AD, pengusaha, supir, buruh, pedagang, pengajar, dan sebagainya. Jenis mata pencaharian yang beragam tersebut tersebar dengan jumlah yang sedikit data
kuantitatif tidak ada.
4.4 Tata Guna Lahan
Menurut Tabel 5, persentase alokasi lahan terluas ialah sawah dan ladang, yakni seluas 70,09 ha 43,84. Alokasi lahan untuk hutan rakyat termasuk ke
dalam alokasi sawah dan ladang. Tabel 5 Alokasi penggunaan lahan di Desa Padasari
No. Alokasi
Luas ha Persentase
1. Sawah dan Ladang
70,09 43,84
2. Jalur Hijau
40,00 25,02
3. Pemukiman
16,00 10,01
4. Jalan
5,00 3,13
5. Bangunan Umum
2,00 1,25
6. Pemakaman
1,00 0,63
7. Empang
0,16 0,10
8. Lain-lain
25,62 16,03
Total 159,87
100,00 Sumber: Monografi Desa Padasari 2009
Persentase lokasi terbesar kedua ialah jalur hijau, seluas 40 ha 25,02. Adapun jalur hijau ialah kawasan yang harus tetap ditanami dan ditumbuhi
pepohonan, seperti daerah kanan kiri sungai kakisu, sisi danau, dan sisi jalan.
4.5 Flora dan Fauna
Flora kawasan ini termasuk tipe hujan hujan pegunungan, floranya terdiri dari beraneka ragam jenis pohon-pohonan berkayu serta jenis-jenis dari golongan
liana dan epifit. Flora yang mendominasi kawasan antara lain jamuju Podocarpus imbricatus, rasamala Altingia excelsea, dan saninten Castanea argentea.
Fauna yang hidup dalam kawasan ini antara lain kancil Tragullus javanicus, lutung Trachypithecus auratus, babi hutan Sus vitatus, dan beberapa jenis
burung.
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat
Potensi jenis tanaman kayu komersil komoditas perdagangan yang dikembangkan oleh petani hutan rakyat di Desa Padasari antara lain seperti
tercantum pada Tabel 6. Sedangkan tanaman perkebunan yang dikembangkan petani hutan rakyat antara lain: kopi, lada, cengkeh, vanili, dan tanaman buah-
buahan. Tabel 6 Potensi jenis tanaman kayu komersil di Desa Padasari
No. Nama lokal
Nama umum Nama ilmiah
1. Antopeka Mahoni uganda
Khaya anthotheca 2. Bayur
Bayur Pterospermum javanicum Jungh.
3. Dahu Dahu
Dracontomelon mangiferum Bl. 4. Durian
Durian Durio zibethinus Murr
5. Jati Jati
Tectona grandis L.f. 6. Kamper
Kamper Dryobalanops aromatica Gaertn.
7. Kelapa Kelapa
Cocos nucifera L. 8. Ki Hiang
Wangkal Albizia procera Roxb. Benth
9. Mahoni Mahoni
Swietenia mahagoni L. Jacq. 10. Manglid
Manglid Magnolia Blumei Prantl.
11. Matoa Matoa
Pometia pinnata J.R. G.Forst 12. Menteng
Menteng Baccaurea racemosa Muell. Arg
13. Mindi Mindi
Melia azedarach L. 14. Nangka
Nangka Artocarpus heterophyllus Lam
15. Picung Kluwak
Pangium edule 16. Puspa
Puspa Schima wallichii DC. Korth.
17. Salam Salam
Syzygium polyanthum Wigh Walp 18. Sengon merah
Sengon Paraserianthes falcataria L. Nielsen
19. Sobsi Kayu afrika
Maesopsis eminii Engl. 20. Surian
Surian Toona sp.
21. Teureup Benda
Artocarpus elastica Reinw 22. Tisuk
Waru Gunung Hibiscus macrophyllus Roxb. ex Hornem
Sumber: Plantamor 2010
Berdasarkan hasil pengamatan, hutan rakyat di Desa Padasari merupakan usaha turun temurun, sehingga petani pemilik lahan saat ini tidak membangun
hutan rakyat dari awal. Tanaman kehutanan yang terdapat di lahan petani umumnya berasal dari tanaman alami yang tumbuh di tempat tersebut atau
ditanam oleh orang tua petani saat ini. Dengan kata lain, hutan rakyat di Desa Padasari berusia cukup tua.
Gambar 3 memperlihatkan salah satu lokasi tegakan hutan rakyat di Desa Padasari. Tegakan yang terlihat cukup rapat dan tinggi. Pada gambar juga dapat
dilihat tanaman muda yang berada di bawah naungan sebagai tanda bahwa terdapat permudaan pada tegakan hutan rakyat di Desa Padasari.
