77
b. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dalam pembelajaran orang dewasa berbeda dengan yang digunakan pada pembelajaran pedagogik. Hal tersebut harus dipahami oleh fasilitator
agar proses pembelajaran sesuai dengan minat yang dimiliki oleh warga belajar. Selain itu perlu untuk menyesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki oleh warga
belajar. Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap proses pembelajaran
program Pelatihan Rajut, dapat diketahui bahwa fasilitator memiliki kompetensi dalam pemilihan metode pembelajaran yang digunakan. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara terhadap narasumber di bawah ini. Sebagaimana yang disampaikan oleh SA:
“Metode diskusi, demonstrasi, dan praktek. Disesuaikan, Mbak. Saling melengkapi dan berurutan biasanya
.” Pentururan SA tersebut juga dituturkan oleh RR yang juga merupakan
fasilitator dalam program Pelatihan Rajut, yaitu: “Pertama melakukan diskusi-diskusi mengenai apa yang akan dibahas dalam
pertemuan, selanjutnya
fasilitator memberikan
percontohan dengan
demostrasi, baru kemudian warga belajar mempraktekkan sendiri, Mbak.” Peneliti melakukan wawancara tambahan kepadala salah satu warga belajar,
yaitu, SH, guna memperoleh informasi yang akurat mengenai penuturan kedua fasilitator di atas, yaitu:
“Kami di ajak diskusi, itu sih Mbak yang saya tau. Dan diberikan contoh, baru kemudian praktek sendiri
.”
78 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara mengenai pemilihan metode yang
dilakukan oleh fasilitator terhadap tiga narasumber di atas, peneliti menyimpulkan bahwa fasilitator memiliki kompetensi dalam pemilihan metode yang sesuai dengan
karakteristik warga belajar dalam hal ini orang dewasa dalam proses pembelajaran program Pelatihan RajutUraian di bawah ini merujuk pada paragraf sebelumnya
mengenai kompetensi yang dimiliki oleh fasilitator dalam pemilihan metode pembelajaran, bahwa fasilitator tidak hanya memiliki pengetahuan tersebut, namun
juga mampu menerapkannya dalam proses pembelajaran program Pelatihan Rajut. Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama proses pembelajaran
program Pelatihan Rajut, dapat diperoleh informasi bahwa fasilitator telah menerapkan metode-metode yang disebutkan di atas, dengan disesuaikan dengan
situasi dan kondisi pembelajaran, dan karakteristik warga belajar program Pelatihan Rajut. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara, sebagaimana yang dituturkan oleh
SA: “Disesuaikan dengan kebutuhan warga belajar, Mbak. Misalnya saja ketika
mereka sedang menentukan tema apa yang hendak dibahas, berarti saat itulah kami menggunakan metode diskusi. Kemudian pengetahuan tidak cukup jika
tidak melihat langsung, begitu ya, pada saat itulah kami melakukan percontohan dengan metode demonstrasi. Setelah itu, kami mengajak semua
warga belajar untuk mempraktekkan sendiri.” Hal tersebut juga dituturkan oleh RR yang juga merupakan fasilitator dalam
program Pelatihan Rajut, yaitu: “Ada waktu-waktu tersendiri, Mbak, kapan harus menggunakan metode satu
dengan yang lain. Semuanya disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan warga belajar. Berhubung dalam hal ini lebih merujuk pada kecakapan
79 vokasional, jadi menurut saya yang paling dominan diterapkan adalah metode
praktek.” Peneliti melakukan wawancara tambahan terhadap salah satu warga belajar,
yaitu SH, guna memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai penerapan metode pemebalajaran tersebut, yaitu:
“Ketika awal mulai datangpun menurut saya sudah diterapkan, Mbak. Sudah mulai mengobrol mengenai beberapa hal, kemudian ketika pembelajaran juga
sudah dilakukan oleh Mbak Sinta dan Mbak Dian.” Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti
kepada tiga narasumber di atas, dapat disimpulkan bahwa fasilitator mampu menerapkan metode pembelajaran yang telah disebutkan sebelumnya dalam proses
pembelajaran program Pelatihan Rajut, sehingga kebermanfaatan pembelajaran lebih optimal dapat diperoleh warga belajar.
c. Interaksi antara Fasilitator dengan Warga Belajar