untuk menjaga keberlanjutan produksi kayu rakyat yang merupakan komoditas alternatif bagi pemenuhan kebutuhan kayu selama ini. Sementara kelompok
pengalaman berusaha tani selama 50 –69 tahun jarang melakukan pemanenan kayu
rakyat karena sudah tidak memiliki kebutuhan yang besar lagi. Mereka merupakan objek pembinaan bagi pihak yang berkepentingan dalam menjaga kelestarian
alam, sehingga hutan rakyat tetap memiliki manfaat secara ekologi. Hal ini tidak dapat dilakukan pada kelompok pengalaman berusah tani selama di bawah 9
tahun, karena mereka sedang menunggu saat yang tepat untuk melakukan pemanenan kayu rakyat.
Terdapat beberapa macam bentuk program pembinaan. Pengenalan jenis baru yang cocok dengan kondisi lingkungan, cepat tumbuh, dan memiliki nilai
ekonomis yang tinggi. Keberlanjutan usaha kayu rakyat bergantung pada ketergantungan petani terhadap hasil kayu rakyat. Untuk mempertahankannya,
petani dibina untuk terus menanam tanaman kehutanan. Selain itu, terkait dengan daur volume maksimum, petani diberikan
pengetahuan mengenai teknik pengaturan hasil. Hai itu dilakukan agar petani memperoleh pendapatan optimal. Daur butuh yang selama ini diterapkan petani
tidak memberikan keuntungan yang optimal, karena nilai ekonomis kayu bisa saja masih rendah. Faktor ekologis juga terpengaruh, karena tanaman kehutanan
kurang optimal memberikan manfaat bagi lingkungannya. Oleh karena adanya kebutuhan-kebutuhan pada rumah tangga yang
menyebabkan motivasi pemanenan kayu rakyat, diperlukan suatu lembaga seperti kelompok tani atau koperasi yang memberikan bantuan berupa sumbangan atau
pinjaman untuk memnuhi kebutuhan tersebut. Sumber dana bagi lembaga tersebut dapat berasal dari uang swadaya, bantuan pemerintah, atau donasi sponsor.
5.5.6 Hubungan Luas Kepemilikan Lahan Responden dan Motivasi Pemanenan Kayu Rakyat
Berdasarkan Tabel 22, motivasi yang disebabkan oleh kebutuhan tempat tinggal sering muncul dengan persentase kemunculan sebesar 56,01. Pada
kelompok kebutuhan ini, persentase kemunculan motivasi banyak menyebar pada seluruh kelompok luas kepemilikan lahan. Kebutuhan tempat tinggal disebabkan
beberapa alasan seperti: 1 kondisi rumah yang ada saat ini sudah tua,
membutuhkan perbaikan, dan bahkan tidak layak huni; 2 banyak keluarga muda yang masih tinggal bersama orang tua mereka dalam rumah yang sama; dan 3
ketidakmampuan responden mencukupi kebutuhan tempat tinggal dari pendapatan utama mereka, sehingga menggunakan tabungan berupa kayu rakyat. Adapun
persentase kemunculan tertinggi terdapat pada kelompok luas kepemilikan lahan di bawah 0,29 ha. Mereka mencukupi kebutuhan tempat tinggal ini melalui
pemanenan kayu rakyat karena lahan mereka tidak memberikan pendapatan yang mampu mencukupi kebutuhan tempat tinggal.
Tabel 22 Persentase kemunculan motivasi pemanenan kayu rakyat pada luas kepemilikan lahan responden
Motivasi pemanenan kayu Luas kepemilikan lahan ha
0- 0,29
0,3- 0,59
0,6- 0,89
0,9- 1,19
1,2- 1,49
1,5- 1,79
1,8- 2,09
Total
1. Kebutuhan tempat tinggal a. Membangun rumah
14,67 10,67 5,33 2,67 4,00 1,33 0,00 38,67
b. Memperbaiki rumah 10,67
4,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 14,67 c. Membeli rumah
0,00 0,00 0,00 1,33 0,00 0,00 1,33
2,67 Sub-total
25,34 14,67 5,33 4,00 4,00 1,33 1,33 56,01
2. Kebutuhan investasi a. Modal usaha
9,33 5,33 0,00 1,33 0,00 0,00 0,00 16,00
b. Membeli tanah 1,33
6,67 1,33 0,00 0,00 1,33 0,00 10,67 c. Biaya pendidikan
1,33 2,67 1,33 4,00 0,00 0,00 0,00
9,33 Sub-total
11,99 14,67 2,66 5,33 0,00 1,33 0,00 36,00
3. Kebutuhan sehari-hari a. Membayar utang
0,00 2,67 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
2,67 b. Biaya kesehatan
1,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1,33 c. Biaya pernikahan
0,00 0,00 0,00 1,33 0,00 0,00 0,00
1,33 d. Kebutuhan sehari-hari
1,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
1,33 e. Ongkos naik haji
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,33 0,00
1,33 Sub-total
2,66 2,67 0,00 1,33 0,00 1,33 0,00
7,99
Berdasarkan Tabel 22, motivasi membangun rumah menyebar pada responden dengan luas kepemilikan lahan di bawah 1,79 ha 38,67. Hal ini
menunjukkan bahwa kebutuhan rumah baru terjadi hampir di seluruh kelompok luas kepemilikan lahan. Persentase kemunculan terbesar motivasi membangun
rumah terdapat pada kelompok luas kepemilikan lahan di bawah 0,29 ha 14,67. Dengan luas lahan yang sempit, pendapatan rutin dari panen tanaman
pertanian dan perkebunan tidak besar, sehingga hasil panen tanaman kehutanan digunakan untuk mencukupi kebutuhan tempat tinggal. Beberapa responden
dengan luas kepemilikan lahan yang sempit masih tinggal bersama orang tuanya.