Gambar 3 Kondisi tegakan hutan rakyat di Desa Padasari Adapun teknik silvikultur yang diterapkan petani ialah teknik permudaan
campuran antara alami dan buatan. Permudaan alami berasal dari perkembangbiakan tanaman-tanaman itu sendiri. Sedangkan permudaan buatan
dilakukan dengan menanami kembali lahan yang kosong setelah pemanenan. Pada proses permudaan tanaman kehutanan, teknik-teknik yang diterapkan
masih sederhana. Teknik persiapan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari rumput dan tanaman liar sampai mencukupi untuk penanaman bibit tanaman
kehutanan. Bibit yang diperoleh berasal dari persemaian sederhana milik kelompok tani Bagjamulya.
Teknik penanaman cukup sederhana, yaitu dengan teknik cabutan. Tidak ada keterangan jelas mengenai waktu yang khusus untuk melakukan penanaman.
Jarak tanam yang diterapkan petani beragam, berkisar antara 1 1 m sampai 66
m, namun pada umumnya jarak tanam yang diterapkan ialah 3 3 m. Petani juga
tidak mengkhususkan jenis tertentu dengan jarak tanam tertentu, pada prinsipnya bahwa tanaman kehutanan ditanam cukup renggang agar dapat tumbuh dengan
baik. Jika terdapat jarak tanam yang renggang, itu merupakan alokasi untuk penanaman tanaman perkebunan.
Seperti dijelaskan sebelumnya, petani di Desa Padasari menerapkan sistem agroforestry dengan pola penanaman acak dan mosaik. Hal ini disebabkan oleh
topografi lahan yang cenderung miring dan berbukit-bukit akibat keberadaan wilayah Desa Padasari yang terletak di kaki Gunung Tampomas.
Gambar 4 Penerapan sistem agroforestry oleh petani hutan rakyat di Desa Padasari
Penerapan sistem agroforestry dapat dilihat pada Gambar 4, dimana tanaman kehutanan ditanam berkelompok pada celah antara kumpulan tanaman
kehutanan. Tanaman perkebunan yang dibudidayakan oleh petani di Desa
Padasari antara lain cengkeh, kopi, lada, vanili, cabai merah, cabai rawit, dan buah-buahan. Pemanenan tanaman tersebut umumnya dilakukan tahunan. Pada
gambar juga dapat dilihat bahwa penanaman tanaman perkebunan dilakukan pada lahan yang datar, sedangkan tanaman kehutanan tidak terpengaruhi topografi.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan oleh petani hanya sebatas memberikan ruang yang cukup bagi tanaman agar bisa tumbuh tanpa hambatan
dari tanaman sekitarnya. Bentuk pemeliharaan seperti pembersihan rumput dan tanaman pengganggu lain di sekitar tanaman tersebut. Jika sudah cukup besar,
pemangkasan batang dilakukan untuk membentuk tajuk yang rapi dan batang utama yang lurus. Kegiatan penyulaman juga dilakukan apabila terdapat tanaman
yang kering atau mati, bibit untuk penyulaman berasal dari anakan tanaman di sekitarnya. Frekuensi pemeliharaan tidak dilakukan secara teratur.
