain itu juga perekonomian warga belajar meningkat

dengan hasil

penjualan produk, dan jaringan atau relasi menjadi lebih luas.

Bagaimanakah evaluasi yang diterapkan oleh fasilitator bagi warga belajar dalam proses pembelajaran?

SA : Evaluasinya lebih ke refleksi saja, Mbak.

RR : Iya betul refleksi. Jadi berusaha melihat kembali apa yang dilakukan, ada permasalahan apa, dan bagaimana penyelesaiannya.

HW : Evaluasi diskusi saja mengenai yang telah dilakukan, dan apa yang akan dilakukan, Mbak.

Evaluasi

menggunakan model refleksi, yaitu pengulangan kembali apa yang telah dilakukan, merefleksi masalah apa yang timbul, dan bagaimana cara penyelesaiannya.


(5)

136 Lampiran 8. Dokumentasi Foto


(6)