Mereka memiliki luas lahan yang sempit karena lahan tersebut diberikan oleh orang tuanya dan sudah dibagi-bagi dengan saudara-saudaranya.
Berkaitan dengan kebutuhan tempat tinggal, motivasi memperbaiki rumah menyebar pada kelompok luas kepemilikan lahan di bawah 0,59 ha 14,67.
Persentase kemunculan terbanyak terdapat pada kelompok luas kepemilikan lahan di abawah 0,29 ha 10,67, seperti terlihat di Tabel 22. Responden yang
memiliki lahan yang sempit umumnya memiliki rumah yang perlu diperbaiki akibat usia maupun kekuatan rumah itu sendiri. Hal ini juga berkaitan dengan
kondisi pendapatan utama keluarga mereka juga yang belum dapat mencukupi kebutuhan lain selain kebutuhan makan.
Motivasi membeli rumah muncul pada kelompok luas kepemilikan lahan antara 0,9
–1,19 ha dan antara 1,8–2,09 ha. Hal ini karena responden pada kelompok usia ini membutuhkan rumah baru untuk diberikan kepada anak mereka
tanpa harus membangun rumah dari awal. Kedua kelompok itu merupakan kelompok yang memiliki luas kepemilikan lahan cukup luas dibandingkan denga
kelompok lain. Hal ini menunjukkan bahwa mereka hanya melakukan pemanenan jika terdapat kebutuhan tertentu saja. Rumah yang dibeli berada di luar wilayah
Desa Padasari. Berdasarkan Tabel 22, motivasi yang disebabkan oleh kebutuhan investasi
muncul dengan persentase kemunculan sebesar 36. Pada kelompok kebutuhan ini, persentase kemunculan motivasi menyebar pada kelompok luas kepemilikan
lahan di bawah 1,19 ha. Responden menganggap bahwa bahwa investasi berguna untuk periode waktu jangka pendek dan jangka panjang. Manfaat investasi untuk
jangka pendek ialah bahwa mereka dapat menghasilkan pendapatan dari investasi dan menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan manfaat
jangka panjang ialah adanya pendapatan yang dihasilkan dari investasi saat ini atau kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan baru bagi anak mereka sehingga
dapat hidup mandiri. Adapun persentase kemunculan tertinggi terdapat pada kelompok luas
kepemilikan lahan 0,3 –0,59 ha. Pemanenan kayu rakyat yang dilakukan mereka
sudah mulai diarahkan pada investasi. Kurang dari 0,3 ha, responden mengarahkan hasil pemanenan kayu rakyat kepada kebutuhan tempat tinggal.
Sedangkan lebih dari 0,59 ha, pemanenan kayu rakyat diarahkan pada kebutuhan selain investasi, bahkan merka sudah jarang melakukan pemanenan kayu rakyat.
Hal ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki lahan yang luas sudah tercukupi kebutuhannya dari hasil pendapatan utama mereka.
Motivasi modal usaha menyebar pada kelompok luas kepemilikan lahan di bawah 0,59 ha 14,66, seperti terlihat pada Tabel 22. Persentase terbanyak
terjadi pada kelompok luas kepemilikan lahan di bawah 0,29 ha 9,33. Oleh karena kepemilikan lahan yang sempit, beberapa responden mencoba usaha lain
seperti membuka warung dan berdagang di pasar. Modal awal dan peningkatan modal berasal dari hasil pemanenan kayu rakyat.
