Alur Pengharaman Khamr KHAMR DALAM ISLAM

kismis terbuat khamr, dari kurma terbuat khamr, dan dari madu terbuat khamr ” HR Jamaah, kecuali An Nasai. Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW juga bersabda: ―Setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap khamr itu haram” HR Muslim dan Daruquthni. Ulama kontemporer menyimpulkan makna khamr adalah setiap yang memabukkan, baik dalam pengertian etimologi dan terminologi, dari jenis apa saja, baik berupa minuman maupun makanan, baik dengan cara dihirup, disuntik, maupun dengan cara lainnya. Mengenai khamr, para ulama berbeda pendapat tentang istilah khamr. Pendapat para ulama mengenai khamr terbagi ke dalam pendapat yang ketat dalam hal mengacu konteks Al Quran, pendapat yang moderat, dan pendapat yang longgar. Pendapat yang ketat dalam hal mengacu konteks Al Quran menyebutkan bahwa khamr hanya terbatas pada perasan anggur saja. Ulama yan g berpendapat untuk hal ini terdiri dari ulama Hanafiyah dan Syafi‘iyah. Pendapat yang moderat dalam hal mengacu konteks Al Quran menyebutkan bahwa khamr tidak terbatas pada anggur saja, melainkan setiap minuman yang memabukkan, baik mentah maupun matang dimasak. Ulama yang berpendapat ketat hal ini terdiri dari ulama Malikiyah, sebagian Syafi‘iyah, dan Hanabilah. Pendapat yang longgar dalam hal mengacu konteks Al Quran mengenai khamr memberikan pendapat bahwa istilah khamr mencakup semua hal yang memabukkan, baik berasal dari perasan anggur atau bahan-bahan lainnya, baik berupa zat cair atau zat padat. Namun, terdapat pendapat yang kuat tentang khamr yaitu madzhab ulama moderat yang berpendapat bahwa khamr terbatas pada minuman yang memabukkan saja, atau zat cair saja, baik perasan anggur maupun bahan lain. Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia mengenai khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari anggur atau yang lainnya, baik dimasak ataupun tidak MUI, 2010.

3.2.2 Alur Pengharaman Khamr

Sebagai salah satu pangan yang diharamkan dalam Islam, khamr memiliki alur pengharaman yang terdiri atas beberapa tahapan. Alur pengharaman khamr diawali dengan turunnya surat An-Nahl ayat 67, ―Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rizki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran Allah bagi orang- orang yang memikirkan.” Ayat Al Quran tersebut mengisyaratakan bahwa kebiasaan bangsa Arab meminum minuman keras yang terbuat dari perasan anggur dan kurma memberikan efek negatif, yaitu memabukkan. Kemudian Umar bin Khattab berdoa memohon penjelasan dari Allah mengenai khamr sehingga turunlah ayat 219 surat Al Baqarah, ―Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi; katakanlah: “Pada yang demikian itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya…” Ayat ini menjelaskan bahwa pada khamr dan judi terdapat dosa besar dan manfaat, namun dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Kemudian setelah itu turun kembali ayat 43 surat An Nisaa, ―Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” Ayat ini baru merupakan larangan mengerjakan shalat jika dalam keadaan mabuk. Akhirnya turunlah ayat 90-91 surat Al- Maaidah, ―Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan.maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran meminum khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu.” Basyir, 1994 14 Pengharaman khamr melalui beberapa tahapan yang diawali dengan penjelasan bahwa dalam minuman keras, yang biasa dibuat oleh bangsa Arab, memiliki dampak negatif, yaitu memabukkan. Kemudian dilanjutkan dengan turunnya ayat yang menjelaskan bahwa dalam khamr terdapat dosa yang lebih besar daripada manfaatnya. Lalu larangan untuk mengerjakan solat dalam kondisi mabuk. Kemudian alur pengharaman ditutup dengan perintah dari Allah untuk menjauhi dan berhenti dari meminum khamr. Oleh karena itu, hukum mengonsumsi khamr adalah haram dalam Islam. Mengenai hal tersebut juga ditegaskan melalui hadist dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: ―Setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap khamr itu haram” HR Muslim dan Daruquthni.

3.2.3 Pengidentikan Khamr dengan Alkohol

Dokumen yang terkait

Kewenangan LPPOM MUI dalam penentuan sertifikasi halal pasca berlakunya uu no.33 tahun 2014

4 90 0

SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK PANGAN STUDI PADA LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA LAMPUNG

0 3 14

Praktik Kerja Magang di Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dengan Topik Khusus : Kajian Ilmiah Istiĥālah (Transformasi ) Babi

4 31 126

Evaluasi proses sertifikasi halal indonesia di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)

6 25 135

SERTIFIKASI HALAL PRODUK LOKAL OLEH LEMBAGA PENGKAJIAN OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA (LP POM) MUI SUMATERA BARAT.

0 1 11

Eksistensi Dan Tanggungjawab Majelis Ulama Indonesia (Mui) Dalam Penerapan Sertifikasi Serta Labelisasi Halal Produk Pangan Di Indonesia ( Existence And Responsibility Of Majelis Ulama Indonesia (MUI) In Application And Certification Labeling Halal Food P

0 0 17

SERTIFIKASI HALAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (STUDY FUNGSI PENGAWASAN LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA MAJELIS ULAMA INDONESIA (LPPOM)) PROVINSI LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 1 115

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR PENGAJUAN SERTIFIKASI HALAL PADA PRODUK MAKANAN OLAHAN KERIPIK PISANG (Studi pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika) Majelis Ulama Indonesia ( LPPOM MUI) Provinsi Lampung - Raden Intan Repository

0 6 150

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENERAPAN SERTIFIKASI HALAL SUATU PRODUK DI INDONESIA (Studi pada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan)

0 0 88

URGENSI PENERAPAN SERTIFIKASI HALAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TERHADAP PRODUK UMKM (STUDI DI KOTA MATARAM) JURNAL ILMIAH

0 2 18