Hasil Hutan Rakyat Hutan Rakyat .1 Pengertian Hutan Rakyat

Umumnya pola penanaman dipengaruhi oleh ketersediaan lahan. Jika lahan berbukit-bukit, pola yang digunakan ialah mozaik atau acak. Sedangkan jika lahan datar, pola yang digunakan ialah pola pagar, selang-seling, atau alley cropping. Menurut Djajapertjunda 2003 dalam Wardhana 2008, potensi hutan rakyat yang sudah berkembang sekarang ini mencapai luasan 1.265.000 ha yang tersebar di 24 propinsi, dan diantaranya diperkirakan seluas 500.000 ha terdapat di Jawa. Potensi tegakan tanaman kayu milik rakyat tersebut diperkirakan mencapai 43.000.000 m 3 , yang terutama terdiri dari kayu sengon, jati, akasia, sonokeling, mahoni, dan jenis tanaman buah-buahan. Witantriasti 2010 mengemukakan bahwa pelaksanaan penebangan dilakukan oleh tengkulak, karena petani menjual kayunya dalam bentuk tegakan. Hal ini membuat semua proses kegiatan termasuk biaya penebangan dan biaya angkut diserahkan kepada tengkulak. Witantriasti 2010 juga menjelaskan lebih lanjut bahwa persepsi petani dalam pembangunan hutan rakyat merupakan penilaian hutan rakyat terhadap kegiatan pembangunan hutan rakyat yang menyangkut penilaian terhadap lahan milik yang dimanfaatkan untuk hutan rakyat. Semakin baik persepsi, maka semakin baik pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani.

2.1.4 Hasil Hutan Rakyat

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial 2004 dalam Mile 2007 menyebutkan ragam produk dan jasa yang mempunyai nilai komersial untuk pengembangan hutan rakyat, antara lain: a hasil hutan berupa kayu pertukangan untuk bangunan, meubel, perkakas kerajinan; b kayu lapis, pulp, dan kertas; c hasil hutan bukan kayu yang dihasilkan dari tanaman serbaguna berupa buah-buahan, biji-bijian, bunga-bungaan, getah-getahan, rotan bambu, gaharu, damar, minyak resin, lebah madu, dan sutera alam; d jasa lingkungan dari ekosistem hutan yang dapat dikembangkan sebagai obyek wisata alam wisata petualangan, hutan pendidikan, dan hutan penelitian. Witantriasti 2010 mengungkapkan harga kayu rakyat menurut diameter pada jenis sengon, mahoni, dan meranti di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor Tabel 1. Meranti dan mahoni merupakan jenis yang memiliki nilai harga lebih mahal dibanding jenis kayu sengon. Hal ini menunjukkan bahwa meranti dan mahoni dianggap lebih berkualitas oleh pasar. Tabel 1 Harga kayu rakyat di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor Jenis kayu Nama ilmiah Diameter cm Harga Rpphn Sengon Paraserianthes falcataria L. Nielsen 20 110.000 20-29 200.000-270.000 30 300.000-340.000 Mahoni Swietenia mahagoni L. Jacq. 20-29 500.000-1.000.000 30 1.000.000-1.500.000 Meranti Shorea sp. 20-29 500.000-1.000.000 30 1.000.000-1.500.000 Sumber: Witantriasti 2010 Pendapatan petani hutan rakyat berasal dari bermacam sumber. Persentase kontribusi sumber pendapatan terhadap pendapatan total tahunan petani menurut beberapa penelitian disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Kontribusi sumber pendapatan terhadap pendapatan total tahunan petani hutan rakyat menurut berbagai sumber Sumber Tahun Lokasi Sumber pendapatan Kontribusi Nugroho 2010 Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten Pertanian 12,07 Buah 21,19 Kebun 9,75 Gula aren 23,71 Tenunan 9,48 Buruh 16,22 Kayu sengon 7,73 Sultika 2010 Desa Sidamulih, Kecamatan Pamarican, dan Desa Bojong, Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Hutan rakyat 33,02 Pegawai 22,26 Tani pangan 16,01 Wiraswasta 9,53 Dagang 6,13 Ternak 5,68 Buruh 3,22 Lainnya 4,15 Suwardi 2010 Desa Sukaresmi, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Hutan rakyat 54,15 Sawah dan ternak 25,85 Non-pertanian 19,99 Witantriasti 2010 Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Kayu rakyat 44,01 Hasil hutan bukan kayu 2,64 Sawah 4,69 Ternak 3,95 Buruh 20,78 Wiraswasta 23,94 Sumber: Nugroho 2010, Sultika 2010, Suwardi 2010, dan Witantriasti 2010 Tanaman berkayu bagi masyarakat yang menanam ialah sebuah tabungan. Karena dianggap sebagai tabungan maka pemanenannya pun terjadi ketika memang terdapat kebutuhan. Istilah tebang butuh pun menjadi dikenal untuk menandai pemanenan pada hutan rakyat. Syahadat 2006 mengungkapkan bahwa kayu rakyat adalah hasil hutan yang diperoleh dari lahan milik sendiri, maka pengolahan dan pemanfaatan hasil hutan sepenuhnya menjadi hak pemilik, sedangkan fungsi pemerintah dalam hal ini hanya melakukan pembinaan untuk menjamin kelestarian hutan dan melindungi kelancaran peredaran hasil hutan melalui penatausahaan hasil hutan. 2.2 Petani Hutan Rakyat 2.2.1 Karakteristik Petani Hutan Rakyat