Motivasi membeli tanah menyebar pada kelompok luas kepemilikan lahan di bawah 0,89 ha 9,34, seperti tercantum dalam Tabel 22. Kelompok
responden tersebut memiliki ketergantungan terhadap usaha taninya, sehingga mereka akan mengembangkan usaha tersebut dengan wujud membeli tanah untuk
meningkatkan luasan dan pendapatan dari lahan tersebut. Motivasi biaya pendidikan menyebar pada kelompok luas kepemilikan
lahan di bawah 1,19 ha 9,33, seperti tercantum dalam Tabel 22. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan hasil hutan rakyat banyak digunakan oleh
responden dengan luas kepemilikan yang sempit sampai sedang. Kelompok responden yang paling banyak memanen kayu rakyat dengan motivasi biaya
pendidikan ialah kelompok luas kepemilikan lahan 0,9 –1,19 ha 4. Kelompok
responden tersebut menggunakan hasil pemanenan kayu rakyatnya untuk biaya pendidikan karena: 1 pendapatan utama mereka tidak dapat mencukupi
kebutuhan tersebut; dan 2 hasil pemanenan kayu rakyat mereka masih dapat mencukupi kebutuhan biaya pendidikan, karena luasnya yang tidak terlalu sempit.
Kelompok terakhir ialah kebutuhan lain-lain yang menyebabkan kemunculan motivasi dengan persentase kemunculan sebesar 7,99 Tabel 22.
Pada kelompok kebutuhan ini, persentase kemunculan motivasi menyebar pada kelompok luas kepemilikan lahan di bawah 0,59 ha. Bagi kelompok ini,
kebutuhan yang beragam tidak menentu, bersifat mendesak, dan bergantung kepada kesiapan masing-masing dalam melakukan pemanenan kayu rakyat. Selain
itu, responden tidak mampu mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut dari pendapatan utamanya, sehingga menggunakan tabungan berupa kayu rakyat.
Menurut hubungan antara luas kepemilikan lahan responden dengan motivasi pemanenan kayu rakyat, kelompok luas kepemilikan lahan di bawah 0,59
ha merupakan responden yang paling produktif menghasilkan kayu rakyat. Hal ini karen ketergantungan terhadap usaha tani dalam pemenuhan kebutuhan sehari-
hari, sehingga banyak kebutuhan-kebutuhan lain yang mendesak terpenuhi dari hasil pemanenan kayu rakyatnya. Motivasi pemanenan kayu rakyat pada
kelompok luas kepemilikan lahan tersebut sebanyak delapan dari 11 motivasi pemanenan kayu rakyat. Hal itu menunjukkan keragaman kebutuhan yang terjadi
pada kelompok responden itu. Dengan kecenderungan di atas, kelompok luas kepemilikan lahan di bawah
0,59 ha merupakan objek pembinaan bagi pihak yang berkepentingan untuk menjaga keberlanjutan produksi kayu rakyat yang merupakan komoditas alternatif
bagi pemenuhan kebutuhan kayu selama ini. Sementara kelompok luas kepemilikan lahan yang lebih luas cenderung jarang melakukan pemanenan kayu
rakyat, karena mereka umumnya sudah mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil usaha tani tanaman selain kehutanan yang mereka miliki. Mereka
merupakan objek pembinaan bagi pihak yang berkepentingan dalam menjaga kelestarian alam, sehingga hutan rakyat tetap memiliki manfaat secara ekologi.
Terdapat beberapa macam bentuk program pembinaan. Pengenalan jenis baru yang cocok dengan kondisi lingkungan, cepat tumbuh, dan memiliki nilai
ekonomis yang tinggi. Keberlanjutan usaha kayu rakyat bergantung pada ketergantungan petani terhadap hasil kayu rakyat. Untuk mempertahankannya,
petani dibina untuk terus menanam tanaman kehutanan. Selain itu, terkait dengan daur volume maksimum, petani diberikan
pengetahuan mengenai teknik pengaturan hasil. Hai itu dilakukan agar petani memperoleh pendapatan optimal. Daur butuh yang selama ini diterapkan petani
tidak memberikan keuntungan yang optimal, karena nilai ekonomis kayu bisa saja masih rendah. Faktor ekologis juga terpengaruh, karena tanaman kehutanan
kurang optimal memberikan manfaat bagi lingkungannya.
Oleh karena adanya kebutuhan-kebutuhan pada rumah tangga yang menyebabkan motivasi pemanenan kayu rakyat, diperlukan suatu lembaga seperti
kelompok tani atau koperasi yang memberikan bantuan berupa sumbangan atau pinjaman untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sumber dana bagi lembaga
tersebut dapat berasal dari uang swadaya, bantuan pemerintah, atau donasi sponsor.
5.5.7 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Responden dan Motivasi Pemanenan Kayu Rakyat