Interaksi antara Fasilitator dengan Warga Belajar

79 vokasional, jadi menurut saya yang paling dominan diterapkan adalah metode praktek.” Peneliti melakukan wawancara tambahan terhadap salah satu warga belajar, yaitu SH, guna memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai penerapan metode pemebalajaran tersebut, yaitu: “Ketika awal mulai datangpun menurut saya sudah diterapkan, Mbak. Sudah mulai mengobrol mengenai beberapa hal, kemudian ketika pembelajaran juga sudah dilakukan oleh Mbak Sinta dan Mbak Dian.” Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada tiga narasumber di atas, dapat disimpulkan bahwa fasilitator mampu menerapkan metode pembelajaran yang telah disebutkan sebelumnya dalam proses pembelajaran program Pelatihan Rajut, sehingga kebermanfaatan pembelajaran lebih optimal dapat diperoleh warga belajar.

c. Interaksi antara Fasilitator dengan Warga Belajar

Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di lapangan diperoleh hasil bahwa fasilitator dalam program Pelatihan Rajut di Rumah Pintar Mata Aksara tidak hanya memposisikan diri sebagai pendidik yang melakukan transfer ilmu kepada warga belajar, namun juga memberikan dorongan dan motivasi kepada warga belajar. Hal ini didukung dengan hasil wawancara terhadap narasumber yang berbeda. Sebagaimana yang disampaikan oleh TN: “Mbak Dian dengan Mbak Sinta, ya? Teman kok, Mbak. Malahan saya baru tahu mereka itu fasilitator. 80 Senada dengan yang dituturkan oleh TN, SH yang merupakan warga belajarpun juga merasakan hal yang sama, yaitu: “Bukan seperti guru dan murid, Mbak. Seperti halnya kawan biasa saja.” Hal tersebut juga diperkuat dengan pendapat yang disampaikan oleh HW yang merupakan pengelola, yaitu: “Mbak Dian dengan Mbak Sinta itu meleburkan diri mereka bersama dengan teman yang lain, Mbak. Kami juga menerapkan model tutor sebaya. Jadi memang betul tidak ada batasan tertentu diantara fasilitator dan warga belajar. Semuanya saling belajar .” Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap tiga narasumber di atas, dapat disimpulkan bahwa fasilitator berperan bukan sebagai pendidik, melainkan teman yang sama-sama belajar, tanpa ada sikap menggurui karena program Pelatihan Rajut menerapkan model tutor sebaya. Sedangkan hubungan yang terjalin diantara keduanya juga memiliki pola yang sama, yaitu hubungan pertemanan tanpa adanya pembatas antara fasilitator dengan warga belajar. Sebagaimana yang dituturkan oleh SA: “Sangat nyaman. Dan lagi, semua bisa kok menjadi fasilitator. Wong kami menganut asas tutor sebaya. Jadi tidak ada sebetulnya menggurui .” Hal tersebut jga disampaikan oleh RR, yang juga merupakan fasilitator program Pelatihan Rajut, yaitu: “Santai aja, Mbak. Tidak seperti yang terjadi di lembaga pendidikan lain. Sudah nonformal, makin nonformal lagi kalau di sini. Seperti ngobrol biasa, gitu .” Salah seorang warga belajar yang juga menyampaikan pendapatnya menganai hal tersebut adalah TN, yaitu: 81 “Nyaman, Mbak. Samuanya teman, tidak ada pembeda apakah dia guru atau bukan .” Berdasarkan hasil oservasi dan wawancara terhadap tiga narasumber di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa hubungan yang terjalin antara fasilitator dengan warga belajar adalah hubungan pertemanan yang akrab dan terjadi secara dua arah tanpa ada pembatas apapun.

d. Hasil yang Diperoleh