Di samping menerapkan sistem agroforestry, petani juga mengolah lahannya untuk sawah. Hasil dari sawah umumnya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari mereka sendiri. Hal ini disebabkan harga gabah yang cenderung rendah, gangguan hama, dan cuaca yang sulit diprediksi sehingga
petani terkadang merugi jika menjual hasil sawah mereka. Akan tetapi, untuk petani yang memiliki lahan sawah luas, mereka tetap akan menjual sebagian
hasilnya. Kontribusi pendapatan dari sawah sebesar 14,25, seperti terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Kontribusi sumber pendapatan tahunan terhadap pendapatan total tahunan petani hutan rakyat di Desa Padasari
Sumber pendapatan Jumlah pendapatan tahunan Rpth
Kontribusi
Kebun 126.658.000
8,06 Gula aren
27.000.000 1,72
Kayu rakyat 32.654.024
2,08 Sawah
223.800.000 14,25
Ternak 110.100.000
7,01 Buruh
177.500.000 11,30
Gaji 493.460.000
31,41 Dagang
298.850.000 19,02
Jasa 81.000.000
5,16 Total
1.571.022.024 100,00
Tabel 7 memperlihatkan struktur kombinasi sumber pendapatan tahunan terhadap pendapatan total tahunan petani hutan rakyat. Sumber pendapatan
terbesar berasal dari gaji, yaitu 31,41. Kontribusi sumber pendapatan dari usaha hutan rakyat sebesar 11,48. Hasil dari hutan rakyat mencakup hasil kebun
8,06, gula aren 1,72, dan kayu rakyat 2,08. Kontribusi usaha kayu rakyat yang rendah diakibatkan oleh banyaknya pemakaian kayu rakyat untuk
penggunaan pribadi Lampiran 3. Pada tahun 1991, beberapa petani di Desa Padasari membentuk kelompok
tani yang bernama Bagjamulya. Saat ini, Kelompok Tani Bagjamulya dipimpin oleh Bapak Entis Sutisna dan memiliki anggota berjumlah 33 jiwa petani. Adapun
petani yang terdapat di Desa Padasari sejumlah 110 jiwa petani. Kegiatan Kelompok Tani Bagjamulya ialah melakukan pembinaan kepada anggota tentang
teknik budidaya tanaman-tanaman komersil yang cocok dengan kondisi lingkungan di desa tersebut. Manfaat keanggotaan kelompok tani ialah
kemudahan akses bantuan yang berbentuk bibit tanaman dari Dinas Kehutanan Sumedang; dan bimbingan teknik budidaya tanaman komersil, baik tanaman
kehutanan maupun tanaman perkebunan. Keanggotaan kelompok tani Bagjamulya hanya 30 dari seluruh petani
yang terdapat di Desa Padasari. Hal itu disebabkan oleh dua sebab, yaitu kekurangan kesadaran tentang manfaat keanggotaan kelompok tani, atau rasa
kekecewaan terhadap kelompok tani Bagjamulya yang dianggap tidak aspiratif dan kurang adil.
Petani di Desa Padasari terdiri dari tiga jenis, yaitu petani lokal petani hamparan, dan petani penggarap. Petani lokal ialah petani yang bertempat tinggal
dan memiliki lahan di wilayah Desa Padasari. Petani hamparan ialah petani yang hanya memiliki lahan di wilayah Desa Padasari, sementara tempat tinggal mereka
di desa lain. Petani penggarap ialah petani yang menggarap lahan milik orang lain. Umumnya, petani hamparan bekerja sama dengan petani penggarap dengan sistem
bagi hasil. Menurut penuturan masyarakat setempat, lahan petani hamparan lebih luas, karena lahan tersebut diperoleh dari hasil pembelian, sementara petani lokal
memperoleh lahan dari warisan yang umumnya sudah dibagi-bagi. Kegiatan inventarisasi tegakan yang dilakukan petani berupa penaksiran
sederhana terhadap besar batang diameter dan tinggi pohon. Petani jarang sekali melakukan pengukuran diameter dan tinggi dengan menggunakan alat-alat khusus
seperti meteran atau pengukur tinggi. Jika sudah diukur dengan salah satu alat
pengukur tersebut, terutama pengukur diameter, maka mereka sudah dapat menaksir pertumbuhan dan perkembangan pohon tersebut selanjutnya.
Berdasarkan keterangan masyarakat setempat, petani di Desa Padasari memiliki pemahaman mengenai kelestarian alam lingkungan mereka. Petani
berpandangan bahwa mereka akan berusaha memelihara lokasi lahan yang terletak di hulu sungai, karena merupakan sumber air bagi lingkungan tempat tinggal
mereka. Jika lahan mereka berada di daerah tersebut, maka mereka akan mengolahnya dengan bijaksana, walaupun tetap mengusahakan lahan tersebut
agar dapat memberikan nilai ekonomi bagi mereka. Setidaknya, mereka tidak akan membiarkan lahan tersebut tidak terawat. Bentuk kebijaksanaan mereka
ialah dengan memanen tanaman kayu jika memang terpaksa sekali. Pada bulan Agustus 2010, di Desa Padasari telah terjadi bencana tanah
longsor. Lokasi bencana terjadi pada lahan bukan pemukiman. Kejadian tersebut telah mengubur lahan perkebunan milik sejumlah petani. Menurut keterangan
beberapa peneliti yang memberitahukan kepada masyarakat setempat, tanah di Desa Padasari didominasi kandungan pasir, sehingga mudah longsor bila terguyur
hujan yang cukup lama. Kejadian ini juga membuat pemerintah setempat membuat himbauan untuk mengungsi kepada masyarakat yang tinggal di wilayah
yang topografinya cukup curam. Relokasi pemukiman saat ini sedang direncanakan untuk menjamin keselamatan masyarakat.
5.2 Pemanenan Kayu Rakyat